PEMELIHARAAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 1 FASA PT PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA
4.7 Pengukuran Nilai Tahanan Isolasi
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kondisi isolasi antara belitan dengan ground atau antara dua belitan. Metoda yang umum dilakukan adalah dengan memberikan tegangan dc dan merepresentasikan kondisi isolasi dengan satuan megaohm. Tahanan isolasi yang diukur merupakan fungsi dari arus bocor yang menembus melewati isolasi atau melalui jalur bocor pada permukaan eksternal. Pengujian tahanan isolasi dapat dipengaruhi suhu, kelembaban dan jalur bocor pada permukaan eksternal seperti kotoran pada bushing atau isolator. Nilai tahanan isolasi minimum mengacu ke rumus berikut :
Keterangan :
R = Tahanan Isolasi (MΩ)
C = Faktor belitan terendam minyak = 0,8
E = Rating tegangan tegangan tertinggi primer trafo (Volt) kVA = Rating daya trafo yang diuji
𝑹 = 𝑪 × 𝑬 √𝒌𝑽𝑨
Laporan Kerja Praktek 54 Berikut ini merupakan gambar dan tabel pengujian tahanan isolasi :
Gambar 4.4 Pengujian Tahanan Isolasi Tabel 4.1 Pengujian Tahanan Isolasi
No Terminal Pengukuran
Acuan Standar Pengukuran
Tahanan Isolasi (MΩ) PLN Perhitungan
Rumus Sintra B&D 1 Primer-Gnd
SPLN 8-3: 1991 Tahanan Isolasi Belitan
Trafo 1 Fasa Daya 50 kVA > 2000 MΩ 𝑅 >𝐶 × 𝐸 √𝑘𝑉𝐴 >0,8 × 12702 √50 > 1437 𝑀𝛺 0 0 2 Primer-X1 2000 2000 3 Primer-X2 2000 2000 4 Primer-X3 2000 2000 5 Primer-X4 2000 2000 6 Ground-X1 1200 2500 7 Ground-X2 1200 2500 8 Ground-X3 1200 2500 9 Ground-X4 1200 2500
Alat ukur tahanan isolasi
KYORITSU Model 3122 5000V/200000MΩ
Berdasarkan hasil pengujian, jika dibandingkan dengan acuan standar dari perhitungan nilai tahanan isolasi minimum, untuk trafo BAMBANG DJAJA sudah bagus, sedangkan untuk SINATRA masih kurang. Namun karena standar dari PLN tahanan isolasi harus lebih dari 2000 MΩ maka untuk keduanya perlu ditingkatkan nilai tahanan isolasinya. Peningkatan nilai tahanan isolasi ini bisa dilakukan dengan membersihkan kumparan dan koil dari kadar air dengan cara dipanaskan dengan mesin oven.
Laporan Kerja Praktek 55 4.8 Pengecekan Rasio Belitan Trafo
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya rasio antara belitan primer dengan belitan sekunder trafo pada masing - masing tap tegangan trafo. Dalam pelaksanaannya pengujian rasio trafo dilakukan dengan menggunakan sebuah alat yang disebut dengan TTR (Transformer Turn Ratio). Melalui alat ini maka akan didapatkan besaran atau nilai rasio belitan trafo yang diukur.
Gambar 4.5 TTR (Transformer Turn Ratio)
Hasil pengujian TTR trafo yang tidak baik ditandai dengan nilai pengukuran rasio belitan yang berbeda antar fasanya dengan kondisi normalnya (perbedaan maksimal 0,5 %) pada masing-masing fasanya. Jika melebihi toleransi perbedaan maka kondisi belitan didalam trafo terindikasi bermasalah atau rusak, sehingga perlu perbaikan khusus yaitu dengan rewinding atau pelilitan ulang. Kalau terjadi pelilitan ulang maka kegiatan tersebut sudah tidak termasuk dalam pemeliharaan, melainkan masuk dalam kategori perbaikan.
