• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Praktikum Teknik Lingkungan - repository civitas UGM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Modul Praktikum Teknik Lingkungan - repository civitas UGM"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Ketentuan Pidana

Pasal 113

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komerial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3)
(4)

Cetakan I Januari 2019 viii+105 hlm.; 17,5 cm x 25 cm

ISBN : 978-602-492-016-6

Penulis:

Dr. Ir. Syaukat Ali, M.Si Dr. Ir. Sindu Nuranto, MS

Editor:

Issabela Safitri

Layout:

Eko Taufiq

Desain Cover:

Akanta Muhammad

Cetakan I Januari 2019

Penerbit:

CV. ABSOLUTE MEDIA

Krapyak Kulon RT 03 No. 100 Panggungharjo Sewon Bantul Yogyakarta

Email: absolutemedia09@yahoo.com www.penerbitabsolutemedia.com Telp: 087839515741 / 082227208293

Bekerjasana dengan: Laboratorium Teknik Lingkungan

(5)

KATA PENGANTAR

Melahirkan sebuah karya dalam bentuk buku tidaklah mudah. Butuh sebuah kerja keras dan tidak kenal lelah mulai dari pengumpulan data kemudian menganalisanya dan menuangkannya dalam bentuk tulisan yang bisa dibaca oleh banyak orang. Kami bersyukur kepada Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga modul ajar mata kuliah Pratikum Lingkungan ini dapat terselesaikan. Modul Praktikum Teknik Lingkungan ini dibuat bertujuan untuk memandu praktikum, baik dari segi peraturan praktikum maupun panduan prosedur pengujian pemeriksaan lingkungan yang dipelajari di dalam perkuliahan praktikum ini.

Besar harapan penulis, modul ini bisa menambah khasanah perbukuan di tanah air. Tentunya modul ini banyak kekurangannya, tiada gading yang tak retak, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Untuk itu, penulis menanti saran dan masukan kepada semua pihak yang memiliki minat dalam bidang teknik lingkungan demi perbaikan modul yang kami terbitkan ini. Kami mengucapkan banyak terimaksih kepada berbagai pihak yang telah membantu proses terbitnya modul ini. Akhirnya Penulis berharap semoga Modul Praktikum Teknik Lingkungan ini memberikan manfaat bagi kita semua. Amin!

Yogyakarta, Agustus 2018

(6)
(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

PANDUAN PRAKTIKUM ... 1

A. Peraturan Praktikum ... 1

B. Penyusunan Pemanduan Laporan ... 1

METODE SAMPLING ... 3

A. Pendahuluan ... 3

B. Alat dan Bahan ... 5

C. Pelaksanaan ... 6

D. Hitungan ... 7

MODUL I PEMERIKSAAN AIR BERSIH ... 9

A. Pemeriksaan Fisik ... 9

1. Pengujian Warna ... 9

2. Pengujian Suhu ... 12

3. Pengujian Kekeruhan (Bahan Tersuspensi dan Kandungan Lumpur) ... 14

4. Pengujian Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL) ... 16

B. Pemeriksaan Kimia ... 18

1. Pengujian Kesadahan ... 18

2. Pengujian Klorida ... 25

3. Pengujian Mangan (Mn) ... 28

4. Pengujian Ph ... 31

5. Pengujian Sulfat ... 33

(8)

7. Pengujian Zat Organik ... 38

8. Pengujian DO/ O2 ... 39

MODUL II PEMERIKSAAN AIR LIMBAH CAIR ... 43

A. Pemeriksaan Fisik ... 43

1. Pengujian Warna ... 43

2. Pengujian Suhu ... 46

3. Pengujian Kekeruhan (Bahan Tersuspensi dan Kandungan Lumpur) ... 48

4. Pengujian Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL) ... 50

B. Pemeriksaan Kimia ... 52

1. Pengujian Besi (Fe) ... 52

2. Pengujian COD ... 55

3. Pengujian BOD5 ... 57

4. Pengujian Kesadahan ... 60

3. Pengujian Mangan (Mn) ... 67

MODUL III PEMERIKSAAN LIMBAH PADAT ... 71

A. Pendahuluan ... 71

B. Pelaksanaan Kerja ... 71

1. Komposisi Sampah ... 71

2. Densitas Sampah ... 72

3. Kadar Air Sampah ... 73

4. Volatile Sampah ... 74

MODUL IV PEMERIKSAAN KADAR PENCEMARAN UDARA ... 77

A. Pendahuluan ... 77

B. Alat dan Bahan ... 81

C. Pelaksanaan ... 82

D. Hitungan ... 83

(9)

PANDUAN PRAKTIKUM

Dalam pelaksanaan praktikum, dianjurkan mengikuti pedoman yang ada, agar praktikum dapat berjalan dengan sempurna dan lancar. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan untuk membaca dan menaati peraturan sebelum melakukan praktikum.

A. Peraturan Praktikum

1. Praktikum dilaksanakan secara berkelompok dengan anggota 8-10 orang mahasiswa yang ditentukan oleh masing-masing mahasiswa. Praktikum harus berlaku sopan, tertib dan mematuhi peraturan yang berlaku. 2. Mempelajari dengan baik teori atau metode yang digunakan, alat dan

bahan, serta mengenai cara-cara pelaksanaan/ pengoperasian alat dan tata kerja pemeriksaan laboratorium.

3. Periksa kelayakan, kelengkapan dan kebersihan alat yang akan digunakan serta berhati-hati dalam penggunaan alat.

4. Sebelum melaksanakan praktikum, praktikum meminjam alat yang digunakan dengan cara mengisi formulir peminjaman yang tersedia. 5. Praktikum bertanggungjawab atas alat-alat yang digunakan, kerusakan

dan kehilangan alat dibebankan kepada praktikum (Kelompok). Setelah selesai digunakan, alat dibersihkan dan disusun kembali serta diserahkan kepada petugas asisten atau laboratorium

B. Penyusunan Pemanduan Laporan

Setelah melaksanakan praktikum, mahasiswa diwajibkan untuk membuat Laporan Praktikum Teknik Lingkungan dengan ketentuan sebagai berikut:

(10)

2. Laporan diselesaikan paling lambat satu minggu setelah praktikum selesai. 3. Format laporan

a. Judul Laporan

b. Nama penguji

c. Pendahuluan d. Dasar teori/metode e. Alat dan bahan f. Cara pelaksanaan g. Hasil percobaah h. Lampiran gambar alat

4. Laporan diketik dengan rapi dan jelas

(11)

METODE SAMPLING

A. Pendahuluan

Pengambilan contoh air (water sampling) merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari sistem pengukuran kualitas air, yaitu untuk mendapatkan cara kualitas air yang akurat dan valid. Dalam water sampling, contoh air yang diperoleh dan diteliti harus representatif (valid) dalam arti contoh air yang diperoleh atau diambil di lapangan harus sama komposisi dan karekteristiknya dengan yang diteliti di laboratorium. Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut.

a) Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

b) Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku minum. c) Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan

dan peternakan.

d) Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industry, dan pembangkit listrik tenaga air.

Ada 3 hal yang mempengaruhi contoh air yang representatif yaitu pemilihan lokasi yang tepat, teknik pengambilan, dan metode pengawetannya. Beberapa hal yang menyangkut teknik pengambilan sampel air dikemukakan dalam Kumpulan Standar Nasional Bidang Pekerjaan Umum mengenai Kualitas Air (1990).

1. Pertimbangan dalam Pemilihan Lokasi Pengambilan Sampel

Pertimbangan – pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut.

(12)

b. Sampel air dari badan air harus diambil dari lokasi yang dapat menggambarkan karakteristik keseluruhan badan air. Oleh karena itu, sampel air perlu diambil dari beberapa lokasi dengan debit air yang harus diketahui.

c. Sumber pencemaran yang mencemari badan air yang dipantau harus diketahui; berupa sumber pencemar setempat (point source) atau sumber pencemar tersebar (disperse source).

d. Jenis bahan baku dan bahan kimia yang dipergunakan dalam proses industry perlu diketahui.

