• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apabila seluruh kriteria dapat diperoleh hasilnya, maka kinerja perusahaan dapat dinilai berada dalam keadaan Normal (Sedang), seperti terlihat pada Gambar 46.

Gambar 46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan

Tahun 2004 merupakan tahun yang cukup sulit bagi perusahaan, karena pengaruh faktor eksternal. Pada bulan februari tahun 2004 terjadi perubahan manajemen perusahaan, sehingga perlu penyesuaian baru, akan tetapi sampai saat ini banyak terjadi perubahan, efisiensi di setiap bagian, memungkinkan perusahaan dapat berjalan dengan stabil. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan, contohnya adalah bea masuk.

Penilaian kinerja ini berbeda dengan metode penilaian kinerja lain, seperti penilaian kinerja Manajemen Tradisional. Dalam manajemen tradisional, pengukuran kinerja dilakukan dengan menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan akan dilakukan oleh personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan bahwa personel akan melaksanakan tindakan sebagaimana yang diharapkan (Yuwono et al. 2004). Penilaian didasarkan kepada target yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan kepada nilai ideal yang bukan hanya dapat diterima oleh intern perusahaan. Penilaian kinerja pada penelitian ini didasarkan kepada nilai ideal yang dapat diterima oleh semua perusahaan yang ingin bersaing pada produk sejenis.

Sistem penilaian kinerja yang banyak dipakai oleh perusahaan adalah pengukuran kinerja berbasis informasi keuangan. Pada sistem ini terdapat kendala, dimana keuangan sudah tidak bisa lagi memuaskan semua pihak (Yuwono et al. 2004). Akhirnya yang menjadi kambing hitam adalah sistem akuntansi. Posisinya makin tersudut, manakala ia diharapkan sebagai penghasil laporan keuangan yang mampu menengahi berbagai kepentingan. Penilaian akan lebih objektif, jika tidak hanya menyajikan satu aspek penilaian saja. Banyak analisa keuangan yang diambil pada sistem ini, antara lain Return On Investment, Return On Capital Employed,

Economic Value Added, Residual Income, dan Return On Equity. Pada penelitian ini,

ada satu kriteria penilaian kinerja yang diambil dari sistem ini, yaitu Return On

Investment, sehingga dapat mewakili aspek keuangan.

Penilaian kinerja yang lain adalah Balanced Scorecard, yang muncul dalam era teknologi informasi, dimana dalam metode ini berupaya untuk memotivasi personel untuk mewujudkan visi dan strategi organisasi (Mulyadi et al. 1999). Pada

Balanced Scorecard terdapat empat aspek yang diukur, yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tentu saja berbeda dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini yang menilai berdasarkan delapan aspek penilaian.

A. Sistem Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja industri asam stearat, memiliki 11 item kriteria penilaian, dan ini adalah jumlah yang cukup banyak. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor pada setiap hasil penilaian kualitatif. Metode ini dipilih berdasarkan skala Bogardus, yaitu salah satu skala untuk mengukur jarak sosial yang dikembangkan oleh Emory S. Bogardus. Pada kasus ini setiap kriteria diberikan bobot yang besarnya tergantung kepada hasil penilaian pakar mengenai pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian Proses. Pada skala penilaian si penilai memberi angka pada suatu kontinum di mana individu atau obyek akan ditempatkan, dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang yang mengetahui bidang yang dinilai (Nazir 1988).

Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur (Nazir 1988). Apabila diperoleh kesulitan dalam menentukan bobot, maka dipergunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004). Nilai yang diperoleh pada teknik ini didapat berdasarkan jawaban kuesioner yang diisi oleh para pakar.

Hasil penilaian kinerja yang diperoleh, juga menggunakan if-then rules. Kaidah ini dipilih untuk mengantisipasi kondisi yang berada diluar alur interval, sehingga penilaian menjadi lebih sensitif, walaupun secara teknis membutuhkan proses yang lama, karena setiap kondisi yang mungkin terjadi, harus digambarkan satu persatu.

