• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN KUALITAS BAHAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. PENGUJIAN KUALITAS BAHAN

2.3.1. Pengujian Agregat

1. Pengujian Analisa Ukuran Butir (Gradasi)

Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat total. Tujuan utama pekerjaan analisa ukuran butir agregat adalah untuk pengontrolan gradasi agar diperoleh konstruksi campuran yang bermutu tinggi.

Batas gradasi diperlukan sebagai batas toleransi dan merupakan suatu cara untuk menyatakan bahwa agregat yang terdiri dari fraksi kasar, sedang dan halus dengan suatu perbandingan tertentu secara teknis masih diijinkan untuk digunakan. Jika grafik terletak menuju ke bagian atas batas toleransi gradasi, agregat dinyatakan lebih halus dan sebaliknya apabila kurva menuju ke bagian bawah batas toleransi gradasi, agregat dinyatakan lebih kasar dari yang diinginkan.

Suatu lapisan yang semuanya terdiri atas agregat kasar dengan ukuran yang kira-kira sama, akan mengandung rongga udara sekitar 35 % seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 3. Rongga diantara agregat

Apabila lapisan tersebut terdiri atas agregat kasar, sedang dan halus dengan perbandingan yang benar, akan dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan rongga udara yang kecil.

Lapisan agregat yang berongga kecil dengan ukuran yang tepat, akan lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan yang berongga tinggi. Untuk mencapai hal tersebut,

jumlah agregat yang sedang dan halus perlu diperhatikan. Akan tetapi kepadatan atau kekuatan lapisan akan berkurang apabila kelebihan agregat halus atau sedang.

Suatu material yang mempunyai grafik gradasi di dalam batas-batas gradasi tetapi membelok dari satu sisi batas gradasi ke batas yang lainnya, dinyatakan sebagai gradasi yang tidak baik karena menunjukkan terlalu banyak untuk ukuran tertentu dan terlalu sedikit untuk ukuran lainnya. Gradasi dilakukan dengan melakukan penyaringan terhadap contoh bahan melalui sejumlah saringan yang tersusun sedemikian rupa dari ukuran besar hingga ukuran kecil, bahan yang tertinggal dalam tiap saringan kemudian ditimbang.

Tabel. 2.4. Ukuran saringan menurut ASTM No. Saringan Lubang saringan

Inch mm 1 ½ in 1,5 38,1 1 in 1,0 25,4 3/4 in 0,75 19,0 1/2 in 0,5 12,7 3/8 in 0,375 9,51 No. 4 0,187 4,76 No. 8 0,0937 2,38 No. 16 0,0469 1,19 No. 30 0,0234 0,595 No. 50 0,0117 0,297 No. 100 0,0059 0,149 No. 200 0,0029 0,074

Sumber : Buku 1 Petunjuk Umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Kimpraswil

Spesifikasi gradasi campuran beraspal panas sering dinyatakan dengan ukuran nominal maksimum dan ukuran maksimum agregat. Ukuran nominal maksimum agregat merupakan ukuran agregat dimana paling banyak 10 % dari agregat tertahan pada saringan kedua urutan nomor susunan saringan. Ukuran maksimum agregat merupakan

ukuran agregat dimana 100 % agregat lolos pada saringan pertama urutan nomor susunan saringan.

Hasil analisa saringan harus mencerminkan keadaan dan ciri khas dari semua agregat darimana contoh tersebut diperoleh. Oleh karena itu ketelitian dalam pengambilan contoh, sama pentingnya dengan ketelitian dalam melakukan percobaan. 2. Berat Jenis (Specivic Gravity) dan Penyerapan (Absorpsi)

Berat jenis suatu agregat (Specivic Gravity) adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o – 25o C (68o – 77o F). Dikenal ada beberapa macam berat jenis agregat, yaitu :

a. Berat jenis semu (apparent specific gravity)

Berat jenis semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam. b. Berat jenis bulk (bulk specific gravity)

Berat jenis bulk, volume dipandang sebagai volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.

c. Berat jenis efektif (effective specific gravity)

Berat jenis efektif, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal.