2. Lokasi Pengambilann Sampel Air

Pada dasarnya, pengambilan sampel air dapat dilakukan terhadap air permukaan maupun air tanah.

a. Air Permukaan

Air permukaan meliputi air sungai, danau waduk, rawa, dan genangan air lainnya. Pengambilan sampel air di sungai yang dekat dengan muara atau laut yang dipengaruhi oleh air pasang harus dilakukan agak jauh dari muara. Adapun pengambilan sampel air sungai dapat dilakykan di lokasi – lokasi sebagai berikut.

1. Sumber alamiah, yaitu lokasi yang belum pernah atau masihsedikit mengalami pencemaran.

2. Sumber air tercemar, yaitu lokasi yag telah mengalami perubahan atau dibagian hilir dari sumber pencemar.

3. Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi penyadapan/ pemanfaatan sumber air.

Pengambilan sampel air danau atau waduk dapat dilakukan di tempat masuknya air (inlet), di tengah danau atau waduk, di lokasi penyadapan air untuk pemanfaatan, adapun di tempat keluarnya air (outlet).

b. Air Tanah

(13)

kedap air, dan mempunyai permukaan bebas. Pengambilan sampel yang berupa air tanah bebas dapat dilakukan di tempat – tempat sebagai berikut:

1. bagian hulu dan hilir dari lokasi penimbunan/pembuangan sampah kota/industry;

2. bagian hilir daerah pertanian yang diperlakukan dengan pestisida dan pupuk kimia secara intensif;

3. daerah pantai yang mengalami intrusi air laut; dan 4. tempat – tempat lain yang dianggap perlu.

Air tanah tertekan adalah air dari akifer yang sepenuhnya jenuh air, dengan bagian atas dan bawah dibatasi oleh lapisan yang kedap air. Pengambilan sampel yang berupa air tanah tertekan dapat dilakukan di tempat tempat sebagai berikut:

1. sumur produksi air tanah untuk pemenuhan kebutuhan perkotaan, pedesaan, pertanian, dan industry;

2. sumur produksi air tanah PAM maupun sarana umum; 3. sumur pemantauan kualitas air tanah;

4. lokasi kawasan industry;

5. sumur observasi bagi pengawasan imbuhan;

6. sumur observasi air tanah di suatu cekungan air tanah artesis, misalnya cekungan artesis Bandung.

7. sumur observasi di wilayah pesisir yang mengalami penyusupan air laut;

8. sumur observasi penimbunan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); dan

9. sumur lain yang dianggap perlu;

B. Alat dan Bahan

Alat

(14)

• Meteran

• 2 buah botol atau jirigen yang bersih • Stopwatch

• Alat tulis

Bahan

• Sampel air yang akan di uji

C. Pelaksanaan

Pengukuran Lokasi Sumber Air

• Mengukur debit air dan dimensi lokasi sumber air

• Untuk m yang diengukur dimensi sumber air misalnya sungai digunakan

bantuan tali ukur untuk menghitung panjang dan lebar sungai.

• Untuk mengukur debit aliran sungai digunakan bola pingpong yang

dialirkan pada aliran sungai dari panjang sungai yang sudah ditentukan bersamaan dengan aktifnya stopwatch sebagai catatan waktu

• Masing-masing pengukuran diambil minimal 3 sampel pengukuran

Pengambilan Sampel

Penentuan titik pengambilan sampel pada kolom air bertujuan agar pada saat pengambilan sampel, benda yang terapung dipermukaan air dan endapan yang mungkin tergerus dari dasar sungai tidak ikut terambil.

• Siapkan alat pengambil contoh sesuai dengan saluran pembuangan; • Bilas alat dengan contoh yang akan diambil, sebanyak 3 (tiga) kali; • Ambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan dalam

penampung sementara

• Masukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;

• Lakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya

hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;

• Hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus;

(15)

tertentu terlebih dahulu, yang dapat menjamin bahwa wadah tersebut bebas dari pengaruh sampel sebelumnya. Selain itu, wadah atau peralatan yang dapat bereaksi dengan limbah cair harus dihindarkan, misalnya wadah, atau peralatan yang terbuat dari logam yang dapat mengalami korosi oleh air yang bersifat asam.

Setelah pengambilan sampel, air sampel sebaiknya segera dianalisis. Jika terpaksa harus disimpan, setiap parameter kualitas air memerlukan pelakuan tertentu terhadap sampel. Selain perlakuan dengan bahan kimia, pengawetan yang paling umum dilakukan adalah pendinginan pada suhu 4º C selama transportasi dan penyimpanan. Pada suhu tersebut, aktivitas bakteri terhambat.

D. Hitungan

Menurut SNI 06-2421-1991, lokasi pengambilan contoh air di sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan air.

1. Pada sungai dengan debit < 5 m³/s, contoh diambil pada satu titik di tengah sungai pada 0,5 x kedalaman sungai.

2. Pada sungai dengan debit 5 – 150 m³/s, contoh diambil pada dua titik, masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada 0,5 x kedalaman sungai.

3. Pada sungai dengan debit > 150 m³/s, contoh diambil pada enam titik, masing-masing pada jarak ¼, ½, ¾ lebar sungai pada 0,2 dan 0,8 x kedalaman sungai.

Perhitungan Debit aliran sungai

Titik Lebar Waktu Kedalaman Panjang

(16)
(17)

MODUL I

PEMERIKSAAN AIR BERSIH

Standar baku mutu air bersih untuk kebutuhan manusia diterapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 01/ birhukmas/I/1975 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum disesuaikan dengan standar internasional yang diterapkan WHO. Kelayakan kualitas air yang digunakan sebagai air bersih sebaiknya memenuhi persyaratan secara fisik, kimia, dan mikrobiologi.

A. Pemeriksaan Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air minum menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi sehari – hari adalah air yang mempunyai kualita yang baik sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih).Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan yaitu jernih/tidak keruh, tidak bewarna, rasanya tawar, tidak berbau, temperaturnya normal, dan tidak mengandung zat padat. Untuk mengetahui apakah air memiliki kualitas baik, maka diperlukan pengujian sebagai berikut ini:

1. Pengujian Warna

a. Pendahuluan

Warna dapat ditimbulkan oleh adanya ion-ion logam (seperti besi dan mangan), humu dan bahan-bahan kompos, plankton, rumput dan buangan industri. Pengertian warna dalam air dapat dibedakan atas dua macam yaitu:

(18)

2) Warna bukan sesungguhnya (apparet color) yang ditimbulkan oleh kehadiran bahan-bahan tersuspensi dalam air industri dan lain sebagainya.

Para ahli menemukan bahwa warna sesungguhnya air alami adalah kuning kecoklat-coklatan dimana larutan K2PtCl (Kalium Khloropltint) yang ditambah dengan CoCl (Kobit Khorida) akan menghasilkan warna yang sempurna. Intensitas warna umumnya berhubungan dengan kenaikan pH air, sehingga penetapan warna air senantiasa disertai dengan pengukuran pH air.

Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan – bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi oleh juga bahan tersuspensi.

Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organic dan bahan anorganik; karena keberadaan plankton, humus, dan ion – ion logam (misalnya besi dan mangan), serta bahan – bahan lain. Adanya oksida besi menyebabkan air berwana kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/liter dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/liter sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (Peavy et al.,1985). Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan – bahan organic misalnya tannin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.

Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki nilai warna tampak dan warna sesungguhnya sama dengan standar (APHA, 1976; Davis dan Cornwell,1991). Intesitas warna cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH (Saw-yer dan McCarty,1978).