Sistem penilaian kinerja (measurement performance system) telah dikenal lama dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun 1919. Sistem

pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont. Pengukuran kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Apabila dilakukan perbandingan dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini, skema Dupont hanya merupakan salah satu aspek yang dinilai, dari 8 aspek penilaian kinerja yang ada. Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode 1980-an sampai 1990-an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-assestment,

Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC), Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Kueng dan Krahn. 2004). Statistical Process Control merupakan salah satu metode untuk melakukan penilaian

terhadap kapabilitas proses. Metode ini banyak dilakukan oleh banyak industri besar di Indonesia, seperti PT. Putera Raja Busana Mahameru (Texmaco Group) dan PT. Vengtay Indonesia (produsen Nike). Penilaian kinerja industri asam stearat ini, dapat dikembangkan pula untuk melakukan Statistical Process Control, dengan menambahkan database dan visualisasi grafik.

Sistem penilaian kinerja industri asam stearat memiliki konsep penilaian yang sama dengan Blanced Score Card, dimana setiap keriteria dihitung, lalu hasil yang diperoleh dibandingkan dengan interval penilaian yang telah ditentukan, sehingga berdasarkan interval tersebut, diperoleh penilaian secara kualitatif. Apabila terdapat beberapa kriteria penilaian, maka setiap kriteria tersebut diberikan bobot. Perbedaannya hanya terletak pada aspek yang dinilai, dimana pada BSC hanya menilai 4 aspek kinerja perusahaan (Kaplan 1993). Beberapa perusahaan besar seperti : Rockwater, Aple Computer, dan Advanced Micro Devices menerapkan metode tersebut, dan mengilustrasikan bagaimana scorecard mengkombinasikan pengukuran dan manajemen di beberapa perusahaan yang berbeda (Yuwono 2004). Berdasarkan aplikasi di perusahaan tersebut dapat disimpulkan bahwa BSC akan sukses ketika digunakan untuk mendorong proses perubahan (Kaplan 1993).

Sistem penilaian kinerja juga dapat dikembangkan kedalam bentuk Visual Plot, walaupun pada penilaian kinerja industri asam stearat ini tidak dilakukan. Visual Plot merupakan metode yang berhasil digunakan untuk membangun self-assessment yang lebih informatif, sehingga perusahaan mengetahui kelebihan dan kekurangannya (Lonnes & Logan 2004). Metode ini banyak digunakan oleh industri perkapalan di USA.

B. Model

Industri asam stearat merupakan industri yang kompleks, dan banyak sekali variabel yang dapat dipilih untuk melakukan penilaian terhadap industri tersebut. Cara penilaian baru akan diketahui apabila peneliti sudah memahami sistem dan masalah yang ada dalam industri asam stearat. Oleh sebab itu suatu sistem yang kompleks harus dibuat kedalam model, sehingga diperoleh bentuk yang lebih sederhana, supaya mudah untuk difahami dan dimengerti oleh si perancang sistem penilaian. Hal ini dilakukan, karena model adalah metode yang paling mudah untuk memandang suatu masalah. Model yang baik cukup hanya mengandung bagian-bagian yang perlu saja (Simatupang 1994). Dalam pembentukan model, harus diperhatikan faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku dari sistemnya, atau dengan kata lain memperhatikan pengertian (konsep) sistemnya. Dengan demikian, dapat ditentukan variabel-variabel apa saja yang menentukan performansi dari sistem yang diamati, kemudian bagaimana variabel-variabel tersebut dapat dikendalikan dan diatur. Pada akhirnya akan diperoleh suatu performansi sistem yang dikehendaki (Simatupang 1994).

Model yang dipilih untuk melakukan pemodelan pada penelitian ini adalah pemodelan sederhana, walaupun ada pemodelan lain yang sifatnya lebih kompleks. Berdasarkan Fungsi, model penilaian kinerja industri asam stearat dikategorikan sebagai Model Prediktif, yaitu model yang menghubungkan variabel terikat dan variabel bebas untuk memprediksi hasil dari kondisi tertentu dan memungkinkan untuk melakukan percobaan dengan pertanyaan ”Jika” (Bender & Edward A. 1978). Contoh lain dari model ini adalah Analisis Titik Pulang Pokok yang dikenal sebagai

(Break Event Point), jika biaya tetap diberikan, dan biaya variabel diketahui, maka titik pulang pokok dalam penjualan dapat diketahui (Newman 1988). Pemodelan peramalan dan teori antrian juga merupakan contoh lain dari model prediktif. Model peramalan berupaya untuk memprediksi nilai pada periode tertentu dimasa yang akan, berdasarkan data masa lalu atau periode sebelumnya (Biegel 1992). Apabila dibandingkan dengan model penilaian kinerja industri asam stearat, pada beberapa menu, akan terdapat proses penilaian yang konsepnya sama dengan perhitungan BEP, akan ditemukan pada penilaian kinerja keuangan yang paremeternya terdiri dari

Return on Investment (ROI) dan Net Profit Margin (NPM).

