• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian nilai fungsional secara in vitro Daya Cerna Pati

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

F. Pengujian nilai fungsional secara in vitro Daya Cerna Pati

Daya cerna pati pasta ubi jalar ungu matang secara in vitro dengan menggunakan enzim amilase seperti disajikan pada Tabel 12 .

Tabel 13. Daya cerna pati pasta ubi jalar ungu dan pasta komersial

Jenis sampel Daya cerna pati (%)

Pasta ubi jalar ungu 61,26±6,06a

Pasta komersial 63,77±6,58a

Daya cerna pati secara in vitro dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya karakteristik pati, proses pengolahan, modifikasi, viskositas matrik pangan, dan keberadaan komponen-komponen pangan lainnya seperti protein, enzim amilase inhibitor, dan zat-zat anti nutrisi (Singh et al. 2010). Daya cerna pati pasta ubi jalar ungu matang secara in vitro dengan menggunakan enzim amilase adalah sebesar 61,26±6,06%. Dibandingkan dengan pasta komersial yang terbuat dari tepung terigu, daya cerna pati pasta ubi jalar ungu menunjukkan nilai yang lebih rendah. Namun demikian, secara statistik menggunakan uji independent t test

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada probabilitas 0,05 antara daya cerna pati pasta ubi jalar ungu dengan pasta komersial.

Bioaksesibilitas Antosianin secara In Vitro

Hasil analisis bioaksesibilitas antosianin secara in vitro menunjukkan total monomerik antosianin sebelum dan setelah melewati simulasi pencernaan fraksi lambung dan usus seperti disajikan pada Tabel 13.

Hasil analisis menunjukkan kandungan total monomerik antosianin setelah inkubasi selama 2 jam pada suhu 37⁰C pada simulasi sistem pencernaan lambung (PG) sebesar 19,78±3,71 mg/100g. Jumlah tersebut kemudian menurun secara signifikan setelah ditambahkan larutan simulasi sistem pencernaan di usus yang mengandung garam empedu dan enzim pankreatik. Setelah inkubasi selama 2 jam pada simulasi sistem pencernaan di usus (OUT/kolon), jumlah total monomerik antosianin meningkat kembali, yaitu menunjukkan jumlah 10,89±1,99 mg/100g.

Tabel 13. Kandungan total monomerik antosianin ekstrak pasta ubi jalar ungu sebelum dan setelah pencernaan fraksi lambung dan usus secara in vitro

Kandungan total monomerik antosianin (mg/100g) Sampel sebelum dan

sesudah pencernaan fraksi lambung dan usus

PG 19,78±3,71

IN ND

OUT 10,89±1,99

LOSS 8,89±3,41

Keterangan : PG: fraksi post gastric; IN: fraksi terdialisasi (saat ditambahkan larutan simulasi pencernaan fraksi usus); OUT: fraksi yang tidak terdialisasi (setelah pencernaan fraksi usus), ND: tidak terdeteksi.

Kandungan total monomerik antosianin cenderung dapat dipertahankan pada fraksi simulasi pencernaan lambung, namun terjadi kehilangan yang signifikan pada perpindahan fraksi, yaitu dari fraksi lambung ke fraksi usus. Hal ini dilaporkan pula oleh penelitian yang dilakukan Liang et al. (2012) dan Sengul et al. (2014), dimana kandungan antosianin ekstrak mulberry menurun secara signifikan setelah berubah fraksi dari pencernaan sistem lambung ke fraksi pencernaan di usus. Kehilangan antosianin selama pencernaan dalam fraksi pencernaan di usus kemungkinan disebabkan oleh adanya peningkatan pH. Hal tersebut menyebabkan terjadinya modifikasi antosianin menjadi komponen-komponen fenolik yang berbeda (Sengul et al. 2014). Kation flavilium yang mempengaruhi pembentukan warna antosianin pada pH rendah mengalami perubahan secara bertahap akibat pH tinggi pada fraksi pencernaan usus sehingga menjadi tidak berwarna. Dalam hal ini kation flavilium berubah menjadi kalkon pseudobase yang tidak berwarna. Kation flavilium yang memiliki warna akan stabil pada pH 2 atau lebih rendah, tetapi pada pH diatas 5 basis-basis anhidro mengalami peningkatan, menjadi lebih stabil dan pembentukannya meningkat dengan semakin tingginya pH, membentuk kalkon yang terionisasi (Liang et al. 2012). Identifikasi terhadap perubahan kandungan utama

antosianin pada ekstrak buah delima setelah codigesting dengan beberapa komponen pangan menunjukkan bahwa cyn-3-glu banyak tidak terdeteksi pada fraksi IN dan

OUT (Sengul et al. 2014).

