• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

7. Pengujian Potensi Antibakteri dari Senyawa Antibakteri yang

Secara Difusi Paper disc

a. Pembuatan suspensi bakteri uji

Suspensi S.aureus dan E.coli dipersiapkan dengan cara mengambil biakan murni E.coli ATCC 35218 dan S.aureus ATCC 25923 ± 1 ose yang telah diinkubasi 37oC selama 24 jam untuk disuspensikan ke dalam 9 ml Nutrien Broth. Menurut Koneman et al (1997), kekeruhan suspensi inokulum disesuaikan dengan kekeruhan larutan standar Mc Farland II sehingga diperoleh kepadatan bakteri uji setara kepadatan bakteri 6 x 108 CFU/ ml. Larutan standar Mc Farland II digunakan untuk mengetahui jumlah sel bakteri, sehingga diharapkan suspensi S.aureus dan E.coli yang digunakan sebagai bakteri uji, mempunyai kepadatan bakteri 6 x 108 CFU/ ml. Tujuan disamakannya kepadatan bakteri uji setara larutan standar Mc Farland II adalah untuk mendapatkan kepadatan bakteri uji yang sama untuk setiap replikasi. Pengujian potensi antibakteri isolat bakteri endofit terhadap S.aureus dan E.coli ini dilakukan dengan tiga kali replikasi.

b. Skrining Bakteri Endofit yang Memiliki Potensi Antibakteri Terhadap S.aureus dan E.coli

Pengujian potensi antibakteri dilakukan dengan metode difusi menggunakan paper disk (Paper Disc Agar Diffusion Method). Untuk uji ini, isolat bakteri endofit B dan endofit D ditumbuhkan dalam medium

hari (96 jam) dengan tujuan untuk aerasi dan diharapkan mendapat biomassa sel secara optimal. Pemilihan waktu empat hari (96 jam) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2006), pada hari keempat (96 jam) umumnya bakteri telah mencapai fase stasioner dan menghasilkan metabolit sekunder. Metabolit sekunder inilah yang menurut Betina (1983) sering diistilahkan sebagai antibiotik. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2006) digunakan kecepatan shaker 170 rpm sehingga penelitian ini ditetapkan menggunakan kecepatan shaker 170 rpm. Penggojogan dilakukan dengan tujuan agar seluruh nutrisi yang dikandung medium dapat digunakan oleh bakteri secara optimal sebagai bahan untuk proses metabolismenya sehingga senyawa antibakteri dapat dihasilkan dengan optimal. Selain itu penggojogan dengan kecepatan 170 rpm dimaksudkan agar bakteri mampu mensekresikan senyawa antibakteri yang dihasilkannya ke dalam medium biakan secara optimal. Hal ini sesuai dengan Suwandi (1989) bahwa kebanyakan metabolit sekunder disekresikan ke dalam medium biakan. Setelah digojog, kemudian medium disentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 1 jam agar terjadi pemisahan antara supernatan dengan biomassa sel yang mengendap.

Supernatan yang telah didapat kemudian diinokulasikan ke paper disk

steril sebanyak 40μL. Selanjutnya paper disk yang telah diinokulasikan supernatan dikeringkan di atas kaca arloji steril untuk menghilangkan ekses air, kemudian paper disk yang telah diinokulasi supernatan diletakkan di permukaan lempengan medium NA yang telah diinokulasi

bakteri uji S.aureus dan E.coli. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada kontrol positf dan kontrol negatif. Tujuan dari penyamaan volume 40μL ini adalah untuk mendapat hasil yang dapat dibandingkan dengan kontrol. Sebagai kontrol positif digunakan salah satu antibiotik yang beredar di pasaran, yaitu Amoksisilin dalam injeksi (Danoxilin®). Dipilih bentuk sediaan injeksi untuk mendapatkan Amoksisilin murni tanpa bahan tambahan yang dapat mempengaruhi proses difusi Amoksisilin. Antibiotik ini dapat menghambat dan mematikan pertumbuhan bakteri S.aureus

penyebab penyakit bisul. Digunakan Amoksisilin murni dengan konsentrasi 20 mg/ml untuk bakteri uji S.aureus dan konsentrasi 25 mg/ml untuk bakteri uji E.coli. Konsentrasi yang berbeda dipilih karena menurut Lateef, Oloke, & Gueguim-Kana (2004) MIC (Minimum Inhibitory

