PENGARUH PASIR ALAM BINJAI TERHADAP SIFAT
CAMPURAN AC-WC
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MARTHIN H. TAMBUNAN
050404114
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan
berkahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna melengkapi
syarat Sidang Sarjana Program Strata Satu (S-1) Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Skripsi yang dibawakan penulis merupakan studi penelitian
laboratorium yang berjudul “Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Sifat Campuran
AC-WC”, yang dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan,
arahan maupun dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Ir. Terunajaya, MSc., selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, M.T., selaku Pembimbing, yang telah memberikan
sumbangan pikiran, arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;
4. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng,Sc., selaku Koordinator Sub-Jurusan
Transportasi sekaligus sebagai kepala Laboratorium Jalan Raya Departemen
Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Ir. Joni Harianto, selaku dosen Penguji I;
8. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai Fakultas Teknik, Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara;
9. Istimewa kepada Ayahanda Ir. M.T. Tambunan dan Ibunda Dra. E.M. Pasaribu,
beserta saudara/i saya, Rotua, Marolop, Maria, Margaretha dan Markus yang
telah memberikan dukungan moral/moril, motivasi, dan perhatian penuh dalam
menyelesaikan skripsi ini;
10. Devi yang selalu memberikan semangat dan motivasi;
11. Rekan-rekan sesama Asisisten Laboratorium Mekanika Tanah Departemen
Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;
12. Asisten Laboratorium Jalan Raya, Emir, Ataruddin, Gabe, yang turut serta
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Teman saya Jhon Marshal, Pieter,
Jefri, Nensi, Rudolf, Edward F.S. serta rekan- rekan seperjuangan di stambuk’05.
Junioran saya, Frengki, Jefry, Dani, Putra, Ivan serta seluruh praktikan Mektan
Smester B.TA. 2010/2011;
13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah
sempurna, disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Desember 2010
ABSTRAK
Performa suatu campuran tergantung pada jenis dan kualitas bahan yang
digunakan. Agregat dari sumber/quarry yang berbeda akan menghasilkan performa
campuran yang berbeda pula. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat
dan karakteristik campuran AC-Wearing Course jika menggunakan pasir alam Binjai
sebagai agregat halus, yaitu dikhususkan pada sifat stabilitas dan
karakteristik/parameter pengujian Marshall. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode pengujian Marshall, dimana percobaan dilakukan dengan menggunakan variasi
penambahan pasir alam Binjai (4 % ; 6 % ; 8 % ; 10 % ; 12 % dan 14 %) pada kadar
aspal optimum (5,98 %). Persentase penambahan pasir alam Binjai yang ideal untuk
DAFTAR ISI
1.3. PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN ... 4
1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 4
2.2.2. Sifat-sifat Fisik Agregat dan Hubungannya dengan Kinerja Campuran Beraspal ... 11
2.3.1. Pengujian Agregat ... 18
2.3.2. Pengujian Aspal ... 26
2.4. KOMBINASI AGREGAT ... 29
2.4.1. Gradasi Agregat Campuran ... 29
2.4.2. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Analitis .. 31
2.4.3. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Grafis .... 33
2.4.3. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Coba-coba (Taksiran) ... 40
2.5. SIFAT CAMPURAN ... 42
2.5.1. Stabilitas ... 42
2.5.2. Durabilitas (Keawetan) ... 43
2.5.3. Fleksibilitas (Kelenturan) ... 43
2.5.4. Skid Resistance (Kekesatan Terhadap Slip) ... 44
2.6. PENGARUH AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ... 44
2.6.1. Pengaruh Agregat Kasar ... 44
2.7.4. Stabilometer (Hveem, Stability Test) ... 47
2.7.5. Marshall Test ... 47
2.8. PARAMETER PENGUJIAN MARSHALL ... 47
2.8.2. Stabilitas Marshall ... 48
2.8.3. Kelelehan (Flow) ... 48
2.8.4. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) ... 49
2.8.5. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB) ... 49
3.3. METODE PENCAMPURAN AGREGAT (BLENDING AGGREGATE) ... 52
3.4. METODE PENENTUAN DAN PEMBUATAN SAMPEL ... 54
3.4.1. Bahan dan Peralatan ... 56
3.4.2. Prosedur Persiapan Bahan dan Pembuatan Sampel ... 58
3.5. METODE PENGUJIAN SAMPEL ... 60
3.5.1. Bahan dan Peralatan ... 60
3.5.2. Prosedur Pengujian Sampel ... 61
A. Penentuan Bulk Spesific Gravity Sampel ... 61
B. Pengujian Stabilitas dan Flow ... 61
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA ... 64
4.1. HASIL PENELITIAN ... 64
4.2. METODE ANALISA ... 68
4.3. MENGHITUNG PARAMETER PENGUJIAN ... 68
4.4.1. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Density ... 75
4.4.2. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap VMA ... 76
4.4.3. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap VFB ... 76
4.4.4. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap VIM ... 76
4.4.5. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Stabilitas ... 77
4.4.6. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Flow ... 77
4.4.7. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Marshall Quotient ... 77
4.5. ANALISA SIFAT CAMPURAN ... 78
4.5.1. Pengaruh Penambahan Pasir Alam Binjai Terhadap Stabilitas ... 78
4.5.2. Pengaruh Penambahan Pasir Alam Binjai Terhadap Durabilitas ... 79
4.5.3. Pengaruh Penambahan Pasir Alam Binjai Terhadap Fleksibilitas ... 79
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston (AC) ... 8
Tabel 2.2. Ketentuan Agregat Kasar ... 9
Tabel 2.3. Persayaratan Agregat Halus ... 9
Tabel 2.4. Ukuran Saringan Menurut ATM ... 20
Tabel 2.5. Jenis Pengujian Aspal Keras ... 27
Tabel 2.6. Titik Kontrol Kurva Fuller dan Daerah Larangan ACWC ... 30
Tabel 3.1. Combined Grading ... 53
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Berat Jenis Dan Absortion Agregat ... 64
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Aspal Keras ... 65
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Marshall (I) ... 66
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Marshall (II) ... 67
Tabel 4.5. Nilai Parameter Pengujian Marshall Pada KAO 5,98% Akibat Penambahan % Pasir Alam Binjai ... 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat ... 14
Gambar 2. Tipikal bentuk butir kubikal, lonjong dan pipih ... 16
Gambar 3. Rongga diantara agregat ... 19
Gambar 4. Berat jenis agregat ... 22
Gambar 5. Mesin abrasi Los Angeles ... 25
Gambar 6. Pengujian Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup ... 27
Gambar 7. Pengujian Penetrasi ... 28
Gambar 8. Pengujian Titik Lembek ... 28
Gambar 9. Pengujian Daktalitas ... 29
Gambar 10. Grafik kurva Fuller dan Daerah Larangan ACWC ... 30
Gambar 11. Proporsi Dua Fraksi Agregat Secara Grafis ... 34
Gambar 12. Proporsi Tiga Fraksi Agregat Secara Grafis ... 36
Gambar 13. Contoh Penggabungan Dua Fraksi Agregat (Cara Diagonal) ... 37
Gambar 14. Contoh Penggabungan Tiga Fraksi Agregat (Cara Diagonal) ... 39
Gambar 15. Grafik Combined Grading ... 53
Gambar 16. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap Density ... 72
Gambar 17. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap VMA ... 72
Gambar 18. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap VIM ... 73
Gambar 20. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap
Stabilitas ... 74
Gambar 21. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap
Flow ... 74
Gambar 22. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. LAPORAN PENGUJIAN ASPAL KERAS (ASPHALT TEST REPORT)
Lampiran 2. PEMERIKSAAN PENETRASI ASPAL