Perairan alami tidak berwarna. Air dengan nilai warna lebih kecil dari 10 PtCo biasanya tidak memperlihatkan warna yang jelas. Air yang berasal dari rawa – rawa yang biasanya berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman memiliki nilai warna sekitar 200 – 300 PtCo karena adanya asam humus (McNeely et al., 1979)

(19)

warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna 5 – 50 PtCo. Perbedaan warna pada kolom air menunjukkan indikasi bahwa semakin dalam perairan, semakin tinggi nilai warna karena terlarutnya bahan organic yang terakumulasi di dasar perairan.

Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negative, sehingga penghilangan warna di perairan dapat dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif, misalnya alumunium dan besi (Sawyer dan McCarty,1978). Warna perairan juga dapat disebabkan oleh peledakan (blooming) fitoplankton (algae). Fenomena peledakan salah satu jenis algae inilah yang menyebabkan perairan memiliki warna yang sangat berbeda dengan perairan di sekitarnya. Kondisi seperti ini di perairan laut dikenal dengan istilah red tide. Di perairan laut, jenis algae yang mengalami peledakan pertumbuhan biasanya berasal dari filum Dinoflagellata, sedangkan di perairan tawar biasanya berasal dari filum Cyanophyta.

b. Alat dan Bahan

Bahan: 50 mL sampel air bersih, larutan K2PtCl6, CaCl26H2O, Aquades Alat:

• Tabung Nessler 50 mL • pH meter

c. Pelaksanaan

Pembuatan Larutan

• Induk

Larutkan 1.246 gr K2PtCl6 (ekivalen dengan 500 mg platinum) dan 1 gr CoCl26H2O (ekivalen dengan 250 mg Co) dalam air suling dengan 100 mL HCl pekat dan encerkan dengan air suling (aquades) sampai volume 1000 mL. larutan induk memiliki warna sama dengan 500 unit.

• Standar

(20)

tidak boleh mengalami penguapan atau terkena debu, oleh karena itu tutup tabung Nesster yang telah berisi larutan standar tersebut dengan kertas almunium

• Membandingkan Sampel air secara Visual

1. Masukan 50 mL sampel air kedalam tabung Nessler 2. Bandingkan ampel dengan larutan standar

3. Lihat secara vertikal ke bawah melalui tabung apabila warna larutan melebihi 70 unit encerkan dengan air suling dalam perbandingan yang diketahui sampai warna dapat dibandingkan dengan larutan standar.

d. Hitungan

Dimana: A = warna larutan yang diencerkan

B = mL percobaan yang diencerkan

Persyaratan menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu persyaratan kualitas air bersih yang diperbolehkan untuk kandungan warna adalah maksimum 15 skala TCU (True Color Unit). Menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan persyaratan maksimum yang diajukan 5 (Unit PtCo Standard) dan 50 maksimum yang diperbolehkan (Unit PtCo Standard).

2. Pengujian Suhu a. Pendahuluan

(21)

Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut – turut 30º - 35ºC dan 20º - 30ºC. filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan Chlorophyta dan diatom (Haslam,1995).

Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilitas. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2,CO2,N2,CH4, dan sebagainya (Haslam,1995). Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10ºC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organic oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton diperairan adalah 20º - 30ºC.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar suhu atau temperatur air sampel yang diuji.

b. Alat dan Bahan Bahan

• 600 mL air sampel

Alat

• Gelas ukur • pH meter

c. Pelaksanaan

• Masukan ± 1000 mL sampel air kedalam gelas ukur

• Masukan pH meter dalam sampel, tunggu beberapa menit • Catat berapa suhunya

(22)

d. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 untuk syarat

kualitas air minum dan air bersih adalah ± 3°C dari suhu ruangan.

3. Pengujian Kekeruhan (Bahan Tersuspensi dan Kandungan Lumpur) a. Pendahuluan

Kekeruhan menggambarkan sifat optic air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan – bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organic yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA,1976;Davis dan Cornwell,1991).

Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Misalnya, air laut memiliki nilai padatan terlarut tinggi, tetapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi.

Lumpur atau sedimen merupakan padatan yang langsung dapat terendapkan jika air didiamkan atau tidak terganggu selama beberapa waktu padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang memiliki ukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan tersupensi adalah perpadatan yang dapat menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengedar secara langsung padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang berukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organic tertentu sel-sel mekiroorganisme dan lain-lain.

(23)

dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

b. Alat dan Bahan Bahan

• 1000 mL sampel air • 10 mL air tawas

Alat

• Gelas ukur 10 mL

• Kerucut Imhoff dan Sandaran • Pengaduk

• Stopwatch • Kertas saring • Corong filter • Labu erlemeyer • Oven

• Timbangan

c. Pelaksanaan

• Masukkan 1000 mL sampel air kedalam kerucut imhoff dalam posisi

tegak lurus yang dibantu dengan statif/ sandaran

• Tambahkan 10 mL air tawas ke dalam kerucut imhoff • Aduk searah dengan jarum jam selama ±3 menit

• Hidupkan stopwacth amati pengendapan yang terjadi yang terjadi

setiap 5 menit

• Hentikan pengamatan setiap 3 kali berturut-turut apabila tinggi

pengendapan sudah konstan

• Keluarkan air dari dalam kerucut imhoff secara perlahan jangan

sampai endapan ikut terbuang

• Tuangkan endapan ke dalam kertas saring yang sudah diletakan dalam

corong filter dan labu erlemeyer dan timbang

• Sebelum endapan dituangkan ke dalam kertas saring timbang terlebih

(24)

• Masukkan ke dalam oven hingga kering

• Keluarkan kertas saring dan masukkan kedalam desicator selama ±

1 jam

• Timbang kertas saring dan catat hasilnya

d. Hitungan

Dengan, A = berat kertas saring dan endapan

B = berat kertas saring dan endapan setelah dioven

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 untuk syarat kualitas air minum dan air bersih kekeruhan adalah 5 skala NTU (Nephelometrim Turbidity Unit). Berdasarkan KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan persyaratan maksimum yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Golongan A B C D

Kekeruhan (mg/l SiO2)

Maks yang

diperbolehkan 25

Maks yang diajukan 5

Sumber: KEP-02/MENKLH/I/1988

4. Pengujian Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL) a. Pendahuluan

(25)

Larutan yang mengandung ion-ion akan menghantarkan aliran listrik. Umumnya asam, basa dan garam-garam anorganik merupakan penghantar yang baik. Sebaiknya senyawa organik yang tidak berdisosiasi dalam larutan seperti sukrosa dan benzena merupakan penghantar listrik yang lemah (APHA,1976;Mackereth et al.,1989). Air suling yang baru dibuat memiliki daya hantar sebesar 0,5-2 mhos/cm dan setelah berumur beberapa minggu naik menjadi 2-4 mhos/cm. Daya hantar listrik air minum umumnya berkisar antara 50-1500 mhos/cm. Perairan laut memiliki DHL yang sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah industry memiliki nilai DHL mencapai 10.000 mhos/cm (APHA,1976). Sedangkan daya hantar listrik air buangan bervariasi menurut kriterianya.

Nilai DHK berhubungan erat dengan nilai padatan terlarut total (TDS). Hal ini ditunjukkan dalam persamaan

Keterangan: K = konstanta untuk jenis air tertentu

Nilai TDS dapat diperkirakan dengan mengalikan nilai DHL dengan bilangan 0,55 – 0,75 (Canadian Water Quality Guidelines,1987). Nilai TDS biasanya lebih kecil daripada nilai DHL.

b. Alat dan Bahan Bahan

• 600 mL sampel air

Alat

• Gelas ukur 1000 mL

Conductivity meter (DHL meter)

c. Pelaksanaan

• Masukkan 600 mL sampel air kedalam gelas ukur

• Masukan DHL meter kedalam gelas ukur, sebelumnya pastikan ujung

DHL meter bersih

(26)

d. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 kadar TDS maksimumnya 1500 mg/l. Berdasarkan KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan persyaratan maksimum yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Golongan A B C D

Residu terlarut (mg/l)

Maks yang

diperbolehkan 1500 1500 2000

1000-2000

Maks yang diajukan 500 500 -

-Sumber: KEP-02/MENKLH/I/1988

B. Pemeriksaan Kimia

Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia yang meliputi pH normal, tidak mengandung bahan kimia beracun, tidak mengandung garam atau ion-ion logam, kesadahan rendah, tidak mengandung bahan organic. Untuk mengetahui apakah air memiliki kualitas baik, maka diperlukan pengujian sebagai berikut ini:

1. Pengujian Kesadahan a. Pendahuluan

Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalent (valensi dua). Kation kation ini dapat bereaksi dengan sabun (soap) membentuk endapan (presipitasi) maupun dengan anion – anion yang terdapat didalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.

Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat.

Kesadahan air yang paling banyak adalah akibat hadirnya ion Ca++ dan

(27)

kadar Ca++ dan Mg++ dalam air. Keberadaan kation yang lain, misalnya

strontium, besi valensi

Dua (kation ferro), dan mangan juga memberikan kontribusi bagi nilai kesadahan total, meskipun peranannya relatif kecil. Alumunium dan besi valensi 3 (kation ferri) sebenarnya juga memberikan kontribusi terhadap nilai kesadahan . namun demikian, mengingat sifat kelarutannya yang relatif rendah pada pH netral maka peran kedua kation ini sering kali diabaikan. Kesadahan dan alkalinitas dinyatakan dengan satuan yang sama, yaitu mg/liter CaCO3.

Kesadahan pada awalnya ditentukan dengan titrasi menggunakan sabun standar yang dapat bereaksi dengan ion penyusun kesadahan. Dalam perkembangannya, kesadahan ditentukan dengan titrasi menggunakan EDTA (ethy-lene diamine tetra acetic acid) atau senyawa lain yang dapat bereaksi dengan kalsium dan magnesium.

Kation Kation Penyusun Kesadahan dan Anion – Anion Pasangan/ Asosiasinya

Sumber : Sawyer dan McCarty,1978.

Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan. Air hujn sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk melarutkan ion – ion penyusun kesadahan yang banyak terikat di dalam tanah dan batuan kapur (limestone), meskipun memiliki kadar karbondioksida yang relatif tinggi. Larutnya ion – ion yang dapat meningkatkan nilai kesadahan tersebut lebih banyak disebabkan oleh aktivitas bakteri di dalam tanah, yang banyak mengeluarkan karbondioksida.

(28)

menjadi senyawa bikarbonat yang bersifat larut. Batuan kapur (lime stone) pada daarnya tidak hanya mengandung karbonat, tetapi juga mengandung sulfat, klorida, dan silikat. Ion – ion ini juga ikut terlarut dalam air.

Perairan dengan nilai kesadahan tinggi pada umumnya merupakan perairan yang berada di wilayah yang memiliki lapisan tanah pucuk (top soil) tebal dan batuan kapur. Perairan lunak berada pada wilayah dengan lapisan tanah atas tipis dan batuan kapur relatif sedikit atau bahkan tidak ada.

Kesadahan diklasifikasikan berdasarkan dua cara, yaitu berdasarkan ion logam (metal) dan berdasarkan anion yang berasosiasi dengan ion logam. Berdasarkan ion logam (metal), kesadahan dibedakan menjadi kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium. Berdasarkan anion yang berasosiasi dengan ion logam, kesadahan dibedakan menjadi kesadahan karbonat dan kesadahan non karbonat.

1. Kesadahan Kalsium dan Magnesium

Kesadahan perairan dikelompokkan menjadi kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium karena pada perairan alami kesadahan lebih banyak disebabkan oleh kation kalsium dan magnesium. Kesadahan kalsium dan magnesium sering kali perlu diketahui untuk menentukan jumlah kapur dan soda abu yang dibutuhkan dalam proses pelunakan air (lime-soda ash soft-ening). Jika nilai kesadahan kalsium diketahui maka kesadahan magnesium dapat ditentukan melalui persamaan :

Kesadahan total – kesadahan kalsium = kesadahan magnesium

Pada penentuan nilai kesadahan (baik kesadahan total, kesadahan kalsium, maupun kesadahan magnesium), keberadaan besi dan mangan dianggap sebagai pengganggu karena dapat bereaksi dengan pereaksi yang digunakan. Oleh karena itu, kesadahan kalsium menjadi lebih besar daripada kadar ion kalsium. Demikian pula halnya, jika kesadahan magnesium lebih besar daripada kadar ion magnesium. Untuk mendapatkan kadar ion kalsium dan ion magnesium dari nilai kesadahan digunakan persamaan dibawah ini (Cole,1988)

Kadar Ca2+ (mg/liter) = 0,4 x kesadahan kalsium

(29)

2. Kesadahan Karbonat dan Non-karbonat

Pada kesadahan karbonat, kalsium dan magnesium berasosiasi dengan ion CO32+ dan HCO

3

-. Pada kesadahan non-karbonat, kalsium dan magnesium

berasosiasi dengan ion ion SO42-, Cl-, dan NO 3

-. Kesadahan karbonat sangat

sensitive terhadap panas dan mengendap dengan mudah pada suhu tinggi, seperti yang ditunjukan dalam reaksi

Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O

mengendap

Mg(HCO3)2 Mg(OH)2 + 2 CO2

mengendap

Oleh karena itu, kesadahan karbonat disebut juga kesadahan sementara. Kesadahan non-karbonat disebut kesadahan permanen karena kalsium dan magnesium yang berikatan dengan sulfat dan klorida tidak mengendap dan nilai kesadahan tidak berubah meskipun pada suhu yang tinggi.

Kesadahan karbonat dapat diketahui dengan persamaan dibawah ini (Boyn,1988)

a. Apabila alkalinitas total < kesadahan total maka kesadahan karbonat = alkalinitas total b. Apabila alkalinitas total ≥ kesadahan total

maka kesadahan karbonat = kesadahan total

Kesadahan non karbonat dapat ditentukan dengan persamaan

a. Kesadahan non-karbonat = kesadahan total - kesadahan karbonat

Jika alkalinitas total melebihi kesadahan total maka sebagian dari anion penyusun alkalinitas (bikarbonat dan karbonat) berasosiasi dengan kation valensi satu (monovalent), misalnya kalium (K+) dan sodium (Na+), yang tidak

terdeteksi pada penentuan kesadahan (Boyd,1988). Di perairan yang banyak mengandung kalium dan sodium, nilai alkalinitas total dapat mencapai 6.000 mg/liter CaCO3, akan tetapi tidak ditemukan nilai kesadahan (Cole,1988).

Sebaliknya, jika kesadahan total melebihi alkalinitas total maka sebagian dari kation penyusun kesadahan (kalsium dan magnesium) berikatan dengan sulfat (SO42-), klorida (Cl-), silikat (SiO

3

2-), atau nitrat (NO 3

(30)

terdeteksi pada penentuan alkalinitas (Boyd,1988). Oleh karena itu, hubungan antara nilai kesadahan dan alkalinitas tidak selalu positif; atau semakin besar nilai kesadahan tidak selalu disertai dengan semakin tingginya alkalinitas dan sebaliknya.

Kesadahan air berkaitan erat dengan kemampuan air untuk membentuk busa. Semakin besar kesadahan air, semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi, seperti yang ditunjukan paa reaksi dibawah ini:

2NaCO2C17H33 + kation2+→ kation2+ (CO

2C17H33)2 + 2Na +

sabun/ detergen mengendap

Busa tidak akan terbentuk sebelum semua kation pembentuk kesadahan mengendap. Pada kondisi ini, air mengalami pelunakan (softening) atau penurunan kesadahan yang disebabkan oleh oleh sabun. Endapan yang terbentuk dapat mengakibatkan pewarnaan pada bahan yang dicuci. Residu endapan tertahan pada pori – pori pakaian sehingga pakaian terasa kasar. Demikian juga, kulit tangan menjadi kasar setelah mencuci.

