• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pengumpulan dan Penyiapan Bahan

Bunga kenanga yang digunakan sebagai sampel penelitian berasal dari Boyolali, Jawa Tengah. Bunga kenanga dipanen pada bulan Juli waktu dini hari dari pohon kenanga berumur 7 tahun dengan umur bunga 2 minggu. Pengambilan sampel berasal dari daerah yang sama untuk menghindari variasi kandungan kimia tanaman yang disebabkan aspek lingkungan (edafik, tempat tumbuh, geografis, cuaca, dan iklim).

Bunga kenanga yang dijadikan sebagai sampel penelitian memiliki karakteristik berwarna hijau semburat kuning yang menandakan bahwa bunga kenanga tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Bila sampel yang digunakan terlalu tua maka dikhawatirkan metabolit sekunder yang terkandung pada sampel

sudah banyak berkurang, sedangkan bila sampel terlalu muda maka dikhawatirkan metabolit sekunder yang terkandung pada sampel masih belum sempurna.

Sampel bunga kenanga dipanen pada bulan Juli agar kandungan kimia pada sampel tetap maksimal sebab pemanenan yang ideal dilakukan pada musim kemarau. Secara umum, metabolit sekunder pada tanaman yang dipanen pada musim kemarau akan terkandung lebih banyak daripada saat musim hujan. Pemanenan bunga kenanga dilakukan pada dini hari untuk menghindari berkurangnya metabolit sekunder, sebab pada siang hari metabolit sekunder dapat berkurang karena mengalami proses penguapan atau kerusakan senyawa karena paparan radiasi UV.

Selanjutnya sampel bunga kenanga dibuat dalam bentuk simplisia. Setelah pemanenan, dilakukan sortasi basah pada bunga kenanga. Sortasi basah dilakukan dengan cara memisahkan sampel yang hendak diambil dengan bahan-bahan lain yang kemungkinan terdapat pada sampel, misalnya batang, daun, kerikil, serta bagian tanaman dan bahan lain yang tidak diinginkan. Kemudian bunga kenanga dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan berbagai kotoran yang melekat pada sampel. Setelah bersih, bunga kenanga diletakkan pada tampah yang terbuat dari anyaman bambu dengan ketebalan seminimal mungkin. Bunga kenanga lalu dikeringkan dibawah sinar matahari. Tampah bambu diberi penutup kain hitam dengan sedikit sirkulasi udara dengan tujuan untuk meratakan pemanasan serta menghindari kerusakan senyawa kimia akibat paparan langsung dengan sinar matahari. Pengeringan dihentikan saat bunga kenanga sudah kering yang dicirikan dengan konsistensi rapuh dan mudah dipatahkan. Selanjutnya dilakukan sortasi

kering untuk memisahkan bunga kenanga dari pengotor yang kemungkinan melekat saat proses pengeringan atau pengotor yang belum dbersihkan pada proses-proses sebelumnya. Simplisia yang dihasilkan disimpan pada amplop kertas yang diberi penambahan silika pengering dengan tujuan menghindari adanya lembab.

C. Ekstraksi 1. Ekstraksi bunga kenanga

Prinsip ekstraksi adalah proses pengambilan senyawa-senyawa kimia yang semula berada dalam sel, ditarik oleh larutan penyari sehingga senyawa-senyawa kimia berada dalam larutan penyari. Proses ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap, yaitu simplisia diblender dengan larutan etanol 90% v/v lalu dilanjutkan dengan proses maserasi. Proses pemblenderan simplisia dilakukan untuk menyari langsung komponen minyak atsiri yang kemungkinan akan menguap apabila dilakukan penyerbukan simplisia. Selanjutnya dilakukan dengan maserasi untuk memaksimalkan penyarian. Pada proses maserasi, cairan penyari akan menembus dinding sel lalu masuk menembus rongga sel yang berisi senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut akan larut dalam cairan penyari lalu berdifusi keluar sel hingga terjadi kesetimbangan senyawa di dalam dan luar sel. Adanya shaker pada proses maserasi bertujuan untuk meningkatkan energi mekanik sehingga seluruh serbuk hasil blender dapat terbasahi sehingga membantu proses difusi komponen senyawa.