Berat jenis dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

- Berat jenis semu : Gsa =

- Berat jenis curah : Gsb =

Dengan pengertian :

Ws = Berat agregat kering. = Berat isi air = 1 gr/cm3

Vs = volume bagian padat agregat. Vpp = volume pori meresap air. Vap = volume pori mersap aspal.

Vpp – Vap = volume pori meresap air yang tidak meresap aspal.

Gambar 4. Berat Jenis Agregat

Pemilihan macam berat jenis untuk suatu agregat yang digunakan dalam rancangan campuran beraspal, dapat berpengaruh besar terhadap banyaknya rongga udara yang diperhitungkan. Bila digunakan berat jenis semu maka aspal dianggap dapat terhisap oleh semua pori yang dapat menyerap air. Bila digunakan Berat Jenis Bulk, maka aspal dianggap tidak dapat dihisap oleh pori-pori yang dapat menyerap air. Konsep mengenai Berat Jenis Efektif dianggap paling mendekati nilai sebenarnya untuk menentukan besarnya rongga udara dalam campuran beraspal(1).

Bila digunakan berbagai kombinasi agregat maka perlu mengadakan penyesuaian mengenai berat jenis, karena Berat Jenis masing-masing bahan berbeda(1).

a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Berat Jenis dan Penyerapan agregat kasar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) =

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) = Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) =

Penyerapan (Absorpsi) = x 100 % Dengan pengertian :

Bk = berat benda uji kering oven (gram).

Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram).

Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram). b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

Berat Jenis dan Penyerapan agregat halus dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) =

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) = Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) = Penyerapan (Absorpsi) = x 100 %

Dengan pengertian :

A = 500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh di dalam air (gram).

Bk = berat benda uji kering oven (gram). B = berat piknometer berisi air (gram).

Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram).

Agregat hendaknya sedikit berpori agar dapat menyerap aspal, sehingga terbentuklah suatu ikatan mekanis antara film-aspal dan butiran batu. Agregat berpori banyak akan menyerap aspal besar pula sehingga tidak ekonomis. Agregat berpori terlalu besar umumnya tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran beraspal.

3. Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Abrasi

Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Guna mengatasi hal tersebut, agregat harus mempiunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan (crushing), penurunan (degradation) dan penghancuran (disintegration).

Agregat pada atau di dekat permukaan perkerasan memerlukan kekerasan dan mempunyai daya tahan terhadap pengausan yang lebih besar dibandingkan degan agregat yang letaknya pada lapisan lebih bawah, karena bagian atas perkerasan menerima beban terbesar.

Agregat dengan nilai keausan yang besar mudah pecah selama pemadatan atau akibat pengaruh beban lalu lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa sebab : a. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran yang halus.

Dengan demikian agregat mempunyai gradasi yang tidak memadai.

b. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang pengunci yang bersudut mudah pecah.

Ketahanan agregat terhadap keausan dapat dilakukan dengtan pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles (SNI-03-2417-1991). Agregat dengan perbandingan dan ukuran yang benar dimasukkan ke dalam alat (drum) yang diisi bola

baja dengan diameter 46,80 mm. Drum diputar sebanyak 500 putaran. Bagian agregat yang hancur yang besarnya lebih kecil dari ukuran saringan 1,7 mm ditimbang dan beratnya dinyatakan dalam persentase terhadap benda uji semula.

Gambar 5. Mesin Abrasi Los Angeles

4. Angularitas

Angularitas merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah. Susunan permukaan yang kasar yang menyerupai kekasaran kertas ampelas mempunyai kecenderungan untuk menambah kekuatan campuran, dibanding dengan permukaan yang licin. Ruangan agregat yang kasar biasanya lebih besar sehingga menyediakan tambahan bagian untuk diselimuti oleh aspal.

