1. Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja atau lazim disebut dengan “performance evaluation”
atau”performance appraisal” adalah adalah suatu metode atau proses yang
dilakukan organisasi atau perusahaan untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan atau unit-unit kerja dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Bangun (2012:234), suatu pekerjaaan dapat diukur melalui dimensi diantaranya:
1. Jumlah pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan.
2. Kualitas pekerjaan
Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan.
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakan sesuai waktu yang ditentukan. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.
5. Kemampuan kerjasama
Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk itu jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerjasama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerja sama dengan rekan sekerjanya.
2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Simanjuntak (2011:109) tujuan diadakannya penilaian kinerja adalah “untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan serta untuk mengetahui posisi dan tingkat pencapaian sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan atau penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan akhir dapat tercapai”. Adapun manfaat dari penilaian kinerja adalah : 1. Peningkatan Kinerja Individu
Terutama bila hasil evaluasi kinerja seseorang rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan atasannya akan segera membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misal dengan bekerja lebih keras dan lebih tekun.
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Melalui evaluasi kinerja sekaligus teridentifikasi kekuatan dan kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimiliki oleh masing-masing. Dengan demikian
manajemen dan individu yang bersangkutan dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh setiap pekerja, serta mengatasi dan mengkompensasikan kelemahan masing-masing melalui program pelatihan.
3. Pemberian Kompensasi
Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan evaluasi kerja yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan langsung dalam bentuk surat penghargaan dan atau uang, pemberian bonus yang lebih besar dari pada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat atau gaji.
4. Program Peningkatan Produktivitas Perusahaan
Dengan mengetahui kinerja setiap individu, kekuatan dan kelemahan masing- masing serta potensi yang mereka miliki, manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan, antara lain dengan mencari penyebab kinerja rendah dan menyusun program untuk mengatasinya.
5. Penyusunan Kebijakan dan Program Kepegawaian
Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi, dan mutasi, serta perencanaan karier pegawai.
6. Menghindari Perlakuan Diskriminasi Terhadap Pekerja.
Evaluasi kinerja dapat menghindari perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.
3. Syarat Efektifnya Penilaian Kinerja
Cascio dalam Suwatno dan Donni Juni (2011:198), terdapat 6 (enam) syarat yang dapat digunakan sebagai alat ukur dalam mengukur efektif atau tidaknya sistem penilaian kinerja, yaitu:
Mengukur kemampuan dan motivasi penilai dalam melakukan penilaian secara terus-menerus, merumuskan kinerja karyawan secara objektif, dan memberikan umpan balik bagi karyawan
2. Keterkaitan (Relevance)
Mengukur keterkaitan langsung unsur-unsur penilaian kinerja dengan uraian pekerjaan
3. Kepekaan (Sensitivity)
Mengukur keakuratan/ kecermatan sistem penilaian kinerja yang dapat membedakan karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi, serta sistem harus dapat digunakan untuk tujuan administrasi kekaryawanan
4. Keterandalan (Reliability)
Mengukur keandalan dan konsistensi alat ukur yang digunakan
5. Kepraktisan (Practicality)
Mengukur alat penilaian kinerja yang mudah digunakan dan dimengerti oleh penilai dan bawahannya
6. Dapat diterima (Acceptability)
Mengukur kemampuan penilai dalam melakukan penilaian sesuai dengan kemampuan tugas dan tanggung jawab bawahannya. Mengkomunikasikan dan mendefinisikan dengan jelas standar dari unsur-unsur penilai yang harus dicapai
4. Pelaku Penimbang dalam Penilaian Kinerja
Setiap penimbang/ penilai harus mempunyai peluang yang baik untuk mengamati unjuk kerja dari tenaga kerja selama jangka waktu yang cukup lama. Munandar dalam Marliani (2015), beberapa kemungkinan untuk menjadi penimbang adalah sebagai berikut:
1. Atasan Langsung
Masalah yang timbul dalam penilaian yang dilakukan oleh atasan langsung adalah atasan merasa tidak kompeten untuk melakukan penilaian sehingga penilaian yang dilakukan tidak konsisten atau atasa langsung merasa tidak enak jika melakukan
penilaian yang terlalu rendah bagi karyawan, terutama jika penilaian unjuk kerja berkaitan dengan kenaikan gaji atau pemberian bonus
2. Rekan Kerja atau Teman Sejawat
Penilaian yang dilakukan oleh beberapa rekan kerja dapat meningkatkan konsistensi penilaian dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan hanya oleh seorang penilai. Akan tetapi, penilaian oleh rekan kerja juga mengandung kelemahan, antara lain rekan kerja enggan untuk saling mengevaluasi dan kemungkinan adanya bias karena kedekatan hubungan atau persahabatan
3. Karyawan
Penilaian pribadi ini merupakan penilaian yang lebih sesuai untuk tujuan pengembangan daripada evaluatif. Melalui penilaian pribadinya, karyawan dapat lebih mengatur kegiatannya dan mengembangkan dirinya. Kelemahannya adalah adanya penilaian yang cenderung lebih tinggi daripada jika dilakukan oleh orang lain dan sering tidak ada kesepakatan mengenai tingkat unjuk kerja berdasarkan penilaian karyawan dengan penilaian dari atasan
4. Bawahan Langsung
Melalui penilaian ini, dapat diperoleh informasi yang lebih akurat dan terperinci mengenai perilaku atasan karena bawahan sering bertemu dengan atasan. Masalah yang paling jelas dari penilaian oleh bawahan adalah bawahan tidak berani menilai atasannya karena takut jika atasannya akan “balas dendam”. Oleh karena itu,anonimitas merupakan hal yang penting dalam penilaian oleh bawahan
