• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL II PEMERIKSAAN AIR LIMBAH CAIR

B. Pemeriksaan Kimia

3. Pengujian Mangan (Mn)

Mangan (Mn) adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa dengan besi. Mangan berada dalam bentuk manganous (Mn2+) dan

manganic (Mn4+). Di dalam tanah, Mn4+ berada dalam bentuk senyawa

mangan dioksida. Pada perairan dengan kondisi anaerob akibat dekomposisi bahan organic dengan kadar yang tinggi, Mn4+ pada senyawa mangan dioksida

mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang bersifat larut. Mn2+ berikatan dengan

nitrat, sulfat, dan klorida, dan larut dalam air. Mangan dan besi valensi dua hanya terdapat pada perairan yang memiliki kondisi anaerob (Cole,1988). Jika perairan kembali mendapat cukup aerasi, Mn2+ mengalami reoksidasi

membentuk Mn4+ yang selanjutnya mengalami presipitasi dan mengendap di

dasar perairan (Moore,1991).

Kadar mangan pada kerak bumi 950 mg/kg. Sumber alami mangan adalah pyrosulite (MnO2), rhodocrosite (MnCO3), manganite (Mn2O3. H2O),

hausmannite (Mn3O4), biotite mica [K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2],dan amphibole

merupakan salah satu logam yang biasa digunakan dalam industry baja, baterai, gelas, keramik, cat, dan bahan celupan (Eckenfelder,1989).

Kadar mangan pada perairan alami sekitar 0,2 mg/liter atau kurang. Kadar yang lebih besar dapat terjadi pada air tanah dalam dan pada danau yang dalam. Perairan asam dapat mengandung mangan sekitar 10-150 mg/liter. Perairan laut mengandung mangan sekitar 0,002 mg/liter (McNeely et al., 1979). Kadar mangan pada perairan air tawar sangat bervariasi, antara 0,002 mg/liter hingga lebih dari 4,0 mg/liter. Pada air minum, kadar mangan maksimum 0,05 mg/ liter (Moore, 1991). Perairan yang diperuntukkan bagi irigasi pertanian untuk tanah yang bersidat asam sebaiknya memiliki kadar mangan sekitar 0,2 mg/ liter, sedangkan untuk tanah yang bersifat netral dan alkalis sekitar 10 mg/liter. Mangan merupakan nutrient renik yang essensial bagi tumbuhan dan hewan. Logam ini berperan dalam pertumbuhan dan merupakan salah satu komponen penting pada system enzim. Defisiensi mangan dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat, serta system saraf dan proses reproduksi terganggu. Pada tumbuhan, mangan merupakan unsur essensial dalam proses metabolisme. Meskipun tidak bersifat toksik, mangan dapat mengendalikan kadar unsur toksik di perairan, misalnya logam berat. Jika dibiarkan di udara teruka dan mendapat cukup oksigen, air dengan kadar mangan (Mn2+) tinggi (lebih dari

0,01 mg/liter) akan membentuk koloid karena terjadinya proses oksidasi Mn2+

menjadi Mn4+. Koloid ini mengalami presipitasi membentuk warna cokelat gelap

sehingga ir menjadi keruh. Stauber dan Florence (1985) dalam Moore (1991) mengemukakan bahwa kemanapun mangan untuk menghambat toksisitas Cu terhadap microalgae Nitzschia closterium lebih baik dari pada Fe. Martin dan Holdich (1986) dalam Moore (1991) menemukan bahwa Mn7+ jauh lebih

toksik daripada Mn2+. Keduanya mengemukakan nahwa LC 50 Mn

2+ terhadap

Krustasea air tawar (Asellus aquaticus dan Crangonyx pseudogracillis) adalah > 300 mg/liter, sedangkan nilai LC50 Mn7+ terhadap Crangonyx pseudogracillis

Penetapan mangan dilakukan secara kolorimetri dengan metode persulfate. Pada prinsipnya oksidan Mn++ oleh persulfate menjadi Mn+5 (sebagai MnO

4

yang berwarna merah ungu) dalam susunan asam dengan menggunakan Ag+

sebagai katalis. 2Mn++ + 5 (S 2O8) = +8H2O  MnO4 + 10SO4 = +16H + atau 2Mn++ + 5 (K 2S2O8) = +8H2O  2MnO4 + 5K2SO4 + 6H + +5H 2SO4

