Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen, karena
sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Sehubungan
dengan itu, maka upaya untuk mengadakan penilaian kinerja merupakan hal
yang sangat penting.
Pengukuran kinerja tergantung pada jenis pekerjaan dan tujuan dari
organisasi. Kriteria yang umum digunakan dalam pengukuran kinerja antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Sedangkan indikator kinerja
yang dikemukakan Simamora (2001) yaitu:
a. Loyalitas
Kesetiaan pegawai terhadap organisasi dan semangat berkorban demi
tercapainya tujuan organisasi.
b. Tanggung Jawab
Rasa memiliki organisasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang
dilakukan dan ditekuni serta berani menghadapi segala konsekuensi dan
resiko dari pekerjaan tersebut.
c. Ketrampilan
Kemampuan pegawai untuk melaksanakan tugas serta menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Pengetahuan
Kemampuan pegawai untuk menguasai semua hal yang berhubungan
dengan pekerjaaanya.
Menurut Gibson (dalam Saputro, 2005), standar ukuran kinerja antara
lain:
a. Kualitas Hasil Pekerjaan
meliputi ketepatan waktu, ketelitian kerja dan kerapian kerja
b. Kuantitas Hasil Pekerjaan
meliputi jumlah pekerjaan dan jumlah waktu yang dibutuhkan
c. Pengertian Terhadap Pekerjaan
meliputi pamahaman terhadap pekerjaan dan kemampuan kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id e. Kerja Sama
Meliputi kemampuan bekerja sama.
Sedangkan menurut Hasibuan (2003), unsur-unsur yang dinilai oleh
manajer terhadap para karyawannya, meliputi:
1. Kesetiaan
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya,
dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan
menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari
rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.
2. Prestasi kerja
Penilai menilai hasil kerja, baik mutu maupun kuantitas yang dapat
dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.
3. Kejujuran
Penilai menilai kejujuran melaksanakan tugas-tugasnya dalam memenuhi
perjanjian, baik bagi dirinya maupun terhadap orang lain seperti kepada
para bawahannya.
4. Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan
yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan
kepadanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan
kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih
berdaya guna dan berhasil guna.
6. Kerjasama
Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerjasama
dengan karyawan lainnya secara vertikal atau horizontal di dalam maupun
di luar pekerjaan, sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
7. Kepemimpinan
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai
pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain
atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.
8. Kepribadian
Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai,
memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta
berpenampilan simpatik dan wajar.
9. Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan
inisiatif sendiri sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan,
memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan
penyelesaian masalah yang dihadapinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan
menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di
dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.
11. Tanggung jawab
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan, pekerjaan, hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang
dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.
Dengan mengadakan penilaian kinerja maka diharapkan pimpinan
dapat memantau kinerja dari para karyawan baik secara individu maupun
sebagai suatu kesatuan kelompok kerja. Untuk itu seorang pemimpin
diharapkan dapat menetapkan kriteria penilaian yang jelas dan obyektif
sehingga penilaiaan yang dilakukan memperoleh hasil yang akurat dalam
setiap aktivitas pekerjaan yang dinilai dan dapat memberikan umpan balik
bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya,
Menurut Siagian (dalam Saputro, 2005) penilaian kinerja yang
sistematik akan sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, yaitu:
1. Mendorong Peningkatan Kinerja
Dengan mengetahui hasil penilaian kinerja maka pihak-pihak yang terlibat
dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kinerja karyawan
dapat lebih ditingkatkan lagi di masa yang akan datang.
2. Bahan Pertimbangan Keputusan Dalam Pemberian Imbalan
Dengan mengetahui hasil penilaian kinerja dapat menentukan karyawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perusahaan tidak terbatas hanya pada upah dan gaji saja, tetapi juga
berupa bonus akhir tahun, hadiah hari raya bahkan kepemilikan saham
perusahaan.
3. Kepentingan Mutasi Pegawai
Hasil penilain kinerja karyawan di masa lalu dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan mutasi karyawan di masa depan. Mutasi tersebut
dapat berupa promosi, alih tugas ataupun alih wilayah.
4. Guna Menyusun Program Pendidikan dan Pelatihan
Untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan serta untuk
mengembangkan potensi karyawan yang belum tergali sepenuhnya dapat
terungkap pada hasil penilaian kinerja.
5. Membantu Karyawan Menentukan Rencana Kariernya
Dengan hasil penilaian kinerja, personalia dapat membantu karyawan
dalam menyusun program pengembangan karier yang paling tepat guna
bagi kepentingan karyawan maupun organisasi yang bersangkutan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah
proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai kerja karyawan. Apabila
penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar akan dapat
membantu meningkatkan motivasi berprestasi sekaligus dapat meningkatkan
loyalitas para anggota organisasi yang ada di dalamnya, dan apabila ini terjadi
akan menguntungkan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, penilaian kinerja
perlu dilakukan secara formal dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Dunia kerja mempunyai berbagai masalah dan tantangan yang harus
dihadapi oleh manajer, misalnya tuntutan tugas, suasana kerja yang tidak nyaman
dan masalah komunikasi dengan orang lain. Masalah-masalah tersebut dalam
dunia kerja bukanlah suatu hal yang hanya membutuhkan kemampuan
intelektualnya, tetapi dalam menyelesaikan masalah tersebut kemampuan emosi
atau kecerdasan emosi lebih banyak diperlukan. Bila seseorang dapat
menyelesaikan masalah-masalah di dunia kerja yang berkaitan dengan emosinya
maka dia akan menghasilkan kerja yang lebih baik. Hasil dari penelitian dan
pengalaman dalam memajukan perusahaan keberadaan kecerdasan emosional
yang baik akan membuat seorang pimpinan menampilkan kinerja dan hasil kerja
yang lebih baik.
Daniel Goleman, seorang psikolog ternama, dalam bukunya pernah
mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya
cognitive intelligence saja yang dibutuhkan tetapi juga emotional intelligence
(Goleman, 2001: 37). Secara khusus para pemimpin perusahaan membutuhkan
EQ yang tinggi karena dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak
orang baik di dalam maupun di lingkungan kerja berperan penting dalam
membentuk moral dan disiplin para pekerja.
Kinerja pimpinan perusahaan akhir-akhir ini tidak hanya dilihat oleh
faktor intelektualnya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor emosinya. Seseorang
yang dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan dapat menghasilkan
kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Salah satu aspek dalam kecerdasan emosi
adalah motivasi. Salovey (dalam Goleman, 2001: 58), seperti yang dijelaskan
sebelumnya, memotivasi diri sendiri merupakan landasan keberhasilan dan
terwujudnya kinerja yang tinggi di segala bidang.
Suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Richard Boyatiz pada tahun
1982 terhadap lebih dari dua ribu penyelia, manajer menengah dan eksekutif di
dua belas perusahaan yang berbeda menunjukan bahwa manajer yang memiliki
skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik
yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan kepada
karyawan. Walaupun seseorang memiliki kinerja yang cukup baik tapi apabila dia
memiliki sifat yang tertutup dan tidak berinteraksi dengan orang lain secara baik
maka kinerjanya tidak akan dapat berkembang.