5. Kesalahan dalam Penilaian Kinerja
Munandar dalam Marliani (2015), mengelompokkan kesalahan dalam penilaian unjuk kerja, yaitu:
1. Kesalahan Konstan
a. Kesalahan kelembutan (leniency error), yaitu kecenderungan untuk memberikan nilai murah dalam penilaian unjuk kerja
b. Kesalahan kekerasan (strictness/ severity error), yaitu kecenderungan untuk terlalu keras atau pelit dalam menilai karyawan
c. Kesalahan kecenderungan berpusat (central tendency), yaitu kecenderungan memberikan nilai rata-rata kepada semua karyawan sehingga tidak ada karyawan yang menonjol baik atau tidak baik
2. Kesalahan Faktor Dominan
a. Dampak halo, yaitu penilai memberikan penilaian berdasarkan kesan-kesan global serta memberikan nilai yang sama pada semua dimensi penilaian. Misalnya, seorang karyawan yang pandai, juga akan dinilai jujur; atau sebaliknya karyawan yang penampilannya tidak rapi akan dinilai tidak teliti dalam bekerja
b. Dampak kesan pertama, yaitu penilai memberikan nilai berdasarkan kesan pertama yang dibentuknya terhadap karyawan, bukan berdasarkan unjuk kerjanya selama periode penilaian
c. Dampak perilaku terakhir, yaitu penilai memberikan penilaian hanya berdasarkan perilaku yang terlihat pada akhir periode penilaian unjuk kerja d. Dampak hasil penilaian sebelumnya, yaitu penilaian dilakukan hanya
berdasarkan hasil penilaian yang sebelumnya, dan bukan unjuk kerja pada periode penilaian yang berjalan
3. Kesalahan Egosentris
a. Kesalahan kontras, yaitu kecenderungan untuk menilai orang lain berdasarkan perbandingan dengan diri penilai sendiri atau dengan orang lain, dan bukan berdasarkan standar objektif
b. Kesalahan kesamaan (similiar to me effect), yaitu penilai cenderung menilai orang lain sesuai dengan persepsi penilai. Misalnya, karyawan yang memiliki karakteristik pribadi dan kesukaan yang sama dengan penilai akan mendapatkan nilai yang tinggi
BAB VII KOMPENSASI
1. Pengertian Kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja, prestasi kerja, kinerja atau pengabdian mereka selama bekerja di perusahaan atau organisasi. Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi, kepuasan kerja bahkan komitmen organisasi karyawan. Kompensasi bukan hanya penting untuk karyawan saja, melainkan juga penting bagi organisasi itu sendiri. Karena program-program kompensasi adalah merupakan pencerminan kepedulian terhadap karyawan dalam rangka mempertahankan sumber daya manusia. Bila organisasi tidak memperhatikan dengan baik tentang kompensasi bagi karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi
2. Jenis Kompensasi
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan berdasarkan sifat penerimaannya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu:
Kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk uang atau bernilai uang. Termasuk dalam jenis kompensasi finansial adalah gaji, upah, bonus, tunjangan, insentif, reimbursement pengobatan.
2. Kompensasi yang bersifat non finansial
Termasuk dalam kompensasi yang bersifat non finansial adalah penyelenggaraan program-program pelayanan bagi karyawan yang berupaya untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan, seperti program wisata, penyediaan fasilitas kantin atau cafetaria, catering, bus antar jemput karyawan, penyediaan tempat beribadat di tempat kerja, penyediaan lapangan olah raga, dan lain sebagainya.
3. Tujuan Pemberian Kompensasi
Menurut Handoko (2011:157), tujuan pemberian kompensasi adalah :
1. Memperoleh Personalia yang Qualified
Gaji dan kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar 2. Mempertahankan Para Karyawan yang Ada Sekarang
Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus tetap dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain
3. Menjamin Keadilan
Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi
4. Menghargai Perilaku yang Diinginkan
Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif 5. Mengendalikan Biaya-biaya
Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumberdaya manusianya pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannya
6. Memenuhi Peraturan-peraturan Legal
Program kompensasi yang baik memperhatikan dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan
4. Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Menurut Notoatmodjo (2009:144), faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi antara lain:
1. Produktivitas
Organisasi tidak akan membayar atau memberikan kompensasi melebihi kontribusi karyawan kepada organisasi melalui produktivitas mereka.
2. Kemampuan untuk membayar
Pemberian kompensasi akan tergantung kepada kemampuan organisasi itu untuk membayar (ability to pay). Organisasi apapun tidak akan membayar karyawannya sebagai kompensasi, melebihi kemampuannya. Sebab kalau tidak, organisasi tersebut akan gulung tikar.
3. Kesediaan untuk membayar
Kesediaan untuk membayar (willingness to pay) akan berpengaruh terhadap kebijaksanaan pemberian kompensasi kepada karyawannya. Banyak organisasi yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi, tetapi belum tentu mereka mau atau bersedia untuk memberikan kompensasi yang memadai.
4. Suplai dan permintaan tenaga kerja
Bagi karyawan yang kemampuannya sangat banyak terdapat di pasaran kerja, mereka akan diberikan kompensasi lebih rendah daripada karyawan yang kemampuannya langka di pasaran kerja.
5. Organisasi karyawan
Organisasi karyawan biasanya memperjuangkan para anggotanya untuk memperoleh kompensasi yang sepadan. Apabila ada organisasi yang memberikan kompensasi yang tidak sepadan, maka organisasi karyawan ini akan menuntut. 6. Berbagai peraturan dan perundang-undangan
Dengan semakin baik sistem pemerintahan, maka makin baik pula sistem perundang-undangan, termasuk di bidang perburuhan (karyawan) atau ketenagakerjaan. Berbagai peraturan dan undang-undang ini jelas akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi karyawan oleh setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta.
BAB VIII