Selain model prediktif, dikenal pula model deskriptif, yaitu model yang merepresentasikan sistem nyata dan menggambarkan kondisi atau kegiatan sekarang atau masa lalu, tanpa ada suatu prediksi (Bender & Edward A. 1978). Contoh lain dari model deskriptif adalah diagram tata letak pabrik yang hanya merepresentasikan letak fasilitas pabrik beserta material flow (Apple 1997). Apabila dibandingkan dengan model penilaian kinerja asam stearat, pada salah satu menu yaitu menu ”aliran proses” terdapat pula model deskriptif, dimana menu tersebut hanya menampilkan

flow process industri asam stearat.

ISM (Interpretative Structural Modelling) merupakan konsep pemodelan lain yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. Menurut Eriyatno (1998), ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Pemodelan ISM tidak dipilih, karena pada dasarnya model penilaian kinerja industri asam stearat, hanya merupakan Sistem Penunjang Keputusan, sehingga tidak dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan suatu sistem, antara lain : (a) model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya; dan (b) model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu, dan model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran-pemikiran, tetapi juga mengadakan

evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiahnya (Simatupang 1994). Pada kasus ini model penilaian kinerja dibuat berdasarkan kondisi lapangan yang ada, akuisisi pakar dan pendekatan literatur, sehingga model yang dibuat diharapkan dapat mendekati kondisi yang sesungguhnya, dan model yang dihasilkan digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.

Kebanyakan masalah yang dihadapi industri adalah belum adanya definisi atau susunan sistem yang jelas, jadi harus dilakukan pendekatan sistem untuk membangun sistemnya secara eksplisit (Simatupang 1994). Lagi pula, sering masalah yang dihadapi merupakan masalah yang unik yang bisa saja terjadi dengan latar belakang yang berbeda. Memang telah banyak model yang tersedia yang tampaknya cocok dengan masalah yang sedang dihadapi, misalnya Balanced Scorecard yang digunakan untuk penilaian kinerja perusahaan melalui penilaian 4 aspek, yaitu :

a. Perspektif keuangan, yang dapat mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan kepada pemegang saham

b. Perspektif pelanggan, yang akan berfokus terhadap kebutuhan dan kepuasan pelanggan

c. Perspektif internal, memfokuskan perhatiannya pada kinerja kun ci proses internal yang mendorong bisnis perusahaan

d. Perspektif pembelajaran dan perkembangan, yang berupaya untuk memperhatikan langsung orang-orang dalam organisasi dan infrastruktur.

Secara sederhana, seluruh perspektif BSC, ada dalam penilaian kinerja industri asam stearat walaupun kriteria penilaiannya berbeda, namun kebutuhan penilaian bukan hanya 4 aspek saja, akan tetapi masih banyak aspek yang lain yang perlu dinilai. Oleh karena itu diperlukan modifikasi dan pengembangan model dari sistem masalah yang ditinjau. Pengembangan model tidak lain adalah suatu usaha memperoleh model baru yang memiliki kemampuan lebih di dalam beberapa aspek (Simatupang 1994)

Karakterisasi sistem yang telah diperoleh akan memberikan masukan berupa struktur masalah yang menunjukkan keterkaitan hubungan antara variabel-variabel yang penting dalam penyelesaian masalah. Proses merumuskan perilaku model dalam bentuk fungsi-fungsi suatu variabel terhadap variabel-variabel lainnya disebut formulasi atau perumusan model. Formulasi untuk kasus ini hanya akan menghasilkan model dalam bentuk diagram alir penilaian (model visual) bukan model matematik. Model ini dibuat berdasarkan teori yang berlaku di wilayah sistem, pakar yang berkaitan dengan sistem, serta justifikasi literatur. Interaksi antar variabel yang kompleks sering disederhanakan dengan menggunakan asumsi yang tepat.

Formulasi ini mengikuti lima tahap, yakni pemilihan variabel yang akan dilibatkan; pemilihan tingkat agregasi dan kategorisasi yang tepat; keputusan yang menyangkut perlakuan terhadap waktu; spesifikasi; dan kalibrasi.

