• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

6. Penilaian Otentik

3. Penguatan Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter

Sebagai anak bangsa kita seharusnya memikirkan apa yang menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia sehinggga sistem pendidikannya berubah terus menerus. Bangsa Indonesia mempunyai cita- cita yang sangat besar untuk memajukan kesejahteraan umum tetapi harapan ini tertunda karena karakter anak bangsa kita sangat memprihatikan. Keprihatinan ini yang membuat berkembangnya kurikulum sebagai pendidikan karakter. Menurut Maksudin (2013:58) Ada 3 alasan lain mengapa pendidikan karakter itu juga sangat penting yaitu:

1. Karakter adalah bagian esensial manusia dan karenanya harus dididikkan.

2. Saat ini karakter generasi muda bahkan yang tua mengalamai erosi, pudar, dan kering keberadaannya.

3. Terjadi detolisasi kehidupan yang diukur dengan uang yang dicari dengan menghalalkan segala cara.

Pendidikan karakter terdiri dari 2 kata yaitu pendidikan dan karakter. pendidikan itu menurut Masnur Muslich (2013: 48) adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik, mental, dan moral bagi individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia ciptaan Allah SWT. Sedangkan, karakter menurut ahli pendidikan nilai Darmiyati Zuchdi dalam (Sutarjo Adisusilo, 2012:77) merupakan sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang. Jadi berarti, pendidikan karakter itu merupakan sebuah usaha yang bersifata pendidikan yang mengajarkan seseorang menjadi pribadi yang baik dan bermoral atau memnjadikan seseorang lebih matang dan dewasa.

Menurut Screnko dalam (Samani dan Hariyanto, 2013:45) pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara menunjukkan kepribadian positif yang dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari.

b. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter saat ini merupakan topik yang banyak dibicarakan di kalangan pendidik. Pendidikan karakter diyakini sebagai aspek penting dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),

karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter masyarakat yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas” namun “kritis” bagi pembentukan karakter seseorang.

c. Ciri Dasar Pendidikan Karakter

Foerster dan Majid dalam (Heri Gunawan, 2012:36) menyebutkan ada empat ciri dasar pendidikan karakter, yaitu:

1. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai.

2. Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip dan tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko.

3. Otonomi, dimana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi.

4. Keteguhan dan kesetiaan

d. Nilai-nilai Karakter yang Dikembangkan

Pendidikan karakter yang harus diatanamkan dalam diri setiap manusia itu adalah karakter-karakter yang bernilai positif. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional dalam (Salahudin dan Irwanto, 2013:54- 56), ada 18 nilai karakter bangsa yang harus ditanamkan, diajarkan dan dikembangkan pada diri manusia, yaitu:

1. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.

3. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.

10.Semangat kebangsaan, yaitu cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11.Cinta tanah air, yaitu cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12.Menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13.Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14.Cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15.Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagi dirinya.

16.Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17.Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18.Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, karakter dimulai dalam sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

4. Pendekatan Tematik Integratif a. Pengertian Tematik Integratif

Dalam rencana penerapan kurikulum 2013 disajikan model pembelajaran tematik integratif. Ini mungkin berbeda dengan kurikulum-kurikulum yang sebelumnya. Konsep pembelajaran tematik merupakan pengembangan dari pemikiran dua orang tokoh pendidikan yakni Jakob dengan konsep pembelajaran interdisipliner dan Fogarty dengan konsep terpadu (Majid, 2014:85). Menurut Majid (2014:85) pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran maupun antar-mata pelajaran dalam sebuah tema.

Pembelajaran integratif merupakan pendekatan penting dalam konteks pembelajaran kurikulum 2013. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa pembelajaran integratif merupakan pembelajaran yang dikembangkan dengan berbasis pada konsep pembelajaran yang akuntabel dan berbasis standar. Dikatakan akuntabel karena pendekatan pembelajaran ini menekankan aspek keterbukaan dalam hal bagaimana siswa belajar dan apa saja yang mendorong siswa belajar. Sedangkan, yang dikatakan dengan berbasis standar karena pembelajaran ini menekankan upaya guru dalam mempersiapkan siswa agar mampu mencapai standar yang telah ditetapkan (Yunus Abidin, 2014:214).

Pembelajaran tematik ini agar berguna menjadi pembelajaran yang akuntabel dan standar, upaya pengembangan pembelajaran integratif dilakukan dengan melalui beberapa strategi. Yunus Abidin (2014) memaparkan ada 10 macam bentuk strategi untuk mengembangkan pembelajaran integratif tersebut, yaitu:

1. Kurikulum dikembangkan berdasarkan kebutuhan masyarakat 2. Pembelajaran difokuskan pada apa yang akan siswa kerjakan

bukan apa yang akan guru lakukan.