Concentrations) dari amoxicilin berada di range antara 10-20 mg/ml untuk

S.aureus dan antara 10-25 mg/ml untuk E.coli. Kontrol negatif

menggunakan medium NB tanpa diinokulasi isolat bakteri endofit, yang diberi perlakuan sama dengan NB yang diinokulasikan dengan bakteri endofit kode B dan kode D. Paper disk diletakkan di atas lempengan medium NA yang telah diinokulasi dengan S.aureus dan E.coli. Kemudian di inkubasi selama 24 atau sampai terbentuk zona hambat disekitar paper disc dengan suhu 37oC.

8. Pengujian Potensi Antibakteri dari Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Isolat Bakteri Endofit dengan Bakteri Uji S.aureus

Senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat bakteri endofit kode B dan kode D yang diperoleh dari tahap 6, diuji potensi antibakterinya dengan bakteri uji S.aureus. Setelah inkubasi 24 jam, terlihat adanya zona jernih di sekitar paper disc, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri S.aureus

dihambat oleh senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode B. Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat dengan waktu inkubasi 24 jam, rata-rata diameter zona hambat yang dihasilkan sebesar 9,6 mm dan rata-rata zona hambat pada amoksisilin (kontrol positif) adalah 25 mm, sedangkan pada kontrol negatif (medium NB tanpa inokulasi bakteri endofit) tidak memberikan zona hambat (Gambar 2, Tabel I).

Gambar 2. Hasil Pengujian Potensi Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit kode B Terhadap S.aureus dengan Waktu Inkubasi 24 Jam K- : Medium Nutrient Broth tanpa inokulasi bakteri endofit P : Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode B K+ : Amoksisilin konsentrasi 20 mg/ml

Tabel I. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit kode B Terhadap S.aureus dengan Waktu Inkubasi 24 Jam

Diameter Zona Hambat (mm) Ulangan Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode B Kontrol Positif Amoksisilin (Konsentrasi 20 mg/ml) Kontrol Negatif Nutrient broth (Tanpa Inokulasi Bakteri Endofit) 1 9 24 0 2 10 26 0 3 10 25 0 Rata-rata ± SD 9,6 ± 0,47 25 ± 0,82 0 ± 0

Rata-rata diameter zona hambat senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode D terhadap S.aureus dengan waktu inkubasi 24 jam sebesar 10,3 mm dan rata-rata diameter zona hambat kontrol positif (Amoksisilin) sebesar 24,7 mm, sedangkan pada kontrol negatif (medium NB tanpa inokulasi bakteri endofit) tidak memberikan zona hambat. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit kode D pada medium NB dapat tumbuh dengan optimal dan dapat mensekresikan senyawa antibakteri ke dalam medium dengan jumlah yang cukup (Gambar 3,Tabel II).

Gambar 3. Hasil Pengujian Potensi Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit kode D Terhadap S.aureus dengan Waktu Inkubasi 24 Jam K- : Medium Nutrient Broth tanpa inokulasi bakteri endofit P : Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode D K+ : Amoksisilin konsentrasi 20 mg/ml

Tabel II. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit kode D Terhadap S.aureus dengan Waktu Inkubasi 24 Jam

Diameter Zona Hambat (mm) Ulangan

Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode

D Kontrol Positif Amoksisilin (Konsentrasi 20 mg/ml) Kontrol Negatif Nutrient broth (Tanpa Inokulasi Bakteri Endofit) 1 10 25 0 2 11 25 0 3 10 24 0 Rata-rata ± SD 10,3 ± 0,48 24,7 ± 0,47 0 ± 0

Dari hasil pengujian potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan endofit kode D terhadap S.aureus dengan waktu inkubasi 24 jam, dapat diketahui bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode D memberikan zona hambat yang lebih besar dari senyawa

antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit B. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit kode D pada medium NB dapat tumbuh lebih optimal dan dapat mensekresikan senyawa antibakteri ke dalam medium dengan jumlah cukup. Senyawa yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan kode D yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji S.aureus bersifat sebagai antibakteri. Mekanisme kerja antibakteri dari senyawa yang dihasilkan endofit kode B dan kode D yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji E.coli

belum diketahui dengan baik, dan diduga terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik. Untuk mengetahui mekanisme penghambatan dari senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan kode D terhadap S.aureus, perlu dilakukan karakterisasi senyawa antibakteri tersebut, sehingga dapat diprediksikan mekanisme penghambatan dari senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan kode D terhadap

S.aureus.