Mengingat biaya pembelian kawat belitan tidak sebanding dengan kualitas dan keawetan trafo jika dibandingkan dengan pembelian baru, maka PLN tidak pernah mengeluarkan SPK mengenai rewinding. Penanganan PLN jika terdapat belitan yang rusak adalah dengan mengkanibalkan antara trafo tersebut dengan yang sejenisnya. Jika memang tidak dapat diperbaiki sebagaimana kategori yang dikeluarkan PLN maka trafo tersebut masuk dalam arsip barang yang tidak dipakai lagi karena sudah rusak.
Laporan Kerja Praktek 56 Berikut ini merupakan hasil pengujian belitan trafo dengan TTR yang dibandingkan dengan standar rasio hasil perhitungan :
Tabel 4.2 Pengujian Rasio Belitan
No Nilai Rasio Pengujian TTR Perhitungan SINTRA B&D 1 55,043 55,012 12702 231 = 54,98 2 52,546 52,516 12124 231 = 52,48 3 50,038 50,15 11547 231 = 49,98 4 47,547 47,525 10970 231 = 47,49 5 45,047 45,017 10392 231 = 44,98 Alat Ukur Ratio Belitan
Vanguard Instruments ATRT-01B
Automatic Transformer Ratio Tester
120-240Vac, 2 A, 50-60Hz
Dari pengujian tersebut didapatkan hasil antara pengukuran yang mendekati hasil perhitungan serta perbedaan nilai yang tidak melebihi dari batas toleransi yaitu dengan perbedaan lebih dari 0,5%. Sehingga disimpulkan bahwa belitan trafo dalam kondisi baik dan tidak ada yang putus.
4.9 Pemeriksaan Minyak Trafo
Melalui pemeriksaan minyak, kecenderungan resiko kegagalan trafo akibat degradasi dan penurunan fungsi isolasi yang terjadi di dalam tangki trafo dapat diidentifikasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi utama dari minyak trafo adalah sebagai mediator pendingin maupun isolasi didalam trafo selain kertas isolasi trafo itu sendiri. Oleh karena itu jika kondisi dari suatu minyak trafo yang sedang beroperasi terindikasi buruk maka fungsi-fungsi dari minyak trafo tersebut tidak akan bekerja optimal.
Laporan Kerja Praktek 57 Oksidasi dan kontaminan adalah hal yang dapat menurunkan kualitas minyak yang berarti dapat menurunkan kemampuannya sebagai isolasi. Oksidasi pada minyak isolasi trafo juga akan ikut andil dalam penurunan kualitas kertas isolasi trafo.
Pada saat minyak isolasi mengalami oksidasi, maka minyak akan menghasilkan asam. Asam ini apabila bercampur dengan air dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan proses hydrolisis pada isolasi kertas. Berikut merupakan diagram proses hydrolysis yang dapat menurunkan kualitas kertas isolasi :
Gambar 4.6 Proses hidrolisis minyak trafo
Untuk mengetahui ada tidaknya kontaminan atau terjadi tidaknya oksidasi didalam minyak maka dilakukanlah pengujian oil quality test (karakteristik). Pengujian oil quality test melingkupi beberapa parameter pengujian yang antara lain adalah level ketersediaan minyak trafo, warna minyak trafo dan tegangan tembus yang dapat ditahan oleh minyak trafo.
Laporan Kerja Praktek 58 4.9.1 Level ketersediaan minyak trafo
Melalui Indikator ini dapat diketahui level ketersediaan minyak trafo. Jika minyak trafo didalam tangki berada dalam posisi yang tidak cukup ini dapat disebabkan karena adanya kebocoran pada tangki trafo. Bagian yang sering bocor adalah pada bagian penyambungan dan seal trafo. Jika hal ini terjadi maka sistem pendinginan didalam tangki trafo tidak akan dapat berfungsi secara optimal dan akan menyebabkan overheat.
4.9.2 Warna minyak trafo
Hal yang paling mudah dilakukan dalam menganalisa kualitas minyak trafo adalah dengan melihat warna dari minyak trafo. Warna minyak trafo yang baik ditandai dengan kondisi minyak yang sangat jernih, sedangkan jika minyak sudah tidak baik akan ditandai dengan warna keruh (gelap) dan mengandung endapan atau sedimen.
