BAB 5 PERUMUSAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS
5.4 Penilaian Kualitatif Prioritas Strategi Kebijakan Pengembangan BBN
Gambaran dampak positif (benefit) dan negatif (cost) dari prioritas hasil rumusan kebijakan pengembangan BBN, dianalisis dengan menggunakan metode RIA (Regulatory Impact Assessment). RIA adalah suatu metode yang sistematis dan konsisten untuk menganalisis suatu regulasi atau tindakan pemerintah, serta mengkomunikasikan regulasi tersebut kepada para pengambil keputusan (ADB 2002). Metode RIA digunakan untuk menilai suatu regulasi, untuk mengevaluasi keterkaitan antara kebutuhan masyarakat dan sasaran kebijakan, kebutuhan terhadap intervensi pemerintah, efisiensi antara input dan output, efektifitas antara sasaran kebijakan dan hasil, keberlanjutan antara kebutuhan masyarakat dan hasil sebelum diterapkannya atau dirubahnya suatu regulasi.
Gambar 5.1 Tahapan metode RIA (Sumber : OECD 2008)
Tahapan metode RIA meliputi perumusan masalah, identifikasi tujuan kebijakan, identifikasi alternatif penyelesaian masalah, analisis manfaat dan biaya, komunikasi dengan stakeholders, penentuan alternatif terbaik, perumusan strategi implementasi kebijakan (OECD 2008). Metode RIA dipilih karena dapat memberikan gambaran terhadap besarnya manfaat dari kebijakan yang ditetapkan, serta proses RIA melibatkan komunikasi dari stakeholder yang terlibat, yang pada kajian ini proses tersebut sudah dilaksanakan melalui FGD.
Indikator penilaian prioritas strategi yang digunakan ditetapkan tiga, yaitu produksi biofuel, pendapatan, dan biaya. Hasil penilaian prioritas strategi kebijakan pengembangan BBN secara kualitatif disajikan pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Penilaian prioritas strategi kebijakan pengembangan BBN
Kebijakan Pemangku kepentingan
Indikator dampak
Produksi Pendapatan Biaya
Penyelarasan dan sinkronisasi kebijakan Produsen Kelapa Sawit (CPO) Meningkat sedang Meningkat sedang Tidak meningkat Industri refinery Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Produsen biodiesel Meningkat tinggi Meningkat
tinggi
Meningkat rendah Industri pencampur Meningkat tinggi Meningkat
tinggi
Meningkat tinggi Industri pengguna Meningkat
sedang Tidak meningkat Meningkat rendah Pemerintah Meningkat tinggi Meningkat sedang Meningkat sedang Implementasi dan pengawasan mandatori Produsen Kelapa Sawit (CPO) Meningkat sedang Meningkat sedang Tidak meningkat Industri refinery Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak Meningkat Produsen biodiesel Meningkat tinggi Meningkat
tinggi
Meningkat rendah Industri pencampur Meningkat
sedang
Tidak meningkat
Meningkat tinggi Industri pengguna Meningkat
sedang Tidak meningkat Meningkat rendah Pemerintah Meningkat tinggi Meningkat sedang Meningkat tinggi Pemberian insentif/subsidi biofuel Produsen Kelapa Sawit (CPO)
Tidak meningkat Tidak meningkat
Tidak meningkat Industri refinery Tidak meningkat Tidak
meningkat
Tidak meningat
Kajian Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) 81
Kebijakan Pemangku kepentingan
Indikator dampak
Produksi Pendapatan Biaya
Produsen biodiesel Meningkat sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Industri pencampur Meningkat
sedang
Tidak meningkat
Tidak meningkat Industri pengguna Meningkat
sedang Tidak meningkat Tidak meningkat Pemerintah Meningkat sedang Tidak meningkat Meningkat tinggi Peningkatan daya saing biofuel Produsen Kelapa Sawit (CPO) Meningkat sedang Meningkat sedang Tidak meningkat Industri refinery Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Produsen biodiesel Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Industri pencampur Meningkat tinggi Tidak
meningkat
Tidak meningkat Industri pengguna Meningkat tinggi Meningkat
rendah Tidak meningkat Pemerintah Meningkat sedang Meningkat sedang Meningkat tinggi
Tabel 5.8 Penilaian Prioritas Strategi Kebijakan Pengembangan BBN (lanjutan)
Kebijakan Pemangku kepentingan
Indikator dampak
Produksi Pendapatan Biaya
Peningkatan insentif investasi biofuel
Produsen Kelapa Sawit (CPO)
Tidak meningkat Tidak meningkat
Tidak meningkat Industri refinery Tidak meningkat Tidak
meningkat
Tidak meningat Produsen biodiesel Meningkat tinggi Meningkat