Lampiran 3. PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL
Lampiran 4. DAKTALITAS BAHAN BITUMEN
Lampiran 5. PEMERIKSAAN TITIK NYALA & TITIK BAKAR ASPAL
(CLEVELAND OPEN CUP)
Lampiran 6. BERAT JENIS BITUMEN
Lampiran 7. PENGUJIAN KEHILANGAN BERAT (THIN FILM OVEN TEST)
Lampiran 8. PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL SETELAH TFOT
Lampiran 9. DAKTALITAS BAHAN BITUMEN SETELAH TFOT
Lampiran 10. KELARUTAN BITUMEN ASPAL DALAM C2HCl3 (KARBON TETRA
KLORIDA)
Lampiran 11. SPECIFIC GRAVITY TEST (NATURAL SAND)
Lampiran 12. SPECIFIC GRAVITY TEST (CRUSHER DUST/FA)
Lampiran 13. SPECIFIC GRAVITY TEST (MA)
Lampiran 14. SPECIFIC GRAVITY TEST (CA)
Lampiran 15. SPECIFIC GRAVITY TEST (CA dan MA)
Lampiran 16. PENGUJIAN BERAT JENIS MAKSIMUM (GMM) CAMPURAN
BERASPAL
Lampiran 17. KELEKATAN AGREGAT TERHADAP ASPAL
Lampiran 18. PEMERIKSAAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS
ANGELES
Lampiran 20. SIEVE ANALYSIS (CRUSHER DUST/FA)
Lampiran 21. SIEVE ANALYSIS (MA)
Lampiran 22. SIEVE ANALYSIS (CA)
Lampiran 23. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 4%)
Lampiran 24. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 6%)
Lampiran 25. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 8%)
Lampiran 26. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 10%)
Lampiran 27. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 12%)
Lampiran 28. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 14%)
Lampiran 29. MARSHALL TEST I
Lampiran 29. MARSHALL TEST I
Lampiran 30. HOT MIX DESIGN BY MARSHALL METHOD (TEST PROPERTIES
CURVES)
Lampiran 31. MARSHALL TEST II
Lampiran 32. MARSHALL TEST II
ABSTRAK
Performa suatu campuran tergantung pada jenis dan kualitas bahan yang
digunakan. Agregat dari sumber/quarry yang berbeda akan menghasilkan performa
campuran yang berbeda pula. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat
dan karakteristik campuran AC-Wearing Course jika menggunakan pasir alam Binjai
sebagai agregat halus, yaitu dikhususkan pada sifat stabilitas dan
karakteristik/parameter pengujian Marshall. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode pengujian Marshall, dimana percobaan dilakukan dengan menggunakan variasi
penambahan pasir alam Binjai (4 % ; 6 % ; 8 % ; 10 % ; 12 % dan 14 %) pada kadar
aspal optimum (5,98 %). Persentase penambahan pasir alam Binjai yang ideal untuk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 UMUM
Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.
Dalam campuran beraspal ,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel
agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam
campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya.
Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya
tergantung kepada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran, dan ukuran agregat
maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal
yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh
sifat-sifat agregat dan aspal, serta sifat-sifat-sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua
bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak
akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun
peralatan dan metode kerja yang digunakan telah sesuai.
Beberapa jenis campuran beraspal panas yang umum digunakan di Indonesia
antara lain: AC (Asphaltic Concrete) atau Laston (lapis aspal beton), HRS (Hot Rolled
Sheet) atau Lataston (lapis tipis aspal beton), dan HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau
Latasir (lapis tipis aspal pasir).
Seperti kita ketahui struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapis elemen
struktur perkerasan. Pada struktur perkerasan lentur terdiri dari tanah dasar (subgrade),
lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi atas (base course), dan lapis
permukaan (surface course). Pada struktur perkerasan kaku terdiri dari lapis tanah dasar,
Pada semua jenis perkerasan termasuk Hot Mix, kualitas dari campuran yang
dihasilkan tergantung pada agregatnya. Dimana agregat dalam campuran memegang
peranan penting untuk menghasilkan nilai stabilitas yang tinggi. Oleh karena pentingnya
peranan agregat dalam campuran, maka gradasi gabungan (combined grading) dari
agregat kasar, halus, maupun filler harus ditentukan sedemikian rupa untuk mendapatkan
performa campuran yang baik, kuat, stabil, ekonomis, dantahan lama.
Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu
90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan persentase
volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat
dan hasil campuran agregat dengan material lain.
Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan
memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Sifat agregat yang menentukan
kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan
ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, kemampuan untuk menyerap air,
berat jenis, dan daya pelekatan terhadap aspal. Gradasi agregat merupakan sifat yang
sangat berpengaruh terhadap kualitas perkerasan secara keseluruhan.
Gradasi adalah susunan butir agregat yang ukurannya dapat diperoleh melalui
pemeriksaan analisa saringan. Perbedaan tipe gradasi agregat disebabkan oleh berbagai
faktor seperti: lalu lintas yang ada, iklim pada daerah tersebut, geografis suatu daerah,
material yang digunakan, jenis aspal yang digunakan, ketersediaan tenaga ahli,
ketersediaan peralatan, dan faktor ekonomi. Dengan demikian, perbedaan tipe gradasi
akan memberikan hasil akhir yang berbeda baik dari segi kekuatan, kehalusan
1.2 LATAR BELAKANG
Pertumbuhan volume lalu lintas yang meningkat pesat akan memberikan dampak
terhadap permintaan akan membangun struktur perkerasan jalan dan pemakaian material
yang digunakan. Terutama untuk kondisi di Indonesia dimana beban lalu lintas yang
berlebihan (overloading) sering terjadi sehingga perlu adanya
pertimbangan-pertimbangan khusus dalam melakukan perencanaan campuran aspal termasuk
diantaranya komposisi campuran agregat halus (fine aggregate) dan agregat kasar
(course aggregate) maupun filler dengan demikian performa perkerasan jalan yang baik
sangat dibutuhkan.
Pada saat sekarang ini, pemakaian lapisan aspal beton (Laston) sudah semakin
banyak digunakan. Penggunaan tipe perkerasan lain dengan permukaan kasar seperti
perkerasan tipe penetrasi Macadam sudah mulai ditinggalkan. Laston (Asphaltic
Concrete, AC) yang dibuat sebagai campuran panas (Hot Mix), merupakan konstruksi
pendukung dari perkerasan lentur (Fleksible Pavement) dan merupakan konstruksi
perkerasan yang paling umum digunakan. Perkerasan campuran beraspal panas
merupakan campuran yang terdiri atas kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal
dan dipadatkan pada suhu tertentu untuk mendapatkan perkerasan yang baik. Lapisan
aspal beton (AC) dapat dibedakan menjadi dua jenis tergantung fungsinya pada
konstruksi perkerasan jalan, yaitu sebagai lapis permukaan atau lapis aus (AC-Wearing
Course) dan sebagai lapis pondasi (AC-Base, AC-Binder, ATB (Asphalt Treated Base)).
Dalam pencampuran, digunakan berbagai jenis agregat yang secara umum terdiri
dari agregat kasar, agregat halus, serta filler atau bahan pengisi. Pada umumnya
campuran dari masing-masing agregat yang dipakai berbeda-beda untuk setiap
penggunaan campuran. Sehingga dalam hal ini karakteristik dari agregat akan sangat
pemeriksaan atau penelitian terhadap berbagai jenis agregat itu untuk memperoleh nilai
stabilitas yang baik dan memenuhi syarat spesifikasi.
1.3 PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai
pengaruh dari penggunaan/pemanfaatan pasir alam terhadap sfat-sifat campuran Beton
Aspal Lapis Aus (AC-Wearing Course).
