• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pentingnya Perlindungan Hak Komunal Dalam Sistem Hukum

BAB II KEBERADAAN HAK KOMUNAL DALAM SISTEM HUKUM

C. Pentingnya Perlindungan Hak Komunal Dalam Sistem Hukum

Setelah memahami dan mengetahui apa yang dimaksud dengan hak komunal tersebut, warisan budaya-budaya yang dihasilkan oleh masyarakat komunal dalam hal tertentu sangat diminati oleh bangsa lain, namun bangsa Indonesia yang memilikinya tidak memberikan perlindungan hukum yang selayaknya. Hak Komunal apabila dikelola dengan baik dapat menjadi aset bangsa yang sangat berharga dan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Pada kenyataannya sekarang ini banyak orang yang tidak bertanggung jawab mempergunakan ciptaan orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada penciptanya atau penemunya. Dari fenomena yang tersebut diatas, bahwa hal tersebut berkaitan dengan penegakan HKI apabila tidak di tangani serius dari aspek yurisdisnya maka akan memberikan dampak negatif tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga dari aspek ekonomi.

Menurut UU Hak Cipta, si pencipta/penemu yang tidak mendaftarkan hasil cipataanya dapat dianggap sebagai bukan penciptanya dan bahkan dapat dituntut secara hukum apabila menggunakan karya ciptaanya tersebut. Sedangkan dari segi ekonomi tentunya akan berakibat pada keuntungan apabila kelak ada orang (bukan si pencipta) yang menggunakan, memperbanyak hasil ciptaannya, maka pencipta/ penemunya sendiri tidak mendapatkan keuntungan dari keuntungan tersebut.

Budaya masyarakat Indonesia yang komunal tidak mengenal hak-hak cipta yang terkandung dalam HKI. Nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia tidak mengenal pemilikan individu terhadap suatu karya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Satu-satunya sistem pemilikan yang melembaga dalam kehidupan masyarakat tradisional adalah masing-masing kelompok masyarakat/kelompok adat. Namun pemilikan itu sifatnya komunal artinya dimiliki oleh keluarga atau masyarakat hukum adatnya.21

Kepemilikan komunal yang dianut oleh masyarakat Indonesia berbeda dengan konsep pemilikan individu yang dianut oleh negara-negara barat. Budaya

21

Kebijakan publik pemerintah, http://unud-hukumbisnis.blogspot.com/2010/01/html, (diakses tanggal 28 November 2013)

masyarakat Indonesia tidak mengenal pemilikan individu terhadap suatu karya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Bahwa di negara-negara barat konsep perlindungan hak cipta negara-negara barat bersamaan dengan munculnya masyarakat industri yang didasari corak masyarakat yang lebih menekankan kepentingan atau hak-hak individu dengan watak kapitalistik (mencari keuntungan).22

Akibat dari pada pemikiran masyarakat Indonesia yang masih bersifat komunal tersebut, bahwa masyarakat Indonesia berkarya dan hasil karyanya bermanfaat bagi banyak orang maka akan merasa bangga dan tidak begitu mempermasalahkan apabila ternyata orang lain menirunya, bahkan merasa telah diuntungkan karena hasil karyanya disebar luaskan dan dikenal orang lain.23

Secara komunal, masyarakat Indonesia sebagai si pencipta/penemu yang tidak mendaftarkan hasil cipataanya dapat dianggap sebagai bukan penciptanya dan bahkan dapat dituntut secara hukum apabila menggunakan karya ciptaanya tersebut, dan akan berakibat pada keuntungan apabila kelak ada orang (bukan si pencipta) yang menggunakan, memperbanyak hasil ciptaannya, maka pencipta/penemunya sendiri tidak mendapatkan keuntungan dari keuntungan tersebut.

22

Ibid.