Maserasi dipilih karena selain mudah dilakukan, metode ini tidak melibatkan pemanasan sehingga kerusakan komponen kimia pada sampel dapat

dihindari. Hal ini sangat mendukung proses isolasi karena proses ekstraksi komponen kimia tumbuhan dapat berjalan optimal. Larutan penyari yang digunakan adalah etanol 90% v/v. Tujuan digunakan penyari etanol 90% v/v karena komposisi ini merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga relatif dapat menyari komponen kimia yang cenderung lebih nonpolar maupun polar.

Setelah proses maserasi selesai, hasil maserasi disaring menggunakan kain mori yang terlebih dulu dicuci dengan air mendidih yang bertujuan untuk menghilangkan komponen lilin yang melekat pada kain. Setelah itu filtrat disaring kembali dengan kertas saring Whatman nomor 41 sebelum kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Dengan alat ini, etanol yang digunakan sebagai pelarut dapat diuapkan dan dikondensasikan kembali sehingga etanol dapat diperoleh kembali dan sudah terpisah dari ekstrak. Adanya pompa vakum akan membuat tekanan pada sistem akan turun sehingga akan terjadi penguapan pelarut dibawah titik didih normal. Labu yang berputar pada proses ini berfungsi untuk meratakan pemanasan sehingga proses penguapan pelarut dapat berjalan dengan baik. Hasil dari pemekatan dengan vacuum rotary evaporator adalah ekstrak bebas penyari.

2. Susut pengeringan simplisia dan ekstrak bunga kenanga (C. odorata) Prinsip susut pengeringan adalah pengukuran sisa bahan setelah dilakukan pemanasan pada suhu 105°C hingga dicapai bobot tetap yang kemudian dinyatakan dalam persen. Tujuan dilakukan susut pengeringan adalah untuk mengetahui batas maksimal besarnya senyawa yang hilang dari bahan akibat

pemanasan. Keuntungan menggunakan metode susut pengeringan adalah cepat, mudah, murah, dan hanya membutuhkan jumlah sampel yang sedikit.

Persentase yang diperoleh pada susut pengeringan simplisia dan ekstrak berturut-turut adalah 15,40 % b/b dan 24,61 % b/b. Berdasarkan monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan RI, persyaratan kadar air pada simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku obat adalah tidak lebih dari 10% b/b. Karena penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi senyawa maka persentase susut pengeringan diatas dapat diterima. Selain itu metode susut pengeringan merupakan metode yang tidak spesifik untuk pengukuran kadar air dan hanya memberikan batasan maksimal untuk total senyawa yang menguap selama pemanasan. Sampel bunga kenanga memiliki banyak kandungan senyawa yang mudah menguap seperti minyak atsiri, sehingga bila diukur penetapan kadar air dengan metode yang lebih spesifik akan memberikan persentase hasil yang lebih rendah. Hal ini menyimpulkan bahwa proses pembuatan simplisia sudah cukup baik.

Persentase susut pengeringan ekstrak yang didapatkan masih terlalu tinggi sehingga menggambarkan masih banyak kandungan air pada ekstrak. Apabila kandungan air pada ekstrak terlalu tinggi maka ada kemungkinan terjadi reaksi enzimatik yang membuat rusaknya senyawa kimia pada ekstrak. Rusaknya senyawa kimia pada ekstrak akan mengganggu proses isolasi. Oleh karena itu dilakukan penguapan kadar air dengan perlakuan dimasukkan dalam desikator yang berisi batu gamping. Hasil yang diperoleh adalah berat ekstrak turun dari 691 g menjadi 625,1 g yang menunjukkan bahwa telah terjadi penguapan air

sebanyak 65,9 g. Keuntungan menggunakan metode ini adalah menghindari pemanasan dalam melakukan pemekatan sehingga kerusakan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak dapat diminimalisir.

3. Pemerian ekstrak bunga kenanga

Pada tahap ini, ekstrak yang dihasilkan diamati secara organoleptis. Pengamatan organoleptis yang dilakukan pada ekstrak meliputi bentuk, warna, rasa, dan bau. Bentuk yang dihasilkan cairan kental, warna hijau kehitaman, rasa hambar, dan bau harum khas bunga kenanga.

Dokumen terkait