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:
• Untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik campuran AC-Wearing Course jika
menggunakan pasir alam sebagai tambahan dalam agregat halus, yaitu stabilitas,
density, flow, marshal quo tient, VIM, VFB dan VMA.
• Untuk memperoleh komposisi campuran termasuk penentuan kadar aspal optimum
dan persentase pasir alam yang ideal untuk campuran.
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah:
Diharapkan dengan adanya penulisan tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai gambaran
dan pertimbangan dalam pemilihan material aggregat untuk perencanaan campuran dan
pembangunan jalan terutama perkerasan jalan dengan menggunakan pasir alam Binjai.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Studi ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut:
• Tugas akhir ini hanya membahas tentang pengaruh penggunaan pasir alam sebagai
stabilitasnya, yaitu dengan mengadakan penambahan persentase pasir alam Binjai
pada agregat halus terhadap campuran.
• Dalam penelitian ini, material yang dipakai sebagai agregat kasar adalah batu
kerikil/pecah, agregat halus yang digunakan adalah pasir hasil pemecah batu (sand
crusher) dan pasir alam Binjai, aspal yang dipakai adalah aspal keras (AC Pen
60/70) merk Exxon mobil.
Pada penelitian ini juga dibatasi dengan penggunaan tiga jenis agregat yang
berasal dari AMP PT. ADHI KARYA desa Patumbak Pasar V Medan dan telah
memenuhi persyaratan untuk dipakai dalam suatu campuran perkeasan aspal panas, yaitu
agregat kasar berupa batu pecah 3/4 (ukuran maksimum 3/4”), agregat sedang (medium
aggregate), agregat halus (fine aggregate) berupa pasir hasil pemecah batu (sand
crusher), serta agregat halus berupa pasir alam (natural sand) dari sungai Binjai.
1.6 METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengujian Marshall. Tahapan
yang dilaksanakan antara lain: persiapan bahan, selanjutnya dilakukan perencanaan
campuran yaitu pemilihan gradasi gabungan (combined grading), perkiraan kadar aspal
optimum, melakukan test Marshall terhadap benda uji dimana masing-masing untuk
kadar aspal dibuat tiga benda uji. Selanjutnya dilakukan hal yang sama untuk setiap
penambahan persentase pasir. Kemudian menggambarkan grafik hubungan antara kadar
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, di dalam penulisan
tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi, latar
belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan
pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan hal-hal mengenai pengaruh penambahan
pasir alam pada agregat halus terhadap sifat campuran AC-Wearing Course.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang hasil-hasil pemeriksaan bahan (agregat) mulai
dari persiapan bahan sampai dengan pembuatan benda uji dan pemeriksaan benda
uji dengan metode pengujian Marshall.
BAB IV HASIL PENELITIAN /ANALISIS DATA
Berisikan pembahasan mengenai data-data yang diperoleh dari hasil
pengujian di laboratorium.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang telah
diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. LAPIS BETON ASPAL
Lapis beton aspal adalah lapisan penutup konstruksi jalan yang mempunyai nilai
struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institude
dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan
Umum, campuran ini terdiri atas agregat menerus dengan aspal keras, dicampur,
dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Suhu
pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan yang
dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan pembagian butir yang
merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan
campuran bergradasi menerus memiliki komposisi dari agregat kasar, agregat halus,
mineral pengisi (filler) dan aspal (bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya memiliki
sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya,
oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku.
Menurut spesifikasi campuran aspal Departemen Pekerjaan Umum 2007, Laston
(AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis
Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dengan ukuran maksimum
agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25.4 mm, 37.5 mm. Ketentuan
mengenai sifat-sifat dari campuran Laston (AC) dengan aspal Pen 60/70 dapat dilihat
Tabel. 2.1. Ketentuan Sifat–sifat Campuran Laston (AC)
Sifat-sifat Campuran Laston
WC BC Base
Penyerapan Aspal (%) Maks 7,2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%) Min 3,5
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
perendaman selama 24 jam, 60 oC Min 75
Rongga dalam campuran (%) pada
Kepadatan membal (refusal) Min 2,5
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007)
2.2. BAHAN CAMPURAN BERASPAL
2.2.1. Agregat
1. Agregat Kasar
Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk di dalamnya
antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir.
Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana
agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90 - 95
% dari berat total campuran, atau 75 -85 % dari volume campuran (The Asphalt Institute,
1983). Mutu, keawetan dan daya dukung perkerasan sangat dipengaruhi oleh
karakteristik agregat. Oleh karena itu, sebelum digunakan sebagai bahan campuran
dalam perkerasan jalan, harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan di laboratorium
Menurut BS.594 (1992), agregat kasar mempunyai peran sebagai pengembang
volume mortar, menjadikan campuran lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar
terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan stabilitas. Campuran dengan kandungan
agregat kasar yang rendah mempunyai daya tahan yang lebih baik dari kandungan yang
lebih tinggi, karena membutuhkan kadar aspal yang lebih banyak.
Tabel. 2.2. Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Standart Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-4428-1997 Maks. 40 % Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-4428-1997 Min. 95 % Angularitas agregat kasar SNI 03-6877-2002 95/90 (*) Partikel pipih dan lonjong (**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 % Material lolos saringa n No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan 95 %agregat kasar mepunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90
% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih (**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007)
2. Agregat Halus
Agragat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 8 (2.36 mm) yang terdiri
dari batu pecah tersaring atau pasir alam yang bersih, keras dan bebas dari lempung atau
bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan dalam tabel II.3.
Menurut BS 594 (1985), fungsinya adalah untuk mendukung stabilitas dan mengurangi
deformasi permanen. Stabilitas campuran diperoleh melalui ikatan saling mengunci
(interlocking) dan pergeseran dari partikel.
Tabel 2.3 Pengujian dan Sifat – Sifat Teknis Agregat Halus
Pengujian Standart Nilai
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 % Material lolos saringa n No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
3. Filler (Bahan Pengisi)
Filler dapat terdiri dari debu batu kapur (limestone dust), sement portland, fly ash,
abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya. Fungsi filler dalam campuran
adalah(11) :
• Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan
jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang
• Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut
dan mengikat agregat halus yntuk membentuk mortar
• Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan sdan
kestabilan.
Tujuan awal filler adalah mengisi rongga dalam campuran VIM, tidak hanya oleh
bitumen tetapi material yang lebih murah. Pada kadar aspal konstan, penambahan filler
akan memperkecil VIM. Dalam perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak
hanya mengganti fungsi bitumen mengisi rongga, tetapi juga memperkuat campuran
(Edward, 1988). Untuk suatu kadar aspal yang konstan jumlah filler yang sedikit akan
menyebabkan rendahnya koefisien marshall karena viskositas bitumen masih rendah
dengan filler yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien marshall meningkat dengan
penambahan filler sampai nilai maksimum, kemudian menurun akibat kemampuan
pemadatan campuran (tanpa menimbulkan retak).
Filler juga berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas
permukaan dari partikel mineralnya. Penggunaan jenis dan proporsi filler juga
mempengaruhi kualitas dari campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak
cenderung menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak. Di sisi lain, kandungan
filler yang terlalu rendah juga akan menjadikan campuran lebih peka terhadap temperatur
Gradasi agregat yang digunakan adalah Laston dengan jenis campuran lapis aus
(AC-WC) yang berpedoman kepada Spesifikasi Baru Campuran Aspal Panas
Departemen Pekerjaan Umum 2007.
