• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

3.6. Pengukuran Waktu

Pengukuran kerja ini dilakukan dengan langkah-langkah yang dimulai dengan pengambilan sejumlah pengamatan kerja dengan stop watch untuk setiap elemen kegiatan, menetapkan factor rating dan allowance dari kegiatan yang 3.6.1. Stopwatch Time Study

Pengukuran waktu kerja digunakan untuk menentukan waktu baku, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator dengan kemampuan rata-rata dan pada kecepatan kerja normal untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam melakukan pengukuran kerja pada penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah stop- watch time study.

8

Iftikar Z. Sutalaksana dkk., Teknik Tata Cara Kerja, Penerbit : Jurusan Teknik Industri ITB, Bandung, 1979

dilakukan operator, melakukan uji keseragaman data dan kecukupan data, dan melakukan perhitungan waktu baku. Dalam penelitian ini, untuk melakukan pengujian keseragaman dan kecukupan data digunakan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%.

Pengolahan data dengan menggunakan metode stop watch time study ini meliputi :

- uji keseragaman data, dengan rumusan :

σ

k x

CL= ±

- uji kecukupan data, dengan rumusan :

(

)

(

)

2 2 2             =

i i i X X X N s k N

- perhitungan waktu normal dan waktu standar.

Wn = Waktu observasi rata-rata x Factor rating

Allowance Wn Ws % % 100 % 100 − × = Dimana : CL = batas kendali

x = rata-rata data pengamatan σ = simpangan baku data

tingkat kepercayaan 95%, dan k = 3 untuk tingkat kepercayaan 99%.

s = tingkat ketelitian penelitian N = jumlah data yang dikumpulkan

Ws = Waktu standar

Wn = Waktu normal

3.6.2. Penyesuaian

Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat terjadi seperti karena operator bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan yang tidak wajar oleh operator, maka agar harga tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian.

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan suatu harga Rf atau factor rating. Besarnya harga Rf sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal maka harga Rf akan lebih besar dari 1 (Rf>1) dan sebaliknya jika operator bekerja di bawah normal maka harga Rf akan lebih kecil dari 1 (Rf<1). Dan andaikan

pengukur berpendapat bahwa operator bekerja secara wajar maka harga Rf akan sama dengan 1 (Rf = 1). Dalam penelitian ini metode penyesuaian yang digunakan adalah metode Westinghouse.

Westinghouse company (1972) memperkenalkan sistem penyesuaian dengan memperhatikan factor-faktor berupa keterampilan (skill), usaha (effort), kondisi kerja (working condition), dan konsistensi (consistency) dari operator di dalam melakukan kerja.

Keterampilan atau skill didedifinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja, tingkat manamerupakan kemempuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu bila terlampau lama tidak menangani pekerejaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya.

Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas seperti yang dikemukakan sebagai berikut :

1. Super Skill:

Adapun ciri-ciri pekerja yang memiliki keterampilan super skill adalah sebagai berikut:

2) Bekerja dengan sempurna

3) Tampak seperti telah terlatih dengan baik.

4) Gerakan-gerakan sangat halus tetapi sangat cepat sehingga sulit diikuti. 5) Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. 6) Perpindahan dari suatu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau

terlihat karena lancarnya.

7) Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencanakan tentang apa yang dikerjakan.

8) Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik.

2. Excellent Skill

Adapun ciri-ciri pekerja yang memiliki keterampilan excellent skill adalah sebagai berikut:

1) Percaya pada diri sendiri.

2) Tampak cocok dengan pekerjaanya. 3) Terlihat telah terlatih baik.

4) Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan.

5) Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan.

6) Menggunakan peralatan dengan baik.

8) Bekerjanya cepat tetapi halus.

9) Bekerjanya berirama dan terkoordinasi.

3. Good Skill

Adapun ciri-ciri pekerja yang memiliki keterampilan good skill adalah sebagai berikut:

1) Kwalitas hasil baik.

