• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Sistematika Penulisan

1. Peningkatan Karakter Peserta didik

Secara etimologi, kata karakter berasal dari bahasa latin

“character” atau bahasa Yunani “kharassein” yang berarti

memberi tanda (to mark), atau bahasa Prancis “Caracter” yang berarti membuat tajam atau membuat dalam.”1

Pengertian tersebut di atas, telah dikemukakan oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, dalam buku Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Sedangkan definisi karakter dalam bahasa inggris yaitu “Character”, yang memiliki arti: watak, karakter, sifat, peran, dan huruf.”2

Pengertian tersebut di atas telah dikemukakan oleh M. John Echols, & Hasan Shadily, dalam buku Kamus Inggris-Indonesia. Adapun dalam kamus umum bahasa Indonesia, karakter di artikan sebagai tabi‟at, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti, yang

1

Abdul Majid, dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2015. h. 1

2

M. John Echols, & Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2003, h. 109-110

membedakan seseorang daripada yang lain.” 3 Pengertian tersebut di atas, telah dikemukakan oleh Poerwadarminta, W.J.S. dalam buku, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Karakter juga diberi arti “adistinctive differenting mark (tanda yang membedakan seseorang dengan orang lain.”4

Pengertian karakter tersebut di atas, telah dikemukakan juga oleh H. Martin Manser, dalam bukunya “Oxford

Learner Pocket Dictionary”. Sedangkan Karakter Secara

terminologis, para ahli mendefinisikan karakter dengan redaksi yang berbeda - beda. Doni Koesoema memahami, ”Karakter sama dengan kepribadian, yaitu; ciri atau karakteristik, atau juga, atau sifat khas dari diri seseorang, yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil.” 5

Pengertian pendidikan karakter tersebut di atas telah dikemukakan oleh A. Doni Koesoema, dalam bukunya Pendidikan Karakter; Strategi Pendidikan Anak di Zaman Global.

Menurut penulis, karakter yang ada pada diri seseorang, adalah menunjukkan tentang sifat-sifat yang ada pada diri pribadi, yang memungkinkan ia memiliki sifat-sifat itu, dan kemungkinan pula sifat-sifat itu lepas dari mereka. Hal ini menunjukkan betapa penting karakter, yang harus ada dan harus dimiliki oleh seseorang peserta didik dan orang lain. Oleh karena sifat-sifat itu akan menunjukkan kepada jati diri pribadi seseorang, yang merupakan salah satu ciri karakteristik yang harus dimiliki mereka, dan hal itu merupakan sifat khas yang melekat pada diri seseorang, hal ini biasanya ditimbulkan dan bersumber dari lingkungan, baik yang beasal dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakatnya, pada ketika mereka masih beranjak usia anak-anak. Maka dari sini akan terekam kuat pada otak mereka, hingga mereka tumbuh dewasa.

Tazkirotun Musfiroh mendefinisikan “Karakter dengan serangkaian sikap (attitude), perilaku (behaviors), motivasi

(motivation), dan keterampilan (skills). Hermawan kertajaya

berpendapat, karakter adalah ciri khas yang memiliki suatubenda atau individu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar, pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin pendorong, bagaimana seseorang

3

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Arruz Media, 2014, h. 521

4

H. Martin Manser, Oxford Learner Pocket Dictionary, USA: Oxford University Press, 1995, h. 218

5

A. Doni Koesoema, Pendidikan Karakter; Strategi Pendidikan Anak di Zaman

bertindak, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu.” 6

Pendapat di atas telah dikemukakan oleh Tazkirotun Musfiroh. Yang dikutip dari buku “Pendidikan Karakter; Konsep dan implementasi”.

Sedangkan menurut penulis yang dimaksud dengan karakter adalah serangkaian sikap baik dan sikap buruk, yang biasa melekat pada diri pribadi peserta didik dan orang lain, yang dapat mencerminkan dan menunjukkan baik dan buruknya seseorang. Dari sini mereka akan memiliki predikat dari orang sekitarnya, bahwa mereka dapat dikatakan memiliki sikap baik atau sebaliknya.