Warna merah ungu yang timbul dibandingkan dengan warna standar KMnO4.

b. Alat dan Bahan Alat • Labu Erlenmeyer • Tabung reaksi • Kompor Spiritus • Pipet • Timbangan • Tabung ukur Bahan • Sampel air ± 100 mL • Aquades • Larutan AgNO3 • Larutan KMnO4 c. Pelaksanaan

Pembuatan larutan standar KMnO4

• Isi 6 tabung reaksi dengan 10 mL aquades

• Teteskan secara urut keenam tabung dengan 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 tetes

KMnO4 Pemeriksaan Mn

• Ambil sampel air ± 100 ml ke labu Erlenmeyer

• Tambahkan 1 ml AgNO3 hingga warna menjadi keruh kemudian

didihkan diatas kompor listrik

• Tambahkan 3 gr Mn, campur dengan hati-hati • Bandingkan dengan warna standar

d. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 batas kandungan mangan dalam air bersih sebesar 0,5 mg/l dan untuk air minum sebesar 0,1 mg/l. Berdasarkan KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan kandungan mangan yang diperbolehkan sekitar 0,05 sampai 0,5 mg/l.

4. Pengujian Ph i. Pendahuluan

pH merupakan perameter untuk menyatakan suatu keasaman air, untuk menyatakan banyaknya ion H+ di dalam air. pH air dapt digunakan untuk

keperluan industri, pertanian dan seterusnya. Data pH diperlukan untuk proses pengolahan air karena efisiensi proses pengolahan air sangat dipengaruhi oleh pH air, misalnya pengolahan air limbah secara biologis, proses koagulasi dan seterusnya. Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air minum. pH standar untuk air bersih sebesar 6,5 – 8,5.

Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif.

pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Ammonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukkan ammonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Tebbut,1992).

Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pHh sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah

(Novotny dan Olem, 1994). Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi perairan ditunjukkan dalam table dibawah ini

Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak

mengalami perbahan

5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti

3. Algae hijau berflamen mulai tampak pada zona litoral.

5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar.

2. Terjadi penurunan kelimpahan total, biomassa zooplankton dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.

4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton dan bentos semakin besar.

2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.

Sumber : modifikasi Baker et al.,1990 dalam Novonty dan Olem 1994.

Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi dengan pH rendah. Namun, algae Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup dengan pH yang sangat rendah, yaitu pH 1 dan algae

Euglena masih dapat bertahan hidup pad pH 1,6 (Haslam,1995)

Pada umumnya, bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral dan alkalis, sedangkan jamur lebih menyukai pH rendah (kondisi asam). Oleh karena itu,

proses dekomposisi bahan organic berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral dan alkalis.

a. Alat dan Bahan Alat • Gelas ukur • pH meter Bahan • Sampel air ± 100 ml b. Pemeriksaan

• Ambil ± 100 ml sampel air dalam gelas ukur

• Masukan pH meter kedalam gelas ukur yang berisi sampel air,

pastikan ujung pH meter bersih terlebih dahulu

• Tunggu berapa menit kemudian catat hasil pH sampel air

c. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 pH dalam air bersih sebesar 6,5 sampai 9,0 dan untuk air minum sebesar 6,5 sampai 8,5. Berdasarkan KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan masing-masing pH sebagai berikut.

Golongan A B C D

pH Maks yang diperbolehkan 6,5-8,5 5-9 6-9 5-9

Maks yang diajukan 6,5-8,5 5-9 6-9 5-9

Sumber: KEP-02/MENKLH/I/1988

5. Pengujian Sulfat i. Pendahuluan

Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida paling tinggi dari unsur belerang. Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa sulfida oleh bakteri. Sulfide tersebut adalah antara lain sulfide metalik dan sulfide organosulfur. Sebaliknya oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat direduksi menjadi asam sulfide. Secara kimia sulfat merupakan bentuk anorganik daripada sulfide didalam lingkungan aerob. Sulfat

didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium.