Dari hasil pengamatan, dipilih bakteri endofit kode D yang merupakan bakteri penghasil senyawa antibakteri yang lebih optimal daripada bakteri endofit kode B. Bakteri endofit kode D lebih potensial dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji S.aureus daripada bakteri endofit kode B, ditunjukkan dengan diameter zona hambat yang dihasilkan isolat bakteri endofit kode D lebih besar daripada bakteri endofit kode B. Hal ini berarti senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode D lebih spesifik untuk bakteri

B. Bakteri endofit kode D digunakan untuk langkah kerja selanjutnya yaitu identifikasi dan determinasi bakteri endofit tersebut.

9. Pengujian Potensi Antibakteri dari Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Isolat Bakteri Endofit dengan Bakteri Uji E.coli

Senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat bakteri endofit kode B dan kode D yang diperoleh dari tahap 6, diuji potensi antibakterinya dengan bakteri uji E.coli. Setelah inkubasi 24 jam, terlihat adanya zona jernih di sekitar paper disc, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri E.coli

dihambat oleh senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode B. Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat dengan waktu inkubasi 24 jam, rata-rata diameter zona hambat yang dihasilkan sebesar 9,7 mm dan rata-rata diameter zona hambat pada amoksisilin (kontrol positif) adalah 39,7 mm sedangkan pada kontrol negatif (medium NB tanpa inokulasi bakteri endofit) tidak memberikan zona hambat (Gambar 4,Tabel III).

Gambar 4. Hasil Pengujian Potensi Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit B Terhadap E.coli dengan Waktu Inkubasi 24 Jam

K- : Medium Nutrient Broth tanpa inokulasi bakteri endofit P : Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode B K+ : Amoksisilin konsentrasi 25 mg/ml

Tabel III. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit kode B Terhadap E.coli dengan Waktu Inkubasi 24 Jam

Diameter Zona Hambat (mm) Ulangan

Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode

B Kontrol Positif Amoksisilin (Konsentrasi 25 mg/ml) Kontrol Negatif Nutrient broth (Tanpa Inokulasi Bakteri Endofit) 1 10 40 0 2 10 39 0 3 9 40 0 Rata-rata ± SD 9,7 ± 0,48 39,7 ± 0,32 0 ± 0

Rata-rata diameter zona hambat senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode D terhadap E.coli dengan waktu inkubasi 24 jam sebesar 8,7 mm dan rata-rata diameter zona hambat kontrol positif (Amoksisilin) sebesar 24,7 mm, sedangkan pada kontrol negatif (medium NB tanpa inokulasi bakteri endofit) tidak memberikan zona hambat. Hal ini

menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit kode D pada medium NB dapat tumbuh dengan optimal dan dapat mensekresikan senyawa antibakteri ke dalam medium dengan jumlah yang cukup (Gambar 5,Tabel IV).

Gambar 5. Hasil Pengujian Potensi Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit kode D Terhadap E.coli dengan Waktu Inkubasi 24 Jam

K- : Medium Nutrient Broth tanpa inokulasi bakteri endofit P : Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode D K+ : Amoksisilin konsentrasi 25 mg/ml

Tabel IV. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Senyawa Antibakteri yang Dihasilkan Bakteri Endofit kode D Terhadap E.coli dengan Waktu Inkubasi 24 Jam

Diameter Zona Hambat (mm) Ulangan

Senyawa antibakteri yang dihasilkan Bakteri Endofit kode

D Kontrol Positif Amoksisilin (Konsentrasi 25 mg/ml) Kontrol Negatif Nutrient broth (Tanpa Inokulasi Bakteri Endofit) 1 9 40 0 2 8 38 0 3 9 39 0 Rata-rata ± SD 8,7 ± 0,58 24,7 ± 1 0 ± 0