23

Negara Indonesia merupakan suatu negara wilayah yang sangat luas dan terdapat berbagai macam keanekaragaman suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan warisan budaya. Berdasarkan warisan budaya tersebut maka merupakan menjadi budaya yang bersifat komunal yang ruang lingkupnya juga meliputi pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi kebudayaan tradisional (traditional cultural expression) dari masyarakat lokal Indonesia.

Warisan budaya sendiri mempunyai cakupan pengertian yang luas, meliputi yang bersifat kebendaan yang dapat diraba serta yang tak dapat diraba. Yang disebut terakhir ini pun dapat dibedakan antara yang tertangkap panca indera lain di luar peraba dan sama sekali bersifat abstrak. Yang tertangkap panca indera lain di luar perabaan dapat dicontohkan oleh yang dapat didengar, seperti: musik, pembacaan sastra, bahasa lisan. Yang dapat dicium, seperti: wangi- wangian. Yang dapat dilihat, seperti: wujud-wujud pertunjukan musik, teater, tari, dan adat berperilaku dan dapat dicicipi, seperti hasil masakan1.

Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan. Atas hal inilah Indonesia memiliki kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli

1

Edi Sedyawati, KeIndonesiaan Dalam Budaya (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008), hlm. 207.

tradisional untuk mencegah menghindari terjadinya penggunaan/pemanfaatan budaya tradisional Indonesia yang dilakukan oleh pihak asing.

Warisan budaya merupakan suatu kultur komunal yang memiliki filosofi sangat erat dengan budaya setiap masyarakat Indonesia. Warisan budaya secara komunal tersebut merupakan kebanggaan bangsa Indonesia yang menjadi sebuah identitas yang telah diwarisi secara turun-temurun.

Sekarang ini, warisan budaya yang bersifat komunal dalam perlindungan hukumnya terancam karena telah diupayakan oleh negara-negara lain mapun pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk didaftarkan sebagai warisan nenek moyang negara lain atau pihak-pihak yang bertanggungjawab tersebut.

Budaya yang bersifat komunal telah menjadi media utama ekspresi nilai- nilai spiritual dan kultural di Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi. Dikatakan memiliki nilai seni tinggi karena budaya bersifat komunal mempunyai daya tarik yang sangat besar sekali dan memiliki nilai-nilai yang tinggi secara ekonomis.

Setiap daerah-daerah di Indonesia mempunyai warisan budaya-budaya tradisional masing-masing tidak dapat bisa dipisahkan dengan perkembangan atau kehidupan dalam masyarakat Indonesia. Seperti halnya pakaian-pakaian adat, tari- tarian adat, lagu daerah, kerajinan tangan, cerita rakyat (legenda atau dongeng), alat-alat musik dan lain sebagainya.

Setelah menjadi salah satu negara anggota World Trade Orgnization (selanjutnya disingkat WTO) pada tahun 1994 yang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 mengenai Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization atau pengesahan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia, Indonesia mau tidak mau harus melakukan beberapa perubahan dan sinkronisasi berbagai Undang-Undang agar dapat sesuai dengan aturan main di dalam WTO itu sendiri.2

Persetujuan Trade Related Intellectual Property Rights (selanjutnya

disingkat TRIP’s) adalah salah satu elemen utama dari empat aspek penting pembentukan WTO, dimana Indonesia juga harus melakukan berbagai ratifikasi Undang-Undang hak kekayaan intelektual agar sesuai dengan PersetujuanTRIP’s. Proses penyelarasan dan implementasi Persetujuasn TRIP’s di Indonesia dimulai pada tahun 1997 ketika Indonesia melakukan ratikasi Undang-Undang tentang hak kekayaan intelektual terkait dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten; dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.3

Pemerintah kemudian melakukan ratifiksi undang-undang terkait dengan pengelolaan hak kekayaan intelektual pada tahun 2000, yaitu:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;

2

Kumpulan regulasi di bidang HKI di Indonesia, http://www.HKI.lipi.go.id/, (diakses tanggal 5 Oktober 2013).