2) Bekerja tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerja pada umumnya. 3) Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya

lebih rendah.

4) Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. 5) Tidak memerlukan banyak pengawasan. 6) Tiada keragu-raguan.

7) Bekerjanya stabil.

8) Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik. 9) Gerakan-gerakannya cepat.

4. Average Skill

Adapun ciri-ciri pekerja yang memiliki keterampilan average skill adalah sebagai berikut:

1) Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2) Gerakannya cepat tapi tidak lambat.

3) Terlihat adanya perencanaan dalam pekerjaan. 4) Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5) Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragua-raguan. 6) Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.

7) Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaanya. 8) Bekerjanya cukup teliti.

9) Secara keseluruhan cukup memuaskan.

5. Fair Skill

Adapun ciri-ciri pekerja yang memiliki keterampilan fair skill adalah sebagai berikut:

1) Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

2) Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.

3) Terlihat adanya perencanaan- perencanaan sebelum melakukan gerakan. 4) Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5) Tampak seperti tidak cocok dengan pekerjaanya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.

6) Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin.

7) Sebagian waktu terbuang karena kesalahan- kesalahan sendiri. 8) Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. 9) Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.

Adapun ciri-ciri pekerja yang memiliki keterampilan poor skill adalah sebagai berikut:

1) Tidak bias mengkoordinasikan tangan dan pikiran. 2) Gerakan-gerakannya kaku.

3) Kelihatan tidak ada keyekinan pada urut-urutan gerakan.

4) Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersangkutan. 5) Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaanya.

6) Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja. 7) Sering melakukan kesalahan-kesalahan.

8) Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 9) Tidak bias mengambil inisiatif sendiri.

Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas di atas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, dan hal-hal lainnya.

Dengan pembagian ini pengukuran akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja dilihat dari segi keterampilannya. karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih obyektif.

Untuk usaha atau effort dara westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. berikut ini ada enam kelas usaha dengan ciri-cirinya.

1. ExcessiveEffort

1) Kecepatan sangat berlebihan.

2) Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya.

3) Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.

2. ExcellentEffort

Pekerja yang memiliki kriteria excellenteffort adalah sebagai berikut : 1) Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.

2) Gerakan-gerakan lebih ekonomis dari pada operator-operator biasa. 3) Penih perhatian pada pekerjaannya.

4) Banyak memberi saran-saran.

5) Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 6) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu. 7) Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari. 8) Bangga atas kelebihannya.

9) Geraka-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali. 10)Bekerjanya sistematis.

11)Karena lancarnya, perpindahan dari satu elemen keelemen lain tidak terlihat.

3. Good Effort

Pekerja yang memiliki kriteria good effort adalah sebagai berikut : 1) Bekerja berirama.

3) Penuh perhatiaan pada pekerjaannya. 4) Senang pada pekerjaanya.

5) kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari. 6) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7) Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 8) Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja. 9) Tempat kerjanya diatur dengan baik dan rapi. 10)Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik. 11)Memelihara dengan baik kondisi peralatan. 4. AverageEffort

Pekerja yang memiliki kriteria averageeffort adalah sebagai berikut : 1) Tidak sebaik good , tetapi lebih baik dari poor.

2) Bekerja dengan stabil.

3) Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya. 4) Set up dilaksanakan dengan baik.

5) Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan. 5. FairEffort

Pekerja yang memiliki kriteria faireffort adalah sebagai berikut : 1) Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.

2) Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya. 3) Kurang sungguh-sungguh.

4) Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5) Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.

6) Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yagn terbaik.

7) Terlihat adanya kecendrungan kurang perhatian pada pekerjaannya. 8) Terlampau hati-hati.

9) Sistematika kerjanya sedang-sedang saja. 10)Gerakan-gerakannya tidak terencana. 6. PoorEffort

Pekerja yang memiliki kriteria pooreffort adalah sebagai berikut : 1) Banyak membuang-buang waktu.

