• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Hak Komunal Dalam Perlindungan Hak Cipta di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Hak Komunal Dalam Perlindungan Hak Cipta di Indonesia"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Adolf, Huala. Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis). edisi ke-2, Jakarta: Gunung Agung, 2002.

Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera Antara Nusa, 2004.

Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman RI dan JICA,Buku Panduan Tentang Hak atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: DJ HKI, 1999.

Dutfield, Graham. Intellectual Property, Biogenetic Resources and Traditional Knowledge. London: Earthscan, 2004

Harsojo.Pengantar Antropologi. Bandung: Putra A. Bardin, 1999.

Hutauruk.Pengaturan Hak Cipta Nasional. Jakarta: Erlanga, 1982.

Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesia (Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring rights, dan Collecting Society). Bandung: PT Alumni, 2008.

Irawan, Candra Irawan. Politik Hukum Hak Kekayan Intelektual Indonesia. Bandung: CV Bandar Maju, 2011.

Kamus Lengkap Bahasa Inonesia. Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan, 2003.

Koentjaraningrat Kebudayaan: Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Lindsey,Tim, dkk.Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Alumni, 2006.

Limbong, Bernhard. Pengadaan TanahUntuk Pembangunan, Redulasi, Kompensasi Penegakan Hukum. Jakarta: CV Ravi Maju Mandiri, 2011.

Maulana, Insan Budi dkk. Tindak Pidana Hak Cipta Dan Problematika Penegakan Hukumnya, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual. Yogykarta: Pusat Studi Hukum UII, 2000.

(2)

Oguamanan, Chigi. Localizing Intellectual Property in The Globalization Epoch, The Integration of Indigenous Knowledge, Baltimore: John Hopkins University Press, 2003.

Purba, Afrilyanna., Saleh, Gazalba., dan Krisnawati, Andriana. TRIP’s-WTO&Hukum HKI Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Purba, Afrillyanna., dkk Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Rasidi, Ajip. Undang-Udang Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang Awam. Jakarta: Djambatan, 1984.

Saidin, Ok. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

Sedyawati, Edi. Ke Indonesiaan Dalam Budaya. Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008.

Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1982.

Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hukum Edisi ke 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1982.

Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan PembentukannyaYogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998.

Syafrinaldi. Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era GlobalisasiJakarta: UIR Press, 2010.

Tarigan, Pendastaren dan Arif, Tim, (ed.) Spirit Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Usman, Rachmadi. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Bandung: Alumni, 2003.

Zaidar. Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006.

Makalah

Kesowo, Bambang. Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual, Makalah pada Peraturan Hukum Dagang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta: FH UGM 21 Januari 1995).

(3)

Implementasi Hak Atas Kekayaan Intelektual/TRIP’s, (Bandung: FH UNPAD, 1996).

Sulistiyono, Adi. Globalisasi Sistem Hukum HKI. Bahan Seminar Nasional Penanggulangan VCD Ilegal di Indonesia.(Surakarta: 2004).

Peraturan Perundang-undangan

Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The Fair and Equitable Sharing of Benefitstahun2010

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan World Trade Organitation (Persetujuan Tentang Organisasi Perdagangan Dunia)

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Website

Kumpulan regulasi di bidang HKI di Indonesia, http://www.HKI.lipi.go.id/ (diakses tanggal 5 Oktober 2013).

Wikipedia Budaya, http://id.wikipedia.org/wiki/ (diakses tanggal 6 Januari 2014).

Pengertian Hukum Sistem Hukum Tujuan Hukum, http://innocent-paparazzi.blogspot.com/2011/04/ (diakses tanggal 6 Januari 2014).

Hukum adat di Indonesia http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_ (diakses tanggal 6 JAnuari 2014)

Kebijakan publik pemerintah http://unud-hukumbisnis.blogspot.com/2010/01/ (diakses tanggal 28 November 2013)

(4)

Kumpulan regulasi di bidang HKI di Indonesia,http://www.HKI.lipi.go.id/ diakses tanggal 30 November 2013)

Hak Komunal Dalam Kaitannya Dengan Hak Cipta file:///C:/Users//Documents/ (diakses tanggal 5 Januari 2014).

Organisasi Pedagangan Dunia, http://www.wto.org/. (diakses tanggal 30 November 2013)

Hak Cipta di Indonesia, http://edukasi.kompasiana.com (diakses tanggal 5 Oktober 2013)

(5)

A. Sejarah Pengesahan WIPO dan TRIP’S dalam Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual Di Indonesia

Dalam rangka mengelola dan menangani menangani hal-hal yang

berkaitan dengan perlindungan hak milik perindustrian dan hak cipta tersebut,

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membentuk kelembagaan internasional yang

diberi nama World Intellectual Property Organization (kemudian penyebutan

selanjutnya disingkat WIPO) pada tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm. WIPO

didirikan dengan untuk tujuan mendorong kreativitas dan memperkenalkan

perlindungan kekayaan intelektual ke seluruh dunia.

Sebelum WIPO lahir, ada badan yang bernama Bureaux Internationaux

Réunis pour la Protection de la Propriété Intellectuelle (BIRPI) yang didirikan

pada tahun 1893 di Perancis pada Konvensi Paris.24 Pada dasarnya WIPO

didirikan untuk melindungi hak cipta dan kebudayaan yang dimiliki oleh

negara-negara anggota PBB. Hal ini sangat penting, terutama jika ada kasus di mana

sebuah negara mengklaim memiliki alat musik tertentu misalnya, tapi ada negara

lain yang mengklaim sebagai kebudayaan aslinya.

24

(6)

Pembentukan WIPO didasarkan atas Convention Establishing the World

Intellectual Property Organization, tugas-tugasnya dalam bidang HKI, antara

lain:25

1. Mengurus kerja sama administrasi pembentukan perjanjian atau traktat

internasional dalam rangka perlindungan hak kekayaan intelektual;

2. Mengembangkan dan melindungi hak kekayaan intelektual di seluruh dunia;

3. Mengadakan kerja sama dengan organisasi internasional lainnya, mendorong

dibentuknya perjanjian atau traktat internasional yang baru dan memodernisasi

legislasi nasional,

4. Memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang,

mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi, serta

5. Mengembangkan kerja sama administratif di antara negara-negara anggota.

Indonesia meratifikasi konvensi pembentukan World Intellectual Property

Organization (WIPO) pada tahun 1979 dan kemudian pada tahun 1997 konvensi

tersebut diperbaharui melalui Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 Tentang

Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Tentang PengesahanParis

Convention for the Protection of Industrial PropertydanConvention Establishing

the World Intellectual Property Organization.

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dibawah naungan General

Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dengan alasan WIPO dianggap lemah

dalam memberikan perlindungan hak kekayaan intelektual warga negara dari

negara-negara maju. Hal ini dilakukan dengan memasukkan permasalahan hak

25

(7)

kekayaan intelektual dalam agenda sidang Putaran Uruguay (Uruguay Round)

yang dimulai tahun 1986. Dengan disetujuinya Putaran Uruguay di Marakest

tanggal 1 Januari 1994, yang mana hasil dalam Putaran Uruguay tersebut salah

satunya terdapat persetujuan mengenai HKI yaitu Trade Related Intellectual

Property Rights (TRIP’sAgreement).