Selain itu dapat juga berasal dari oksidadi senyawa organic yang mengandung sulfat adalah antara lain industry kertas, tekstil, dan industry logam. Ion sulfat adalah salah satu anion yang penting dalam penyediaan air, dalam jumlah besar dapat berfungsi sebagai pencuci perut (garam inggris) apalagi Mg++ dan Na++ merupakan kation yang bergabung dengan SO

4 maka

akan terbentuk Na2SO4 yang menimbulkan rasa mual dan ingin muntah. Sumber alami sulfat adalah bravoite [(Ni,Fe)S2], chalcopyrite (Cu2S), cubanite

(CuFe2S3), gregite (Fe3S4), gypsum (CaSO4. 2H2O), molybdenite (MoS2), dan

pyrite (FeS2) (McNeely et al., 1979; Moore, 1991). Sulfat banyak digunakan dalam industry tekstil, penyamakan kulit, kertas, metalurgi, dan lain – lain.

Sulfat yang berikatan dengan hydrogen membentuk asam sulfat dan sulfat yang berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau dan sungai (Cole,1988). Reduksi (pengurangan oksigen dan penambahan hydrogen) anion sulfat menjadi hydrogen sulfide pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organic, menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam. Proses reduksi yang dilakukan oleh bakteri heterotroph ini (misalnya Desulfovibrio) banyak terjadi di dasar laut. Hydrogen sulfide yang dihasilkan kemudian dilepas ke atmosfer.

SO42- + bahan organic S2- + H

2O + CO2

S2- + 2H+ H

2S

Apabila di perairan tidak terdapat oksigen dan nitrat maka sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri anaerob. Pada kondisi ini, ion sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion hydrogen untuk membentuk hydrogen sulfide.

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar 2 – 80 mg/liter. Kadar sulfat pada perairan yang melewati batuan gypsum dapat mencapai 1000 mg/liter (Rump dan Krist, 1992). Di sekitar pembuangan limbah industry, kadar sulfat mencapai 1.000 mg/liter (UNESCO/

WHO/UNEP,1992). Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak melebihi 400 mg/liter(WHO, 1984).

Kadar sulfat yang melebihi 500 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada system pencernaan. Sulfide total (H2S, HS-, dan S2-) yang terdapat

disekitar dasar perairan yang banyak mengandung deposit lumpur (sludge)

mencapai 0,7 mg/liter, sedangkan pada kolom air biasanya berkisar antara 0,02 – 0,1 mg/liter. Kadar sulfide total kurang dari 0,002 mg/liter dianggap tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup organisme akuatik (McNeely

et al., 1979). WHO merekomendasikan kadar sulfat yang diperkenankan pada air minum sekitar 400 mg/liter dan kadar nitrogen sulfide sekitar 0,005 mg/ liter (Moore, 1991).

b. Alat dan Bahan Alat • Tabung reaksi • Pipet • Gelas ukur Bahan • Sampel air 100 ml

• Barium Nitrat 10% (Ba(NO3)

• Buffer sulfat • Standar SO4

c. Pelaksanaan

Larutan Standar SO4

• Sediakan 6 tabung reaksi yang di dalamnya diisi dengan aquades

sebanyak 100 ml

• Teteskan larutan SO4 pada masing-masing tabung reaksi sebanyak

0, 1, 2, 3, 4, dan 5

• Tambahkan 2 tetes barium nitrat dan 2 tetes buffer SO4 pada masing-

Pelaksanaan Pengujian Sampel Air

• Ambil sampel air sebanyak 10 ml dengan gelas ukur, kemudian

masukan kedalam tabung reaksi

• Tambahkan 2 tetes barium nitrat dan 2 tetes buffer SO4, kocok agar

merata

• Bandingkan hasil pengujian dengan standar SO4 dan catat hasilnya

d. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 kandungan SO4

dalam air bersih dan air minum sebesar 400 mg/l. Berdasarkan KEP-02/ MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan kandungan SO4 sebesar 200 sampai 400 mg/l.

6. Pengujian Detergen

a. Pendahuluan

Deterjen merupakan contoh bahan zat organic yang tidak terurai secara biologis. Nama kimianya adalah senyawa alkali benzena sulfonat. Dalam air, deterjen akan menimbulkan busa sehingga air tidak layak digunakan.

Sedangkan detergen adalah juga bahan pembersih seperti halnya sabun, akan tetapi dibuat dari senyaw petrokimia. Detergen mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sabun, karena dapat kerja pada air sadah. Bahan detergen yang umum digunakan adalah Dodecylbenzensulfonat.

Detergen didalam air akan mengalami ionisasi membentuk komponen bipolar aktif yang akan mengikat ion Cad dan/atau ion Mg pada air sadah. Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung Dodecylbenzensulfonat. Untuk dapat membersihkan kotoran dengan baik, detergen diberi bahan pembentuk yang bersifat alkalis adalah Natrium tripoliposfat.