Perairan yang berada disekitar batuan karbonat memiliki nilai kesadahan tinggi. Perairan payau dan laut yang mengandung natrium dalam jumlah besar juga dapat mengganggu daya kerja sabun. Namun natrium bukan termasuk kation penyusun kesadahan. Klasifikasi perairan berdasarkan nilai kasadahan ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.

Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan

Kesadahan (mg/liter CaCO3) Klasifikasi Perairan

< 50 Lunak (soft)

50 – 150 Menengah (moderately hard)

150 – 300 Sadah (hard)

>300 Sangat sadah (very hard)

Sumber : Peavy et al., 1985.

(31)

senyawa kompleks dengan logam berat tersebut. Misalnya, toksisitas 1 mg/liter timbal pada perairan dengan kesadahan rendah (soft waters) dapat mematikan ikan. Akan tetapi, toksisitas 1 mg/liter timbal pada perairan dengan kesadahan 150 mg/liter CaCO3 terbukti tidak berbahaya bagi ikan. Nilai kesadahan juga digunakan sebagai dasar pemilihan metode yang diterapkan dalam proses pelunakan (softening) air.

Air permukaan biasanya memiliki nilai kesadahan yang lebih kecil dari pada air tanah. Perairan dengan nilai kesadahan kurang dari 120 mg/ liter CaCO3 dan lebih dari 500 mg/liter CaCO3 dianggap kurang baik bagi peruntukan domestic, pertanian, dan industry. Namun, air sadah lebih disukai oleh organisme daripada air lunak.

Beberapa istilah dalam kesadahan air yang perlu diingat adalah:

1. Kesadahan total : jumlah meq (Ca++ + Mg++)

2. Kesadahan sementara : jumlah meq HCO3- dalam besar dari total meq (Ca++ + Mg++) lebih besar dari total meq HCO

3

-. Jika meq (Ca++ + Mg++) lebih kecil dari meg

HCO3 kesadahan sementara = kesadahan total 3. Kesadahan tetap : meq (Ca++ + Mg++)-meq HCO

3

-Metode yang digunakan adalah titrasi kompleksometri dengan EDTA atau juga dikenal dengan nama kelomLekson III.

Ca++ dan Mg++ diikat oleh larutan ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)

membentuk senyawa kompleks dengan indicator logam Eriochrom Black T (EBT) dan Maurexide pada pH tertentu.

Ca++ + EBT CaEBT senyawa kompleks lemah

Mg++ + EBT Mg.EBT berwarna merah anggur

Ca.EBT + EDTA  CaEDTA +EBT warna biru

Mg.EBT + EDTA  MgEDTA +EBT warna biru

Ca + Maurexide  Ca Maurexide senyawa kompleks bewarna merah

anggur

(32)

b. Alat dan Bahan Alat

• Labu Erlenmeyer • Injektor

• Pipet ukur • Gelas ukur

• Sendok PenyuTabung ukur 100 mL

Bahan

• Sampel air

• EBT (Evlochrom Black T)

• EDTA (Ethylene Dianine Tetra Aceetate)

• Amoniak • ETHA

c. Pelaksanaan

Reagen yang diperlukan

a. Larutan Ethylene Dianine Tetra Aceetate (EDTA) 1/28 N

• Larutan 6,64 gr (Na2 EBTA (kelomplekson III) dengan aquades

yang telah dididihkan

• Tambahkan 10 mg MgCl2 atau MgSO4 dan atur volume sampai 1liter dengan menambahkan aquades

• Biarkan selama 2 (dua) hari sebelum dipakai b. Larutan buffer pH 10

• Timbangan 67,5 gr NH4Cl dan larutkan dengan 200 mL

aquades dalam labau ukuran 1 liter

• Tambahkan 670 mL NH4OH pekat dan atur volumenya

dengan menambahkan aquades Pemeriksaan Kesadahan total (Ca++ + Mg++)

• Mengambil 99 mL aquades dan 1 mL air sampel dimasukka ke

dalam tabung Erlenmeyer.

(33)

• Titrasi dengan ETHA sampai ungu merah tua berubah menjadi

biru tua.

• Mencatat volume ETHA yang digunakan (berapa tetes) sampai

warna tadi berubah menjadi biru kehijauan.

d. Hitungan

Berdasar DEPKES RI 1990 batas kesadahan air maksimum adalah 500 mg/l. Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 batas kandungan kesadahan dalam air bersih sebesar 500 mg/l.

2. Pengujian Klorida a. Pendahuluan

Unsur halogen terdiri atas fluorin (F2), klorin (Cl2), bromin (Br2), dan iodin (l2). Halogen pada perairan terdapat dalam bentuk ion monovalent, misalnya ion fluorida (F-), ion klorida (Cl-), ion bromida (Br-), ion iodida (I-).

Unsur – unsur halogen biasanya ditemukan pada perairan laut. Ion klorida ditemukan dalam jumlah yang besar, sedangkan ion halogen lainnya ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit. Kadar unsur – unsur halogen pada perairan ditunjukkan dalam table dibawah ini

Kadar Ion – Ion Halogen Pada Perairan Alami (Mg/liter)

Anion Halogen Air Tawar Air Laut

Klorida (Cl-)

Florida (F-)

Bromida (Br-)

Iodida (I-)

8,3 0,26 0,006 0,0018

19.000 1,3 66 0,06

(34)

Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Sekitar 3/ 4 dari

clorin (Cl2) yang terdapat di muka bumi dalam bentuk larutan.

Ion chlorida merupakan salah satu anion anorganik yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih banya daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl) Kalium Klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2). Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan juga ditemukan pada batuan mineral

sodalite [Na8(AlSiO4)6]. Pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida ke perairan. Sebagian besar klorida bersifat mudah larut

Kadar klorida bervariasi menurut iklim. Pada perairan di wilayah yang beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter, sedangkan pada perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter. Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Air yang berasal dari daerah pertambangan mengandung klorida skitar 1.700 ppm (Haslam,1995). Kadar klorida 250 mg/liter dapat mengakibatkan air menjadi asin (Rump dan Krist,1992).

Kandungan dalam air bervariasi dari mulai konsentrasi rendah seperti air hujan, hingga konsentrasi tinggi seperti air payau dan air laut. Kadar klorida umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar mineral. Kadar Klorida yang tinggi, yang diikiuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Hal ini mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l dapat memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida

untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l (Effendi,2003). Ion chlorida berasal

dari mineral dalam tanah. Baik untuk tanah penutup (top soil) atau mineral dalam batuan di bawah tanah.

Klorida tidak bersifar toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotic sel. Perairan yang diperuntukan bagi keperluan domestic, termasuk air minum, pertanian, dan industry sebaiknya memiliki kadar klorida lebih kecil dari 100 mg/liter (Davis dan Cornwell,1991; Sawyer dan McCarty,1978).