3. Standar kompetensi, penilaian, dan strategi pembelajaran senantiasa harus berhubungan.

4. Pembelajaran diawali dengan keputusan bersama tentang apa yang harus diketahui dan dilakukan siswa dan harus menjadi apa siswa setelah mengikuti pembelajaran.

5. Standar yang ditetapkan harus dapat diobservasikan dan diukur. 6. Penilaian dilakukan secara terintegrasi dengan strategi

pembelajaran.

7. Pembelajaran diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam menghasikan ide dan pemahaman yang luas.

8. Pembelajaran diarahkan pada upaya meningkatkan keterampilan umum yang dibutuhkan seperti keterampilan memecahkan masalah, keterampilan meneliti, dan keterampilan menguasai teknologi.

9. Guru bebas memilih gaya mengajar selama ketercapaian standar trepenuhi.

10.Materi pembelajaran merupakan kendaraan untuk memenuhi standar yang ditetapkan.

b. Keunggulan pembelajaran tematik integratif

Berdasarkan strategi pembelajaran yang telah dituliskan diatas Yunus Abidin (2014) mengungkapkan bahwa tematik integratif memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Pendekatan integratif merupakan pembelajaran yang menekankan aspek keterbukan.

2. Pendekatan integratif menekankan aspek relevansi antara apa yang dipelajari dengan apa yang dibutuhkan siswa.

3. Pembelajaran integratif merupakan seperangkat aktivitas pembelajaran dan bukan merupakan program pembelajaran yang kaku sehingga prosedurnya dapat dikembangkan guru secara kreatif.

4. Pembelajaran integratif dikembangkan berdasarkan kebutuhan siswa sehingga guru dapat secara bebas menghubungkan kurikulum dengan konteks kehidupan siswa yang senyatanya. 5. Pembelajaran integratif bersifat bertahap sehingga memastikan

tidak ada siswa yang tertinggal dibelakang. c. Prinsip Pembelajaran Tematik Integratif

Menurut Abdul majid (2014:89) ada beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik integratif, yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapamata pelajaran.

2. Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin saling terkait.

3. Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku sebaliknya

pembelajaran tematik integratif harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang memuat dalam kurikulum.

4. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal.

5. Materi pemebelajaran yang diapadukan tidak terlalu dipaksakan.

d. Karakteristik pembelajaran Tematik

Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajarn tematik memiliki karakteristik. Menurut Abdul majid (2014:89) ada 6 macam karakteristik yaitu:

1. Berpusat pada siswa

2. Memberi pengalaman langsung

3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas 4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran 5. Bersifat fleksibel

6. Menggunakan prinsip belajar sambil bermaindan menyenangkan.

e. Hambatan Penerapan Kurikulum Tematik Integratif

Penerapan kurikulum tematik integratif membutuhkan kesiapan pemangku kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi. Venville dalam (Ahmadi lif dan Sofan, 2014:101)

mengidentifikasi hambatan dalam penerapan kurikulum tematik integratif yaitu: faktor guru dan kualifikasi materi pelajaran/subject

matter, pengetahuan isi pedagogigal, kepercayaan tentang pengalaman

sekolah, sebagaimana praktik pembelajaran selama ini dan faktor kontekstual yaitu kebijakan administratif, panduan kurikulum, proses penilaian dan pelaporan dan tradisi sekolah. Kesuksesan penerapan kurikulum tematik integratif ditentukan oleh kesiapan dalam mengeliminir hambatan tersebut.

5. Pendekatan saintifik

a. Pengertian Pendekatan Saintifik

Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Proses pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata). Pendekatan saintifik ini adalah suatu pendekatan yang bersifat ilmiah.

Menurut Sudarwan dalam Abdul Majid (2014: 194), pendekatan saintifik bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan dan penjelasan tentang suatu kebenaran.

b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah

Gambar 1. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah

Kegiatan pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik moderen dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Penedekatan ilmiah dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali, informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian menalar dan mengkomunikasikan. Untuk lebih jelasnnya, berikut adalah

Sikap (Tahu Mengapa) Sikap (Tahu Bagaimana) pengetahuan (Tahu Apa ) Produktif, kreatif Dan afektif

pendekatan (Scientific approach) dalam pembelajaran. (Abdul Majid (2014: 211)

1) Mengamati / (observing)

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan pembelajaran (Meaningfull Learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu,seperti menyajikan media obyek secara nyata,peserta didik senang dan bertantang,dan mudah pelaksanaanya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam permendikbud nomor 81a,hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca.Pendidik menfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan,melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2) Menanya/ (Questioning)

Pendidik yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,

keterampilan, dan pengetahuannya. Pendidik perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak.Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari pendidik, masih memerlukan bantuan pendidik untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaaan secara mandiri.Ketika pendidik menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong peserta didiknya untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a tahun 2013 adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai kepertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam menanya adalah pengembangan kreativitas,rasa ingin tahu,kemampuan merumuskan pertanyaanh untuk membentuk

pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.Adapun beberapa fungsi bertanya,antara lain: a) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian

peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran b) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif

belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.

c) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

d) Mendorong peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.

e) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.