2.2.2. Sifat-sifat Fisik Agregat dan Hubungannya dengan Kinerja Campuran
Beraspal
Pada suatu campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi yang cukup besar
sampai 90-95 % terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah
satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang
harus diperiksa antara lain(1) :
1) Ukuran butir
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran
besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai
semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. Ada dua istilah yang
biasanya digunakan berkenaan dengan ukuran butir agregat, yaitu :
− Ukuran maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran saringan terkecil yang
meloloskan 100 % agregat,
− Ukuran nominal maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran saringan terbesar
yang masih menahan maksimum dari 10 % agregat.
Istilah-istilah lainnya yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat, yaitu: − Agregat kasar : Agregat yang tertahan saringan No. 8 (2,36)
− Agregat halus : Agregat yang lolos saringan No. 8 (2,36)
− Mineral pengisi : Fraksi dari agregat halus yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm)
minimum 75 % terhadap berat total agregat
− Mineral abu : Fraksi dari agregat halus yang 100 % lolos saringan No. 200 (0,075
Mineral pengisi dan mineral abu dapat terjadi secara alamiah atau dapat juga
dihasilkan dari proses pemecahan batuan atau dari proses buatan. Mineral ini penting
artinya untuk mendapatkan campuran yang padat, berdaya tahan dan kedap air.
Walaupun begitu, kelebihan atau kekurangan sedikit saja dari mineral ini akan
menyebabkan campuran terlalu kering atau terlalu basah. Perubahan sifat campuran ini
bisa terjadi hanya karena sedikit perubahan dalam jumlah atau sifat dari bahan pengisi
atau mineral debu yang digunakan. Oleh karena itu, jenis dan jumlah mineral pengisi
atau debu yang digunakan dalam campuran haruslah dikontrol dengan seksama.
2) Gradasi Agregat
Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada
dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran pertikel harus dalam
proporsi tertentu. Distribusi dari varisi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat.
Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan
workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan
apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman
bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur.
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus
melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan
kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi
per segi dari saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat
masing-masing contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan
dengan menimbang agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas :
adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut
juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus
sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar agregat. Campuran beraspal
yang dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau memiliki permeabilitas kyang
tinggi, stabilitas rendah dan memiliki berat isi yang kecil.
b. Gradasi rapat (dense graded)
Adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran agregat kasar sampai halus, sehingga
sering juga disebut gradasi menerus atau gradasi baik (well graded). Pada campuran
Laston lapis aus (AC-WC), selain batasan titik kontrol gradasi juga terdapat
persyaratan khusus yaitu kurva Fuller dan daerah larangan (restricted zone). Kurva
Fuller adalah kurva gradasi dimana kondisi campuran memiliki kepadatan
maksimum dengan rongga diantara mineral agregat (VMA) minimum. Suatu
campuran dikatakan bergradasi sangat rapat/Kurva Fuller tersebut ditentukan bila
persentase rumus dari masing-masing saringan memenuhi persamaan berikut :
P = 100
( )
nDimana : d = ukuran saringan yang ditinjau
D = ukuran agregat maksimum dari gradasi tertentu
n = 0,35 – 0,45
Campuran dengan gradasi ini memiliki stabilitas yang tinggi, agak kedap terhadap
air dan memiliki berat isi yang besar.
c. Gradasi senjang (Gap graded)
Adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada
fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali.Campuran agregat
dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan di
dinyatakan pada sumbu horizontal dan persentasi agregat yang lolos saringan
tertentu dinyatakan pada sumbu vertikal.
Gambar1. Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat
3) Kebersihan Agregat
Kebersihan agregat menentukan sifat campuran perkerasan aspal yang akan
dibuat. Agregat yang berasal dari alam biasanya banyak mengandung kotoran-kotoran
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk, maupun dari batuan-batuan
muda yang mempunyai kekerasan yang rendah. Kotoran pada agregat juga dapat berupa
lempung yang tidak stabil struktur tanahnya.
Untuk menganalisa sifat ini dapat dilakukan secara visual, tetapi untuk mendapat
hasil yang lebih baik bias dilakukan dengan penyaringan basah. Selain itu khusus untuk
menganalisa lempung yang terdapat pada agregat, dapat dilakukan pengujian sand
equivalent.(1)
4) Kekerasan (Toughness)
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi
selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan digunakan
sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) daripada agregat
perkerasan akan menerima dan menahan tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas
paling besar. Untuk itu, kekuatan agregat terhadap beban merupakan suatu persyaratan
yang mutlak harus dipenuhi oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan.
Uji kekuatan agregat di laboratorium biasanya dilakukan dengan uji abrasi
dengan mesin Los Angeles (Los Angeles Abration Test), uji beban kejut (Impact Test)
dan uji ketahanan terhadap pecah (Crushing Test). Dengan pengujian-pengujian ini
kekuatan relatif agregat dapat diketahui.
5) Bentuk Butir Agregat
Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) sampai bersudut (angular),
seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara agregat
(aggregate interlocking) yang baik yang dapat menahan perpindahan (displacement)
agregat yang mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan
agregat yang memiliki lebih dari satu bidang pecah akan mengasilkan ikatan antar
agregat yang paling baik.
Bentuk agregat tersebut dapat mempengaruhi workabilitas campuran perkerasan
selama penghamparan, yaitu dalam hal energi pemadatan yang dibutuhkan untuk
memadatkan campuran, dan kekuatan struktur perkerasan selama umur pelayanannya.
Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut saja atau bulat saja
tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik. Kombinasi penggunaan kedua
partikel agregat ini sangatlah dibutuhkan untuk menjamin kekuatan pada struktur
Gambar 2. Tipikal bentuk butir kubikal, lonjong dan pipih
6) Tekstur Permukaan Agregat
Selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir (skid resisntance) pada
permukaan perkerasan, tekstur permukaan agregat (baik makro maupun mikro) juga
merupakan faktor lainnya yang menentukan kekuatan, workabilitas dan durabilitas
campuran beraspal.
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran
beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari
pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan
tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan keamanan
kendaraan terhadap slip.
Agregat dengan tekstur permukaan yang sangat kasar memiliki koefisien gesek
yang tinggi yang akan membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat, sehingga
dengan proporsi tertentu kadang-kadang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan
workabiltasnya.
Dilain pihak, film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar
sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan pada
akhirnya akan menghasilkan campuran beraspal yang kuat. Agregat yang berasal dari
sungai (bankrun agregat) biasanya memiliki permukaan yang halus dan berbentuk bulat,
oleh sebab itu agar dapat menghasilkan campuran beraspal dengan sifat-sifat yang baik
agregat sungai ini harus dipecahkan terlebih dahulu. Pemecahan ini dimaksudkan untuk
menghasilkan tekstur permukaan yang kasar pada bidang pecahnya dan mengubah
bentuk butir agregat.
7) Daya Serap Agregat
Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat.
Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi yang penting
yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat
sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah
proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampur aspal (AMP). Hal ini akan
menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk mengikat
partikel agregat menjadi lebih sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis.
Oleh karena itu, campuran yang dihasilkan tetap baik, agregat yang porus memerlukan
aspal yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kurang porus.
Agregat dengan keporusan/daya serap yang tinggi biasanya tidak digunakan,
tetapi untuk tujuan tertentu, pemakaian agregat ini masih dapat dibenarkan asalkan sifat
lainnya dapat terpenuhi. Contoh-contoh material seperti batu apung yang memiliki
berat jenis harus dikoreksi mengingat semua perhitungan didasarkan pada persentase
berat bukan volume.