tinggi
Tidak meningkat Industri pencampur Meningkat
sedang
Tidak meningkat
Tidak meningkat Industri pengguna Meningkat Tidak Tidak
Kebijakan Pemangku kepentingan
Indikator dampak
Produksi Pendapatan Biaya
sedang meningkat meningkat Pemerintah Meningkat sedang Meningkat sedang Meningkat tinggi Peningkatan
anggaran dan riset biofuel Produsen Kelapa Sawit (CPO) Meningkat sedang Meningkat sedang Tidak meningkat Industri refinery Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningat Produsen biodiesel Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Industri pencampur Tidak meningkat Tidak
meningkat
Tidak meningkat Industri pengguna Meningkat
sedang Tidak meningkat Tidak meningkat Pemerintah Meningkat sedang Tidak meningkat Meningkat tinggi Pelaksaaan Uji dan
riset mesin pengguna biofuel
Produsen Kelapa Sawit (CPO)
Tidak meningkat Tidak meningkat
Tidak meningkat Industri refinery Tidak meningkat Tidak
meningkat
Tidak meningat Produsen biodiesel Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Industri pencampur Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Industri pengguna Meningkat
sedang Meningkat sedang Tidak meningkat Pemerintah Meningkat sedang Tidak meningkat Meningkat tinggi Pembuatan standar nasional biofuel Produsen Kelapa Sawit (CPO)
Tidak meningkat Tidak meningkat
Tidak meningkat Industri refineri Tidak meningkat Tidak
meningkat
Tidak meningat Produsen biodiesel Meningkat
sedang
Meningkat sedang
Tidak meningkat Industri pencampur Tidak meningkat Tidak Tidak
Kajian Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) 83
Kebijakan Pemangku kepentingan
Indikator dampak
Produksi Pendapatan Biaya
meningkat meningkat Industri pengguna Meningkat
sedang Meningkat sedang Tidak meningkat Pemerintah Meningkat sedang Tidak meningkat Meningkat sedang
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
1. Biofuel di Indonesia mempunyai potensi dan peluang untuk berkembang, dari faktor supply maupun demand, serta secara normatif didukung oleh kebijakan pemerintah. Walaupun demikian, masih terdapat regulasi terkait yang belum saling menunjang satu sama lain dalam rangka pengembangan biofuel nasional, serta dalam tataran implementasi yang masih belum optimal. Potensi dan peluang pengembangan biofuel belum termanfaatkan secara optimal yang ditandai antara lain dengan belum pernah tercapainya target mandatori penggunaan biofuel sebagai bahan bakar campuran.
2. Pemanfataan potensi dan peluang untuk pengembangan biofuel yang memberikan nilai tambah (added value) masih terbatas hanya pada tanaman kelapa sawit, meskipun beragam tanaman memungkinkan untuk dikembangkan. Kendala dan masalah pada tataran kebijakan dan riset pada sektor riil yang dihadapi merupakan satu diantara berbagai faktor penghambat pengembangan.
3. Tanaman penghasil bahan baku biodiesel yang direkomendasikan untuk dikembangkan adalah kelapa sawit, kelapa, dan kemiri sunan. Tanaman penghasil bahan baku bioetanol yang direkomendasikan untuk dikembangkan adalah tebu, sorghum, dan sagu.
4. Urutan prioritas strategi kebijakan pengembangan BBN adalah 1) Penyelarasan dan sinkronisasi kebijakan untuk memanfaatkan potensi biofuel di dalam negeri; 2) Implementasi Mandatori biofuel (biodiesel dan bioetanol) dengan pengawasan yang ketat; 3) Peningkatan daya saing biofuel melalui peningkatan pengembangan divesifikasi tanaman, produktivitas tanaman, produksi, maupun distribusi biofuel; 4) Peningkatan anggaran dan pelaksanaan riset biofuel, yang mencangkup tanaman penghasil biofuel, teknologi produksi, teknologi penggunaan produk biofuel, keramahan lingkungan (emisi GRK), serta teknoekonomi produk biofuel; 5) Pelaksanaan uji dan riset mesin pengguna biofuel sebagai bahan campuran minyak bumi sampai komposisi 30 %; 6) Peningkatan investasi sarana dan prasarana, serta teknologi biofuel sehingga produsen biofuel dapat merata hingga ke KTI; 7) Pemberian insentif/subsidi agar
Kajian Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) 85 industri biodiesel dapat menjual sampai dapat mencapai harga keekonomian; 8) Pembuatan standar nasional biofuel sebagai bahan campuran minyak bumi sampai komposisi 30 %.
