• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian

4.2.1.2 Peningkatan Aktivitas Siswa

Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA menggunakan model STAD dengan media crossword puzzle terjadi peningkatan pada setiap siklusnya. Siklus I pertemuan 1 memperoleh skor rata-rata 2,08 dengan kriteria cukup/C. Pada siklus I Pertemuan 2 terjadi peningkatan skor rata-rata menjadi 2,4 dengan kriteria baik/B. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II pertemuan 1 memperoleh skor rata-rata 2,83 dengan kriteria baik/B. Pada siklus II Pertemuan 2 terjadi peningkatan skor rata-rata menjadi 3,22 dengan kriteria baik/B.

Indikator kesiapan siswa mengikuti pembelajaran, yang meliputi berada di kelas sebelum guru masuk, menyiapkan alat tulis, LKS dan buku paket, menempati tempat duduk, pada siklus I pertemuan 1 memperoleh skor rata-rata 2,17 dengan kriteria cukup dan meningkat pada pertemuan 2 menjadi 2,61 dengan kriteria baik. Pada siklus II perolehan skor rata-rata mengalami peningkatan menjadi 2,69 dengan kriteria baik dan kembali meningkat pada pertemuan 2 menjadi 3,04 dengan kriteria baik. Sesuai pendapat Anitah dkk (2009: 4.4) kegiatan pembelajaran perlu didasari oleh kesiapan dan semangat belajar siswa. Kesiapan (readiness) belajar siswa merupakan salah satu prinsip belajar yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru perlu membantu mengembangkan kesiapan belajar dan menumbuhkan semangat siswa dalam belajarnya.

Indikator menanggapi apersepsi pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata skor 2,13 dengan kriteria cukup, kemudian pada pertemuan 2 rata-rata

skor 2,13 dengan kriteria cukup. Pada siklus II pertemuan 1 rata-rata skor yang diperoleh 3,04 dengan kriteria baik kemudian meningkat pada pertemuan 2 menjadi 3,22 dengan kriteria baik. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa selama pelaksanaan tindakan. Menurut Sanjaya (2012: 135), pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa, menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar yang berorientasi pada aktivitas siswa.

Indikator aktivitas siswa menyimak materi pembelajaran dengan power point yang meliputi diam saat guru sedang menjelaskan, menanyakan hal yang belum dipahami, tidak mengganggu teman, tidak bermain sendiri, memperoleh rata-rata skor 1,91 dengan kriteria cukup, mengalami peningkatan pada pertemuan 2 menjadi 1,96 dengan kriteria cukup. Pada siklus II pertemuan 1 rata-rata skor 2,52 denagn kriteria baik dan pada pertemuan 2 meningkat menjadi 2,96 dengan kriteria baik. Peningkatan aktivitas siswa ini dikarenakan dalam menyampaikan materi guru dibantu dengan media yang dapat menarik perhatian siswa. Sebagaimana pendapat Hamdani (2011: 73) penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi siswa. Selain itu merangsang siswa mengingat apa yang sudah dipelajari. Media yang baik akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik, dan mendorong siswa melakukan praktik-praktik yang benar.

Indikator membentuk kelompok dengan tertib pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata skor 2,56 dengan kriteria baik. Pada pertemuan 2 rata-rata skor 2,30 dengan kriteria cukup. Kemudian pada siklus II pertemuan 1 terjadi peningkatan rata-rata skor menjadi 2,61 dengan kriteria baik. Pada pertemuan 2

rata-rata meningkat menjadi 3,22 dengan kriteria baik. Siswa membentuk kelompok sesuai pembagian kelompok yang dilakukan guru. Pembagian kelompok dilakukan guru agar terjadi keseimbangan antar kelompok. Kelompok kooperatif menurut Huda (2011: 173) harus diupayakan terdiri dari beragam tingkat kemampuan, etnis maupun jenis kelamin. Hal ini memungkinkan level kemampuan, motivasi maupun status anatara kelompok yang satu dengan yang lain setara atau comparable.