8) Kelekatan Terhadap Aspal
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima,
menyerap dan menahan film aspal. Agregat hidrophobik (tidak menyukai air) adalah
agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh agregat ini
adalah batu gamping dan dolomit. Sebaliknya, agregat hidrophilik (suka air) adalah
agregat yang memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah. Sehingga agregat jenis ini
cenderung terpisah dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan beberapa jenis granit
adalah contoh agregat hidrophilik.
Ada beberapa metode uji untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal dan
kecenderungannya untuk mengelupas (stripping). Salah satu diantaranya dengan
merendam agregat yang telah terselimuti aspal ke dalam air, lalu diamati secara visual.
Tes lainnya adalah tes perendaman mekanik. Tes ini menggunakan dua contoh
campuran, satu direndam dalam air dan diberikan energi mekanik dengan cara
pengadukan, dan satunya lagi tidak. Kemudian kedua contoh ini diuji kekuatannya.
Perbedaan kekuatan antara keduanya dapat dipaki sebagai indikator untuk dapat
mengetahui kepekaan agregtat terhadap pengelupasan.
2.3. PENGUJIAN KUALITAS BAHAN
2.3.1. Pengujian Agregat
1. Pengujian Analisa Ukuran Butir (Gradasi)
Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam persen
dari berat total. Tujuan utama pekerjaan analisa ukuran butir agregat adalah untuk
Batas gradasi diperlukan sebagai batas toleransi dan merupakan suatu cara untuk
menyatakan bahwa agregat yang terdiri dari fraksi kasar, sedang dan halus dengan suatu
perbandingan tertentu secara teknis masih diijinkan untuk digunakan. Jika grafik terletak
menuju ke bagian atas batas toleransi gradasi, agregat dinyatakan lebih halus dan
sebaliknya apabila kurva menuju ke bagian bawah batas toleransi gradasi, agregat
dinyatakan lebih kasar dari yang diinginkan.
Suatu lapisan yang semuanya terdiri atas agregat kasar dengan ukuran yang
kira-kira sama, akan mengandung rongga udara sekitar 35 % seperti ditunjukkan pada gambar
berikut :
Gambar 3. Rongga diantara agregat
Apabila lapisan tersebut terdiri atas agregat kasar, sedang dan halus dengan
perbandingan yang benar, akan dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan rongga
udara yang kecil.
Lapisan agregat yang berongga kecil dengan ukuran yang tepat, akan lebih kuat
jumlah agregat yang sedang dan halus perlu diperhatikan. Akan tetapi kepadatan atau
kekuatan lapisan akan berkurang apabila kelebihan agregat halus atau sedang.
Suatu material yang mempunyai grafik gradasi di dalam batas-batas gradasi tetapi
membelok dari satu sisi batas gradasi ke batas yang lainnya, dinyatakan sebagai gradasi
yang tidak baik karena menunjukkan terlalu banyak untuk ukuran tertentu dan terlalu
sedikit untuk ukuran lainnya. Gradasi dilakukan dengan melakukan penyaringan
terhadap contoh bahan melalui sejumlah saringan yang tersusun sedemikian rupa dari
ukuran besar hingga ukuran kecil, bahan yang tertinggal dalam tiap saringan kemudian
ditimbang.
Tabel. 2.4. Ukuran saringan menurut ASTM No. Saringan Lubang saringan
Inch mm
Sumber : Buku 1 Petunjuk Umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Kimpraswil
Spesifikasi gradasi campuran beraspal panas sering dinyatakan dengan ukuran
nominal maksimum dan ukuran maksimum agregat. Ukuran nominal maksimum agregat
merupakan ukuran agregat dimana paling banyak 10 % dari agregat tertahan pada
ukuran agregat dimana 100 % agregat lolos pada saringan pertama urutan nomor susunan
saringan.
Hasil analisa saringan harus mencerminkan keadaan dan ciri khas dari semua
agregat darimana contoh tersebut diperoleh. Oleh karena itu ketelitian dalam
pengambilan contoh, sama pentingnya dengan ketelitian dalam melakukan percobaan.
2. Berat Jenis (Specivic Gravity) dan Penyerapan (Absorpsi)
Berat jenis suatu agregat (Specivic Gravity) adalah perbandingan berat dari suatu
satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o –
25o C (68o – 77o F). Dikenal ada beberapa macam berat jenis agregat, yaitu :
a. Berat jenis semu (apparent specific gravity)
Berat jenis semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak
termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.
b. Berat jenis bulk (bulk specific gravity)
Berat jenis bulk, volume dipandang sebagai volume menyeluruh agregat, termasuk
volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.
c. Berat jenis efektif (effective specific gravity)
Berat jenis efektif, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat tidak
termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal.
Berat jenis dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
- Berat jenis semu : Gsa =
- Berat jenis curah : Gsb =
Dengan pengertian :
Ws = Berat agregat kering.
= Berat isi air = 1 gr/cm3
Vs = volume bagian padat agregat.
Vpp = volume pori meresap air.
Vap = volume pori mersap aspal.
Vpp – Vap = volume pori meresap air yang tidak meresap aspal.
Gambar 4. Berat Jenis Agregat
Pemilihan macam berat jenis untuk suatu agregat yang digunakan dalam
rancangan campuran beraspal, dapat berpengaruh besar terhadap banyaknya rongga
udara yang diperhitungkan. Bila digunakan berat jenis semu maka aspal dianggap dapat
terhisap oleh semua pori yang dapat menyerap air. Bila digunakan Berat Jenis Bulk,
maka aspal dianggap tidak dapat dihisap oleh pori-pori yang dapat menyerap air. Konsep
mengenai Berat Jenis Efektif dianggap paling mendekati nilai sebenarnya untuk
Bila digunakan berbagai kombinasi agregat maka perlu mengadakan penyesuaian
mengenai berat jenis, karena Berat Jenis masing-masing bahan berbeda(1).
a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Berat Jenis dan Penyerapan agregat kasar dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
• Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) =
• Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) =
• Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) =
• Penyerapan (Absorpsi) = x 100 %
Dengan pengertian :
Bk = berat benda uji kering oven (gram).
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram).
Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram).
b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Berat Jenis dan Penyerapan agregat halus dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
• Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) =
• Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) =
• Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) =
• Penyerapan (Absorpsi) = x 100 %
Dengan pengertian :
A = 500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh di dalam air
Bk = berat benda uji kering oven (gram).
B = berat piknometer berisi air (gram).
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram).
Agregat hendaknya sedikit berpori agar dapat menyerap aspal, sehingga
terbentuklah suatu ikatan mekanis antara film-aspal dan butiran batu. Agregat berpori
banyak akan menyerap aspal besar pula sehingga tidak ekonomis. Agregat berpori terlalu
besar umumnya tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran beraspal.
3. Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Abrasi
Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti
pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Guna mengatasi hal
tersebut, agregat harus mempiunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan
(crushing), penurunan (degradation) dan penghancuran (disintegration).
Agregat pada atau di dekat permukaan perkerasan memerlukan kekerasan dan
mempunyai daya tahan terhadap pengausan yang lebih besar dibandingkan degan agregat
yang letaknya pada lapisan lebih bawah, karena bagian atas perkerasan menerima beban
terbesar.
Agregat dengan nilai keausan yang besar mudah pecah selama pemadatan atau
akibat pengaruh beban lalu lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa sebab :
a. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran yang halus.
Dengan demikian agregat mempunyai gradasi yang tidak memadai.
b. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang
pengunci yang bersudut mudah pecah.
Ketahanan agregat terhadap keausan dapat dilakukan dengtan pengujian keausan
agregat dengan mesin abrasi Los Angeles (SNI-03-2417-1991). Agregat dengan
baja dengan diameter 46,80 mm. Drum diputar sebanyak 500 putaran. Bagian agregat
yang hancur yang besarnya lebih kecil dari ukuran saringan 1,7 mm ditimbang dan
beratnya dinyatakan dalam persentase terhadap benda uji semula.