3

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Terkait dengan desakan penyempurnaan untuk aspek paten dan merek,

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten; 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.4

Keberadaan ratifikasi terhadap pengaturan-pengaturan Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) hingga sekarang ini secara sosial budaya masyarakat Indonesia masih berada dalam masa transisi masyarakat industrial yang belum semuanya mengerti dan memahami masalah-masalah HKI yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia karena HKI yang merupakan hak milik atas kekayaan intelektual memang bukan berasal dari masyarakat Indonesia, melainkan berasal dari masyarakat negara-negara maju untuk melindungi karya-karya intelektual masyarakat negara-negara barat tersebut yang pola pikir masyarakatnya sudah berbeda dengan masyarakat Indonesia.

Dengan keberadaan pengaturan-pengaturan HKI tertuang dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1994 mengenai pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization atau pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia maka secara sosial, kultural, dan ekonomi banyak mengalami problem dalam pelaksanaannya. Salah satu penyebab dari keadaan ini adalah penyebabnya munculnya hukum tentang HKI berbeda dengan kultur masyarakat hukum Indonesia yang bersifat komunal.

4

Berdasarkan dari uraian diatas tersebut, hak komunal merupakan budaya yang secara umum telah disampaikan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya dan secara umum dianggap berhubungan dengan orang-orang tertentu atau adatnya maka kebudayaan tersebut masih tetap berkembang dalam suatu komunitas dalam sistem sosial dan kurun waktu relatif panjang. Hak komunal ini sangat melekat sekali dengan budaya dan diperoleh secara turun-temurun sehingga tidak lagi merupakan hal yang baru kelompok masyarakat Indonesia.

Budaya masyarakat Indonesia tidak mengenal hak-hak cipta yang terkandung dalam HKI. Budaya masyarakat Indonesia yang bersifat komunal tidak mengenal kepemilikan secara individu terhadap suatu karya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Satu-satunya sistem kepemilikan yang dalam kehidupan masyarakat tradisional adalah masing-masing kelompok masyarakat/kelompok adat. Namun, kepemilikan tersebut sifatnya komunal artinya dimiliki oleh keluarga atau masyarakat hukum adatnya.

Masyarakat Indonesia tidak memahami filosofi dasar HKI sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tersebut, karena masyarakat adat tidak menganggap pengetahuan tradisional yang komunal tersebut sebagai miliknya secara individu. Bahkan masyarakat adat tersebut rela apabila ada pihak lain yang menggunakan pengetahuan tersebut meskipun tanpa persetujuan terlebih dahulu karena beranggapan bahwa semakin banyak digunakan maka semakin bermanfaat pula pengetahuan itu.

Sementara pengaturan-pengaturan HKI yang diratifikasi oleh Indonesia pada dasarnya memberikan hak monopoli didasarkan atas kemampuan individual

dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan dan keuntungan ekonomi dari kekayaan intelektual yang dimilikinya. Oleh karena, HKI lahir dalam masyarakat barat di mana hak kepemilikan dimiliki oleh individu.

Berdasarkan hal-hal yang telah Penulis uraikan diatas, Inilah latar belakang yang menjadi alasan dipilih dan diangkatnya penelitian dengan judul:

“ANALISIS YURIDIS HAK KOMUNAL DALAM PERLINDUNGAN HAK

CIPTA DI INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka rumusan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagimana keberadaan hak komunal dalam sistem hukum di Indonesia? 2. Bagimana hak komunal dalam aturan WIPO danTRIP’s?

3. Bagaimana hak komunal dalam perlindungan hak cipta di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah ;

1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan hak komunal dalam sistem hukum di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana hak komunal dalam aturan WIPO danTRIP’s. 3. Untuk mengetahui bagaimana hak Komunal Dalam Perlindungan Hak Cipta Di

Indonesia.