Dari hasil pengujian potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan endofit kode D terhadap E.coli dengan waktu inkubasi 24 jam, dapat diketahui bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B memberikan zona hambat yang lebih besar dari senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode D. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit kode B pada medium NB dapat tumbuh lebih optimal dan dapat mensekresikan senyawa antibakteri ke dalam medium dengan jumlah cukup. Senyawa yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan kode D yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji E.coli bersifat sebagai antibakteri. Mekanisme kerja antibakteri dari senyawa yang dihasilkan endofit kode B dan kode D yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji

E.coli belum diketahui dengan baik, dan diduga terlibat dalam perusakan

membran sel oleh senyawa lipofilik. Untuk mengetahui mekanisme penghambatan dari senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan kode D terhadap E.coli, perlu dilakukan karakterisasi senyawa antibakteri tersebut, sehingga dapat diprediksikan mekanisme penghambatan dari senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B dan kode D terhadap E.coli.

Dari hasil pengamatan, dipilih bakteri endofit kode B yang merupakan bakteri penghasil senyawa antibakteri yang lebih optimal daripada bakteri endofit kode D. Bakteri endofit kode B lebih potensial dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji E.coli daripada bakteri endofit kode D, ditunjukkan dengan diameter zona hambat yang dihasilkan isolat bakteri endofit kode B

lebih besar daripada bakteri endofit kode D. Hal ini berarti senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B lebih spesifik untuk bakteri

uji E.coli daripada senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode

D. Bakteri endofit kode B digunakan untuk langkah kerja selanjutnya yaitu identifikasi dan determinasi bakteri endofit tersebut.

Dari hasil pengujian potensi antibakteri dari senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat bakteri endofit kode B dan kode D terhadap S.aureus dan

E.coli secara difusi paper disc, didapatkan hasil bahwa senyawa antibakteri

yang dihasilkan isolat bakteri endofit kode B dan kode D dapat menghambat pertumbuhan S.aureus dan E.coli. Senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat bakteri endofit kode B dan kode D dapat menjadi model atau prekursor dalam penemuan senyawa antibiotik baru yang potensial dalam menghambat pertumbuhan dari bakteri patogen.

Eksplorasi mikrobia endofit potensial merupakan alternatif untuk mendapatkan senyawa antibiotik baru. Dengan menyelidiki hubungan struktur dan aktifitas dari senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat bakteri endofit dengan potensinya sebagai antibiotik, diharapkan akan didapatkan senyawa antibiotik baru dengan efek farmakologis yang diiginkan (Samuelsson, 1999).

10. Identifikasi Bakteri Endofit kode B dan Bakteri Endofit kode D

Dari skrining potensi antibakteri, didapatkan hasil senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B lebih berpotensi menghambat E. coli

daripada senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode D. Sedangkan senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode D lebih

berpotensi menghambat S.aureus daripada senyawa antibakteri yang dihasilkan bakteri endofit kode B. Selanjutnya dilakukan identifikasi kedua isolat bakteri endofit tersebut. Identifikasi bakteri dilakukan dengan mengetahui sifat morfologi sel, sifat morfologi koloni dan sifat biokimia.

a. Pengamatan Morfologi Sel Isolat Bakteri Endofit kode B dan Bakteri Endofit kode D

1. Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Pewarnaan ini merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri (Lay, 1994)

Pewarnaan Gram memilahkan bakteri menjadi kelompok Gram-positif dan Gram-negatif. Bakteri Gram-Gram-positif berwarna ungu karena tetap mengikat kompleks zat warna kristal violet-yodium meskipun diberi larutan pemucat (alkohol 95%). Bakteri Gram-negatif berwarna merah karena kompleks kristal violet-yodium larut sewaktu pemberian larutan pemucat, dan dapat diwarnai oleh cat lawan yang berwarna merah (safranin). Hal ini disebabkan karena dinding sel bakteri Gram-negatif mempunyai kandungan lipida yang lebih tinggi dibandingkan dinding sel bakteri Gram-positif. Lipida ini akan larut dalam larutan pemucat, sehingga pori-pori dinding sel membesar dan meningkatkan daya larut kompleks kristal violet-yodium bakteri Gram-negatif. Fungsi cat lawan (safranin) hanyalah sebagai pembeda (kontras)

terhadap cat warna kristal violet. Dari hasil yang didapatkan, isolat bakteri endofit kode B dan isolat bakteri endofit kode D sama-sama merupakan bakteri Gram-positif (warna ungu).