Gambar 5. Mesin Abrasi Los Angeles
4. Angularitas
Angularitas merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang
pecah. Susunan permukaan yang kasar yang menyerupai kekasaran kertas ampelas
mempunyai kecenderungan untuk menambah kekuatan campuran, dibanding dengan
permukaan yang licin. Ruangan agregat yang kasar biasanya lebih besar sehingga
menyediakan tambahan bagian untuk diselimuti oleh aspal.
Agregat dengan permukaan licin dengan mudah dapat dilapisi lapisan aspal tipis
(asphalt film), tetapi permukaan seperti ini tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut
tetap pada tempatnya.
Tata cara pengujian angularitas agregat kasar diuraikan oleh Pennsylvania DoT
Test Method No. 621 dan angularitas agregat halus ditentukan berdasarkan AASHTO
a. Angularitas agregat kasar
Angularitas agregat kasar adalah persentase dari berat pertikel agregat lebih besar
dari 4,75 mm (No. 4) dengan satu atau lebih bidang pecah.
Angularitas agregat kasar dihitung dengtan persamaan :
Angularitas = x 100 %
Dengan pengertian :
A = berat agregat yang mempunyai bidang pecah.
B = berat total benda uji tertahan saringan 4,75 mm (No. 4).
b. Angularitas agregat halus
Angularitas agregat halus adalah persen rongga udara yang terdapat pada agregat
padat lepas. Agregat halus merupakan agregat lolos saringan 2,36 mm (No. 8).
Makin besar nilai rongga udara berarti makin besar bidang pecah yang terdapat pada
agregat halus. Angularitas agregat halus (persen rongga udara) dihitung sebagai
berikut :
Angularitas = x 100 %
Dengan pengertian :
V = volume silinder.
W = berat benda uji yang mengisi silinder.
Gsb = berat jenis curah agregat halus.
2.3.2. Pengujian Aspal
Pengujian aspal meliputi pengujian aspal keras (padat), cair dan emulsi. Aspal
cair atau aspal emulsi pada pekerjaan aspal campuran keras umumnya digunakan sebagai
lapis resap (Prime Coat) atau lapis pengikat (Tack Coat) (1).Jenis pengujian aspal keras
Tabel. 2.5. Jenis pengujian aspal keras
No. Spesifikasi atau Judul Pengujian Metode Pengujian
1. Penetrasi SNI 06-2456-1991
2. Titik lembek SNI 06-2434-1991
3. Daktalitas SNI 06-2432-1991
4. Kelarutan dalam C2HCl3 SNI 06-2438-1991
5. Titik nyala SNI 06-2433-1991
6. Berat jenis SNI 06-2488-1991
7. Kehilangan berat SNI 06-2441-1991
8. Penetrasi setelah kehilangan berat SNI 06-2456-1991 9. Daktalitas setelah kehilangan berat SNI 06-2432-1991
10. Titik lembek setelah RTFOT SNI 06-2434-1991
11. Temperatur pencampuran dan pemadatan SNI 06-6411-2000
12. Kadar air SNI 06-2439-1991
Sumber: Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas
1. Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup
Penentuan titik nyala dilakukan berdasarkan SNI 06-2433-1991, bertujuan untuk
memastikan bahwa aspal cukup aman untuk pelaksanaan. Titik nyala yang rendah
menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal(1).
2. Penetrasi Bahan Bitumen
Pengujian ini dilakukan berdasarkan AASHTO T 48 atau SNI 06-2456-1991yang
dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal. Berdasrkan pengujian ini aspal
keras dikategorikan dalam beberapa tingkat kekerasan. Pengujian ini merupakan
pengukuran secara impiris terhadap konsistensi aspal. Kekerasan aspal diukur dengan
jarum penetrasi standar yang masuk ke dalam permukaan bitumen pada temperatur 250C,
beban 100 gr dan waktu 5 detik(1). Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7.Pengujian Penetrasi
3. Titik Lembek
Prosedur pengujian berdasarkan SNI 06-2434-1991. Konsistensi bitumen
ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah bentuk karena perubahan tegangan.
Hasilnya digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Alat pengujian
4. Daktalitas Bahan Bitumen
Daktalitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga putus.
Pengujian dilakukanberdasarkan SNI 06-2432-1991, dengan alat yang terdiri atas
cetakan, bak air dan alat penarik contoh(1). Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 9
berikut :
Gambar 9. Pengujian Daktalitas
2.4. KOMBINASI AGREGAT
2.4.1. Gradasi Agregat Campuran
Kombinasi gradasi agregat campuran dinyatakan dalam persen berat agregat
harus memnuhi batas-batas gradasi agregat seperti tercantum dalam spesifikasi.
Hubungan antara persen lolos saringan dan ukuran butir agregat (dalam skala logaritma)
kemudian digambarkan.
Dalam memilih gradasi agregat gabungan, kecuali untuk gradasi Latasir dan
Lataston, dikenal istilah Kurva Fuller, Titik Kontrol Gradasi dan Gradasi Zona Terbatas
(zona yang dihindari).
Gradasi agregat gabungan dengan menggunakan spesifikasi campuran beraspal
panas dengan kepadatan mutlak harus memenuhi gradasi seperti diisyaratkan dalam
Gambar.10. Grafik Kurva Fuller dan Daerah Larangan ACWC
Untuk mendapatkan gradasi agregat campuran yang diinginkan, tentukan gradasi
agregat yang cocok dengan memilih persentase yang sesuai dari masing-masing fraksi
agregat. Berikut ini diberikan petunjuk cara pencampuran beberapa fraksi agregat untuk Tabel. 2.6. Titik Kontrol Kurva Fuller dan Daerah
Larangan AC-Wearing Course
Sumber. Departemen Pekerjaan Umum 2007
0
Total Fuller Fuller Curve Max
1. Campuran Lataston
Untuk jenis Lataston, semakin halus gradasi (mendekati batas atas), maka rongga
dalam mineral agregat (VMA) akan makin besar. Pasir halus yang dikombinasi
dengan batu pecah harus mempunyai bahan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm)
dan tertahan pada saringan No. 100 (600 mikron) sesedikit mungkin. Hal ini sangat
penting karena bahan yang sangat senjang harus tidak lebih dari batas yang
diberikan, yaitu diisyaratkan agar minimum 80 % dari agregat yang lolos 2,36 mm
harus lolos juga pada saringan 0,600 mm. Jika jumlah bahan tersebut lebih besar dari
yang ditentukan dalam kondisi senjang maka VMA akan terlalu rendah sehingga
campuran sulit mencapai VMA yang diinginkan.
2. Campuran Laston
Campuran Laston dapat dapat dibuat mendekati batas atas titik kontrol gradasi atau
di atas kurva Fuller, tetapi hal ini mungkin sulit untuk mencapai VMA yang
diisyaratkan. Karena itu lebih baik gradasi diarahkan memotong kurva Fuller
mendekati saringan No. 4 (4,75 mm).
Gradasi agregat gabungan dengan menggunakan spesifikasi campuran beraspal
panas dengan kepadatan mutlak harus memenuhi gradasi seperti diisyaratkan dalam
spesifikasi. Penggabungan gradasi agregat dalam campuran rencana dapat dilakukan
dengan cara analitis, cara grafis dan coba-coba (Taksiran).
2.4.2. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Analitis
Kombinasi agregat dari beberapa fraksi dapat digabungkan dengan persamaan
dasar, yaitu : P = Aa + Bb + Cc + ...