(35)

bagi kepentingan domestic. Beberapa alasan yang menyebabkan klorin sering digunakan sebagai desinfektan adalah sebagai berikut (Tebbut,1992);

1. Dapat dikemas dalam bentuk gas, larutan dan bubuk. 2. Relatuf murah

3. Memiliki daya larut yang tinggi serta dapat larut pada kadar yang tinggi (7000mg/liter

4. Residu klorin dalam bentuk larutan tidak berbahaya bagi manusia, jika terdapat dalam kadar yang tidak berlebihan.

5. Bersifat sangat toksik bagi mikroorganisme, dengan cara menghambat aktivitas metabolisme mikroorganisme tersebut.

Ada 2 metode untuk mengetahui kandungan chlorida dalam air yaitu dengan metode mohr (titrasi AgNO3) dan metode titrasi merkuri nitrat.

b. Alat dan Bahan Alat

• Labu Erlenmeyer • Pipet

• Gelas ukur 100 mL, 250 mL 50 mL, 25 mL • Buret Makro komplit dengan statifnya

Bahan

• Air sampel

• Larutan Perak Nitrat 5 % (AgNO3)

• Larutan kalium kromat 10% (K2Cr2O4)

• Larutan N/35,45 Perak Nitrat (AgNO)

c. Pelaksanaan Cara Kwalitatip

• Masukan 10 mL sample air dalam tabung reaksi

• Tambahkan 2 tetes 5% AgNO3 bila terjadi endapan putih, maka CL

(36)

Cara Kwantitatip

• Masukan 100 mL sample air • Masukan dalam labu Erlenmeyer

• Tambahkan 1 mL 10% K2Cr2O4 warna menjadi kuning

• Tetrasi dengan menggunakan buret yang berisi N/35,45 AgNO3

sampai perubahan warna dari kuning menjadi kuning coklat

d. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 batas kandungan klorida dalam air bersih sebesar 600 mg/l dan untuk air minum sebesar 250 mg/l. Berdasarkan KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan kandungan klorida yang diperbolehkan sekitar 200 sampai 600 mg/l.

3. Pengujian Mangan (Mn) a. Pendahuluan

Mangan (Mn) adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa dengan besi. Mangan berada dalam bentuk manganous (Mn2+) dan

manganic (Mn4+). Di dalam tanah, Mn4+ berada dalam bentuk senyawa

mangan dioksida. Pada perairan dengan kondisi anaerob akibat dekomposisi bahan organic dengan kadar yang tinggi, Mn4+ pada senyawa mangan dioksida

mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang bersifat larut. Mn2+ berikatan dengan

nitrat, sulfat, dan klorida, dan larut dalam air. Mangan dan besi valensi dua hanya terdapat pada perairan yang memiliki kondisi anaerob (Cole,1988). Jika perairan kembali mendapat cukup aerasi, Mn2+ mengalami reoksidasi

membentuk Mn4+ yang selanjutnya mengalami presipitasi dan mengendap di

dasar perairan (Moore,1991).

Kadar mangan pada kerak bumi 950 mg/kg. Sumber alami mangan adalah pyrosulite (MnO2), rhodocrosite (MnCO3), manganite (Mn2O3. H2O),

hausmannite (Mn3O4), biotite mica [K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2],dan amphibole

(37)

merupakan salah satu logam yang biasa digunakan dalam industry baja, baterai, gelas, keramik, cat, dan bahan celupan (Eckenfelder,1989).

Kadar mangan pada perairan alami sekitar 0,2 mg/liter atau kurang. Kadar yang lebih besar dapat terjadi pada air tanah dalam dan pada danau yang dalam. Perairan asam dapat mengandung mangan sekitar 10-150 mg/liter. Perairan laut mengandung mangan sekitar 0,002 mg/liter (McNeely et al., 1979). Kadar mangan pada perairan air tawar sangat bervariasi, antara 0,002 mg/liter hingga lebih dari 4,0 mg/liter. Pada air minum, kadar mangan maksimum 0,05 mg/ liter (Moore, 1991). Perairan yang diperuntukkan bagi irigasi pertanian untuk tanah yang bersidat asam sebaiknya memiliki kadar mangan sekitar 0,2 mg/ liter, sedangkan untuk tanah yang bersifat netral dan alkalis sekitar 10 mg/liter. Mangan merupakan nutrient renik yang essensial bagi tumbuhan dan hewan. Logam ini berperan dalam pertumbuhan dan merupakan salah satu komponen penting pada system enzim. Defisiensi mangan dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat, serta system saraf dan proses reproduksi terganggu. Pada tumbuhan, mangan merupakan unsur essensial dalam proses metabolisme. Meskipun tidak bersifat toksik, mangan dapat mengendalikan kadar unsur toksik di perairan, misalnya logam berat. Jika dibiarkan di udara teruka dan mendapat cukup oksigen, air dengan kadar mangan (Mn2+) tinggi (lebih dari

0,01 mg/liter) akan membentuk koloid karena terjadinya proses oksidasi Mn2+

menjadi Mn4+. Koloid ini mengalami presipitasi membentuk warna cokelat gelap

sehingga ir menjadi keruh. Stauber dan Florence (1985) dalam Moore (1991) mengemukakan bahwa kemanapun mangan untuk menghambat toksisitas Cu terhadap microalgae Nitzschia closterium lebih baik dari pada Fe. Martin dan Holdich (1986) dalam Moore (1991) menemukan bahwa Mn7+ jauh lebih

toksik daripada Mn2+. Keduanya mengemukakan nahwa LC 50 Mn

2+ terhadap

Krustasea air tawar (Asellus aquaticus dan Crangonyx pseudogracillis) adalah > 300 mg/liter, sedangkan nilai LC50 Mn7+ terhadap Crangonyx pseudogracillis

(38)

Penetapan mangan dilakukan secara kolorimetri dengan metode persulfate. Pada prinsipnya oksidan Mn++ oleh persulfate menjadi Mn+5 (sebagai MnO

4

yang berwarna merah ungu) dalam susunan asam dengan menggunakan Ag+

sebagai katalis.

Warna merah ungu yang timbul dibandingkan dengan warna standar KMnO4.

• Isi 6 tabung reaksi dengan 10 mL aquades

• Teteskan secara urut keenam tabung dengan 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 tetes

KMnO4 Pemeriksaan Mn

• Ambil sampel air ± 100 ml ke labu Erlenmeyer

• Tambahkan 1 ml AgNO3 hingga warna menjadi keruh kemudian

didihkan diatas kompor listrik

(39)

d. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 batas kandungan mangan dalam air bersih sebesar 0,5 mg/l dan untuk air minum sebesar 0,1 mg/l. Berdasarkan KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan kandungan mangan yang diperbolehkan sekitar 0,05 sampai 0,5 mg/l.

4. Pengujian Ph i. Pendahuluan

pH merupakan perameter untuk menyatakan suatu keasaman air, untuk menyatakan banyaknya ion H+ di dalam air. pH air dapt digunakan untuk

keperluan industri, pertanian dan seterusnya. Data pH diperlukan untuk proses pengolahan air karena efisiensi proses pengolahan air sangat dipengaruhi oleh pH air, misalnya pengolahan air limbah secara biologis, proses koagulasi dan seterusnya. Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air minum. pH standar untuk air bersih sebesar 6,5 – 8,5.

Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif.

pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Ammonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukkan ammonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Tebbut,1992).

(40)

(Novotny dan Olem, 1994). Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi perairan ditunjukkan dalam table dibawah ini

Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan

Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak

mengalami perbahan

5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti

3. Algae hijau berflamen mulai tampak pada zona litoral.

5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar.

2. Terjadi penurunan kelimpahan total, biomassa zooplankton dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.

4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton dan bentos semakin besar.

2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.

Sumber : modifikasi Baker et al.,1990 dalam Novonty dan Olem 1994.

Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi dengan pH rendah. Namun, algae Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup dengan pH yang sangat rendah, yaitu pH 1 dan algae

Euglena masih dapat bertahan hidup pad pH 1,6 (Haslam,1995)

(41)

proses dekomposisi bahan organic berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral dan alkalis.

a. Alat dan Bahan Alat

• Gelas ukur • pH meter

Bahan

• Sampel air ± 100 ml

b. Pemeriksaan

• Ambil ± 100 ml sampel air dalam gelas ukur

• Masukan pH meter kedalam gelas ukur yang berisi sampel air,

pastikan ujung pH meter bersih terlebih dahulu

• Tunggu berapa menit kemudian catat hasil pH sampel air

c. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 pH dalam air bersih sebesar 6,5 sampai 9,0 dan untuk air minum sebesar 6,5 sampai 8,5. Berdasarkan KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan masing-masing pH sebagai berikut.