PembentukanTRIP’ssebagai instrumen hukum pengelolaan hak kekayaan

intelektual dunia sebenarnya tidak lepas pelaksanaan Uruguay Roundtahun 1990.

Kanada sebagai salah satu anggota General Agreement on Tariffs and Trade

(GATT) secara formal mengusulkan pembentukan suatu badan perdagangan

internasional. Usul ini ditanggapi positif oleh negara-negara anggota GATT.26

Pada Desember 1991, dikeluarkanlah suatu rancangan lengkap mengenai

hasil-hasil perundingan yang di dalamnya mencakup pula usulan pembentukan

suatu organisasi perdagangan internasional baru. Akhirnya pada bulan Desember

1993 dicapailah kesepakatan terhadap usulan pembentukan suatu organisasi

internasional. Usulan ini kemudian disahkan menjadi persetujuan akhir yang

disebut dengan Persetujuan Pembentukan World Trade Organization(selanjutnya

disebut WTO) dan ditandatangani oleh negara-negara anggota GATT 1947 pada

tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko. Persetujuan Pembentukan WTO ini

secara jelas menyatakan berdirinya WTO sebagai organisasi perdagangan

internasional.27 Persetujuan TRIP’s ini melengkapi perjanjian-perjanjian HKI

yang sudah ada sebelumnya dan sekaligus pengelolaan perlindungan hak atas

26

Huala Adolf,Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.. 48.

27

(8)

kekayaan intelektual secara internasional dikelola olehWorld Trade Organization

(WTO).

Negara Indonesia terhadap perlindungan HKI akhirnya memaksa

Indonesia untuk mengadopsi peraturan-peraturan yang terkait dengan HKI

digunakan secara resmi oleh Indonesia sejak 1994. Peraturan tersebut terdapat

pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing the World Trade Organization atau pengesahan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia.

Indonesia sebenarnya sudah lama mengenal istilah yang berkenaan dengan

permasalahan hak intelektual manusia. Saat itu, HKI dikenal dengan istilah HMI

(Hak Milik Intelektual). Pada perkembangannya, istilah HMI kembali mengalami

perubahan nama sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman menjadi HKI atau

Hak Kekayaan Intelektual.

Terbitnya pengumuman Menteri Kehakiman RI No. JS 5/41 tanggal 12

Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran

Sementara Paten menjadi tonggak munculnya produk hukum pertama hasil

legislasi pemerintah Indonesia terkait dengan pengelolaan hak intelektual.28

Pengumuman ini kemudian diperbaiki kembali dengan keluarnya

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek pada tahun 1961. Perbaikan demi

perbaikan kemudian memunculkan beberapa perubahan Undang-Undang tentang

hak kekayaan intelektual, yaitu keluarnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982

tentang Hak Cipta. Pengelolaan hak intelektual, khususnya dipaten, pemerintah

28

(9)

juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten yang

mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1992 tentang Merek.29

Sejak pembuatan Undang-Undang pertama kali sampai dengan tahun 1999

perihal pengelolaan hak kekayaan intelektual, ada tiga bidang utama yang

mendapat perlidungan dan diatur secara rinci, yaitu terkait dengan hak cipta,

paten, dan merek. Adapun bidang-bidang yang baru mendapat perlindungan pasca

tahun 1999, tercatat ada empat bidang utama, antara lain: hak kekayaan intelektual

varietas tanaman, rahasia dagang, desain industri, serta desain tata letak sirkuit

terpadu. Masing-masing bidang ini diatur dalam undang-undang, yaitu:

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Varietas Tanaman, Undang-Undang-Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.30

Negara Indonesia telah melakukan berbagai upaya dan langkah

penyempurnaan terhadap pengaturan di bidang HKI. Langkah tersebut dilakukan

untuk meningkatkan pengaturan HKI yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip dan

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam PersetujuanTRIP’s.

Indonesia pada saat ini telah memiliki perangkat peraturan

perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan tidak

29

Ibid.

30

(10)

bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam

PersetujuanTRIP’s. Peraturan Perundang-undangan dimaksud mencakup :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang

Perlindungan Varietas Tanaman;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang;

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain

Industri;

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain

Tata Letak Sirkuit Terpadu;

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten; dan

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;

Di Indonesia, sistem perlindungan merek telah dimulai sejak tahun 1961,

sistem perlindungan hak cipta dimulai sejak tahun 1982, sedangkan sistem paten

baru dimulai sejak tahun 1991. Sebelum disempurnakan melalui peraturan

perundang-undangan yang ditetapkan pada tahun 2001, waktu tahun 1997

terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan

(11)

Persetujuan TRIP’s merupakan kesepakatan internasional yang paling

komprehensif, dan merupakan suatu perpaduan yang unik dari prinsip-prinsip

dasar GATT (khususnya tentang national treatment dan most-favoured nation)

dengan ketentuan-ketentuan substantif dari kesepakatan-kesepakatan internasional

bidang hak kekayaan intelektual, antara lain Paris Convention for the protection

of industrial Property dan Berne Convention for the Protection of Literary and

Artistic Works.

Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO dan penandatangan

Persetujuan TRIP’s, Pemerintah Indonesia juga meratifikasi konvensi-konvensi

atau traktat-traktat Internasional di bidang HKI, sebagai berikut:31

1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention

Establishing the World Intellectual Property Organization (Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997).

2. Patent Cooperation Treaty(PCT) and Regulation under the PCT (Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997).

3. Trademark Law Treaty (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 1997).

4. Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works

(Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997)

5. WIPO Copyright Treaty (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19

Tahun 1997).

31

(12)

6. WIPO Performers and Phonograms Treaty, melalui Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2004

B. Pengaturan Hak Komunal dalam Aturan WIPO danTRIP’s

Pembentukan WIPO yang dibentuk berdasarkan atas Convention

Establishing the World Intellectual Property Organization. Adapun tugas-tugas

WIPO dalam bidang HKI, antara lain seperti yang tercantum dalam Pasal 4 akta

Konstitutif:32

1. Mengurus kerja sama administrasi pembentukan perjanjian atau traktat

internasional dalam rangka perlindungan hak kekayaan intelektual;

2. Mengembangkan dan melindungi hak kekayaan intelektual di seluruh dunia;

3. Mengadakan kerja sama dengan organisasi internasional lainnya, mendorong

dibentuknya perjanjian atau traktat internasional yang baru dan memodernisasi

legislasi nasional,

4. Memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang,

5. Mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi, serta

6. Mengembangkan kerja sama administratif di antara negara-negara anggota.

Untuk melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, WIPO melaksanakan program

kerja untuk harmonisasi sistem penegakan hukum hak kekayaan intelektual untuk

seluruh negara-negara anggota secara bertahap serta asistensi lainnya yang

diperlukan Negara berkembang. Beberapa program kerja WIPO berupa:33

1. Mengharmonisasikan prosedur dan legislasi hukum nasional di bidang HKI;

32

Op. Cit.,Rachmadi Usman, hlm.. 4 33

(13)