Sebagian besar dinding sel bakteri endofit kode B dan bakteri endofit kode D terdiri dari peptidoglikan (ciri bakteri Gram-positif). Pada bakteri endofit kode B dan bakteri endofit kode D akan terbentuk persenyawaan kompleks kristal violet-yodium ribonukleat, hal ini menyebabkan bakteri endofit tetap berwarna ungu karena kompleks persenyawaan kompleks kristal violet-yodium ribonukleat pada bakteri endofit tidak larut dalam larutan pemucat (alkohol 95%). Penambahan cat lawan (safranin) tidak menyebabkan perubahan warna pada bakteri endofit, karena persenyawaan kompleks kristal violet-yodium tetap terikat pada dinding sel bakteri endofit, sehingga bakteri endofit kode B dan isolat bakteri endofit kode D tetap berwarna ungu.

Gambar 6. Pengecatan Gram Isolat Bakteri Endofit kode B Keterangan Gambar:

Sel bakteri ditunjukkan dengan warna ungu (Gram positif), berbentuk.batang (basil), garis lurus menunjukkan panjang 32,2 μm.

Gambar 7. Pengecatan Gram Isolat Bakteri Endofit kode D Keterangan Gambar:

Sel bakteri ditunjukkan dengan warna ungu (Gram positif), berbentuk. batang (basil), garis lurus menunjukkan panjang 30,2 μm.

2. Pengecatan Spora

Menurut Lay (1994) spora pada bakteri merupakan struktur yang tahan panas dan tahan bahan kimia. Spora dibentuk oleh bakteri tertentu untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi bakteri. Spora terbentuk dalam sel sehingga seringkali disebut sebagai

endospora, dalam sel bakteri hanya terdapat 1 spora. Spora ini tidak

berfungsi untuk reproduksi. Semua endospora bakteri mengandung sejumlah besar asam dipikolinat, substansi ini tidak terdeteksi pada sel vegetatif. Sejumlah besar kalsium juga terdapat dalam endospora, dan diduga bahwa lapisan korteks spora ( lapisan yang menutupi spora ) terbuat dari kompleks Ca2+-asam dipikolinat-peptidoglikan (Pelczar & Chan, 1986).

Lapisan luar spora merupakan penahan yang baik terhadap bahan kimia, sehingga spora sukar diwarnai. Spora bakteri dapat diwarnai dengan dipanaskan. Pemanasan dengan api bunsen menyebabkan

lapisan luar spora mengembang, sehingga zat warna Malachite green

dapat masuk ke dalam spora. Setelah dingin warna hijau ini akan terperangkap di dalam spora. Pencucian preparat dengan air akan mencuci zat warna Malachite green dari sel vegetatif, namun tidak dapat mencuci zat warna Malachite green dalam spora. Pada penambahan zat warna safranin, preparat tidak perlu dipanaskan. Zat warna safranin termasuk zat warna basa, sehingga akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel. Safranin tidak akan masuk ke dalam spora, dan sel vegetatif akan terlihat merah, sedangkan spora berwarna hijau. Dari hasil yang diperoleh bakteri endofit kode B dan D membentuk spora, ditunjukkan dengan anak panah berwarna merah, dan sel vegetatif bakteri endofit kode B dan D ditunjukkan dengan anak panah berwarna biru.

Gambar 8. Pengecatan Spora Isolat Bakteri Endofit kode B Keterangan Gambar:

Spora ditunjukkan dengan anak panah berwarna merah, sel vegetatif ditunjukkan dengan anak panah berwarna biru, garis lurus menunjukkan panjang 27,8 μm

Gambar 9. Pengecatan Spora Isolat Bakteri Endofit kode D Keterangan Gambar:

Spora ditunjukkan dengan anak panah berwarna merah, sel vegetatif ditunjukkan dengan anak panah berwarna biru, garis lurus menunjukkan panjang 28,8 μm.