Karakter juga dapat dikatakan serangkaian sikap perilaku, yang menunjukkan kepada sikap-sikap perilaku baik atau buruk, yang kadang kala dimilikinya sifat-sifat itu, dan melekat pada diri pribadi, dan kadang kala pula hal itu menghilang dengan seketika dari diri mereka, di sebabkan karena adanya gangguan emosional yang tidak terkontrol oleh akal pikiran yang sehat, atau di bawah kesadaran mereka.

Antara sikap dan perilaku yang dimiliki oleh seseorang, biasanya di sebabkan dari keterampilan yang sedang mereka hadapi, miliki, kuasai, dan sedang di laksanakan. Jika skil yang dimilikinya itu mengarah kepada hal-hal yang posistif, maka sudah barang tentu mereka akan memiliki karakter yang baik, akan tetapi jika skil yang dimilikinya itu mengarah kepada hal-hal yang negatif, maka sudah barang tentu mereka akan memiliki karakter yang tidak baik atau buruk.

Dalam buku “Desain Induk pembangunan Karakter bangsa” Kementrian Koperasi dan Kesejahteraan Rakyat, telah dikatakan bahwasanya Karakter secara kohern, memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, dan karsa, serta olah raga seseorang, atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.”7

Sejalan dengan pendapat tersebut, E. Mulyasa dalam bukunya Manajemen Pendidikan karakter, ia merumuskan karakter, dengan sifat-sifat alami seseorang, dalam merespon situasi yang di wujudkan dalam perilaku. Karakter juga bisa di artikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi, yang melekat dan dapat di identifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik. Dalam arti secara khusus ciri-ciri membedakan antara satu individu dengan lainnya, dan karena

6

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter; Konsep dan implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 2

7

Kementrian Koperasi dan Kesejahteraan Rakyat, Desain Induk Pembangunan

ciri-ciri karakter tersebut dapat di identifikasi, pada perilaku individu dan bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan kepribadian individu.”8

Pendapat tersebut di atas telah dikemukakan oleh E. Mulyasa, yang telah merumuskan karakter dengan sifat-sifat alami seseorang. Dalam hal ini penulis sependapat dengan pernyataan, yang telah dikemukakan oleh E. Mulyasa, bahwa memang benar karakter yang ditimbulkan oleh seseorang, telah tumbuh dan berkembang secara totalitas, dari ciri-ciri kepribadi yang melekat dan dapat di identifikasi, pada perilaku individu yang selalu berubah-ubah pada setiap harinya, bergantung situasai dan kondisi akal pikiran seseorang pada ketika itu.

Sedangkan menurut ilmuan Philips, sebagaimana dikutip oleh syarbini, bahwa “Karakter ialah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system yang melandasi pemikiran, Perasaan sikap, dan perilaku yang di tampilkan seseorang.”9

Definisi ini sama dengan penjelasan Thomas Lickona, yang menyatakan bahwa karakter adalah “Mengandung tiga unsur pokok, yaitu; mengetahui hal yang baik (knowing the good), menginginkan hal yang baik

(desiring the good), dan melakukan”. Sedangkan menurut Ahmad

Tafsir, bahwa yang dinamakan “Karakter merupakan perilaku yang di lakukan secara otomatis”. 10

Pendapat di atas telah dikemukakan juga olah ilmuan Philips sebagaimana dikutip oleh syarbini. Sedangkan yang dimaksud dengan karakter menurut penulis, ialah serangkaian tata nilai yang terdapat pada diri seseorang individu yang dilandasi dengan akal pikiran seseorang, dan dapat juga dikatakan perasaan sikap yang mereka miliki, dan perilaku yang tercermin dalam kehidupan pada keseharian mereka.

Pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi, adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif, kepada lingkungannya.” 11

8

E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. h. 24

9

Amirullah Syarbini, “Model Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga Studi Tentang

Pendidika Karakter dalam Keluarga Perspektif Islam,” Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, Cet.