2. Menyediakan pelayanan bagi aplikasi internasional untuk hak hak industrial

3. Pertukaran informasi di bidang HKI

4. Menyediakan bantuan hukum dan teknis bagi negara-negara berkembang dan

Negara lainnya;

5. Memfasilitasi suatu resolusi dalam sengketa HKI di bidang hukum privat.

Kiprah WIPO dalam kaitannya untuk merespons masyarakat digital juga,

memiliki beberapa program seperti:34

1. Mengintegrasikan negara berkembang ke dalam atmosferdigital;

2. Memfokuskan perhatian kepada penyesuaian aplikasi kekayaan intelektual

dalam transaksi internet termasuk penyiapan norma hukumnya;

3. Melayani penyelesaian sengketa melalui fasilitas digitalseefektif mungkin dan

aksesibel dari manapun dan kapan pun

4. Dalam bidang pembangunan secara akademis secara internasional, WIPO

menyelenggarakan pelatihan dan pengajaran, distance learning centre using

internet facilities

5. Menyediakan materi dan modul untuk clien secara spesifik dan menggunakan

akses publik secara modern untuk diseminasi pengetahuan di bidang kekayaan

intelektual.

Pengaturan komunal berdasarkan aturan WIPO, dalam WIPO

menyebutkan hak komunal ini dengan tradisional knowledge (pengetahuan

tradisional), yang mana pengetahuan tradisional yang dimaksud diartikan sebagai

pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat selama turun-temurun, yang

34

(14)

meliputi pengetahuan yang dimiliki masyarakat adat tentang pengelolaan

kekayaan hayati semisal untuk makanan dan obat-obatan; lagu, cerita, legenda,

serta kesenian dan kebudayaan masyarakat lainnya.

Hal yang membedakan antara pengetahuan traadisional dengan hasil karya

intelektual lain adalah bahwa satu pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk

karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat

komunal. WIPO juga memberikan batasan. Menurut WIPO pengetahuan

tradisional adalah: The categories of traditional knowledge include...expressions

of folklore in the form of music, dance, song, handcraft, design, stories and

artwork ...35

Berdasarkan uraian tersebut diatas dikatakan suatu karya intelektual dapat

dikatakan sebagai pengetahuan tradisional apabila tumbuh dan secara komunal

dimiliki oleh satu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu. Suatu

pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan tradisional manakala

pengetahuan tersebut:

1. Diajarkan dan dilaksanakan dari generasi ke generasi

2. Merupakan pengetahuan yang meliputi pengetahuan tentang lingkungan dan

hubungannya dengan segala sesuatu

3. Bersifat holistik, sehingga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang

membangunnya;

35

(15)

4. Merupakan jalan hidup (way of life), yang digunakan secara bersama-sama

oleh komunitas masyarakat, dan karenanya di sana terdapat nilai-nilai

masyarakat.

Pengetahuan tradisional di Indonesia, merupakan suatu kekayaan

intelektual yang semestinya layak untuk dilindungi. Oleh karena itu, saat ini

bergulir wacana tentang pentingnya perlindungan pengetahuan tradisional melalui

pendekatan hukum tentang HKI. Namun, pengaturan hukum tentang HKI terkait

dengan pengetahuan tradisional tersebut belum sepenuhnya mampu memberikan

perlindungan atas pengetahuan tradisional ini.

Ada beberapa alasan pengetahuan tradisional tidak mampu diberikan

perlindungan melalui pengaturan hukum tentang HKI, yaitu:

1. Pengetahuan tradisional merupakan kreasi yang dihasilkan secara komunal

dan bersifat turun temurun, sedangkan hak kekayaan intelektual merupakan

kreasi yang dihasilkan secara individual. Atas dasar ini, sangat sulit

pengetahuan tradisional dilindungi berdasarkan pengaturan tentang HKI.

2. Pengetahuan tradisional merupakan kreasi yang umumnya telah

terpublikasikan, sehingga aspek kebaruan (novelty) yang semestinya dipenuhi

dalam beberapa persyaratan pengaturan hukum tentang HKI (seperti paten

dan desain industri) tidak terpenuhi.

3. Pengetahuan tradisional yang saat ini dapat dilindungi oleh ketentuan hukum

HKI (seperti hak cipta) ternyata tidak memberikan suatu pengaturan yang

tuntas. Sehingga pengetahuan tradisional tidak mendapatkan perlindungan

(16)

Dari uraian yang disebutkan diatas, sudah jelas terlihat pengetahuan

tradisional di Indonesia belum mendapatkan perlindungan dalam HKI dan agak

sulit untuk dapat dilindungi mengingat adanya paradigma dan filosofi yang

berbeda atas objek pengetahuan tradisional dengan HKI itu sendiri. Maka, apapun

langkah yang diambil saat ini oleh pemerintah ataupun oleh lembaga swasta yang

berupaya melindungi pengetahuan tradisional melalui pendekatan melalui

pengaturan hukum HKI merupakan suatu kekeliruan dan sekaligus merupakan

pengingkaran atas penerapan sistem HKI. Lebih tegasnya lagi, perlindungan

pengetahuan tradisional melalui pendekatan pengaturan hukum tentang HKI

merupakan tindakan yang sia-sia, untuk itu semestinya yang harus dilakukan guna

memberikan perlindungan hukum atas pengetahuan tradisional.

Perlindungan hak kekayaan intelektual oleh WIPO dianggap lemah bagi

negara-negara berkembang seperti perlindungan HKI di Indonesia yang kemudian

dilakukan pembahasan permasalahan hak kekayaan intelektual dalam agenda

sidang di Uruguay (Uruguay Round) pada tahun 1986, yang mana hasil agenda

sidang tersebut salah satunya ialah persetujuan mengenai hak kekayaan intelektual

yaituTrade Related Intellectual Property Rights (TRIP’sAgreement).

Tujuan PersetujuanTRIP’santara lain:36

1. Mengurangi penyimpangan dan hambatan bagi perdagangan internasional

2. Menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak kekayaan

intelektual tidak menjadi kendala bagi perdagangan yang sah

36

(17)

3. Mendukung inovasi, alih dan teknologi untuk keuntungan bersama antara

produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dengan cara yang kondusif bagi

kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan hak dan kewajiban.

Menurut Afrillyanna Purba, Persetujuan TRIP’s ini bertujuan untuk

melindungi dan menegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) guna

mendorong timbulnya inovasi, pengalihan serta penyebaran ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan sastra, sehingga diharapkan akan bermuara pada terciptanya

kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.37

Adapun prinsip-prinsip dari PersetujuanTRIP’sadalah sebagai berikut:38

1. Dalam pembentukan atau perubahan hukum dan peraturan perundangundangan

nasionalnya, negara-negara anggota dapat menetapkan upayaupaya yang

diperlukan untuk melindungi kesehatan dan gizi masyarakat, dan untuk

memajukan kepentingan masyarakat pada sektor-sektor yang sangat penting

bagi pembangunan sosial-ekonomi dan teknologi, sepanjang langkah-langkah

tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan ini;

2. Sepanjang konsisten dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini,

langkah-langkah yang sesuai dapat diambil untuk mencegah penyalahgunaan

hak kekayaan intelektual oleh pemegang hak atau praktik-praktik yang secara

tidak wajar menghambat perdagangan atau berdampak negatif terhadap alih

teknologi internasional.