Aktivitas siswa berdiskusi dalam mengerjakan soal yang didesain dengan

crossword puzzle memperoleh rata-rata skor 1,87 dengan kriteria cukup pada pertemuan 1, kemudian meningkat menjadi 2,17 dengan kriteria cukup pada pertemuan 2. Rata-rata skor yang diperoleh pada siklus II pertemuan 1 menjadi 2,83 dengan kriteria baik, kemudian meningkat lagi menjadi 3,22 dengan kriteria baik pada pertemuan 2. Sesuai pendapat Trianto (2007:41) pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.

Inikator menanggapi hasil diskusi, pada siklus I pertemuan 1 rata-rata skor yang diperoleh 1,83 dengan kriteria cukup, pada pertemuan 2 meningkat menjadi 2,52 dengan kriteria baik. Aktivitas siswa indikator ini pada siklus II pertemuan 1 rata-rata skor mengalami peningkatan menjadi 3,17 dengan kriteria baik, dan pada pertemuan 2 meningkat menjadi 3,26 dengan kriteria baik. Guru sebagai fasilitator harus bisa merancang pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Sebagaimana pendapat Hamalik (2008: 171) pembelajaran dapat disebut efektif apabila dapat menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri bagi

siswa. Siswa belajar sambil berbuat sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan bermakna untuk hidup di masyarakat.

Indikator aktivitas siswa menyimpulkan hasil diskusi pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata skor 1,65 dengan kriteria cukup, pada pertemuan 2 mengalami peningkatan menjadi 2,48 dengan kriteria baik. Pada siklus II pertemuan 1 rata-rata skor yang diperoleh siswa 2,40 dengan kriteria baik dan meningkat menjadi 3,13 dengan kriteria baik. Aktivitas siswa mengalami peningkatan perbaikan dari siklus I ke siklus II. Sesuai pendapat Dierich dalam Sardiman (2011: 100) yang tergolong dalam aktivitas lisan (oral activities) diantaranya yaitu mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, mengemukakan suatu fakta atau prinsip.

Indikator menjawab kuis individual pada siklus I pertemuan 1 rata-rata skor yang diperoleh 2,43 dengan kriteria baik, meningkat pada pertemuan 2 menjadi 2,52 dengan kriteria baik. Pada siklus II pertemuan 1 rata-rata skor meningkat menjadi 3,26 dengan kriteria baik dan mengalami peningkatan lagi pada pertemuan 2 menjadi 3,48 dengan kriteria sangat baik. Pembelajaran dengan model STAD salah satu tahapnya menurut Huda (2011: 116) yaitu adanya kuis untuk menguji siswa secara individual. Perolehan nilai kuis setiap anggota menentukan skor yang diperoleh oleh kelompok mereka. Jadi, setiap anggota harus berusaha memperoleh nilai maksimal dalam kuis jika kelompok mereka ingin mendapatkan skor yang tinggi.

Indikator mengerjakan evaluasi pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata skor 2,13 dengan kriteria cukup, kemudian pada pertemuan 2 meningkat menjadi 2,78 dengan kriteria baik. Pada siklus II pertemuan 1 rata-rata skor meningkat menjadi 2,91 dengan kriteria baik dan meningkat lagi menjadi 3,43 dengan kriteria sangat baik pada pertemuan 2. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap kompetensi yang diajarkan guru. Sesuai pendapat Anitah dkk (2009: 9.1) dari hasil evaluasi dapat diketahui adanya siswa yang telah mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan atau kompetensi yang ditetapkan dan adanya siswa yang belum mencapai tingkat penguasaan yang diharapkan.

Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Keterlibatan aktif siswa dengan objek-objek ataupun gagasan mereka menurut Uno dan Mohamad (2012:76) dapat mendorong aktivitas mental anak untuk berpikir, menganalisa, menyimpulkan, menemukan pemahaman konsep baru dan mengintegrasikannya dengan konsep yang sudah diketahui sebelumnya. Pendapat tersebut didukung Anitah (2009: 2.13) bahwa kegiatan pembelajaran adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan siswa dalam upaya mengubah perilaku yang dilakukan secara sadar melalui interaksi dengan lingkungan. Proses belajar mengajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh desain pelajaran maupun strategi yang diterapkan guru dalam pembelajaran.

Dokumen terkait