Ke-1, 2016. h. 15

10

Aan Hasanah, Pendidikan Karakter, Jakarta: Rineka Cipta, 2015. h. 30

11

Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter; Solusi yang tepat Untuk Membangun

Sedangkan menurut penulis yang dimaksud dengan Pendidikan karakter adalah usaha seseorang pendidik, dalam melakukan perbaikan akhlak atau moral bagi para peserta didik, melalui pendidikan agama, yang didalamnya mengandung unsur-unsur pendidikan budi pekerti, yang akan ditanamkan kepada peserta didik, dalam rangka untuk mendidik anak-anak, agar mereka memiliki karakter yang islami, dan dapat mempraktikkannya, serta dapat memberikan kontribusi yang positif, kepada lingkungan masyarakat dan orang lain yang ada di sekitarnya.

Menurut Mohammad Fakry Gaffar, yang dimaksud dengan karakter adalah “Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan, untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang, sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.”12

Sedangkan menrurut penulis yang dimaksud dengan karakter adalah memiliki pandangan yang tidak berbeda, dengan pandangan yang telah dikemukakan oleh ilmuan tersebut, yaitu; adanya sebuah kegiatan transformasi tata nilai, dalam kehidupan seseorang peserta didik atau orang lain, yang telah ditumbuh kembangkan oleh diri pribadi mereka, dalam kehidupan sehari-hari.

Ada tiga pengertian dari definisi yang telah di kemukakan oleh Mohammad Fakry Gaffar, yaitu: Proses transformasi nilai-nilai karakter dapat ditumbuhkembangkan dalam kepribadian masing-masing, dan karakter menjadi satu dalam perilaku sehari-hari pada diri individu seseorang. Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis spiritual, dalam proses pembentukan pribadi adalah pedagogic jerman FW. Foerster yang menyatakan bahwa “pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan

pedagogic natural Rousseou, dan instrumentalisme pedagogis Dewey”. 13

Adapun ciri-ciri dari ketiga pengertian yang telah di kemukakan oleh Mohammad Fakry Gaffar, yaitu: mengandung arti bahwasanya yang dimaksud dengan “Proses transformasi nilai-nilai yang dimaksud, adalah mentrasfer tata nilai yang ada dalam diri individu seseorang, kepada orang lain yang ada disekitarnya, dan karakter itu sendiri dapat ditumbuhkembangkan dalam kepribadian masing-masing individu, dalam kehidupan sehari-hari, dan menjadi satu dalam perilaku mereka”.

12

Abdul Majid, dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, ... ... ... h. 8

13

Mohammad Fakry Gaffar, Pendidikan Karakter Berbasis Islam, disampaikan pada

b. Definisi Karakter Islami

Yang dimaksud dengan definisi karakter Islami, menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairi, dalam buku Minhajul Muslimin Konsep Hidup Ideal Dalam Islam, ia mengatakan bahwa “Sikap dan perilaku yang patuh, dalam melaksanakan syariat Islam, dalam kehidupan sehari-hari yang berorientasi dan berhaluan pada ahlu al-Sunnah Wa al-Jamaah. Sedangkan karakter islami itu sendiri memliki pengertian, yaitu; terkait pada masalah sifat seseorang, budi pekerti, akhlak al-karimah, etika, atau tingkah laku yang memiliki sifat-sifat keislaman pada diri seseorang. Akhlak adalah suatu bentuk karakter yang kuat didalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan yang bersifat iradiyyah, dan ihtiyariyyah, atau kehendak dan pilihan”.14

Setelah membaca pendapat tersebut di atas, yang telah di katakan oleh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, ia menitik beratkan pada penekanan sikap perilaku seseorang muslim, khususnya peserta didik, agar selalu memiliki sikap dan perilaku yang baik, taat dan patuh dalam melaksanakan aturan syari‟at, yang terdapat dalam Islam dalam kehidupan keseharian, yang berorientasi kepada ajaran ahlu al-Sunnah Wa al-Jama‟ah. Karakter islami akan tercermin kedalam masalah sifat seseorang, budi pekerti, dan lain sebagainya, yang terdapat pada diri seseorang muslim yang tertanam kuat dalam jiwa mereka.