Agregat dengan permukaan licin dengan mudah dapat dilapisi lapisan aspal tipis (asphalt film), tetapi permukaan seperti ini tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada tempatnya.

Tata cara pengujian angularitas agregat kasar diuraikan oleh Pennsylvania DoT Test Method No. 621 dan angularitas agregat halus ditentukan berdasarkan AASHTO TP-33 atau ASTM C 1252(1).

a. Angularitas agregat kasar

Angularitas agregat kasar adalah persentase dari berat pertikel agregat lebih besar dari 4,75 mm (No. 4) dengan satu atau lebih bidang pecah.

Angularitas agregat kasar dihitung dengtan persamaan :

Angularitas = x 100 %

Dengan pengertian :

A = berat agregat yang mempunyai bidang pecah.

B = berat total benda uji tertahan saringan 4,75 mm (No. 4). b. Angularitas agregat halus

Angularitas agregat halus adalah persen rongga udara yang terdapat pada agregat padat lepas. Agregat halus merupakan agregat lolos saringan 2,36 mm (No. 8). Makin besar nilai rongga udara berarti makin besar bidang pecah yang terdapat pada agregat halus. Angularitas agregat halus (persen rongga udara) dihitung sebagai berikut :

Angularitas = x 100 %

Dengan pengertian : V = volume silinder.

W = berat benda uji yang mengisi silinder. Gsb = berat jenis curah agregat halus. 2.3.2. Pengujian Aspal

Pengujian aspal meliputi pengujian aspal keras (padat), cair dan emulsi. Aspal cair atau aspal emulsi pada pekerjaan aspal campuran keras umumnya digunakan sebagai lapis resap (Prime Coat) atau lapis pengikat (Tack Coat) (1).Jenis pengujian aspal keras dapat dilihat pada tabel II.5.

Tabel. 2.5. Jenis pengujian aspal keras

No. Spesifikasi atau Judul Pengujian Metode Pengujian

1. Penetrasi SNI 06-2456-1991

2. Titik lembek SNI 06-2434-1991

3. Daktalitas SNI 06-2432-1991

4. Kelarutan dalam C2HCl3 SNI 06-2438-1991

5. Titik nyala SNI 06-2433-1991

6. Berat jenis SNI 06-2488-1991

7. Kehilangan berat SNI 06-2441-1991

8. Penetrasi setelah kehilangan berat SNI 06-2456-1991 9. Daktalitas setelah kehilangan berat SNI 06-2432-1991

10. Titik lembek setelah RTFOT SNI 06-2434-1991

11. Temperatur pencampuran dan pemadatan SNI 06-6411-2000

12. Kadar air SNI 06-2439-1991

Sumber: Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas

1. Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup

Penentuan titik nyala dilakukan berdasarkan SNI 06-2433-1991, bertujuan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk pelaksanaan. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal(1).

2. Penetrasi Bahan Bitumen

Pengujian ini dilakukan berdasarkan AASHTO T 48 atau SNI 06-2456-1991yang dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal. Berdasrkan pengujian ini aspal keras dikategorikan dalam beberapa tingkat kekerasan. Pengujian ini merupakan pengukuran secara impiris terhadap konsistensi aspal. Kekerasan aspal diukur dengan jarum penetrasi standar yang masuk ke dalam permukaan bitumen pada temperatur 250C, beban 100 gr dan waktu 5 detik(1). Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7.Pengujian Penetrasi

3. Titik Lembek

Prosedur pengujian berdasarkan SNI 06-2434-1991. Konsistensi bitumen ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah bentuk karena perubahan tegangan. Hasilnya digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 8.

4. Daktalitas Bahan Bitumen

Daktalitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga putus. Pengujian dilakukanberdasarkan SNI 06-2432-1991, dengan alat yang terdiri atas cetakan, bak air dan alat penarik contoh(1). Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 9 berikut :

Gambar 9. Pengujian Daktalitas

Dokumen terkait