3. Pengecatan Acid Fast

Pewarnaan tahan asam digunakan untuk memilahkan kelompok

Mycobacterium dan Nocardia dari bakteri lainnya. Kelompok bakteri

ini disebut tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama yaitu carbolfuchsin sewaktu dicuci dengan larutan pemucat yang mengandung asam dan alkohol. Bakteri tahan asam memiliki keistimewaan, karena dinding selnya mengandung lipida yang terlihat sebagai lapisan lilin. Kandungan lipida ini sangat tinggi, pada beberapa spesies, lipida ini dapat mencapai sampai 60% dari berat dinding sel. Kandungan lipida yang tinggi ini menyebabkan sel bakteri sulit diwarnai, karena zat warna tidak dapat menembus lapisan lilin ini.

Sifat tahan asam berkaitan dengan kandungan lipida dinding sel, oleh karena itu digunakan pemanasan sehingga zat warna dapat masuk ke dalam sel bakteri yang diliputi oleh lipida. Jika bakteri tahan asam

diwarnai dengan zat warna pertama (carbolfuchsin), maka zat warna ini tidak mudah dilunturkan oleh larutan pemucat. Metylen biru sebagai zat warna kedua tidak akan menyebabkan perubahan warna merah (dari carbolfuchsin) pada bakteri tahan asam. Sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam, larutan pemucat akan melarutkan cat warna pertama sehingga bekteri tidak berwarna. Setelah penambahan cat warna kedua yaitu metylen biru, bakteri yang tidak tahan asam akan berwarna biru (Lay, 1994). Dari hasil yang diperoleh bakteri endofit kode B dan kode D merupakan bakteri yang tidak tahan asam karena sel berwarna biru.

Gambar 10. Pengecatan Acid Fast Isolat Bakteri Endofit kode B Keterangan Gambar:

Bakteri endofit kode B merupakan bakteri yang tidak tahan asam, ditunjukkan dengan sel berwarna biru, Perbesaran 1000x.

Gambar 11. Pengecatan Acid Fast Isolat Bakteri Endofit kode D Keterangan Gambar:

Bakteri endofit kode D merupakan bakteri yang tidak tahan asam, ditunjukkan dengan sel berwarna biru, Perbesaran 1000x.

4. Motilitas

Pergerakan bakteri (motilitas) diamati dengan membuat agar tegak yaitu Nutrient Broth ditambah dengan 0,2% - 0,4% agar. Tujuan dari penambahan agar adalah untuk diperoleh medium semi padat sehingga pertumbuhan bakteri di sekitar tusukan akan terlihat. Bakteri endofit kode B dan bakteri endofit kode D yang berumur 48 jam diinokulasi dengan cara tusukan dalam agar tegak tersebut. Dari hasil pengamatan untuk bakteri endofit kode B dan kode D, di sekitar arah tusukan ada pertumbuhan seperti serabut- serabut tipis ke arah luar tusukan sehingga bakteri endofit kode B dan kode D dapat dikatakan mengalami pergerakan (Lampiran 5)

Pada pengamatan morfologi sel isolat bakteri endofit kode B, dapat diketahui bahwa isolat bakteri endofit kode B memiliki ciri sel berbentuk. batang, bersifat gram positif, membentuk spora, tidak tahan asam dan bergerak (motil).

Pada pengamatan morfologi sel isolat bakteri endofit kode D, dapat diketahui bahwa isolat bakteri endofit kode D memiliki ciri sel berbentuk. batang, bersifat gram positif, membentuk spora, tidak tahan asam dan bergerak (motil).

b. Pengamatan Morfologi Koloni Isolat Bakteri Endofit kode B dan Bakteri Endofit kode D.

Pada tahap pengamatan morfologi koloni digunakan beberapa medium yaitu: medium NA miring, Medium NA tegak dan medium Nutrient Broth.

1. Medium Nutrient Broth

Medium Nutrient Brothditinjau dari konsistensinya berbentuk cair, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan bakteri endofit terhadap O2. Setelah isolat bakteri bakteri endofit kode B dan bakteri endofit kode D diinkubasi 24 jam pada medium Nutrient Broth, tampak pertumbuhan bakteri endofit sebagian besar di permukaan medium, serta ada pula pertumbuhan di dasar tabung membentuk endapan berwarna putih. Bakteri endofit kode B dan bakteri endofit kode D pada medium NB mempunyai ciri berbau tidak enak, tingkat kekeruhan sedang bila dibandingkan dengan kontrol Nutrient Broth

tanpa inokulasi bakteri endofit yang berwarna kuning jernih. Hal ini

Dokumen terkait