Sementara itu apa yang telah dikatakan jahiz, terkait pada masalaah akhlak yang terdapat dalam buku Ensiklopedia, Akhlak Muhammad Shalallahu „Alaihi Wasallama, karangan Mahmud al-Misri, ia mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan akhlak adalah “Keadaan jiwa seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatannya, tanpa pertimbangan lama maupun keinginan. Dalam beberapa kasus akhlak ini sangat meresap, sehingga menjadi bagian dari watak dan karakter seseorang, namun dalam kasus lain, akhlak merupakan perpaduan dari proses latihan dan kemauan keras seseorang. Selanjutnya ia mengatakan bahwa, sebagian ulama berpendapat bahwa, akhlak dalam perspektif Islam, adalah sekumpulan asas dan dasar yang di ajarkan oleh wahyu ilahi, untuk menata perilaku manusia. Hal ini dalam rangka mengatur interaksinya dengan orang lain. Tujuan akhir dari semua itu, adalah

14

Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhajul Muslimin Konsep Hidup Ideal Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, h. 347

untuk merealisasikan tujuan diutusnya manusia diatas muka bumi ini”.15

Setelah membaca pendapat tersebut di atas, yang telah di kemukakan oleh jahiz, terkait pada masalah akhlak bahwa ia menjelaskan pada keadaan jiwa, yang terdapat pada diri setiap individu, terutama individu muslim. Karena jiwa menurutnya selalu dapat mewarnai setiap tindakan dan perbuatannya, dalam kehidupan seseorang sehari-hari, tanpa pertimbangan lama maupun keinginan. Akhlak menurutnya juga, adalah bagian dari watak seseorang, karena watak dan karakter seseorang, adalah merupakan perpaduan dari proses latihan dan kemauan keras seseorang, ada sebagian ulama berpendapat menurutnya bahwa, akhlak dalam persfektif Islam, adalah sekumpulan asas dan dasar yang di ajarkan oleh wahyu ilahi, untuk menata perilaku manusia agar dapat mengatur interaksinya dengan orang lain.

Kata akhlak ketika di sandarkan pada kata islam, maka akan bernilai islami, karena itu maka kata akhlak, adalah bentuk karakter yang kuat dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan yang bersifat iradiyyah, atau yang kita katakan keinginan, dan ikhtiyariyyah, yang menjadi bagian dari watak seseorang, dan dapat dikatakan bernilai islami, yaitu; pada dirinya terdapat nilai-nilai islami yang bersumber dari wahyu ilahi, yaitu qur‟an al-karim, dan al-hadits Nabi SAW. Dari kedua sumber itulah sebagai barometer seseorang individu muslim, harus bercermin kepada keduanya, didalamnya terdapat sekian banyak aturan, tuntunan, dan ajaran akhlak yang amat baik dan sempurna.

Karena itu kata dalam hadits dapat dimaksudkan, yaitu; “Hadits yang mempunyai beberapa sinonim yaitu sunnah, khobar, dan atsar yang maknanya apa yang disandarkan kepada Nabi SAW selain al-qur‟an. Namun makna yang mencakup adalah sumber berita yang datang dari Nabi SAW baik perkataan, atau perbuatan dan atau persetujuan” 16

c. Urgensi Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam

Yang dimaksud dengan Urgensi Pendidikan Karakter, Dalam Perspektif Islam, yang terdapat dalam buku karangan Mahmud al-Misri, dengan judul Ensiklopedia Akhlak Muhammad Shalallahu

15

Mahmud Al-Misri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad Shalallahu „Alaihi

Wasallama, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2011, h. 6

16

„Alaihi Wasallama, ia menjelaskan bahwasanya “Ada dua ciri urgensi pendidikan karakter dalam perspektif Islam yaitu:

1) Karakter robbani, yaitu; yang menjadi dasar dan paling kuat. Karena setiap detik kehidupan manusia harus berdasarkan atas hasratnya, untuk berkhidmah kepada Allah melalui interaksinya dengan makhluknya. Karena itu wahyu dirilis sejalan dengan bentuk tatanan akhlak ini.