3) Menalar/ (Associating)

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi

peserta didikharus lebih aktif daripada pendidik. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta- fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupah pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah.

Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam permendikbud nomor 81a tahun 2013 adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan maupun hasil dari kegiatan mengamati dan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yuang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu pendekatan dan model pembelajaran informasi dengan informasi lainnya,menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangklan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiakan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi.

4) Mencoba / (Experimenting)

Mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah :

(1) Menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum.

(2) Mempelajari cara- cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan.

(3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil- hasil ekspermien sebelumnya.

(4) Melakukan dan mengamati percobaan

(5) Mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data.

(6) Menarik kesimpulan atas hasil percobaan

(7) Membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba sebagai berikut.

a) Persiapan

Dalam eksperimen hal-hal yang diperhatikan adalah menetapkan tujuan eksperimen, mempersiapkan alat atau bahan, dan mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat atau bahan yang tersedia

b) Pelaksanaan

Selama proses eksperimen atau mencoba, pendidik ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Disini pendidik harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik. Selama proses eksperimen atau mencoba, pendidik hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termaksud membantu mengatasi dan memecahkan masalah- masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.

c) Tindak lanjut

Tindak lanjut dalam bereksperimen adalah peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada pendidik, pendidik memeriksa hasil eksperimen peserta didik, pendidik memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen, pendidik dan peserta didik mendiskusikan masalah- masalah yang ditemukan selama eksperimen, dan Pendidik dan peserta didik memeriksa dan meyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan.

5) Mengkomunikasikan (Networking)

Pada pendekatan saintifik pendidik diharapkan member kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh pendidik sebagi hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan

“mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran

sebagaimana dalam permendikbud nomor 81a tahun 2013 adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis atau media

lainnya. Kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

6) Penilaian Otentik

a. Pengertian Penilaian Otentik

Salah satu yang tercakup pada kurikulum 2013 adalah penilaian otentik. Yang dinamakan penilaian otentik apabila penilaian ini siswa dapat menampilkan tugas atau situasi yang sesunggguhnya serta mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna Mueller dalam (Kurinasih dan Sani Berlin, 2013:58). Menurut Kunandar (2013:35) penilaian otentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di standar kompetensi (SK) atau kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahawa penilaian autentik ini mencakup semua aspek.

Penilaian dalam kurikulum 2013 mengacu pada Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan. menurut Permendikbud tersebut standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedu, dan instrumen penilaian hasil belajar

siswa. salah satu penekanan dalam kurikulum 2013 ini ada penilaian autentik.

b. Karakteristik Penilaian Otentik

Menurut Nurhadi dalam Basuki Ismet (2014:171) menyatakan penilaian otentik memiliki 10 karakteristik. Karakter tersebut sebagai berikut:

1) Melibatkan pengalaman nyata

2) Dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung 3) Mencakup penilaian pribadi dan refleksi

4) Yang diukur keterampilan da performansi, bukan mengingat fakta 5) Berkesinambungan

6) Terintegrasi

7) Dapat digunakan sebagai umpan balik

8) Kriteria keberhasialan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas 9) Menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar

10)Bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran.

c. Keunggulan Penilaian Otentik

Basuki Ismet (2014:175-176) menjelaskan tentang keunggulan dan kelamahan penilaian otentik sebagai berikut.

1) Berfokus pada keterampilan analisis dan keterpaduan pengetahuan

2) Meningkatkan kreativitas

3) Merefleksikan keterampilan dan pengetahuan dunia nyata 4) Mendorong kerja kolaboratif

5) Meningkatkan keterampilan lisan dan tertulis

6) Langsung menghubungkan kegiatan asesmen, kegiatan pengajaran, dan tujuan pembelajaran

7) Menekankan kepada keterpaduan pembelajaran disepanjang waktu.

d. Kelemahan Penilaian Otentik

1) Memerlukan waktu yang intensif untuk mengelola, memantau, dan melakukan koordinasi

2) Sulit untuk dikoordinasikan dengan standar pendidikan yang telah ditetapkan secara legal

3) Menantang guru untuk memberikan skema pemberian nilai yang konsisten

4) Sifat subjektif dalam pemberian nilai akan cenderung menjadi bias

5) Sifat penilaian yang unik mungkin tidak dikenali siswa 6) Bisa bersifat tidak praktis untuk kelas yang berisi banyak

7) Hal yang menantang untuk mengembangkan berbagai jenis materi ajar dan berbagai kisaran tujuan pembelajaran.

7. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut Kemp

Dokumen terkait