Bahan buangan berupa sabun dan detergen di dalam air lingkungan akan mengganggu karena alasan sebagai berikut ini:

1. Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme didalam air. Detergen yang menggunakan bahan non-fosfat akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5 – 11.

2. Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/detergen juga mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalam air, bahkan dapat mematikan.

3. Ada sebagian bahan sabun maupun detergen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikroorganisme yang ada didalam air. Keadaan ini sudah barang tentu akan merugikan lingkungan. Namun akhir – akhir ini mulai banyak digunakan bahan sabun/detergen yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme.

b. Alat dan Bahan Alat • Labu Elenmeyer • Gelas ukur • Kulkas • Alumuneium Voil Bahan • Sampel air 100 ml • Metylin Blue c. Pelaksanaan

• Isi labu elenmeyer dengan sampel air 100 ml

• Tetesi dengan metylin blue sebanyak 3 tetes hingga warnanya berubah

menjadi biru

• Tutup labu elenmeyer dengan alumuneium voil sangat rapat • Masukan kedalam kulkas ±24 jam hingga 5 hari

• Keluarkan sampel dari dalam kulkas dan amati apakah terjadi

perubahan warna dan bau, jika warna hilang dan bau menjadi busuk maka air mengandung detergen.

e. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 kandungan detergen dalam air bersih dan air minum sebesar 0,01 mg/l. Menurut Depkes RI 1990 sebesar 0,0003 mg/l.

7. Pengujian Zat Organik a. Pendahuluan

Kandungan bahan organic dalam air secara berrlebihan dapat terurai menjadi zat – zat yang berbahaya bagi kesehatan , dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan atau memasak karena dianggap mengandung mikroorganisme pathogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama pathogen penyebab infeksi saluran pencernaan. Kelebihan permanganate yang terpakai untuk oksidasi senyawa dalam percontohan air yang diperiksa, direduksi oleh asalat yang diketahui liternya. Kelebihan oksalat dititrasi kembali dengan larutan KMnO4.

b. Alat dan Bahan Alat

• Labu Erlemeyer 250 mL • Gelas ukur 100 mL + 250 mL • Kompor spirtus

• Buret + statip komplet • pipet Bahan • Air sample • N/100 KMnO4 • N/100 Asam oxsalat • 4NH2SO4 c. Pelaksanaan

• Mengambil sampel air 100 mL • Masukkan dalam labu Erlenmeyer • Masukkan 5 mL 4NH2SO4

• Tambahkan tetes demi tetes 1/100 NKMnO4 sampai warnaKMnO4 kelihatan

• Panaskan dengan kompor spirtus sampai mendidih, kemudian angkat

dan tambahkan 10 mL 1/100 KMnO4

• Dipanaskan lagi dengan api kecil kurang lebih 10 menit

• Diangkat dan ditambahkan 10 mL Asam oxsalat, warna KMnO4

kelihatan d. Hitungan Nilai KMnO4 (mg/l) = vol 1000 x [(10 + ( titrasi KMnO4 x f )) – 10 ] x 0,316

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 kandungan detergen dalam air bersih dan air minum sebesar 10 mg/l.

8. Pengujian DO/ O2

a. Pendahuluan

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer atau udara. DO di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti DO. Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen), maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi.

Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) (Swingle, 1968) atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/lt. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8

jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%

b. Alat dan Bahan Alat

• Botol O2 (botol reagent)

• Pipet • Buret+statip komplet • Gelas ukur 1000 ml • Labu elenmeyer Bahan • Sampel air • Pereaksi O2 • MNSO4 • Amilum • H2SO4 • Na2S2O3 c. Pelaksanaan

• Sampel masukkan dalam botol O2

• Tambahkan 1 ml MNSO4, kemudian dikocok dengan cara membolak

balikan botol berulang kali supaya tercampur, ini dilakukan untuk mengikat O2 supaya jangan lepas

• Diamkan selama 5 menit supaya mengendap dengan sempurna, jika

endapan berwarna coklat maka O2 positif, tetapi jika berwarna putih O2nya nol

• Teteskan 1 ml H2S2O3 kocok hingga endapannya larut semua, warna larutan akan kuning bila O2nya ada, tetapi kalau larutannya bewarna putih maka O2nya nol