2) Karakter manusiawi. Karakter ini jika dilihat dari segi akhlak, yang merupakan aturan hukum dari dasar-dasar budi pekerti umum lainnya. Manusia memiliki peranan dalam menentukan kewajiban tertentu yang khusus dibebankan kepadanya. Selain itu ia memiliki peranan dalam mengenang perilaku manusia yang lain. Atas dasar inilah akhlak dipandang sebagai jiwa agama Islam”.17

Setelah membaca pendapat tersebut di atas, yang telah di kemukakan oleh Mahmud al-Misri, bahwa ia telah membagi akhlak kedalam dua bagian, yaitu; Karakter Robbani, dan Karakter manusiawi. Adapun yang dimaksud dengan akhlak Robbani menurutnya, yaitu; bahwa ia menitik beratkan pada akhlak, yang menjadi tolok ukur dan menjadi dasar dan paling kuat pada diri seseorang muslim, yang selalu tertaut pada Allah SWT. Karena setiap detik kehidupan manusia, harus berdasarkan atas hasratnya, untuk berkhidmah kepada Allah SWT melalui interaksinya dengan makhluknya. Karena itu wahyu dirilis sejalan dengan bentuk tatanan akhlak ini. Sedangkan pada bagian yang kedua memiliki makna bahwa yang dimaksud dengan Karakter manusiawi. Adalah Karakter seseorang muslim yang dapat dilihat dari segi akhlak, adalah merupakan aturan hukum dari dasar-dasar budi pekerti umum lainnya. Karena pada umumnya manusia memiliki peranan yang teramat penting, jika dalam menentukan aktifitas dan melakukan suatu kewajiban tertentu yang khusus dibebankan kepadanya. Selain itu ia memiliki peranan dalam mengenang perilaku manusia yang lain. Atas dasar inilah akhlak dipandang sebagai jiwa agama Islam.

Muhammad al-Hasyimi dalam bukunya Membentuk Pribadi Muslim Ideal: Menurut al-Qur‟an dan al-Sunnah, ia mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan ruang lingkup karakter Islami menurutnya yaitu; “Mencakup ruang lingkup kepribadian seorang muslim yang meliputi: Muslim bersama Tuhannya, Muslim

17

Mahmud al-Misri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad Shalallahu „A;laihi

bersama dirinya, muslim bersama kedua orang tuanya, muslim bersama istrinya, muslim bersama anak-anaknya, muslim bersama keluarganya yang terdekat, dan keluarga yang jauh, muslim bersama tetangganya, dan muslim bersama masyarakatnya”.18

Dalam pernyataannya itu dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwasanya ruang lingkup kepribadian seseorang muslim dalam kehidupannya, mereka harus selalu tertaut kepada Allah SWT dan selalu dekat, untuk bertaqarrub denganNya. Selain mereka juga mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Dari kedua ruang lingkup tersebut di atas dalam kepribadian seorang muslim, ada pula ruang lingkup bagi mereka yang harus dilaksanakan dalam kehidupan keseharian, yaitu; mereka harus selalu mencintai dan hidup bersama dengan kedua orang tuanya di rumah, dalam satu ikatan keluarga mawaddah warahmah.

Tidak hanya itu yang harus mereka laksanakan dalam kehidupan, akan tetapi seseorang muslim harus hidup bersama, dan berdampingan dengan istrinya, anak-anaknya, keluarganya yang terdekat, dan keluarganya yang terjauh, mencintai tetangganya, dan hidup secara berdampingan dengan masyarakat setempat, yang di ikat dalam kerukunan berbangsa, bernegara dan beragama.

d. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter

Menurut Zubaidi, dalam bukunya pendidikan karaktetr konsep dan aplikasinya, dalam lembaga pendidikan, ia telah mengemukakan bahwasanya “Ada beberapa yang dapat mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter, bagi seseorang, yaitu:

1) Insting naluri aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia, dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh naluri seseorang.