2) Tidak memperhatikan adanya minat bekerja. 3) Tidak mau menerima saran-saran.

4) Tampak malas dan lambat bekerja.

5) Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan-bahan.

6) Tempat kerjanya tidak diatur rapi.

7) Tidak perduli pada cocok tidaknya peralatan yang dipakai. 8) Mengubah-ubah tataletak tempat kerja yang sudah diatur. 9) Set up kerjanya terlihat tidak baik.

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan yang rendah bekerja dengan usaha yang lebih sungguh- sungguh sebagai imbangannya. Kadang-kadang usaha ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang memiliki keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung dihasilkannya

performance yang lebih baik. Jadi walaupun hubungan antara ’kelas tinggi’ pada ketrampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendah, kedua faktor ini adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah didalam pelaksanaan pekerjaan. Karenanya cara westinghouse memisahkan faktor keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja pada cara westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya.

Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu ideal, excellent, good , average, fair dan poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama untuk setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang dianggap good bagi suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya kondisi yang ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance yang maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performance yang baik Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan yang bagaimana disebut idea, dan bagai mana pula yang disebut poor

perlu dimiliki agar penilian terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan dengan seteliti mungkin.

Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi. Faktor ini perlu diperhatikan karena pada kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka- angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus kesiklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi kedalam enam kelas yaitu: Perfect, excellent, good , average, fair, dan poor. seseorang yang bekerja Perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaiaan yang tetap dari saat ke saat. Secara teoritis mesin atau pekerja yang waktunya dikendalikan mesin merupakan contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi. Sebaliknya konsistensi yang poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaiaannya berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaiaan dengan rata-ratanya tidak terlalu besar.

Untuk itu westinghouse membuat suatu tabel yang berisikan nilai-nilai yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Tabel westinghouse dapat dilihat pada Tabel 3.1..

Berdasarkan tabel ini maka nilai factor rating dapat ditentukan sebagai berikut :

Factor rating (Rf) = 1 + Westinghouse Factor

3.6.3. Kelonggaran (Allowance)

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah, dan hambatan yang tidak dapat terhindarkan.

1. Kelonggaran Waktu untuk Kebutuhan Personal (Personal Allowance)

Pada dasarnya setiap pekerja harus diberikan kelonggaran waktu untuk keperluan yang bersifat kebutuhan pribadi (personal need). Untuk pekerjaan-

pekerjaan yang relatif ringan dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa istirahat yang resmi sekitar 2% sampai 5 % (10 sampai 24 menit) setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat personil ini. Akan tetapi kenyataannnya untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak nyaman (terutama untuk temperatur tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk personil ini lebih besar lagi, allowance untuk hal ini bisa lebih besar dari 5%.

2. Kelonggaran Waktu untuk Melepaskan Lelah (Fatique Allowance)

Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah kerja yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik. Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yang diijinkan untuk istirahat melepas lelah ini sangat sulit dan kompleks sekali. Disini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat akan sangat tergantung pada individu yang bersangkutan.

Barangkali yang paling umum dilakukan adalah memberikan satu kali periode istirahat pada waktu pagi hari dan sekali lagi pada waktu siang hari menjelang sore hari, waktu yang diberikan berkisar 5-15 menit.

3. Kelonggaran Waktu untuk Keterlambatan-keterlambatan (Delay Allowance)

Keterlambatan atau delay bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk dihindarkan (unavoidabledelay), tetapi bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor yang sebenarnya masih bisa untuk dihindari. Untuk unavoidable delay disini terjadi pada umumnya disebabkan oleh operator, mesin, ataupun hal-hal lain

yang diluar kontrol. Mesin dan peralatan kerja lainnya selalu diharapkan tetap pada kondisi siap pakai atau kerja. Apabila terjadi kerusakan dan perbaikan yang berat terpaksa harus, operator biasanya akan ditarik dari stasiun kerja.

Dokumen terkait