Golongan A B C D

pH Maks yang diperbolehkan 6,5-8,5 5-9 6-9 5-9

Maks yang diajukan 6,5-8,5 5-9 6-9 5-9

Sumber: KEP-02/MENKLH/I/1988

5. Pengujian Sulfat i. Pendahuluan

(42)

didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium.

Selain itu dapat juga berasal dari oksidadi senyawa organic yang mengandung sulfat adalah antara lain industry kertas, tekstil, dan industry logam. Ion sulfat adalah salah satu anion yang penting dalam penyediaan air, dalam jumlah besar dapat berfungsi sebagai pencuci perut (garam inggris) apalagi Mg++ dan Na++ merupakan kation yang bergabung dengan SO

4 maka

akan terbentuk Na2SO4 yang menimbulkan rasa mual dan ingin muntah. Sumber alami sulfat adalah bravoite [(Ni,Fe)S2], chalcopyrite (Cu2S), cubanite

(CuFe2S3), gregite (Fe3S4), gypsum (CaSO4. 2H2O), molybdenite (MoS2), dan

pyrite (FeS2) (McNeely et al., 1979; Moore, 1991). Sulfat banyak digunakan dalam industry tekstil, penyamakan kulit, kertas, metalurgi, dan lain – lain.

Sulfat yang berikatan dengan hydrogen membentuk asam sulfat dan sulfat yang berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau dan sungai (Cole,1988). Reduksi (pengurangan oksigen dan penambahan hydrogen) anion sulfat menjadi hydrogen sulfide pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organic, menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam. Proses reduksi yang dilakukan oleh bakteri heterotroph ini (misalnya Desulfovibrio) banyak terjadi di dasar laut. Hydrogen sulfide yang dihasilkan kemudian dilepas ke atmosfer.

SO42- + bahan organic S2- + H

2O + CO2

S2- + 2H+ H

2S

Apabila di perairan tidak terdapat oksigen dan nitrat maka sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri anaerob. Pada kondisi ini, ion sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion hydrogen untuk membentuk hydrogen sulfide.

(43)

WHO/UNEP,1992). Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak melebihi 400 mg/liter(WHO, 1984).

Kadar sulfat yang melebihi 500 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada system pencernaan. Sulfide total (H2S, HS-, dan S2-) yang terdapat

disekitar dasar perairan yang banyak mengandung deposit lumpur (sludge)

mencapai 0,7 mg/liter, sedangkan pada kolom air biasanya berkisar antara 0,02 – 0,1 mg/liter. Kadar sulfide total kurang dari 0,002 mg/liter dianggap tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup organisme akuatik (McNeely

et al., 1979). WHO merekomendasikan kadar sulfat yang diperkenankan pada air minum sekitar 400 mg/liter dan kadar nitrogen sulfide sekitar 0,005 mg/ liter (Moore, 1991).

b. Alat dan Bahan Alat

• Tabung reaksi • Pipet

• Gelas ukur

Bahan

• Sampel air 100 ml

• Barium Nitrat 10% (Ba(NO3)

• Buffer sulfat • Standar SO4

c. Pelaksanaan

Larutan Standar SO4

• Sediakan 6 tabung reaksi yang di dalamnya diisi dengan aquades

sebanyak 100 ml

• Teteskan larutan SO4 pada masing-masing tabung reaksi sebanyak

0, 1, 2, 3, 4, dan 5

• Tambahkan 2 tetes barium nitrat dan 2 tetes buffer SO4 pada

(44)

Pelaksanaan Pengujian Sampel Air

• Ambil sampel air sebanyak 10 ml dengan gelas ukur, kemudian

masukan kedalam tabung reaksi

• Tambahkan 2 tetes barium nitrat dan 2 tetes buffer SO4, kocok agar

merata

• Bandingkan hasil pengujian dengan standar SO4 dan catat hasilnya

d. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 kandungan SO4

dalam air bersih dan air minum sebesar 400 mg/l. Berdasarkan KEP-02/ MENKLH/I/1988 baku mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) dengan kandungan SO4 sebesar 200 sampai 400 mg/l.

6. Pengujian Detergen

a. Pendahuluan

Deterjen merupakan contoh bahan zat organic yang tidak terurai secara biologis. Nama kimianya adalah senyawa alkali benzena sulfonat. Dalam air, deterjen akan menimbulkan busa sehingga air tidak layak digunakan.

Sedangkan detergen adalah juga bahan pembersih seperti halnya sabun, akan tetapi dibuat dari senyaw petrokimia. Detergen mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sabun, karena dapat kerja pada air sadah. Bahan detergen yang umum digunakan adalah Dodecylbenzensulfonat.

Detergen didalam air akan mengalami ionisasi membentuk komponen bipolar aktif yang akan mengikat ion Cad dan/atau ion Mg pada air sadah. Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung Dodecylbenzensulfonat. Untuk dapat membersihkan kotoran dengan baik, detergen diberi bahan pembentuk yang bersifat alkalis adalah Natrium tripoliposfat.

(45)

1. Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme didalam air. Detergen yang menggunakan bahan non-fosfat akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5 – 11.

2. Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/detergen juga mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalam air, bahkan dapat mematikan.

3. Ada sebagian bahan sabun maupun detergen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikroorganisme yang ada didalam air. Keadaan ini sudah barang tentu akan merugikan lingkungan. Namun akhir – akhir ini mulai banyak digunakan bahan sabun/detergen yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme.

b. Alat dan Bahan Alat

• Labu Elenmeyer • Gelas ukur • Kulkas

• Alumuneium Voil

Bahan

• Sampel air 100 ml • Metylin Blue

c. Pelaksanaan

• Isi labu elenmeyer dengan sampel air 100 ml

• Tetesi dengan metylin blue sebanyak 3 tetes hingga warnanya berubah

menjadi biru

• Tutup labu elenmeyer dengan alumuneium voil sangat rapat • Masukan kedalam kulkas ±24 jam hingga 5 hari

• Keluarkan sampel dari dalam kulkas dan amati apakah terjadi

(46)

e. Hitungan

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 kandungan detergen dalam air bersih dan air minum sebesar 0,01 mg/l. Menurut Depkes RI 1990 sebesar 0,0003 mg/l.

7. Pengujian Zat Organik a. Pendahuluan

Kandungan bahan organic dalam air secara berrlebihan dapat terurai menjadi zat – zat yang berbahaya bagi kesehatan , dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan atau memasak karena dianggap mengandung mikroorganisme pathogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama pathogen penyebab infeksi saluran pencernaan. Kelebihan permanganate yang terpakai untuk oksidasi senyawa dalam percontohan air yang diperiksa, direduksi oleh asalat yang diketahui liternya. Kelebihan oksalat dititrasi kembali dengan larutan KMnO4.

b. Alat dan Bahan Alat

• Labu Erlemeyer 250 mL • Gelas ukur 100 mL + 250 mL • Kompor spirtus

• Buret + statip komplet • pipet

Bahan

• Air sample • N/100 KMnO4 • N/100 Asam oxsalat • 4NH2SO4

c. Pelaksanaan

(47)

• Tambahkan tetes demi tetes 1/100 NKMnO4 sampai warnaKMnO4 kelihatan

• Panaskan dengan kompor spirtus sampai mendidih, kemudian angkat

dan tambahkan 10 mL 1/100 KMnO4

• Dipanaskan lagi dengan api kecil kurang lebih 10 menit

• Diangkat dan ditambahkan 10 mL Asam oxsalat, warna KMnO4

kelihatan

d. Hitungan

Nilai KMnO4 (mg/l) = vol 1000

x [(10 + ( titrasi KMnO4 x f )) – 10 ] x 0,316

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 kandungan detergen dalam air bersih dan air minum sebesar 10 mg/l.