Disetiap negara-negara anggota WTO telah melakukan berbagai upaya dan

langkah penyempurnaan terhadap pengaturan di bidang HKI. Langkah tersebut

37

Afrillyanna Purba, dkk, Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Hlm..2

38

(18)

dilakukan untuk meningkatkan pengaturan HKI yang disesuaikan dengan

prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Persetujuan TRIP’s. yang

membagi 7 (tujuh) jenis HKI, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas

Tanaman;

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

Terpadu;

6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan

7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;

Pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang

tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal. Beberapa sumber

hukum internasional yang hingga saat ini dijadikan sumber hukum internasional

untuk mengakomodasi perlindungan pengetahuan tradisional antara lain:39

1. Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The Fair and

Equitable Sharing of Benefits tahun 2010;

2. Cartagena Protocol on Biosafety tahun 2000;

3. United Nation Convention on Biological Diversity tahun 1992;

39

(19)

4. Marrakech Agreement Establishing the World Trade Organization tahun

1995;

5. International Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966;

6. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights tahun

1966;

Secara umum, hal mencolok dari perlindungan pengetahuan tradisional

dan HKI adalah sifat kepemilikan pengetahuan tradisional yang bersifat komunal

dan tanpa jangka waktu tertentu, sedangkan HKI memberikan perlindungan yang

bersifat individualistik dan dalam jangka waktu tertentu.40

Sesuai dengan konvensi-konvensi internasional serta dalam rangka

kewajiban TRIP’s Agreement, bahwa Indonesia sudah memperbaharui, merevisi,

mengharmonisasikan sistem hukum HKI-nya, serta membentuk

peraturan-peraturan baru dibidang HKI.

Berdasarkan ratifikasi peraturan-peraturan dibidang HKI menurut

Persetujuan TRIP’s, selain sudah mengharmonisasikan peraturan

perundang-undangan nasional, ada pula peraturan HKI yang bersifat internasional yang

berupa Konvensi atau Traktaat, yang mana pihak Indonesia sendiri menjadi

negara peserta dan ikut meratifikasi ketentuan Konvensi atau traktat tersebut yang

kesemuanya dikelola oleh WIPO yang berkantor pusat di Jenewa. Selain itu, ada

pula perjanjian multilateral yang tidak dikelola oleh WIPO, misalnya Universal

Copyright Convention yang dikelola UNESCO. Ada pula perjanjian internasional

yang tidak secara khusus mengenai HKI, tetapi menjadikan HKI sebagai salah

40

(20)

satu isinya. Contohnya Konvensi tentang keragaman hayati (Viodiversity

convention), konvensi ini dikelola oleh UNCED.41

Berdasarkan perjanjian atau konvensi internasional yang terbaru adalah

persetujuan mengenai Aspek-Aspek Dagang dari pada HKI, termasuk

Perdagangan Barang-Barang Tiruan (Trade Related Aspects of Intelectual

Property Rights including Trade in Counterfeit Goods)atauTRIP’s yang dikelola

oleh organisasi perdagangan dunia (WTO). Badan ini dibentuk berdasarkan salah

satu persetujuan dalam paket persetujuan Putaran Uruguay.

Berdasarkan regulasi Persetujuan TRIP’s tersebut, bahwa pengaturan

mengenai hak komunal belum diatur secara eksplisit dan belum ada mengatur

perlindungan terhadap pengetahuan tradisional yang komunal secara keseluruhan.

Dikarenakan,TRIP’sAgreement fokus kepada perlindungan secara individualistik

yang merupakan konsepsi dari pemikiran negara-negara barat yang merupakan

negara maju.

Konsep HKI yang berdasarkan Persetujuan TRIP’s pada dasarnya

memberikan hak monopoli didasarkan atas kemampuan individual dalam

melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan (invention). Dengan begitu,

pemegang HKI mendapatkan keuntungan ekonomi dari kekayaan intelektual yang

dimilikinya. Dengan begitu, sebenarnya HKI lahir dalam masyarakat di mana hak

kepemilikan dimiliki oleh individu atau perusahaan/kapitalis. Dalam hal ini adalah

masyarakat kapitalis Barat.

41

(21)

Berdasarkan kaedah yang terkandung dalam Persetujuan TRIP’s tersebut,

Persetujuan TRIP’s tidak mengakui nilai inovasi untuk memenuhi kebutuhan

sosial dalam masyarakat yang komunal karena lebih mementingkan komersialisasi

dari suatu inovasi, sesungguhnya masyarakat Indonesia tidak memahami filosofi

dasar HKI, karena masyarakat adat tidak menganggap pengetahuan tradisional

yang komunal tersebut sebagai miliknya secara individu.

Pengaturan eksplisit atas perlindungan pengetahuan tradisional yang

komunal berasal karya masyarakat lokal yang diperoleh secara turun temurun

dapat ditemukan pada Protokol Nagoya 2010,yakni:

Article 3, Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The Fair

and Equitable Sharing of Benefitstahun 2010:

“This Protocol shall apply to genetic resources within the scope of Article

15 of the Convention and to the benefits arising from the utilization of

such resources. This Protocol shall also apply to traditional knowledge

associated with genetic resources within the scope of the Convention and

to the benefits arising from the utilization of such knowledge.”

Berdasarkan protokol tersebut diatas, Protocol Nagoya tahun 2010

tentang Akses Terhadap Sumber Daya Hayati dan Pembagian Keuntungan Yang

Adil dan Merata atas Pemanfaatannya.42 mengatur secara eksplisit atas

perlindungan pengetahuan tradisional yang komunal berasal karya masyarakat

lokal yang diperoleh secara turun temurun, dan protokol tersebut juga

42

(22)

memberikan perlindungan atas pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan

sumber daya genetik.

C. Perlindungan Hak Komunal dalam Negara-Negara yang Meratifikasi Aturan WIPO danTRIP’s

Keberadaan Hak Kekayaan intelektual (HKI) dalam hubungannya dengan

antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri

lagi. Indonesia sebagai salah satu anggota dari masyarakat internasional tidak

akan terlepas dari perdagangan internasional. Sekarang ini negara sebagai pelaku

perdagangan internasional terorganisasikan dalam sebuah wadah yang disebut

World Trade Organization(WTO).

Salah satu konsekuensi dari keikutsertaan sebagai anggota WTO, maka

semua negara peserta termasuk Indonesia diharuskan menyesuaikan segala

peraturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan standar Trade Related

Aspects of Intellectual Property Right(TRIP’s).