Sedangkan manfaat penelitian yang didapatkan dari suatu penelitian ini adalah :

1. Kegunaan teoritis,

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum khususnya keterkaitanya perlindungan hak komunal di Indonesia dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. b. Bagi para yang berkepentingan, yakni; para Pembentuk Undang-Undang,

memberikan masukan tentang perlindungan hak Komunal dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta atas budaya tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa dalam mengantisipasi terjadinya pembajakan/klaim oleh pihak asing.

2. Kegunaan praktis,

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala pikir dan menjadi bahan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Indonesia dalam perlindungan hak komunal dalam pengaturannya di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan perpustakaan Universitas Sumatera bahwa judul tentang Analisis Yuridis Hak Komunal Dalam Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian penulis ini. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena

senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademisi.

E. Tinjauan kepustakaan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.5Terbentuknya suatu budaya dari kelompok masyarakat diwujudkan

kedalam bentuk kepercayaan, nilai adat-istiadat, bahasa, pakaian, karya-karya seni maupun sastra dan lain sebagainya.

Budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia dalam kelompoknya sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara turun-temurun. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang- orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh kegiatan-kegiatan masyarakat itu sendiri. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas dikarenakan banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunal dalam kelompok masyarakat tersebut sehingga budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial masyarakat.

Budaya merupakan wujud dari suatu kepercayaan, nilai-nilai adat istiadat, pakaian, karya-karya seni maupun sastra dan lain sebagainya yang sifatnya sudah turun-temurun sehingga menjadi suatu warisan budaya yang memiliki dasar filosofi yang sangat erat dengan budaya setiap kelompok masyarakat Indonesia.

5

Wikipedia Budaya, http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya, (diakses tanggal 6 Januari 2014)

Warisan budaya tersebut menjadi suatu yang bersifat komunal karena diwarisi secara turun-temurun dan dimiliki secara bersama oleh kelompok masyarakat itu sendiri.

Budaya yang secara umum telah disampaikan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya dan secara umum dianggap berhubungan dengan orang-orang tertentu atau adatnya maka kebudayaan tersebut masih tetap berkembang dalam suatu komunitas dalam sistem sosial dan kurun waktu relatif panjang. Jadi, hak komunal ini pada intinya sangat melekat sekali dengan budaya dan diperoleh secara turun-temurun sehingga tidak lagi merupakan hal yang baru kelompok masyarakat Indonesia.

Warisan budaya merupakan suatu hak komunal yang dilahirkan dikembangkan pada masa lalu tetapi masih hidup hingga saat ini tetap akan dikembangkan. Karena sebagian besar dari kebudayaan atau hak komunal tersebut merupakan hasil alam yang digunakan secara turun-temurun yang dikumpulkan dan dipublikasikan.

Warisan budaya yang menjadi hak komunal yang diwariskan secara turun- temurun dikatakan memiliki nilai-nilai tinggi secara ekonomis karena merupakan budaya tradisional yang telah mempunyai identitasnya bagi daerah-daerah maupun kelompok masyarakat itu sendiri yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut.

Warisan budaya yang telah bersifat komunal tersebut maka masyarakat Indonesia tidak lagi mengenal adanya hak individu sehingga tidak dimiliki secara perorangan ataupun individu-individu karena warisan budaya dimiliki secara

bersama oleh setiap kelompok masyarakat-masyarakat di Indonesia pada umumya, dan kelompok masyrakat tersebut tidak mementingkan hak individu atas karya-karya budaya tersebut.

Masyarakat Indonesia yang budaya hukumnya bersifat komunal dalam kaitannya dengan perlindungan hukum hak cipta. Adanya ketentuan - ketentuan peraturan di bidang hak cipta merupakan produk yang berasal dari negara barat yang dituangkan kedalam Trade Related Intellectual Property Rights Agreement

(kemudian penyebutan selanjutnya disingkat TRIP’s), selanjutnya oleh negara Indonesia diratifikasi melalui Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994, sebagai konsekwensinya negara Indonesia berkewajiban untuk mnegharmonisasikan sistim hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sesuai dengan standar-standar yang diterapkan dalam TRIP’s.