Untuk beberapa kondisi Warna minyak trafo seringkali menjadi pertanda terhadap nilai tegangan tembus maupun tingkat keasaman minyak (acidity) trafo. Dalam arti warna minyak yang tidak baik (keruh) akan berdampak terhadap penurunan tegangan tembus dan meningkatnya keasaman minyak.
Berikut ini merupakan contoh gambar minyak trafo mulai dari yang jernih hingga yang gelap :
Laporan Kerja Praktek 59 Dari contoh warna tersebut, jika warna masih seperti gambar yang atas (kategori baik) maka minyak masih boleh dipakai dengan catatan harus melalui purifikasi. Dimana proses purifikasi merupakan proses penyaringan, pemanasan dan pengurangan kadar air yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan tegangan tembus minyak trafo. Namun, jika warna sudah seperti gambar yang bawah (kategori gelap) maka minyak sudah tidak boleh digunakan kembali.
Dalam pemeriksaan, warna minyak bekas trafo SINTRA sudah berwarna hitam sehingga harus diganti dengan oli yang baru. Sedangkan untuk minyak bekas trafo BAMBANG DJAJA warnanya masuk dalam kategori baik sehingga kesimpulannya boleh untuk dipurifikasi untuk selanjutnya digunakan kembali.
Gambar 4.8 Minyak Trafo SINTRA
Gambar 4.9 Minyak Trafo BAMBANG DJAJA
4.9.3 Pengujian tegangan tembus
Pengujian tegangan tembus dilakukan untuk mengetahui kemampuan minyak isolasi dalam menahan stress tegangan. Minyak yang jernih dan kering akan menunjukan nilai tegangan tembus yang tinggi. Air bebas dan partikel solid, apalagi gabungan antara keduanya dapat menurunkan tegangan tembus secara dramatis. Dengan kata lain pengujian ini dapat menjadi indikasi keberadaan kontaminan seperti kadar air dan partikel. Berikut ini merupakan gambar pengujian tegangan tembus minyak trafo :
Laporan Kerja Praktek 60
Gambar 4.10 Pengujian minyak trafo dengan oil tester
Pada prinsipnya nilai dari tegangan tembus pada minyak trafo akan menurun seiring dengan pembebanan pada trafo itu sendiri. Penurunan tegangan tembus minyak trafo biasanya disebabkan oleh adanya kandungan air didalam minyak trafo akibat adanya uap udara yang masuk kemudian terkena panas didalam trafo sehingga menjadi air. Selain itu juga kontaminasi minyak dengan partikel-partikel padat dan partikel terlarut didalam trafo juga akan menghasilkan nilai tegangan tembus yang rendah.
Rendahnya nilai tegangan tembus dapat mengindikasikan keberadaan salah satu kontaminan tersebut, dan tingginya tegangan tembus belum tentu juga mengindikasikan bebasnya minyak dari semua jenis kontaminan. Berikut ini merupakan hasil pengujian tegangan tembus minyak trafo yang dibandingkan dengan standar acuan IEC dan SPLN:
Tabel 4.3 Pengujian Tegangan Tembus
Pengujian ke Standar Pengujian Tegangan Tembus / 2,5 mm Hasil pengujian (kV) SINTRA B&D SPLN 49 - 1 : 1982 IEC 60422:2005 1 Sebelum purifikasi ≥ 30kV Setelah purifikasi ≥ 50kV Baik > 40 kV Sedang 30 - 40 kV Buruk < 30kV 27,6 30,5 2 26,8 30,1 3 28,1 31,2 4 27,5 33,5 5 26,4 32,7 Rata – rata 27,28 31,6
Laporan Kerja Praktek 61 Dari pengujian tersebut, jika dibandingkan dengan standar IEC dan SPLN, maka tegangan tembus masuk untuk trafo SINTRA masuk dalam kategori buruk dan untuk BAMBANG DJAJA masuk dalam kategori sedang. Agar memenuhi kriteria baik, maka tegangan tembus harus dinaikkan. Untuk menaikkan tegangan tembus agar menjadi lebih baik maka minyak harus di purifikasi. Pemberlakuan purifikasi ini hanya berlaku untuk minyak trafo BAMBANG DJAJA, karena pada pemeriksaan sebelumnya minyak trafo SINTRA sudah terlihat keruh sehingga tidak baik jika digunakan kembali.