6.2 Rekomendasi
1. Pengembangan biofuel menuntut kebijakan dan peraturan yang bersifat lintas sektoral/departemen yang terintegrasi, dengan pengendalian yang ketat dalam implementasinya. Kebijakan dan peraturan tersebut antara lain menyangkut aspek kewajiban untuk mencampur bahan bakar minyak dengan biofuel, dan penggunaan bahan bakar campuran biofuel untuk sektor transportasi dan industri. 2. Adanya kebijakan jangka panjang yang komprehensif dan diimplementasikan
secara konsisten terkait pengembangan biofuel berupa penyediaan lahan biofuel, pencegahan konversi penggunaan lahan biofuel, kewajiban penggunan campuran bahan bakar dan biofuel untuk sektor transportasi dan industri, serta riset biofuel. 3. Hasil kajian penentuan prioritas tanaman penghasil biofuel perlu disempurnakan dengan memasukkan kriteria tambahan, yaitu biaya produksi, margin yang diterima petani, serta keterlibatan tenaga kerja dalam menentukan prioritas tanaman penghasil biofuel
4. Pengembangan biofuel memerlukan roadmap yang jelas dan terintegrasi dari up stream (pengembangan tanaman penghasil biofuel) hingga downstream (teknologi)
5. Hasil prioritas strategi kebijakan pengembangan BBN hendaknya dilanjutkan dengan studi pengembangan kebijakan BBN dengan menggunakan metode RIA secara kuantitatif. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan gambaran benefit dan cost setiap kebijakan secara lebih rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin B. 2012. Bioenergi : Status Saat Ini dan Perspektif Ke Depan [internet]. [diacu 2014 Febuari 10]. Tersedia dari http://pse.litbang.deptan.go.id
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2015. BP Stastical Review 2015 : Pasar Energi Indonesia
2014.
Hambali E, Fifin NN, Arfie T, Athin N, H Wijaya. 2015. Potential of Biomass in
Indonesia as Bioenergy Feedstock. Surfactant and Bioenergy Research Center
(SBRC)
Handoko H, EG Sa’id, Yusman S. 2012. Permodelan Sistem Dinamik Ketercapaian Kontribusi Biodiesel dalam Bauran Energi Indonesia 2025. J Man Teknol. 11 (1) : 15-27
Jeffers RF, Jacobson JJ, Searcy EM. 2013. Dynamic Analysis of Policy Drivers for
Bioenergy Markets. Energy Policy 52 : 249 – 263. doi : 10.1016/
j.enpol.2012.08.072
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2015. Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2015-2019. [OECD] Organitation for Economic Cooperation and Development. 2008. Building an
Institutional Framework for Regulatory Impact Analysis, Guidance for Policy Maker.
Sadewo, H. 2012. Analisis Kebijakan Mandatory Pemanfaaatan Biodiesel di Indonesia. [Tesis]. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia
Soerawidjaja TH. 2011. Rintangan-rintangan Percepatan Implementasi Bioenergi. Didalam : Kadin. Memasuki Era Energi Baru dan Terbarukan untuk Kedaulatan Energi Nasional [Internet]. Seminar ; 2011 Jul 14; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID) : Kadin; [diunduh 2014 Jul 2]. Tersedia pada : http://www.kadin-indonesia.or.id/.../4%20-....pdf
Rahman T. 2015. Model Kebijakan Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Nasional
dengan Memperhatikan Ketahanan Pangan. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor
Thornley P, Deborah C. 2008. The Effectiveness of Policy Instruments In Promoting
Bioenergy. Biomass Bioenergy 32 : 903 – 913. doi : 10.1016/j.biombioe.2008.01.011
Kajian Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) 87 Wijaya H. 2015. Perumusan Kebijakan Biodiesel Kelapa Sawit dengan Menggunakan
Metode Regulatori Impact Analysis dan Model Sistem Dinamik. [Tesis]. Bogor