Berdasarkan pernyataan tersebut diatas dapat dilihat dari kondisi

bagaimana suatu negara mengatur perlindungan traditional knowledge. Banyak

negara berpendapat bahwa pengaturan Hak Kekayaan Intelektual yang ada tidak

cukup dapat melindungi traditional knowledge secara kuat. Oleh karena itu,

mereka membuat pengaturan khusus sebagai suatu yang sui generis dalam

(23)

Kondisi demikian juga terlihat di Indonesia dalam melakukan kerjasama

dan mengikatkan diri dengan dunia internasional, baik secara bilateral maupun

multilateral di bidang Hak Kekayaan Intelektual, seperti :

1. Perjanjian bilateral sebagaimana tertuang dalam:

a. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan

Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Masyarakat Eropa

tentang Perlindungan Hak Cipta atas Rekaman Suara.

b. Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan

Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah

Amerika Serikat tentang Perlindungan Hak Cipta.

c. Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1988 tentang Pengesahan

Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah

Australia tentang Perlindungan dan Pelaksanaan Hak Cipta.

d. Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 tentang Pengesahan

Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah

Kerajaan Inggris dan Irlandia Utara tentang Perlindungan Hak Cipta.

2. Perjanjian multilateral sebagaimana tertuang dalam:

a. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Paris

Convention for the Protection of Industrial Property and Convention

Establishing the World Intellectual Property Organization, sebagaimana

diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997.

b. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent

(24)

c. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 tentang PengesahanTrade Mark

Law Treaty.

d. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne

Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.

e. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO

Copyright Treaty.

Hal yang perlu dikaji melalui pendekatan sistem HKI adalah aspek budaya

hukum (culture of law). Khusus mengenai perlindungan Hak atas Kekayaan

Intelektual, dalam bidang hak cipta iklim budaya Indonesia telah menawarkan

sesuatu yang berbeda dengan budaya hukum negara-negara maju.

Keterkaitan budaya nasional dengan hak cipta sebagai bagian dari HKI

mengisyaratkan bahwa HKI tidak akan terlepas dengan hak-hak yang dimiliki

manusia yang bersifat mutlak. Karena para pencipta di Indonesia sangat senang

dan bangga bila suatu karya ciptaannya diperbanyak atau diumumkan oleh orang

lain, dan apabila karya ciptaanya ditiru oleh orang lain.

Disisi lain, Indonesia sebagai negara yang terdiri beragam jenis budaya

memiliki sistem perlindungan HKI yang menganut konsep komunal (comunl

right) artinya bahwa suatu karya intelektual seseorang adalah milik bersama,

artinya jika orang lain mempergunakan hasil karya intelektual tanpa seijin

pemiliknya dianggap bukan suatu pelanggaran.

Hal tersebut diatas tentunya sangat berbanding terbalik dengan

negara-negara lain, seperti halnya negara-negara Malaysia. Hukum HKI di Malaysia bersandar

(25)

negara kolonial Inggris. Hukum HKI di Inggris diawali lahirnya Statuta Act Anne

1709, Engraving Copyrght Act 1735, 1766, The Prints Copyright Act 1777, dan

Schulture Copyright Act 1814. Undang-Undang tersbut diberlakukan di Malaysia

pada tahun 1826.43

Sampai saat ini undang-undang HKI yang diberlakukan di Malaysia

adalah :44

1. Copyright Act of 1987, Copyright Act (Amandement) 1997,danCopyright Act

(Amandement) 2003.

2. Patent Act 1983, Patent Act (Amandement) of 1986, Patent Act

(Amandement) 1993, Patent Act (Amandement) 2000, Patent Act

(Amandement) 2002, Patent Act (Amandement) 2003, Patent Act

(Amandement) 2006.

3. Trade Mark Act 1976, Trade Mark Act (Amadement) 1994, Trade Mark Act

(Amadement) 1997, Trade Mark Act (Amadement) 2000, Trade Mark Act

(Amadement) 2002

4. Industrial Design Act 1996,berlaku pada tahun 1999

5. Geographical Indication Act 2000, Geographical Indication Act

(Amandement) 2002

6. The Malaysian Franchise Act 1998,berlaku pada tahun 1999

7. Layout Design of Integrated Circuits Act 2000

8. Intelectual Property Corporation of Malaysia Act 2002.

43

Candra Irawan, Politik Hukum Hak Kekayan Intelektual Indonesia, (Bandung: CV Bandar Maju, 2011), hlm.. 172

44

(26)

Pengaturan dalam perlindungan suatu karya di Malaysia di lindungi dalam

UU Hak Cipta. Berdasarkan UU Hak Cipta di Malaysia memberlakukan

pasal-pasal tertentu dalam memberikan perlindungan kepentingan nasional,45yaitu:

1. Disebutkan suatu karya telah dipublikasi jika diterbitkan pertama kali atau

dipertunjukkan di Malaysia dan tidak ditempat lainyang kemudian diterbitkan

di Malaysia dalam waktu 30 hri sejak dipublikasi ditempat lain tersebut.

(Pasal 4 Copyryght Act Amandement 2000).

2. Pengguna memiliki akses untuk menggunakan karya yang dilindungi hak

cipta tanpa harus meminta ijin dari pemilik hak cipta, dan tidak dianggap

sebagai pelanggaran hak cipta. Hal tersebut berlaku, antara lain panggunaan

untuk tujuan nirlaba, untuk dipelajari sendiri, kritik atau laporan suatu

peristiwa dengan menyebut sumbernya, pengungkapan dalam bentuk parodi,

bungan rampai atau karikatur, untuk kepentingan pendidikan, untuk

kepentingan pemerintah pada arsip nasional, perpustakaan nasional,

perpustakaan umum, perpustakaan lembaga pendidikan, kepentingan ilmiah

dan lembaga profesional. Menteri dapat menentukan penggunaan hak cipta

untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang

berlaku (Pasal 9 Ayat (4) dan (5), Pasal 13 Copyryght Act Amandement

1990).

Sedangkan di negara Cina46, awal keterlibatan Cina dalam pengaturan HKI

secara internasional dimulai sejak tahun 1980, Cina telah melakukan

penyempurnaan undan-undang tentang HKI agar lebih sesuai dengan perjanjian

45

Ibid.,hlm.. 175 46

(27)

internasional, seperti: konvensi Bern, konvensi Paris, Konvensi Roma. Cina

membuat UU Hak Cipta tahun 1990 diamandemen tahun 2001 dan terakhir

diamandemen tahun 2006, UU Paten diberlakukan pada tahun 1984,

diamandemen dua kali tahun 1992 dan 2000, UU Merek pertama kali

diberlakukan tahun 1982, direvisi dua kali, tahun 1993 dan 2001. Dan beberapa

konvensi internasional lainnya yang telah disetujui dan diratifikasi Cina.

Konsep perlindungan hukum HKI dari dunia barat sangat bertentangan

dengan budaya di negara Cina. Dalam memberikan perlindungan dalan hak cipta

atas suatu karya sebagaimana dimaksud antara lain47:

1. UU Hak Cipta disamping untuk melindungi hak-hak pencipta juga ditujukan

untuk memberi keseimbangan bagi kepentingan masyarakat umum dan untuk

mendorong pengembangan kebudayaan nasional (Pasal 1).