• Ambil 100 ml sampel dengan gelas ukur kemudian masukan kedalam

labu elenmeyer

• Jika warna kuning pekat tetrasi dengan Na2S2O3 terlebih dahulu dan

catat titrasinya hingga warna berubah kuning muda

• Tambahkan larutan 1 ml amilum akan timbul warna biru, kemudian

titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang atau biru sangat muda sekali hamper mendekati putih dan catat titrasinya

d. Hitungan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/L,

MODUL II

PEMERIKSAAN AIR LIMBAH CAIR

A. Pemeriksaan Fisik

Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan yaitu jernih/tidak keruh, tidak bewarna, rasanya tawar, tidak berbau, temperaturnya normal, dan tidak mengandung zat padat. Untuk mengetahui apakah air memiliki kualitas baik, maka diperlukan pengujian sebagai berikut ini:

1. Pengujian Warna

a. Pendahuluan

Warna dapat ditimbulkan oleh adanya ion-ion logam (seperti besi dan mangan), humu dan bahan-bahan kompos, plankton, rumput dan buangan industri. Pengertian warna dalam air dapat dibedakan atas dua macam yaitu: 1) Warna sesungguhnya (true color) ditimbulkan oleh kandungan senyawa

organik seperti lignin, humus dan dikomposisi bahan bahan organik (daun, tumbuh-tumbuhan, dll). Warna sesungguhnya akan tetap ada meskipun kekeruhan air (yang dapat menimbulkan warna dalam air) sudah dihilangkan.

2) Warna bukan sesungguhnya (apparet color) yang ditimbulkan oleh kehadiran bahan-bahan tersuspensi dalam air industri dan lain sebagainya. Para ahli menemukan bahwa warna sesungguhnya air alami adalah kuning kecoklat-coklatan dimana larutan K2PtCl (Kalium Khloropltint) yang ditambah dengan CoCl (Kobit Khorida) akan menghasilkan warna yang sempurna. Intensitas warna umumnya berhubungan dengan kenaikan pH air, sehingga penetapan warna air senantiasa disertai dengan pengukuran pH air.

Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan – bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak

adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi oleh juga bahan tersuspensi.

Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organic dan bahan anorganik; karena keberadaan plankton, humus, dan ion – ion logam (misalnya besi dan mangan), serta bahan – bahan lain. Adanya oksida besi menyebabkan air berwana kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/liter dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/liter sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (Peavy et al.,1985). Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan – bahan organic misalnya tannin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.

Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki nilai warna tampak dan warna sesungguhnya sama dengan standar (APHA, 1976; Davis dan Cornwell,1991). Intesitas warna cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH (Saw-yer dan McCarty,1978).

Perairan alami tidak berwarna. Air dengan nilai warna lebih kecil dari 10 PtCo biasanya tidak memperlihatkan warna yang jelas. Air yang berasal dari rawa – rawa yang biasanya berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman memiliki nilai warna sekitar 200 – 300 PtCo karena adanya asam humus (McNeely et al., 1979)

Warna dapat menghambat proses penetrasi cahaya ke dalam air dan mengaibatkan terganggunyaproses fotosintesis. Untuk kepetingan keindahan, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna 5 – 50 PtCo. Perbedaan warna pada kolom air menunjukkan indikasi bahwa semakin dalam perairan, semakin tinggi nilai warna karena terlarutnya bahan organic yang terakumulasi di dasar perairan.

Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negative, sehingga penghilangan warna di perairan dapat dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif, misalnya alumunium dan besi (Sawyer dan McCarty,1978). Warna perairan juga dapat disebabkan oleh

peledakan (blooming) fitoplankton (algae). Fenomena peledakan salah satu jenis algae inilah yang menyebabkan perairan memiliki warna yang sangat berbeda dengan perairan di sekitarnya. Kondisi seperti ini di perairan laut dikenal dengan istilah red tide. Di perairan laut, jenis algae yang mengalami peledakan pertumbuhan biasanya berasal dari filum Dinoflagellata, sedangkan di perairan tawar biasanya berasal dari filum Cyanophyta.

b. Alat dan Bahan Bahan • 50 mL sampel air • Larutan K2PtCl6 • CaCl26H2O • Aquades Alat: • Tabung Nessler 50 mL • pH meter c. Pelaksanaan Pembuatan Larutan 4. Induk

Larutkan 1.246 gr K2PtCl6 (ekivalen dengan 500 mg platinum) dan

Dokumen terkait