1. Variabel-variabel yang dilibatkan

Sebuah model harus dapat mereproduksi suatu fenomena yang diminati oleh perancangnya, sehingga variabel yang harus dilibatkan adalah yang relevan saja. Sedangkan yang tidak, dapat diabaikan. Kebanyakan variabel yang relevan sudah dapat diidentifikasi setelah adanya pembatasan masalah. Variabel penilaian kinerja terdiri dari beberapa aspek yang dinilai, yaitu aspek material, keuangan, manajemen, proses, mesin, metode, pemasaran dan lingkungan. Variabel ini adalah variabel output Kemudian akan ada pula variabel yang mempengaruhi variabel output yang menyebabkan ia harus dimasukkan juga, yaitu aspek aspek ekonomi, dan sosial. Aspek ini dipilih berdasarkan akuisisi pakar dan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang menggunakan metode yang sama dengan objek yang berbeda. Pada tahap ini peneliti harus berfikir untuk menghasilkan suatu representasi yang dapat mewakili sistem yang nyata berdasarkan kepada daya imajinasi dan kapasitasnya (pengetahuan dan pengalaman) untuk memilih faktor-faktor yang penting dan relevan dengan masalah yang dikaji.

2. Kategorisasi

Pada tahapan ini beberapa variabel digabungkan menjadi satu variabel. Atau variabel yang dudah ada dikelompokkan, sesuai dengan relevansinya terhadap

penilaian akhir. Penilaian kinerja dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penilaian internal dan eksternal. Penilaian eksternal terdiri dari aspek sosial, lingkungan dan ekonomi. Semantara itu internal terdiri dari kelompok bahan baku, proses dan produk. Dalam kelompok nproses hanya menilai aspek material, produk akan menilai aspek metode, keuangan, personalia, mesin, dan manajemen. Sementara itu untuk kelompok produk juga akan dinilai aspek pemasaran .

3. Perlakuan terhadap waktu

Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melihat faktor waktu ini. Pertama adalah masalah horizon waktu yang dicaku suatu model. Ini terutama berkaitan dengan perencanaan yang selalu berurusan dengan sesuatu yang akan datang. Kedua, apakah waktu memang secara eksplisit perlu dilibatkan dalam model, yang berarti model tersebut dinamis, ataukah cukup statis saja. Proses penilaian kinerja, khususnya kinerja industri asam stearat akan terus mengalami perubahan seiring dengan bergulirnya waktu. Standar ideal saat ini belum tentu masih relevan untuk melakukan penilaian dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu sistem yang peneliti rancang tidak seluruh variabelnya dibuat dengan setting standar. Ada beberapa variabel penilaian yang dapat diubah karena dinamika yang memungkinkan kriteria penilaian berubah, seperti penilaian ekonomi, keuangan, metode dan mesin. Sistem ini dibuat semi dinamis yang bersifat manual. Sistem ini perlu dikembangkan lebih lanjut.

4. Spesifikasi model

Setelah perancang model memutuskan tujuan suatu model, variabel-variabel yang harus terlibat, dan tingkat yang layak bagi agregasi dan kategorisasi, maka selanjutnya ia perlu membuat hipotesis (betapapun sederhananya) tentang struktur dan perilaku fenomena yang sedang dia coba representasikan. Setelah ini dia menguraikan dengan jelas hipotesis itu, dan kalau diperlukan, menterjemahkannya ke dalam bahasa matematika.

5. Kalibrasi model

Kalibrasi adalah mencocokkan model dengan kondisi nyata. Kalibrasi mudah dilakukan bila format/bentuk dan struktur model sudah pernah dicoba pada berbagai

kesempatan sebelumnya (estimasi parameter). Apabila suatu model sama sekali baru, maka proses kalibrasi tidak mudah dilakukan, ia mungkin memerlukan simulasi. Pada kasus ini penulis berupaya untuk mensimulasikan sistem yang dibuat berdasarkan annual report perusahaan, dimana hasil analisanya dapat dilihat pada halaman sebelumnya.

Konsep formulasi model merupakan suatu upaya awal membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-variabel model (Simatupang 1994).

Contoh model lain yang digunakan untuk melakukan Self-Assessment adalah model Innovation Quotient (IO). Model ini dibuat untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan suatu perusahaan untuk melakukan perubahan dan untuk menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam melakukan self-assessment (Lannes & Logan 2004). Berbeda dengan model penilaian kinerja dalam penelitian ini, dimana model tidak melakukan penilaian terhadap kemampuan tersebut, seperti yang dilakukan oleh model IO.