Dengan pengertian :
P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu
a, b, c = proporsi masing-masing agregat yang digunakan dengan jumlah total 100 %
Persamaan dasar di atas dapat digunakan untuk penggabungan beberapa fraksi
agregat, diantaranya :
1) Rumus dasar penggabungan gradasi dari dua jenis fraksi agregat :
P = Aa + Bb
Untuk a + b = 1 maka : a = 1 – b
dengan pengertian :
P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu
A, B = persen bahan yang lolos saringan masing-masing ukuran
a, b = proporsi masing-masing agregat yang digunakan, jumlah total 100 %
Menggunakan persamaan di atas dapat dihitung :
b = atau a =
2) Rumus dasar penggabungan gradasi tiga jenis fraksi agregat :
P = Aa + Bb + Cc
b =
dengan pengertian :
P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu
A, B, C = persen lolos agregat pada saringan masing-masing ukuran
a, b, c = proporsi masing-masing agregat yang digunakan dengan jumlah total
100 %
Persen kombinasi masing-masing ukuran agregat harus mendekati persen yang
diperlukan untuk kombinasi agregat. Gradasi campuran tidalk boleh keluar dari titik
kontrol atau batas gradasi yang diisyaratkan dan sedapat mungkin harus berada diantara
Dari kombinasi beberapa fraksi agregat, maka akan hanya ditemukan satu gradasi
agregat yang optimum, yang mendekati gradasi yang diinginkan. Bila ditemui kesulitan
mendapatkan gradasi yang diinginkan maka dapat dipilih gradasi lain yang khusus atau
sesuai dengan keadaan gradasi agregat setempat, asalkan dapat memnuhi kriteria sifat
campuran yang diisyaratkan.
2.4.3. Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Grafis
a) Cara grafis dengan kotak bujur sangkar
1) 2 fraksi agregat
Tahapan penggabungan gradasi agregat dengan cara grafis bujur sangkar untuk 2
fraksi agregat adalah sebagai berikut:
− Buat kotak grafik dengan panjang sisi yang sama (lihat gambar 10)
− Tandai kedua garis vertikal menjadi 10 angka dengan perbedaan 10,
masing-masing dimulai dai 0 sampai 100 dan mulai dari bawah sampai ke
atas. Bagian kiri persen lolos saringan agregat B dan bagian kanan untuk
agregat A. Tandai kedua garis mendatar menjadi 10 angka dengan perbedaa
10. Garis bawah dimulai dari 0 sampai dengan 100 dan mulai dari kiri ke
kanan, selanjutnya digunakan untuk mendapatkan persentase agregat A.
Garis atas adalah sebaliknya dari garis bawah dan digunakan untuk
mendapatkan persentase agregat B.
− Plotkan masing-masing ukuran gradasi agregat A berupa titik-titik vertikal
bagian kanan dan agregat B pada garis vertikal bagian kiri.
− Hubungkan titik-titik yang mempunyai hubungan sama, dengan membuat
garis furus diantara kedua titik tersebut, kemudian beri tanda sesuai dengan
− Tandai batas gradasi masing-masing ukuran pada garis-garis tersebut
kemudian tebalkan.
− Proporsi agregat A dan agregat B dapat diwakili oleh kedua garis vertikal
yang menghubungkan garis tebal untuk semua ukuran agregat. Dari kedua
garis tersebut dapat diketahui proporsi agregat A antara 50% dan 70% atau
tengahnya 60%. Sedang agregat B antara 50% dan 30% atau
tengah-tengahnya 40%. Dari garis ini pula dapat dilihat ukuran 15 mikron dan 9,5
mm sangat menentukan rentang kombinasi agregat yang diperoleh.
− Ambil proporsi agregat A dan B yang masih dalam rentang di atas,
kemudian digambarkan. Jika masih memotong zona terbatas, atau
diinginkan tekstur kasar atau halus maka proporsi tersebut dapat diubah
dengan cara coba-coba.
Gambar 11. Proporsi Dua Fraksi Agregat Secara Grafis
2) 3 fraksi agregat
− Buat kotak dengan dengan panjang sisi dan skala yang sama (lihat Gambar
11 di bawah),
− Tandai kedua garis vertikal menjadi 10 angka dengan perbedaan 10,
masing-masing dimulai dari 0 sampai 100 dan dimulai dari bawah ke atas.
Selanjutnya akan digunakan untuk mencantumkan fraksi yang lolos
saringan 75 mikron,
− Tandai kedua garis mendatar menjadi 10 bagian dengan perbedaan 10.
Garis bawah dimulai dari 0 sampai dengan 100 dan dimulai dari kiri ke
kanan, selanjutnya digunakan untuk mencantumkan bahan yang tertahan di
atas saringan 2,36 mm,
− Plotkan masing-masing ukuran gradasi agregat dengan menggunakan
ukuran-ukuran agregat di atas,
− Titik A sebagai agregat kasar tertahan di atas saringan 2,36 mm sebesar
100 - 10% = 90%. Plotkan titik A pada garis bawah. Koordinat titik A (90 ;
0),
− Titik B sebagai agregat halus yang lolos saringan 2,36 mm sebanyak 82%
atau tertahan saringan 2,36 mm sebesar 100 – 52 = 18% dan lolos saringna
75 mikron sebesar 9,2%. Plotkan titik B. Koordinat titik B adalah (18 ; 9,2), − Titik C sebagai agregat halus 2 atau bahan pengisi yang lolos saringan 75
mikron sebesar 82% plotkan pada garis kiri. Koordiant titik C adalah pada
Gambar 12. Proporsi Tiga Fraksi Agregat Secara Grafis
− Titik S sebagaititik yang mewakili tengah-tengah titik kontrol gradasi
dengan ukuran tertahan saringan 2,36 mm dan lolos saringan 75 mikron
sebesar 100 – 43% = 57% dan lolos saringan 75 mikron sebesar 6%.
Koordinat titik S adalah S(57 ; 6),
− Tarik garis antara titik A dan S kemudian garis antara titik B dan C. Garis
AS diperpanjang sehingga memotong garis BC pada titik W. Ukur
koordiant B’. Koordiant titik B’ adalah (17 ; 13,2),
− Ukur panjang masing-masing segmen garis dengan menggunakan
persentase antara titik terminal,
− Hitung persentase agregat yang diperlukan untuk campuran dengan
persamaan :
a = panjang SB’ = 57-17 panjang AB’ 90-17
c = (1-a) x panjang BB’ = (1-0,55) x (13-9,2) panjang AB’ 82-9,2
= 0,02 = 2%
b = 1 – a – c = 1 – 0,55 – 0,02 = 0,43 = 43%
− Plotkan gradasi gabungan dengan perbandingan di atas pada, jika masih
memotong zona terbatas maka lakukan perubahan dengan cara coba-coba.
b) Cara grafis dengan diagonal
1) 2 fraksi agregat
Tahapan penggabungan gradasi agregat cara grafis diagonal untuk 2 fraksi
agregat adalah sebagai berikut;
− Buat kotak grafis dengan perbandingan panjang dan lebar 2 : 1, seperti
diperlihatkan pada Gambar 12,
Gambar 13. Contoh Penggabungan Dua Fraksi Agregat (Cara Diagonal)
− Bagi sumbu vertikal menjadi 100 bagian dengan renggang 10 bagian, dari 0
sampai 100 dalam satuan persen. Tandai sumbu vertikal sebagai persen
lolos saringa n.
− Plotkan titik-titik yang menunjukkan tengah titik kontrol gradasi yang
diisyaratkan sesuai dengan persen lolos masing-masing bahan. Misalnya
ukuran 2,36 mm pada (28 + 58)/2 = 43,5
− Tarik garis dari titik yang ditandai di atas, tegak lurus terhadap sumbu
horisontal.
