• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.4 Penilaian Kinerja

Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah :

1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2. Perbaikan kinerja

3. Kebutuhan latihan dan pengembangan

4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan, promosi, mutasi pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja

5. Untuk kepentingan penelitian pegawai

6. membantu diagnosis terhadap kesalahan pegawai

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam

menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan ada 2 (dua) model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode peringkat merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode pertayaan menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode pilihan terarah dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar

pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatan mempunyai nilai yang sama. (d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode peristiwa kritis bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode catatan prestasi berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale = BARS)

Penggunaan metode BARS menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawan, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuan, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan diri sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyedia bersama- sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian psikolog biasa dilakukan dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi.

3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk

Pada organisasi dengan tingkat manajeman majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena mudah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Sehingga seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui permotivasian

karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan

2.2. Kepemimpinan

2.2.1. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Rivai (2005) definisi kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi interprestasi mengenai peristiwa- peristiwa para pengikut, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. Menurut Hasibuan (2003) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin memengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Istianto (2009) dalam bukunya Manajemen Pemerintahan, ada beberapa definisi kepemimpinan yang dapat mewakili tentang kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :

1. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam memimpin sedangkan pemimpin adalah orangnya yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut mengikuti apa yang diinginkan pemimpin. Oleh karena itu pemimpin harus mampu mengatur dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

2. Kepemimpinan adalah dimana seorang pemimpin harus mampu mengatur dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

3. Kepemimpinan merupakan subjek yang penting di dalam manajemen dan ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam organisasi.

4. Kepemimpinan merupakan proses berorientasi kepada manusia dan dapat diukur dari pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku organisasi.

5. Kepemimpinan pemerintahan adalah sikap, perilaku dan kegiatan pemimpin pemerintahan di pusat dan daerah dalam upaya mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara.

2.2.2. Teori Kepemimpinan

Menurut Locke (1997) Definisi kepemimpinan, berimplikasi pada tiga hal utama, yaitu: Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut, kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin. Jika tidak

ada pengikut, maka tidak akan ada pula pemimpin. Tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang atasan akan menjadi tidak relevan. Terkandung makna bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan menjalin relasi dengan pengikut mereka. Kedua, kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin mesti melakukan sesuatu, kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu posisi otoritas. Kendatipun posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, tetapi sekadar menduduki posisi itu tidak memadai untuk membuat seseorang menjadi pemimpin.

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulai sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.

Ketiga, kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk para pengikut lewat berbagai cara seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukuman, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi.

Kepemimpinan menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk memengaruhi, mengarahkan, membimbing dan

juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan memengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

Pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka pengikut akan mau mengikuti kehendak pimpinan dengan sadar, rela, dan sepenuh hati. Seringkali pengertian kepemimpinan dan manajemen disamakan oleh banyak orang, namun ada pula yang membedakan. John Kotter (Robbins, 2006) berpendapat bahwa kepemimpinan berbeda dari manajemen. Manajemen berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi kerumitan. Manajemen yang baik dapat menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencana- rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil lewat pembandingan terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan, sebaliknya, berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian mengkomunikasikan kepada setiap orang dan mengilhami orang-orang tersebut dalam menghadapi segala rintangan. Kotter menganggap, baik kepemimpinan yang kuat maupun manajemen yang kuat merupakan faktor penting bagi optimalisasi efektifitas organisasi.

Tingkah laku pemimpin yang istimewa adalah kemampuan memberi inspirasi bersama atau pemimpin sebagai inspirational motivation, memberikan gambaran ke

masa depan dan membantu orang lain, kemampuan membuat model pemecahan (idealized influence), yaitu memberi keteladanan dan merencanakan keberhasilan- keberhasilan kecil dan Kemampuan pemimpin untuk memahami tentang transformational leadership, yaitu bahwa seorang pemimpin dapat mentransformasikan bawahan melalui empat cara: idealized influence, inspirational motivation, intelectual stimulation dan individualized consideration (Bass, 1997).

Henry Mintzberg dalam Alimuddin (2002), berdasarkan studi observasi yang dilakukan secara langsung, membagi tiga jenis fungsi pemimpin atau manajer :

1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)

Fungsi interpersonal dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain yang terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan.

b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsi dengan menggunakan pengaruh untuk memotivasi dan mendorong karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Sebagai Penghubung (Liason). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungan, disamping juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahan.

2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)

Pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin:

a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid, pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu terhadap lingkungan, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar.

b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan.

c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.

3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)

Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan :

a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan, pemimpin harus memiliki sikap proaktif.

b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi.

c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Pemimpin harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian

dari organisasi. Sumber dana mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.

d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar.

Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi tanggung jawab sosial akan sangat tergantung pada para manajer (pimpinan). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasaran.

Organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan memengaruhi perilaku anggota atau anak buah. Pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahan ke arah pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Wursanto (2002) menjelaskan teori kepemimpinan adalah tentang cara seorang menjadi pemimpin, atau penyebab timbulnya seorang pemimpin. Beberapa teori tentang kepemimpinan yaitu:

1. Teori Kelebihan

Teori kelebihan beranggapan bahwa seorang akan menjadi pemimpin jika memiliki kelebihan dari para pengikut. Kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup tiga hal yaitu kelebihan ratio, kelebihan rohaniah, kelebihan badaniah.

2. Teori Sifat

Teori sifat menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang positif sehingga para pengikut dapat menjadi pengikut yang baik, sifat-sifat kepemimpinan yang umum misal bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif dan kreatif.

3. Teori Keturunan

Teori keturunan, seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan atau warisan, karena orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan orangtuanya.

4. Teori Kharismatik

Teori kharismatik menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh yang sangat besar). Pemimpin memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar.

5. Teori Bakat

Teori bakat disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin lahir karena bakat. Menjadi pemimpin karena memang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan harus dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut menduduki suatu jabatan.

6. Teori Sosial

Teori sosial beranggapan bahwa setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan.

Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman praktek. 2.2.3. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi dimana fungsi yang harus diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai (2005) secara operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Fungsi Instruktif

Fungsi instruktif bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah. 2. Fungsi Konsultatif

Fungsi konsultatif bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpin yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikut konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Menjalankan fungsi konsultatif dapat

diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksika sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

3. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang- orang yang dipimpin, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam pelaksanaan. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat sesuka hati, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4. Fungsi Delegasi

Fungsi delegasi dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/ efektif mampu mengatur aktivitas anggota secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapai tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

2.2.4. Teknik Kepemimpinan

Menurut Wursanto (2002) menjelaskan tentang teknik kepemimpinan yaitu membicarakan seorang pemimpin, menjalankan fungsi kepemimpin yang terdiri dari: 1. Teknik Kepengikutan

Merupakan teknik untuk membuat orang-orang suka mengikuti apa yang menjadi kehendak pemimpin. Ada beberapa sebab seseorang mau menjadi pengikut yaitu: a. Kepengikutan karena peraturan/ hukum yang berlaku

b. Kepengikutan karena agama

c. Kepengikutan karena tradisi atau naluri d. Kepengikutan karena rasio

2. Teknik Human Relations

Merupakan hubungan kemanusiaan yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan psikologis maupun kepuasan jasmaniah. Teknik human relations dapat dilakukan dengan memberikan berbagai macam kebutuhan kepada para bawahan, baik kepuasan psikologis ataupun jasmaniah.

3. Teknik Memberi Teladan, Semangat, dan Dorongan

Pemimpin menempatkan diri sebagai pemberi teladan, pemberi semangat, dan pemberi dorongan. Pemimpin diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaran kepada para bawahan sehingga mau dan suka mengikuti kehendak pemimpin.

2.3. Insentif

2.3.1. Pengertian Insentif

Menurut Moorehead & Griffin (2000) definisi insentif sebagai sesuatu pemberian atau penghargaan yang diberikan oleh organisasi pada seseorang/ kelompok kerja yang menunjukkan prestasi/kinerja yang baik diluar ketentuan pengupahan yang umum.

Assad (2002) menarik kesimpulan mengenai upah/insentif adalah penghargaan dari energi karyawan yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama energi karyawan, yang berwujud uang, tanpa jaminan pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan.

Siagian (1995) berpendapat bahwa imbalan berkaitan erat dengan prestasi kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor eksternal yang memengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor lain, seperti jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja tempat seseorang bergabung dalam organisasi tempat bekerja dan situasi lingkungan umum yang ada.

Stoner (1986) menyatakan bahwa imbalan merupakan faktor eksternal yang dapat meningkatkan motivasi kerja. Siagian (1995) berpendapat bahwa imbalan berkaitan erat dengan prestasi kerja seseorang.

Menurut Bandura (1986) imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Insentif dibagi dalam tujuh jenis, yaitu:

1. Insentif primer, yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fasilitas (makan, minum, kontak fisik dan sebagainya).

2. Insentif sensoris, yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya, main musik umtuk memperoleh umpan memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan).

3. Insentif Sosial, yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghargaan atau diterima di lingkungan. Penerimaan/ penolakan akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan/ hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu.

4. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi (upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan)

5. Insentif berupa aktivitas, yaitu beberapa aktivitas/ kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu.

6. Insentif status dan pengasuh, yaitu dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan.

7. Insentif yang berupa terpengaruhi standar internal, yaitu insentif yang berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan.

Gibson (1997) menyebutkan empat bentuk insentif yang umum diberikan kepada karyawan yang berprestasi, antara lain:

1. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi-materi lain dan uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif.

3. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan yang luas.

4. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja ditemukan tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai ganjaran atau punishment (hukuman).

Dokumen terkait