Pada perancangan sistem terdapat tahapan validasi sistem. Validasi merupakan tahapan dimana model yang dihasilkan dapat dipakai pada industri asam stearat yang lain (diluar sampel yang diujicobakan). Verivikasi terhadap model perlu dilakukan untuk membandingkan model dengan kondisi empirik. Verivikasi merupakan suatu proses sebelum model tersebut menjadi valid. Tahapan lain adalah implementasi. Secara umum validasi dapat dipisahkan menjadi validasi struktural dan kinerja. Penilaian kinerja asam stearat merupakan contoh validasi struktural.

C. Pendekatan Sistem

Masalah sistem adalah masalah dengan latar belakang tertentu, mudah dikenali (diidentifikasi) dengan baik dan diketahui batasan-batasannya serta dirumuskan dengan pernyataan-pernyataan interogatif. Pendekatan sistem dipilih karena sistem yang ada sangat kompleks, melalui pendekatan ini, peneliti akan lebih mudah untuk memahami dan memilih kriteria penilaian yang paling relevan.

Guna memahami masalah sistem yang dihadapi, maka dilakukanlah pendekatan sistemik menurut salah satu prinsip berikut, yakni prinsip holistik, teleologik, dan dialektika (Simatupang, 1994). Prinsip teleologik merupakan dasar pembentukan model konseptual. Oleh karena sifatnya yang memfungsionalisasikan atribut-atribut sistem dengan melihat tujuan (teleos) dari sistem. Tujuan sistem adalah untuk memperoleh penilaian kinerja akhir perusahaan, sehingga diperoleh penilaian kualitatif Baik, Sedang dan Kurang Baik. Penilaian ini dapat dijadikan acuan bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi guna perbaikan performansi kinerja di masa yang akan datang. Melalui pendekatan sistem, eksistensi sistem dan lingkungannya dapat dipahami dengan diketahuinya elemen-elemen sistem, relasi antar elemen, dan atribut dari masing-masing elemen dan relasi. Lingkungan sistem merupakan kumpulan objek di luar batasan (boundaries) sistem yang mempengaruhi (dipengaruhi) sistem. Setelah sistemnya teridentifikasi dengan baik, kemudian dibuat konsetual model yang akan dibangun. Model konseptual ini berisikan ciri-ciri utama sistem yang penting terhadap pemecahan masalah.

Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran tingkat penyimpangan sistem dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar. Pada beberapa penilaian variabel kinerja dilakukan studi kapabilitas jangka pendek. Peneliti memperoleh standar ideal, lalu membandingkan nilai yang sesungguhnya terhadap standar ideal tersebut. Penilaian kualitatif diperoleh dari besarnya deviasi antara nilai nyata dengan standar ideal tersebut. Disamping itu ada beberapa alasan lain yang dijadikan dasar, mengapa metode ini dipilih. Menurut Alsup dan Watson (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan

2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat

3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat 4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat 5. Mengurangi waktu dan biaya studi.

Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi kapabilitas jangka pendek:

1. Mengumpulkan data 2. Kalkulasi data 3. Analisis hasil

4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil.

Nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability), karena Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat.

Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima

(Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan kontrak kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut Besterfield (1990) secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan berdasarkan:

1. Data historis

2. Pengalaman (Empirical judgment)

3. Informasi Teknik (engineering information) 4. Percobaan

5. Kemampuan produsen, dan 6. Keinginan konsumen.

Menurut Besterfield (1990) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Persentase variasi yang digunakan adalah 10 %. Nilai 10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari atau sama dengan ± akurasi maksimum (Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang

diukur dinyatakan diterima (baik), dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi maksimum maka variasi dari aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik).

Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari variasi (penyimpangan). Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan memudahkan untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai baik jika persentase variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS (Variasi Standar), dan sebaliknya aktivitas akan dinilai kurang baik jika persentase variasi lebih dari nilai VS.

Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses atau stasiun produksi dalam industri asam stearat, dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas yang terdapat dalam stasiun tersebut. Jika nilai rata-rata persentase variasi tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan kurang baik.

Sistem yang dibuat dalam penelitian ini diberi nama SPIAS 1.0. Penamaan tersebut merupakan singkatan dari Sistem Penilaian Industri Asam Stearat (SPIAS). Sistem yang dirancang pada penelitian ini masuk ke dalam Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Output yang diberikan kepada manajemen dapat dijadikan acuan

Dokumen terkait