Peningkatan jumlah total monomerik antosianin setelah melewati simulasi sistem pencernaan di usus disebabkan karena adanya penurunan pH larutan pada akhir inkubasi untuk menghentikan aktivitas enzim dalam simulasi sistem pencernaan di usus. Namun demikian, pada tahap ini pula terjadi proses pengendapan. Hal serupa telah dilaporkan oleh McDoughall et al. (2005). Terjadinya presipitasi atau pengendapan antosianin dengan senyawa komplek yang tidak larut bersama partikulat-partikulat atau campuran komponen-komponen pankreatin dan garam empedu yang terjadi pada saat proses pengasaman menyebabkan terjadinya kehilangan (LOSS) antosianin (McDoughall et al. 2005). Hasil penelitian menunjukkan terjadi kehilangan sebesar 8,89±3,41 mg/100g.

Perubahan struktur antosianin akibat perubahan pH pada simulasi sistem pencernaan di lambung, usus dan setelah keluar dari fraksi usus (setelah pengasaman) dapat dilihat dari perubahan warna larutan simulasi yang dihasilkan (Gambar 18.).

Gambar 18. Perubahan warna larutan pada fraksi simulasi sistem pencernaan lambung dan usus: a)Ekstrak antosianin; b)Post Gastrik (PG); c) IN

(setelah ditambahkan larutan simulasi sistem pencernaan di usus); d)

OUT (setelah diasamkan)

Pada akhir fraksi simulasi sistem lambung (post gastrik/PG), warna larutan tampak merah muda. Pada fraksi tersebut pH larutan adalah asam yaitu pH 2. Setelah larutan hasil simulasi sistem lambung ditambahkan dengan larutan simulasi sistem pencernaan di usus (IN), larutan berubah warna menjadi hijau. Dalam hal ini pH larutan berubah menjadi 7. Sedangkan setelah melewati fraksi simulasi sistem usus dan diasamkan (OUT), warna larutan menjadi merah yang sangat pudar. Dimana pada tahap tersebut larutan memiliki pH 2.

Pada pH 1-2 antosianin dominan dalam bentuk kation flavilium yang berwarna merah, pada pH < 6 berubah menjadi karbinol dan sebagian menjadi kuinonoidal yang berwarna biru, pada pH 6.5-9 dominan kuinonoidal yang berwarna biru, dan pada pH >9 antosianin dominan dalam struktur kalkon yang berwarna kuning (Marco et al. 2011). Warna merah yang memudar pada larutan PG dapat disebabkan karena adanya perubahan sebagian kation flavilium menjadi karbinol yang tidak berwarna.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Komposisi optimal puree ubi jalar ungu dengan tepung kacang hijau dalam formula pasta ubi jalar ungu untuk menghasilkan produk dengan karakteristik fisik yang baik dan memiliki nilai fungsional yang baik adalah 45,25% puree ubi jalar ungu dan tepung kacang hijau 51,75%. Pada komposisi tersebut dihasilkan pasta ubi jalar ungu dengan karakteristik yaitu kekenyalan 2,29 mm, cohesiveness 0,38, KKP 17,62%, warna 333,48, IC50 20,59%, dan kandungan antosianin 42,42 mg/L.

Dari segi mikroskopik, pasta ubi jalar ungu matang dengan komposisi puree

ubi jalar ungu di bawah 50% sudah menunjukkan adanya struktur yang kompak pada penampakan teksturnya.

Tahapan proses pengolahan pasta ubi jalar ungu dan penyimpanan mempengaruhi kandungan antosianin dan menyebabkan terjadinya perubahan warna. Kinetika degradasi antosianin selama penyimpan mengikuti ordo satu dengan waktu paruh 32,85 hari pada suhu 50⁰C, 60,8 hari pada suhu 40⁰C, dan 119,51 hari pada suhu 30⁰C. Energi aktivasi yang diperlukan untuk degradasi antosianin pada setiap kenaikan suhu sebesar 10⁰C adalah sebesar 52,60 Kj. Secara in vitro, pasta ubi jalar ungu memiliki daya cerna pati 61,26±6,06%. Selain itu, berdasarkan ketahanan terhadap kondisi di lambung dan usus, bioaksesibilitas antosianin lebih baik dalam kondisi sistem pencernaan di lambung (PG) dibandingkan dengan di usus (IN), dan membaik kembali setelah melewati sistem pencernaan di usus (OUT/pada kolon).

Saran

Diversifikasi produk berbahan dasar ubi jalar ungu dapat dilakukan dengan teknik pengolahan seminimal mungkin, terutama dalam meminimalisasi penggunaan panas untuk mempertahankan kandungan antosianinnya. Teknik fermentasi merupakan salah satu alternatif cara pengolahan yang memungkinkan untuk mendapatkan produk diversifikasi dari ubi jalar ungu dengan nilai fungsional yang baik.

Dokumen terkait