2. Perlindungan hak cipta asing tidak secara otomatis, namun berdasarkan

ketentuan apabila diterbitkan pertama kalinya di Cina atau didaftarkan di Cina

paling lambat 30 hari sejak pertama dipublikasikan diluar Cina. Disamping itu

juga negara asal dari pencipta harus memiliki perjanjian tertentu dengan Cina

mengenai perlidungan hak cipta dan hak cipta warga negara Cina juga

mendapatkan perlindungan serupa dinegara yang bersangkutan (Pasal 4).

3. Hak ekonomi pencipta dibatasi dalam kondisi tertentu, misalnya pemerintah

diperbolehkan mereproduksi ciptaan untuk referensi internal (bersifat

administratif), kepentingan dalam persidangan di pengadilan, kepentingan

pendidikan, dan pengajaran di sekolah (Pasal 44 – Pasal 46). Badang-badan

pendidikan resmi juga diperbolehkan mereproduksi ciptaan dengan caatan

harus memberitahukan kepada pencipta atau pemegang hak cipta dengan

kompensasi yang ditetapkan pemerintah (Pasal 47).

47

(28)

A. Filosofi Atas Hak Kekayaan Intelektual

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak

Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual

Property Rights(IPR) atauGeistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya48. Istilah

atau terminologi HKI digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah

Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada

pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai

benda, tetapi buku dalam pengertian isinya.49

Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan

Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli,

maupun dijual. Hak kekayaan intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu

benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan

rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial. Benda

tidak berwujud.50

Perhatian masyarakat internasional terhadap perlindungan di bidang HKI,

tercermin dalam persetujuan putaran Uruguay dalam rangka GATT yang di

dalamnya terdapat persetujuan tentang TRIP’s. Hal ini menjadikan masalah

48

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era Globalisasi, (Jakarta: UIR Press, 2010), hlm.. 8.

49

Ibid.,hlm.. 13 50

(29)

penegakan aturan hukum HKI menjadi sangat penting untuk menghindari

dilakukannya tindakan balasan di bidang perdagangan (trade retaliation/ cross

retaliation) serta intervensi asing sebagai akibat tidak diberikannya prioritas

dalam penegakan HKI.

Adanya kesepakatan GATT pada Putaran Uruguay yang menandai

menyebarnya sistem hukum HKI di setiap penjuru dunia, menempatkan

permasalahan HKI pada tangga yang tertinggi dan menjadi isu global. Bahkan

sengketa antar negara pun nantinya akan bergeser dari sengketa ideologi ke arah

sengketa HKI.51

Indonesia yang turut menyepakati GATT Putaran Uruguay, wajib

menyesuaikan sistem hukum HKI-nya sebagaimana telah diatur dalam TRIP’s.

Ratifikasi yang dilakukan pemerintah Indonesia, dengan UU No.7 Tahun 1994

tentang pengesahan Agreement Establishing the word Trade organization,

menandakan dibukanya pintu masuk ketentuan-ketentuan TRIP’s dalam sistem

hukum Indonesia.

Persetujuan TRIP’s ini melengkapi perjanjian-perjanjian HKI yang sudah

ada sebelumnya dan sekaligus pengelolaan perlindungan hak atas kekayaan

intelektual secara internasional dikelola olehWorld Trade Organization(WTO).

51

(30)

Secara garis besar ciri-ciri pokok persetujuan TRIP’s pada dasarnya

berkisar pada tiga hal :52

1. Persetujuan ini berbicara mengenai norma dan standar

2. Persetujuan TRIP’s menetapkan kesesuaian penuh (full compliance) terhadap

perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual sebagai persyaratan

minimal (Konvensi Paris, Konvensi Bern dan Traktat Washington);

3. Persetujuan TRIP’smemuat ketentuan mengenai penegakan hukum yang ketat

berikut mekanisme penyelesaian perselisihan atau sengketa yang diikuti

dengan hak negara yang dirugikan untuk mengambil tindakan balasan dibidang

perdagangan secara silang.

Dengan adanya pengaturan hukum HKI tersebut, berarti secara prinsip,

Indonesia telah mengikatkan diri pada ketentuan internasional. Secara teori

adanya kewajiban harmonisasi perangkat hukum HKI yang jelas harus juga

ditindak lanjuti dengan proses penegakan hukum yang tegas.

Atas hal tersebut di atas, maka ketika negara meratifikasi TRIP’s dan

mengharmonisasikan peraturan tentang perlindungan HKI, maka sistem

pengetahuan masyarakat akan menghadapi tantangan yang besar. Pengetahuan

mereka akan “dirambah” dan diprivatisasi oleh perusahaan serta individu. Lalu,

kalaupun suatu negara mengadakan peraturan yang melindungi inovasi

masyarakat tradisional dan lokal, negara tersebut akan menghadapi banyak

tantangan dari negara negara lain yang menganut sistem kepemilikan HKI secara

52

Bambang Kesowo, Implementasi Persetujuan TRIP’s dalam Hukum Hak Kekayaan

(31)

individual yang justru mempermudah perambahan pengetahuan tradisional dan

lokal.

Perlindungan hak atas kekayaan intelektual mempunyai dua dasar yaitu

terbagi atas :

1. Hak Milik Industri (Industrial Property Right)

2. Hak Cipta (Copyright).

Hak cipta dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu:

a. Hak Cipta

b. Hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighbouring rights).

Dalam rangka mengantisipasi era global, Indonesia menyesuaikan aturan

aturan yang berhubungan dengan HKI diantaranya:

1. Undang-Undang Nomor No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas

Tanaman.

2. Undang-Undang Nomor No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

Terpadu.

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Dalam pengaturan hukum mengenai HKI saat ini mempunyai karakter

(32)

melalui konvensi-konvensi internasional, tetapi bermula dan berakar dari

negara-negara individu secara mandiri sebagai subjek hukum internasional.

Sebaliknya, dalam penerapan selanjutnya masing-masing negara

mengadopsinya dengan memperhatikan akar budaya dan sistem hukumnya

masing-masing, berarti bahwa implementasi perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual pada pendekatan masing-masing negara.

Dapat dilihat dari kondisi bagaimana suatu negara mengatur perlindungan

terhadap pengetahuan tradisionalnya yang bersifat komunal. Banyak negara

berpendapat bahwa pengaturan Hak Kekayaan Intelektual yang ada tidak cukup

dapat melindungi traditional knowledge secara kuat. Oleh karena itu, mereka

membuat pengaturan khusus sebagai suatu yang sui generis dalam perlindungan

terhadaptraditional knowledge. Demikian hal tersebut terlihat di Indonesia dalam

melakukan kerjasama dan mengikatkan diri dengan dunia internasional, baik

secara bilateral maupun multilateral di bidang Hak Kekayaan Intelektual

B. Prinsip-prinsip dalam Perlindungan Hak Cipta

Di Indonesia, hak cipta diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta, yaitu,

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam Pasal 1 ayat 1 UU Hak Cipta

tersebut, pengertian hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima

hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

(33)

Istilah hak cipta di usulkan pertama kali oleh St. Moh. Syah Pada Kongres

Kebudayaan di Bandung tahun 1951 yang kemudian diterima oleh Kongres

tersebut, sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas

cakupan pengertiaanya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan

dari istilah bahasa BelandaAuteurs Rechts.53

Agus Sembiring,54 mengemukakan bahwa hak cipta adalah hak dari

pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya. Pembuat sebuah

ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari

ciptaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk membuat

salinan dari ciptaannya tersebut, hak untuk membuat produk derivatif, dan

hak-hak untuk menyerahkan hak-hak-hak-hak tersebut ke pihak-hak lain. Hak cipta berlaku seketika

setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.

