• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Pelanggaran Asumsi Klasik (Autokorelasi, Multikoleniaritas dan Heteroskedastisitas) terhadap model yang diperoleh

METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis

2. Pengujian Pelanggaran Asumsi Klasik (Autokorelasi, Multikoleniaritas dan Heteroskedastisitas) terhadap model yang diperoleh

a. Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi ditujukan untuk mengetahui apakah ada

korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu

(seperti data time series) atau menurut urutan tempat/ruang (seperti data

cross section) atau korelasi pada dirinya sendiri. Dalam hubungannya

dengan persoalan regresi, model regresi linier klasik menganggap bahwa

autokorelasi demikian itu tidak terjadi pada kesalahan pengganggu

(J.Supranto,1995:86). Untuk mengetahui adanya persoalan autokorelasi

dalam suatu model regresi, maka dilakukan pengujian Durbin-Watson

(DW) dengan ketentuan adalh sebagai berikut:

1) Jika nilai D-W kurang dari 1,10 berarti ada korelasi.

2) Jika nilai D-W antara 1,10 dan 1,54 berarti tidak ada kesimpulan.

3) Jika nilai D-W antara 1,55 dan 2,46 berarti tidak ada autokorelasi.

4) Jika nilai D-W antara 2,46 dan 2,90 berarti tanpa ada kesimpulan.

5) Lebih dari 2,91 berarti ada autokorelasi.

b. Multikolinearitas

Adalah kondisi dimana terdapat korelasi yang signifikan antara

dua variabel atau lebih pada variabel independen di dalam regresi. Uji

multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Jika variabel bebas saling

berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel

orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel

bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolineritas dalam model regresi adalah dengan melihat pada kolom

koefisien output SPSS. Deteksi multikolinearitas pada suatu model dapat

dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0.1, maka model dapat dikatakan bebas dari multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heterokedastisitas ditujukan untuk mengetahui

apakah kesalahan pengganggu åj dari model regresi berganda tersebut

mempunyai varian yang tidak sama. Uji gejala heterokedastisitas

dilakukan dengan menggunakan uji korelasi rank dari Spearman

(Spearman’s rank correlation test)(J.Supranto, 1995:59), dengan

ketentuan jika nilai korelasi rank Spearman lebih besar daripada nilai

kritisnya, maka terjadi heteroskedastisitas pada model regresi linear

berganda tersebut, sebaliknya jika nilai korelasi rank Spearman lebih kecil

daripada nilai kritisnya, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3. Model CAPM

Untuk menentukan expected return dengan CAPM sebelumnya

harus menghitung nilai beta(â). Beta merupakan suatu pengukuran volatilitas

return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Dengan demikian, beta merupakan pengukuran risiko sistematis dari suatu portofolio

atau suatu sekuritas. Beta suatu sekuritas merupakan kovarian return antara sekuritas ke-i dengan return pasar dibagi dengan varian return pasar.

Atau bisa diuraikan sebagai berikut :

Setelah beta (â) masing masing perusahaan diperoleh kemudian

membentuk sebuah model persamaan berdasarkan model CAPM.

4. Analisis Faktor

Analisis faktor adalah suatu analisis data untuk mengetahui

faktor-faktor yang dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Pada penelitian ini

akan di ketahui faktor-faktor dominan yang menentukan return LQ 45 dengan

APT. Beberapa faktor makro ekonomi yang diteliti dalam analisis faktor

adalah SBI, Inflasi, Jumlah uang beredar dan Kurs Rupiah terhadap Dollar

Amerika.

Analisis faktor memerlukan proses ekstraksi, dalam hal ini peneliti

menggunakan Metode Komponen Utama (Principle Component Analysis).

Rotasi faktor dilakukan dengan metode Varimax. Guttman (dalam Child,

1966), berpendapat bahwa penentuan banyaknya faktor yang dihasilkan

berdasarkan pada jumlah variasi setiap faktor (eigenvalue), yaitu dengan

mengambil faktor yang memeiliki eigenvalue lebih besar dari pada 1.00. Pada

dasarnya muatan faktor dapat dilakukan dengan cara merujuk pada tabel nilai

r kritis (product moment) yang selanjutnya nilai tersebut digandakan

(Gorsuch, 1983). Sedangkan Child (1966: 45) mengatakan, kebanyakan

peneliti menggunakan kriteria 0,30 sebagai nilai minimal penentuan

keberartian muatan faktor. Dalam penelitian ini, untuk menentukan sub

variabel yang termasuk pada salah satu faktor ditentukan dengan melihat

muatan faktor dari masingmasing sub variabel dan juga besar communality

yang didapatkan.

Pengujian Bartlett’s test of sphericity dapat dipakai untuk menguji

ketepatan model faktor. KMO berguna untuk pengukuran kelayakan sampel.

Suatu metode yang tepat harus ditentukan pula. Ada dua pendekatan dasar

yang digunakan dalam analisis faktor, yaitu : Principal Component Analysis

(analisis komponen prinsipal) dan Common Factor Analysis / principal axis factoring (analisis common faktor) Determine the Number of Factors (Penentuan banyaknya faktor).Ada beberapa prosedur yang dapat digunakan

untuk menentukan banyaknya faktor antara lain meliputi :

- A Priori Determination. Berdasarkan pengetahuan peneliti sebelumnya.