− Cantumkan masing-masing ukuran butir di bawah ujung garis vertiakl pada
perpotongannya dengan batas horisontal kotak bagian bawah
− Plotkan gradasi agregat fraksi A dan B masing-masing sesuai dengan
persentase lolos dan hubungkan titik tersebut.
− Tarik garis s yang memotong garis fraksi A dan B sama panjang pada
bagian atas dan bawah dari kotak (x1 = x2).
− Beri tanda perpotongan garis s dengan diagonal sebagai titik R.
− Proporsi agregat A dan B ditentukan jarak dari R ke bagian atas dan ke
bagian bawah (y1 dan y2), dimana y1 = 56% agregat A dan y2 = 44%
agregat B.
− Periksalah apakah proporsi agregat yang diperiksa tersebut sudah benar
atau tidak dengan cara perhitungan dan persyaratan. Jika hasil yang
diperoleh menunjukkan proporsi tersebut memotong zona terbatas maka
lakukan perubahan dengan cara coba-coba.
2) 3 fraksi agregat
Tahapan penggabungan gradasi agregat secara grafis dengan diagonal untuk 3
fraksi agregat adalah sebagai berikut:
− Buat kotak grafik dengan perbandingan 2 : 1, seperti diperlihatkan pada
Gambar 14. Contoh Penggabungan Tiga Fraksi Agregat (Cara Diagonal)
− Bagi sumbu vertikal menjadi 100 bagian, dari 0 sampai 100 dalam suatu
persen. Tandai sumbu vertikal sebagai persen lolos saringan.
− Tarik garis diagonal antara titik 0 sebelah bawah kiri ke sudut kanan atas.
− Plotkan titik-titik yang menunjukkan titik tengah kontrol gradasiyang
dsyaratkan sesuai dengan persen lolos masing-masing bahan. − Tarik garis dari titik-titik di atas tegak lurus sejajar garis tepi.
− Cantumkan masing-masing ukuran butir di bawah ujung garis vertikal pada
perpotongannyadengan batas horisontal kotak bagian bawah.
− Plotkan gradasi agregat fraksi A,B dan C masing-masing sesuai dengan
persentase lolos dan hubugkan titik-titik tersebut.
− Tarik garis s yang memotong fraksi A dan B sama panjang pada bagian atas
dan bawah dari kotak (x1 =x2).
− Beri tanda perpotongan garis s dengan diagonal sebagai titik R.
− Ulangi penarikan garis sehingga jarak antara perpotongan garis dengan
fraksi gradasi B dan fraksi gradasi C, sehingga y1 = y2 + y3 ;karena y3 = 0
maka y1 = y2. Tandai titik perpotongan antara garis diagonal dengan garis
ABC ke titik S.
− Tarik garis horisontal dari titik R dan S masing-masing ke sebelah kiri
sehingga memotong tepi kotak di R’ da S’.
− Proporsi fraksi agregat A dan B dapat ditentukan dengan melihat bagian
atas, diperoleh proporsi fraksi agregat A = 50 %, bagian tengah sebagai
proporsi fraksi agregat B = 43% dan bagian bawah sebagai proporsi fraksi
agregat C = 7%.
− Periksa apakah proporsi yang diperoleh tersebut sudah benar atau tidak
dengancara perhitungan dan persyaratan. Jika tidak, proporsi diubah
kembali dengan cara coba-coba.
3) Lebih dari 3 fraksi agregat
Untuk penggabungan lebih dari 3 fraksi agregat akan lebih mudah
menggunakan spreadsheet dimana masing-masing gradasi fraksi agregat
dievaluasi terlebih dahulu denagn cara menggambarkan pada grafik pembagian
butir, yang dilanjutkan dengan cara seperti pada 2).
2.4.4. Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Coba-Coba (Taksiran)
Pencampuran dilakukan dengan proses trial and error (coba-coba). Tahapan
penggabungan (Blending) agregat dengan cara Coba-coba (Taksiran) adalah sebagai
berikut :
− Langkah pertama dari prosedur adalah meneliti data. Maksudnya adalah kita
memerlukan analisa gradasi untuk setiap material yang akan diblending. Juga batas
untuk gradasi selalu memberikan batas atas dan bawah dari persyaratan. Blending
dari job mix harus masuk dalam kotak batas antara batas atas dan batas bawah.
− Langkah kedua adalah memilih nilai target untuk kombinasi agregat. Awal
percobaan nilai target yang diambil dapat batas tengah dari spesifikasi yang
diberikan. Pada kenyataannya kita dapat memakai nilai lain bardasarkan
pengalaman, jenis agregat dan problem yang ada.
− Langkah ketiga adalah membuat ‘taksiran logis’ untuk proporsi setiap agregat
dalam campuran. Sebagai contoh jika dua agregat dicampur kita bisa menaksir
Agregat 1 sebanyak 30 % dan Agregat 2 sebanyak 70 %. Kombinasi agregat adalah
hasil campuran dengan proporsi tersebut.
− Langkah keempat adalah menhitung gradasi yang menhasilkan material dengan
proporsi sesuai taksiran logis di atas.
− Langkah terakhir adalah membandingkan hasil dari perhitungan dengan nilai
target. Jika nilai perhitungan blending mendekati nilai target berarti kita selesai
memecahkan persoalan blending. Kita akan tahu berapa proporsi masing-masing
material. Tapi bila hasilnya tidak mendekati atau malah keluar dari nilai target,
maka kita harus mengulang taksiran logis lainnya. Seyogyanya taksiran logis kedua
harus mendekati target karena kita akan tahu dimana sebaiknya taksiran kedua
dibuat, berdasarkan hasil taksiran pertama. Mungkin taksiran akan dilakukan
berkali-kali sampai betul-betul nilai target didekati se-dekat-dekatnya (diperoleh
combine/blending aggregat yang paling baik).
Cara Coba-coba (Taksiran) ini dapat dilakukan juga untuk kombinasi 3 agregat,
hanya proses menjadi agak panjang (identik dengan cara penggabungan dua agregat di
2.5. SIFAT CAMPURAN
Bilamana agregat dicampurkan dengan aspal, ada beberapa kondisi umum yang
akan terjadi, yaitu permukaan agregat akan diselimuti aspal diikuti dengan pori-pori
agregat. Demikian pula dengan rongga diantara butiran agregat akan terisi aspal. Namun
baik pori-pori agregat maupun rongga diantara agregat, tidak selalu teriasi penuh oleh
aspal, ada bagian tersisa yang pasti terisi oleh udara. Adalah logis makin banyak kadar
aspal makin banyak ruang dan pori yang terisi oleh aspal.
Campuran yang baik harus memnuhi 4 (empat) syarat utama(3),yaitu :
a) Stabilitas tinggi,
b) Durabilitas lama,
c) Fleksibilitas cukup,
d) Tahan terhadap skid resistance
2.5.1. Stabilitas
Stabilitas yaitu bagaimana perkerasan mampu memikul beban lalu lintas, tanpa
perubahan deformasi yang berarti.Inti dari stabilitas adalah tahanan terhadap geser atau
kekuatan saling mengunci (interlocking), yang dimiliki bahan agregat dan lekatan yang
disumbangkan oleh aspal. Stabilitas akan terjaga tetap tinggi bilamana agregat terkunci
satu sama lain dengan baik. Ini harus terkondisikan oleh tersedianya banyak bidang
pecah, kekasaran, gradasi dan syarat-syarat lainnya.
Stabilitas dijaga jangan terlalu tinggi karena akan menyebabkan perkerasan akan
menjadi kaku dan mudah retak akibat beban lalu lintas. Demikian juga jangan terlalu
rendah karena deformasi akan dengan mudahnya terjadi. Stabilitas agar disesuaikan