Menurut Hanafi, secara hakiki hak cipta termasuk hak milik immaterial

karena menyangkut ide, gagasan pemikiran, imajinasi dari seseorang yang

dituangkan ke dalam bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra,

maupun karya seni.55Bahwa hak cipta yang melindungi sebuah karya, yang mana

seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak

dibuat berdasarkan karya orang lain yang telah memiliki hak cipta,

Sementara itu pengertian hak cipta menurut World Intellectual Property

Organization: “ Copyright is alegal form dicribing right given to creator for the

53

Ajip Rasidi, Undang-Udang Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang Awam, (Jakarta: Djambatan, 1984), hlm.. 3.

54

Hak Cipta di Indonesia, http://edukasi.kompasiana.com, (diakses tanggal 5 Oktober 2013)

55

(34)

literary and artistic work” Hak Cipta adalah terminology hukum yang

menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya

mereka dalam bidang seni dan sastra.56

Prinsip-prinsip dasar yang terdapat pada hak cipta, yaitu:

1. Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli.

Salah satu prinsip yang paling fundamental dar perlindungan hak cipta hanya

berkenan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan, sehingga tidak

berkenaan atau berurusan dengan substansinya.57

Dari prinsip ini diturunkan beberapa prinsip yaitu:

a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinilitas) untuk dapat

menikmati hak-hak yang diberikan Undang-Undang, sangat erat

hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.

b. Suatu ciptaan mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan

diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk materil lain. Ini berarti bahwa

suatu ide atau suatu pemikiran atau gagasan, atau cita-cita belum merupakan

suatu ciptaan.

c. Karena hak cipta adalah hak khusus, tidak ada orang lain yang boleh

melakukan hak itu kecuali dengan izin pencipta.

56

Husain Audah, Hak Cipta & Karya Cipta Musik, (Bogor: PT. Pustaka Litera Antara Nusa, 2004), hlm. 6

57

(35)

2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis).58

Suatu hak cipta eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam

suatu bentuk yang berwujud. Dengan adanya wujud dari suatu ide suatu ciptaan

lahir. Dan suatu ciptaan yang dilahirkan dapat di umumkan. Hak cipta yang

tidak di umumkan maka hak ciptanya tetap ada pada pencipta.

3. Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta.59

Suatu ciptaan yang di umumkan maupun tidak di umumkan tetap memperoleh

hak cipta

4. Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui oleh hukum (legal

right) yang harus dipisahkan dan dibedakan dari penguasaan fisik suatu

ciptaan.

5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).60

Hak cipta bukan suatu monopoli mutlak untuk melainkan hanya suatu limited

monopoly. Hal ini dapat terjadi karena hak cipta secara konseptual tidak

mengenal konsep monopoli penuh, sehingga mungkin saja seorang pencipta

menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah tercipta

terlebih dahulu.

Yang perlu menjadi prinsip dalam membedakan perlindungan hak cipta

dengan perlindungan hak atas kekayaan intelektual lainnya adalah bahwa hak

cipta melindungi karya sastra (literary works) dan karya seni (artistic works)

dengan segala bentuk perkembangannya didunia ini.

58

Republik Inonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Penjelasan Pasal 35 ayat (4)

59

Ibid.

60

(36)

C. Pengaturan Hak Cipta Menurut UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 mengenai hak cipta,

tertulis “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu

dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perUndang-Undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)“ Pasal ini sudah sangat jelas mengatakan

bahwa semua hasil karya seseorang (pencipta) diberikan hak untuk

memperbanyak ciptaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 1 angka 3 UU Hak Cipta, menyatakan bahwa, ciptaan adalah hasil

karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,

seni dan sastra.

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta mengumumkan berarti

pembacaan, penyiaran pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu

Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau

melakukan dengan cara apapun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,

atau dilihat orang lain.

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU Hak Cipta pengertian memperbanyak

adalah penambahan jumlah suatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun

bagian yang sangat substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama atau

pun tidak sama, termasuk pengalihwujudkan secara permanen atau temporer.

(37)

1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak

Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul

secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi

pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program

Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain

yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk

kepentingan yang bersifat komersial.

Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU Hak Cipta tersebut, bahwa Indonesia

secara tegas menyatakan dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaan, itu

harus memperhatikan pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perUndang-Undangan yang berlaku. Pembatasan yang dimaksud sudah tentu bertujuan agar

dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai dengan

tujuannya.

Karya-karya seni yang penciptanya tidak diketahui dan sudah berlangsung

secara turun temurun. Jika dikaitkan dengan ketentuan UU Hak Cipta, maka dapat

merujuk pada Pasal 10 ayat 2 yang menyatakan Negara memegang Hak Cipta

atas Folklor, dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti

cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan, tarian, kaligrafi, dan

karya seni lainnya.

Pasal 10 dalam UU Hak Cipta menyatakan bahwa :

1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.

(38)

legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurut Hutauruk,61 ada beberapa unsur penting yang terkandung dari

rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan UU Hak Cipta,

hak-hak yang melekat dalam Hak Cipta, yaitu:

1. Hak ekonomi,

merupakan hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain.

2. Hak moral,

yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun tidak dapat

ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya,

mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan

keutuhan atau integritas ceritanya).

Yang dimaksud dengan pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai

pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak

lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut

sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1 angka 4 UU Hak Cipta.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 2002

membedakan penggolongan Pencipta Hak Cipta dalam beberapa kualifikasi

sebagai berikut :

61

(39)

1. Seseorang, yakni:

a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum Ciptaan pada direktorat

Jendral HKI,

b. Orang yang namanya tersebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai

pencipta pada suatu ciptaan,

c. Seseorang yang beceramah tidak menggunakan bahan atau secara tidak

tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya.

d. Seseorang yang membuat ciptaan dalam hubungan dinas dengan pihak lain

dalam lingkungan pekerjaanya atau hubungan dinas berdasarkan pesanan

atau hubungan kerja atau berdasarkan atau pesanan.62

Hal tersebut diatas sesuai dengan ketentuan yang disebutkan Pasal 5 UU

Hak Cipta menyatakan :

1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah : a. Orang namanya tercantum dalam daftar umum ciptaan pada

Direktorat Jendral atau:

b. Orang yang namanya tersebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu ciptaan.

2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, maka orang yang beceramah dianggap sebagai pencipta ceramahnya.