- Determination Based on Eigenvalues. Pendekatan dengan eigenvalue lebih besar dari 1.

- Determination Based on Scree Plot menentukan banyaknya faktor dengan plot eigenvalue.

- Determination Based on Percentage of Variance. Determination Based on split-Half Reliability. Sampel dipisah menjadi dua dan analisis .

Rotate Factors (Melakukan Rotasi terhadap Faktor).Hasil penting dari analisis faktor adalah matriks faktor, yang disebut juga factor pattern matrix (matrik pola faktor), berisi koefisien yang digunakan untuk menunjukkan variabel-variabel yang distandarisasi dalam batasan sebagai

faktor. Didalam suatu matriks yang kompleks sulit menginterpretasikan suatu

faktor. Oleh karena itu, melalui rotasi matriks, faktor ditransformasikan ke

dalam bentuk yang lebih sederhana yang lebih mudah untuk diinterpretasikan,

dengan harapan setiap faktor memiliki nilai non zero (tidak 0) atau signifikan.

Rotasi tidak berpengaruh pada communalities dan prosentase variance total yang dijelaskan. Tetapi prosentase variance yang diperhitungkan untuk setiap faktor tidak berubah. Variance yang dijelaskan oleh faktor individual diredistribusikan melalui rotasi. Perbedaan metode rotasi akan menghasilkan

identifikasi faktor yang berbeda. Metode yang digunakan untuk rotasi adalah

varimax procedure,.yang meminimalkan banyaknya variabel dengan loading tinggi pada faktor, sehingga meningkatkan kemampuan menginterpretasikan

faktor-faktor yang ada.

Interpret Factors (Mengintepretasikan Faktor). Interpretasi dipercepat melalui variabel-variabel yang memiliki loading lebih besar pada

faktor yang sama yang kemudian dapat diinterpretasikan dalam batasan

variabel-variabel yang loadingnya tinggi.

Select Surrograte Variables (Memilih Variabel-variabel Pengganti). Memilih variabel pengganti sehingga peneliti dapat melaksanakan

analisis berikutnya dan menginterpretasikan hasil dalam batasan variabel

semula daripada skor faktor dengan menguji matriks faktor dan memilih

setiap faktor variabel yang memiliki loading paling tinggi pada faktor

tersebut.

Determine Model Fit (Menetapkan Model yang Sesuai). Langkah akhir dalam analisis faktor adalah penentuan ketepatan model. Perbedaan

antara korelasi yang diamati (yang terdapat dalam input matriks korelasi) dan

korelasi yang dihasilkan kembali (seperti yang diestimasikan pada matriks

faktor) dapat diuji melalui model itu sendiri, yang disebut residual. Jika

terdapat banyak residual yang besar, maka model faktor kurang tepat dan

model perlu dipertimbangkan kembali.

5. Model APT

Menghitung a, b1, b2, b3, dab b4 untuk model APT multi index

model pada pendapatan saham LQ45. Beberapa variabe makro yang

digunakan model APT pada penelitian ini adalah perubahan tingkat bunga,

perubahan tingkat inflasi dan perubahan tingkat kurs, dimana untuk

memperoleh variabel tersebut digunakan rumus antara lain metode ARIMA

(Boxs and Jenkins). Metode ARIMA digunakan untuk memprediksi tingkat

bunga yang diharapkan, tingkat inflasi yang diharapkan dan tingkat

perubahan kurs yang diharapkan dari periode pengamatan digunakan tingkat

bunga aktual, tingkat inflasi aktual dan tingkat perubahan kurs aktual dengan

software Eviews. Untuk mengetahui apakah model ARIMA tersebut memadai

atau tidak dilakukan pengujian residual (error term) : åt = Yt-1 -Yt.

6. Menghitung pendapatan saham yang diharapkan (expected return)

Menghitung pendapatan saham yang diharapkan (expected return)

dengan menggunakan model CAPM dan APT yang telah dihasilkan dari

langkah 5 dan 6.

7. Pemilihan Model Yang Signifikan

Setelah diolah, langkah terakhir yang harus dilakukan adalah

memilih model yang signifikan dalam menjelaskan kinerja indeks LQ 45.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan dua

model yaitu CAPM dan model APT. dengan demikian ada kemungkinan

bahwa pada indeks LQ 45 tersebut kedua model akan signifikan. Untuk

memilih model yang signifikan perlu dilakukan dengan Uji Mean absolut

Deviation (MAD), Mean Squared Error (MSE), dan Mean Absolute

Percentage Error (MAPE) Mean absolut Deviation (MAD), Mean Squared

Error (MSE), dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) adalah besar

penyimpangan antara pendapatan saham yang diharapkan dengan pendapatan

saham yang sesungguhnya. Rumus untuk menghitung MAD, MSE, dan

MAPE untuk model CAPM dan APT adalah sebagai berikut :

-Keterangan:

E(Ri) = Pendapatan saham i yang diharapkan dengan model CAPM atau APT

Ri = Pendapatan saham i yang sesungguhnya (actual return)

n = Jumlah Data 8. Menguji hipotesis

Pengujian dilakukan untuk mengetahui model manakah yang lebih

akurat dalam memprediksi tingkat pendapatan saham LQ 45 dengan melihat

nilai MAD, MSE, dan MAPE. Semakin besar nilai MAD, MSE, dan MAPE

maka semakin tidak akurat model tersebut.

Dokumen terkait