Adapun sistem standar-standar perlindungan hukum dalam TRIP’s yang dianut adalah system Individual Right yaitu suatu karya intelektual harus dihargai dan diberikan perlindungan secara eksklusif karena dihasilkan melalui proses yang panjang dan berat baik dari segi waktu, tenaga, pikiran, biaya yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Di sisi lain Indonesia sebagai bagian dari negara bekembang memiliki sistem perlindungan HKI yang menganut konsep komunal (comunal Right) artinya bahwa suatu hasil karya intelektual seseorang adalah milik bersama, artinya jika orang lain mempergunakan hasil karya intelektual tanpa seijin pemiliknya dianggap bukan suatu pelanggaran.

F. Metode penelitian

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian ini mempergunakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan secara yuridis. Penelitian normatif merupakan penelitian dengan menelusuri menganalisis hubungan-hubungan hukum antar satu peraturan dengan peraturan lainnya. Mengacu pada tipologi pembahasan penelitian ini menurut Soerjono Soekanto, studi pendekatan terhadap hukum yang normatif mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku pada suatu waktu dan temat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan negara tertentu yang berdaulat.6

Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan dalam beberapa rumusan masalah dan dihubungkan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai sebagaimana diuraikan di atas, maka spesifikasi penelitian ini termasuk dalam lingkungan penelitian yang bersifat deskriptif. Dikatakan penelitian bersifat deskriptif karena merupakan suatu upaya untuk mendeskripsikan (mengungkapkan dan memaparkan), yakni membahas permasalahan- permasalahan berkaitan judul yang diteliti dan sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi data yang diperoleh untuk dikumpulkan, disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis. Penelitian bersifat deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal tertentu dan pada saat tertentu.

Penelitian ini dikatakan deskriptif karena hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh dan

6

sistematis mengenai perlindungan hukum terhadap hak komunal. Dikatakan analitis karena terhadap data yang diperoleh selanjutnya akan dilakukan analisis dari aspek yuridis dan budaya sebagai hak komunal.

2. Sumber data

Penelitian hukum yang bersifat normatif selalu menitikberatkan pada sumber data sekunder. Data sekunder pada penelitian dapat dibedakan menjadi bahan–bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam penelitian ini, bersumber dari data sekunder adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan-bahan hukum yang mengikat secara yuridis, seperti meliputi peraturan perUndang-Undangan, keputusan presiden, rancangan Undang-Undang dan lain-lain.

b. Bahan hukum sekunder semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. meliputi jurnal, buku-buku referensi, hasil karya ilmiah para sarjana.

c. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, internet, eksiklopedia, dan lain sebagainya.

3. Alat pengumpulan data

Dikarenakan jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif maka teknik/metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan atau teknik dokumentasi. Studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dengan cara

mempelajari buku-buku/literatur-literatur yang berhubungan dengan judul dan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Sedangkan studi dokumen yaitu berupa data yang diperoleh melalui bahan-bahan hukum yang berupa undang-undang atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini.

4. Analisis data

Analisis data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari beberapa literatur dan peraturan perundang undangan serta data primer yang dianalisis dengan undang–undang, teori dan pendapat para pakar/sarjana yang terkait dalam membahas permasalahan penelitian ini.

Metode analisis data dilakukan dengan cara, data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan pokok permasalahan tersebut. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan membagi menjadi 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan pembukaan yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II KEBERADAN HAK KOMUNAL DALAM SISTEM HUKUM DI

INDONESIA

Pada bab ini akan diuraikan mengenai definisi dan ruang lingkup hak komunal, pentingnya perlindungan hak komunal dalam sistem hukum Indonesia, dan keberadaan hak komunal dalam sistem hukum Indonesia

Dokumen terkait