Dua orang atau lebih jika suatu ciptaan oleh beberapa orang, maka yang

dianggap sebagai Penciptanya :

1. Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan yang

bersangkutan atau penghimpunnya:

2. Perancang ciptaan yang bersangkutan

62

(40)

Pernyataan diatas sesuai dengan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 UU Hak

Cipta. Pasal 6 UU Hak Cipta menyatakan jika suatu ciptaan terdiri dari beberapa

bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap

sebagai pencipta adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian

seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai

pencipta adalah orang yang menghimpunnya, dengan tidak mengurangihak cipta

masing-masing baagian ciptaannya.

Sedangkan Pasal 7 UU Hak Cipta menyatakan jika suatu ciptaan dirancang

seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan

pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang

ciptaan itu.

Namun praktiknya, kini banyak penggelapan hasil karya pencipta yang di

ambil atau di bajak tanpa persetujuan sang pencipta. Hal itu sudah jelas melanggar

pasal ini. Hal ini tertera dalam Pasal 3 ayat 2 UU Hak Cipta yaitu Hak Cipta dapat

beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:

1. Pewarisan;

2. Hibah;

3. Wasiat;

4. Perjanjian tertulis; atau

5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Hak Pencipta/Pemegang Hak Cipta dibagi menjadi hak ekonomi dan hak

moral. Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seorang Pencipta untuk

(41)

dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa Pencipta

atau Pemegang Hak Cipta atas Karya sinematografi dan Programm Komputer

memiliki hak untuk memberkan izin atau melarang orang lain yang tanpa

persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat

komersil.

Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau

pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari

pemilik hak tersebut. Yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah

mengumumkan, memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.

Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 maka ciptaan yang dapat dilindungi dalam

UU Hak Cipta ialah ilmu pengetahuan, kesenian. Sebagaimana yang tertuang

dalam Pasal 12 ayat 1 UU Hak Cipta ciptaan yang dilindungi adalah:

1. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang

diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain. Yang dimaksud dengan

perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan

"typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk

penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, warna dan

susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan

wujud yang khas.

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu. Yang

dimaksud dengan ciptaan lain yang sejenis adalah ciptaan-ciptaan yang belum

disebutkan, tetapi dapat disamakan dengan ciptaan-ciptaan seperti ceramah,

(42)

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Yang dimaksud dengan alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk dua

ataupun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur,

biologi atau ilmu pengetahuan lain.

4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks. Lagu atau musik dalam

Undang-Undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas

unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi.

Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut

merupakan satu kesatuan karya cipta.

5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.

6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Yang dimaksud

dengan gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan bentuk

huruf indah, dan gambar tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri.

Yang dimaksud dengan kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari

berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, kayu) yang ditempelkan pada

permukaan gambar. Seni terapan yang berupa kerajinan tangan sejauh tujuan

pembuatannya bukan untuk diproduksi secara massal merupakan suatu

ciptaan.

7. Arsitektur. Yang dimaksud dengan arsitektur antara lain meliputi: seni gambar

bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan.

8. Peta. Yang dimaksud dengan peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur

(43)

permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala

tertentu.

9. Seni batik. Batik yang dibuat secara konvensional dilindungi dalam

Undang-undang ini sebagai bentuk ciptaan tersendiri. Karya-karya seperti itu

memperoleh perlindungan karena mempunyai nilai seni, baik pada ciptaan

motif atau gambar maupun komposisi warnanya. Disamakan dengan

pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang merupakan

kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni

songket, ikat, dan lain-lain yang dewasa ini terus dikembangkan.

10. Fotografi.

11. Sinematografi. Karya sinematografi yang merupakan media komunikasi massa

gambar gerak (moving images) antara lain meliputi: film dokumenter, film

iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun.

Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan

video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk

dipertunjukan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di

media lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun

televisi atau perorangan.

12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil

pengalihwujudan. Yang dimaksud dengan bunga rampai meliputi: ciptaan

dalam bentuk buku yang berisi kumpulan karya tulis pilihan, himpunan

lagu-lagu pilihan yang direkam dalam satu kaset, cakram optik atau media lain,

(44)

adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh mesin

(komputer) atau dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau

pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual. Perlindungan

terhadap database diberikan dengan tidak mengurangi hak pencipta lain yang

ciptaannya dimasukkan dalam database tersebut. Yang dimaksud dengan

pengalihwujudan adalah pengubahan bentuk, misalnya dari bentuk patung

menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama, drama menjadi sandiwara radio,

dan novel menjadi film.63

Meski hak cipta berada pada bidang seni sastra dan ilmu pengetahuan,

namun ada beberapa ciptaan yang tidak ada hak ciptanya atau tidak mempunyai

hak cipta, diantaranya adalah:

1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara.

2. Peraturan perundang-undangan.

3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah.

4. Putusan pengadilan atau penetapan Hakim.

5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. Yang

dimaksud dengan keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya

keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa, termasuk keputusan-keputusan-keputusan-keputusan

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Mahkamah Pelayaran.64

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002

disebutkan bahwa jangka waktu pemilikan hak cipta 50 tahun.

63

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 12 ayat (1) beserta Penjelasannya.

64

(45)

Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 dalam UU Hak Cipta menyatakan bahwa:

1) Hak Cipta atas Ciptaan :

a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b. drama, atau drama musical, tari, koreografi;

c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;

d. seni batik;

e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur;

g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis; h. alat peraga;

i. peta;

j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.

2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.

Pasal 30 ayat 1, 2 dan 3 dalam UU Hak Cipta menyatakan bahwa:

1) Hak Cipta atas Ciptaan: a. Program Komputer; b. Sinematografi; c. Fotografi; d. Database; dan

e. Karya hasil pengalih wujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.

3) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Di Indonesia tidak ada ketentuan yang mewajibkan pendaftaran ciptaan

untuk mendapatkan hak cipta. Meskipun demikian, pendaftaran dapat dilakukan

secara sukarela. Bagi pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan

Referensi

Dokumen terkait

Maraknya kasus tindak pidana di Kota Pekanbaru, perlunya penegakan hukum yang tegas oleh pihak kepolisian dalam menjalankan tugas terutama dalam manajemen penyidikan yang dilakukan

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu organisasi yang di dalamnya bertujuan untuk membina dan mendidik anak

Diagram alir data adalah teknik pengambaran alir data dengan menggunakan simbol tertentu yang telah disepakati. Diagram alir data digunakan untuk mempermudah

Hal ini berarti pembelajaran pada siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan dengan nilai rata-rata daya serap klasikal minimal 65% dan ketuntasan belajar

Bahwa pada hari dan tanggal di awal bulan September 2007 Terdakwa dan Saksi-I untuk pertama kalinya melakukan persetubuhan yang layaknya seperti orang yang sudah

Jika berhasil menemukan seluruh kata yang diminta, kurang dari waktu yang disediakan, maka player dapat menginput kata baru untuk dimasukkan ke dalam file. Namun, jika tidak

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN IKAN YANG BERASOSIASI DENGAN LAMUN PADA KERAPATAN LAMUN YANG BERBEDA DI PULAU PANJANG JEPARA. Agus Nurchotim, Ruswahyuni, Niniek

 Healey J F, Statistics, A Tool for Social Research, Ninth Edition, Wadsworth Publishing Company, 2012  Kachigan S K, Statistical. Analysis: An