2) Adat atau kebiasaan, adalah tindakan yang dilakukan secara berulang kali, dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, berolah raga, dan lain sebagainya.

3) Keturunan secara langsung atau tidak langsung, keturunan sangat mempengaruhi pembentukan karakter seseorang.

18

4) Lingkungan, adalah variabel yang selalu melekat pada diri setiap individu, mulai dari lingkungan fisik, hingga pada lingkungan sosial” 19

Dari pernyataan yang telah dikemukakan oleh Zubaidi tersebut, dapat di ambil suatu kesimpulan bahwasanya, pada poin yang pertama menjelaskan, terkait pada masalah Insting atau naluri seseorang yang beraneka corak, dan sekian banyak refleksi sikap yang ditimbulkannya dari mereka, termasuk di dalamnya adalah aneka refleksi tindakan, dan perbuatan seseorang, karena mereka selalu dimotivasi pada setiap harinya oleh sekian banyak potensi keinginan, dan dapat dimotori oleh naluri orang lain, dan pernah dilihatnya. Selanjutnya yang dapat mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter bagi seseorang, adalah adanya pengaruh adat atau kebiasaan seseorang, dalam kehidupannya yang dilakukan secara berulang kali, sehingga menjadi suatu adat kebiasaan, dan tidak pernah terlupakan walau sesaat pun.

e. Model Internalisasi Karakter Islami di Sekolah

Menurut Mohammad Alim, dalam buku pendidikan agama Islam, upaya pembentukan pemikiran dan kepribadian muslim, ia mengatakan bahwasanya “Pendidikan Agama juga memperoleh waktu yang proporsional dalam pembelajaran, tidak hanya dimadrasah atau sekolah-sekolah, yang bernuansa islami, melainkan juga disekolah-sekolah umum. Demikian halnya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dalam hal ini Alim mengemukakan bahwa pendidikan agama islam dijadikan tolak ukur dalam membentuk watak dan pribadi peserta didik, serta membangun moral bangsa (nation character building)”. 20

Hasan Baharun, dalam bukunya pendidikan anak dalam keluarga tela‟ah epistemologis pedagogik, ia mengemukakan bahwa “Moral merupakan afinitas spiritual pada norma-norma yang telah ditetapkan, baik yang berasaskan pada ajaran agama, budaya masyarakat, atau berasal dari tradisi berpikir secara ilmiyah” 21

19

Zubaidi, Buku Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga

Pendidikan, Kencana Prenada Media Group, cet. ke-1, 2011, h. 52

20

Mohammad Alim, Pendidikan Agama Islam, Upaya pembentukan pemikiran dan

kepribadian muslim Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, h. 23

21

Hasan Baharun, Pendidikan Anak Dalam Keluarga Telaah Epistemologis

Pada pembahasan tersebut di atas menjelaskan terkait pada masalah Internalisasi pendidikan karakter, dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah, adalah bahwa pendidikan agama islam dijadikan tolak ukur dalam membentuk watak, dan pribadi peserta didik di sekolah, jika akhlak yang dijadikan tolak ukur itu tidak sesuai dengan teori dalam pendidikan agama, maka mereka telah terperangkap kedalam kerusakan moral. Karena itu dalam membangun bangsa, agar lebih baik kedepannya, adalah melalui pendidikan dan pendidikan karakter yang baik kepada peserta didik sejak dini, tidak ada artinya suatu bangsa yang memiliki kemajuan dalam bidang teknologi, jika tidak di iringi dengan karakter yang mulia.

Menurut Syaiful Islam, dalam bukunya karakteristik pendidikan karakter; menjawab tantangan multidimensional melalui implementasi kurikulum 2013, ia mengemukakan terkait pada

Dokumen terkait