8. Pengujian DO/ O2

a. Pendahuluan

(48)

Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) (Swingle, 1968) atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/lt. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8

jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%

b. Alat dan Bahan Alat

• Botol O2 (botol reagent)

• Pipet

• Buret+statip komplet • Gelas ukur 1000 ml • Labu elenmeyer

Bahan

• Sampel air • Pereaksi O2

• MNSO4

• Amilum • H2SO4

• Na2S2O3 c. Pelaksanaan

• Sampel masukkan dalam botol O2

• Tambahkan 1 ml MNSO4, kemudian dikocok dengan cara membolak

balikan botol berulang kali supaya tercampur, ini dilakukan untuk mengikat O2 supaya jangan lepas

• Diamkan selama 5 menit supaya mengendap dengan sempurna, jika

endapan berwarna coklat maka O2 positif, tetapi jika berwarna putih O2nya nol

(49)

• Ambil 100 ml sampel dengan gelas ukur kemudian masukan kedalam

labu elenmeyer

• Jika warna kuning pekat tetrasi dengan Na2S2O3 terlebih dahulu dan

catat titrasinya hingga warna berubah kuning muda

• Tambahkan larutan 1 ml amilum akan timbul warna biru, kemudian

titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang atau biru sangat muda sekali hamper mendekati putih dan catat titrasinya

d. Hitungan

(50)
(51)

MODUL II

PEMERIKSAAN AIR LIMBAH CAIR

A. Pemeriksaan Fisik

Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan yaitu jernih/tidak keruh, tidak bewarna, rasanya tawar, tidak berbau, temperaturnya normal, dan tidak mengandung zat padat. Untuk mengetahui apakah air memiliki kualitas baik, maka diperlukan pengujian sebagai berikut ini:

1. Pengujian Warna

a. Pendahuluan

Warna dapat ditimbulkan oleh adanya ion-ion logam (seperti besi dan mangan), humu dan bahan-bahan kompos, plankton, rumput dan buangan industri. Pengertian warna dalam air dapat dibedakan atas dua macam yaitu:

1) Warna sesungguhnya (true color) ditimbulkan oleh kandungan senyawa organik seperti lignin, humus dan dikomposisi bahan bahan organik (daun, tumbuh-tumbuhan, dll). Warna sesungguhnya akan tetap ada meskipun kekeruhan air (yang dapat menimbulkan warna dalam air) sudah dihilangkan.

2) Warna bukan sesungguhnya (apparet color) yang ditimbulkan oleh kehadiran bahan-bahan tersuspensi dalam air industri dan lain sebagainya.

Para ahli menemukan bahwa warna sesungguhnya air alami adalah kuning kecoklat-coklatan dimana larutan K2PtCl (Kalium Khloropltint) yang ditambah dengan CoCl (Kobit Khorida) akan menghasilkan warna yang sempurna. Intensitas warna umumnya berhubungan dengan kenaikan pH air, sehingga penetapan warna air senantiasa disertai dengan pengukuran pH air.

(52)

adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi oleh juga bahan tersuspensi.

Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organic dan bahan anorganik; karena keberadaan plankton, humus, dan ion – ion logam (misalnya besi dan mangan), serta bahan – bahan lain. Adanya oksida besi menyebabkan air berwana kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/liter dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/liter sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (Peavy et al.,1985). Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan – bahan organic misalnya tannin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.

Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki nilai warna tampak dan warna sesungguhnya sama dengan standar (APHA, 1976; Davis dan Cornwell,1991). Intesitas warna cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH (Saw-yer dan McCarty,1978).

Perairan alami tidak berwarna. Air dengan nilai warna lebih kecil dari 10 PtCo biasanya tidak memperlihatkan warna yang jelas. Air yang berasal dari rawa – rawa yang biasanya berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman memiliki nilai warna sekitar 200 – 300 PtCo karena adanya asam humus (McNeely et al., 1979)

Warna dapat menghambat proses penetrasi cahaya ke dalam air dan mengaibatkan terganggunyaproses fotosintesis. Untuk kepetingan keindahan, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna 5 – 50 PtCo. Perbedaan warna pada kolom air menunjukkan indikasi bahwa semakin dalam perairan, semakin tinggi nilai warna karena terlarutnya bahan organic yang terakumulasi di dasar perairan.

(53)

peledakan (blooming) fitoplankton (algae). Fenomena peledakan salah satu jenis algae inilah yang menyebabkan perairan memiliki warna yang sangat berbeda dengan perairan di sekitarnya. Kondisi seperti ini di perairan laut dikenal dengan istilah red tide. Di perairan laut, jenis algae yang mengalami peledakan pertumbuhan biasanya berasal dari filum Dinoflagellata, sedangkan di perairan tawar biasanya berasal dari filum Cyanophyta.

b. Alat dan Bahan Bahan

• 50 mL sampel air • Larutan K2PtCl6

• CaCl26H2O

• Aquades

Alat:

• Tabung Nessler 50 mL • pH meter

c. Pelaksanaan

Pembuatan Larutan 4. Induk

Larutkan 1.246 gr K2PtCl6 (ekivalen dengan 500 mg platinum) dan 1 gr CoCl26H2O (ekivalen dengan 250 mg CO) dalam air suling dengan 100 mL HCl pekat dan encerkan dengan air suling (aquades) sampai volume 1000 mL. larutan induk memiliki warna sama dengan 500 unit.

5. Standar

(54)

Membandingkan Sampel air secara Visual

a. Masukan 50 mL sampel air kedalam tabung Nessler b. Bandingkan ampel dengan larutan standar

c. Lihat secara vertikal ke bawah melalui tabung apabila warna larutan melebihi 70 unit encerkan dengan air suling dalam perbandingan yang diketahui sampai warna dapat dibandingkan dengan larutan standar.

d. Hitungan

Hanya dilihat secara visual saja

2. Pengujian Suhu a. Pendahuluan

Parameter temperatur air perlu diperiksa, karena parameter temperatur merupakan parameter fisik air yang penting dalam menunjang biota air. Temperatur air harus diukur di lapangan atau di tempat pengambilan contoh air, karena temperatur air akan berubah menyesuaikan dengan temperatur udara disekitarnya.

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan untuk mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya, algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut – turut 30º - 35ºC dan 20º - 30ºC. filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan Chlorophyta dan diatom (Haslam,1995).

(55)

kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organic oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton diperairan adalah 20º - 30ºC.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar suhu atau temperatur air sampel yang diuji.

b. Alat dan Bahan Bahan

• 1000 mL air sampel

Alat

• Gelas ukur • pH meter

c. Pelaksanaan

• Masukan ± 1000 mL sampel air kedalam gelas ukur

• Masukan pH meter dalam sampel, tunggu beberapa menit • Catat berapa suhunya

• Bersihkan kepala ukur dengan air suling sebelum digunakan kembali

d. Hitungan

Menurut PerMen Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah untuk syarat kualitas air limbah untuk kegiatan yang belum memiliki baku mutu dapat dilihat pada table berikut:

Parameter Satuan Golongan

I II

Temperatur °C 38 40

Sumber: PerMen LH RI No. 5 Tahun 2014

(56)

Parameter Satuan Golongan

I II III IV

Temperatur °C 35 38 40 45

Sumber: KEP-03/MENKLH/II/1991

3. Pengujian Kekeruhan (Bahan Tersuspensi dan Kandungan Lumpur) a. Pendahuluan

Kekeruhan menggambarkan sifat optic air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan – bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organic yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA,1976;Davis dan Cornwell,1991).

Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Misalnya, air laut memiliki nilai padatan terlarut tinggi, tetapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi.

Lumpur atau sedimen merupakan padatan yang langsung dapat terendapkan jika air didiamkan atau tidak terganggu selama beberapa waktu padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang memiliki ukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan tersupensi adalah perpadatan yang dapat menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengedar secara langsung padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang berukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organic tertentu sel-sel mekiroorganisme dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait