BERHAK CIPTA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh : YENI ULFIYENI
NIM. 062311015
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
iv
MOTTO
“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di
v
Dalam menghadapi perjuangan hidup yang penuh cucuran keringat dan air mata Penulis persembahkan bagi mereka yang tetap setia mendukung & mendoakan
penulis Di setiap ruang & waktu dalam kehidupan penulis khususnya buat:
1. Ayah dan Ibunda tercinta (Bpk H Selamet Sodikin & Ibu Hj Rusmini)
“Yang selalu mendoakan, mendukung baik moral maupun material dan selalu
mencurahkan kasih sayang, perhatian dan memberikan motivasi kepada ananda dalam segala hal. Dan juga adik-adik penulis (Rouf, Rofik,de’ nu’) Semoga Allah SWT selalu melindungi mereka”. Kalian semua sumber inspirasi penulis.
2. Yth. Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag. dan Johan Arifin, S.Ag. MM.
“Yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis. mendukung dan mendoakan penulis. Kesabaran dan ketabahannya menjadi sumber inspirasi dan penyemangat dalam perjuangan hidupku. Semoga Allah SWT senantiasa memberinya kekuatan”.
3. Keluarga besar PP. Al-Ma’rufiyah (KH. Abas Masruhin beserta keluarga)
“Yang telah memberikan banyak ilmu dan nasihat, semoga bermanfaat Amin”.
4. Keluarga besar BKC (Bandung Karate Club)&KMB (Keluarga Besar Banyumas) ” Yang telah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis”.
vi
5. Sahabat-sahabat MUA & MUB (2006)
“Yang telah memberi senyuman & menghibur penulis”
6. Sahabat- sahabat penulis di PP. Al-Ma’rufiyah ( Ainun, Tsalis, Nia, Azah, Indra,
Ati, Aini, Tutut, Ilif, Nina, Ruroh, Eka, Rina, Dian, Hani, Yati, Nur, Anis, Fitri,
Ibah, Kartini, Rida, Uswatun, Mihla, Ana, Faizah, Ela, Lia, Yanti & kang-kang
pondok el-ma’ruf)
“Yang senantiasa memberiku dukungan & doa, memberi senyum saat ku sedih, membangunkanku saat ku terjatuh dan memotivasi disaat ku rapuh, thanks atas doa dan dukungan kalian semua baik moril maupun materiil. Kalian semua telah memberi warna baru dalam hidupku thanks for All”.
7. Kepada Semua pihak & teman-teman penulis
“Yang telah menyumbangkan ide, saran, dan kritik bagi penulis sehingga dapat
vii
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 23 Juni 2011 Deklarator,
viii
ABSTRAK
Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan publik. Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), Indonesia pada tahun 2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan Intelektual, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu “surga” peredaran barang-barang bajakan dan ilegal. MUI sebagai salah satu lembaga keagamaan Islam di Negara Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang perlindungan terhadap hak kekayaan Intelektual, yang berisikan tentang beberapa pertimbangan, dasar hukum, serta mafsadat yang ditimbulkan.
Berangkat dari masalah diatas ada beberapa permasalahan yang dirumuskan untuk mengetahui latar belakang adanya Fatwa MUI tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Bagaimana ketentuan fatwa MUI terhadap pelanggaran HKI dan Bagaimana pelaksanaan Fatwa MUI dalam praktek foto copy buku berhak cipta.Sedangkan data-data diperoleh melalui dokumentasi, observasi dan wawancara yang selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu data berupa kata-kata lisan atau dari orang-orang dan perilaku mereka yang dapat diamati.
Pandangan Hukum Islam mengenai diberikannya perlindungan terhadap hak cipta merupakan sebuah penghargaan atas jerih payahnya serta pengorbanan selama proses penemuan karya Intelektualnya dan karya tersebut dapat dimasukkan dalam golongan harta kekayaan, yakni kekayaan Intelektual. Berkaitan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang Hak Cipta, maka MUI memandang Hak Cipta sebagai salah satu Huquq Maliyyah
(hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana mal (harta) demi ketentuan hukum yang dikeluarkan MUI dalam Hak Cipta. Hak cipta termasuk hak milik (milkiyah) dalam hukum Islam dapat diperoleh dari berbagi cara, diantaranya yaitu ihraz al-mubahat (penguasaan harta bebas), yakni cara kepemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasi atau dimiliki oleh pihak lain Sehingga harta kekayaan yang telah menjadi miliknya wajib untuk dilindungi baik oleh hukum formal maupun hukum Islam sebagai hak milik individu. Dari hasil penelitian dalam praktek pelayanan foto copy buku berhak cipta “tidak melanggar” aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh MUI, kegiatan mengcopy hanyalah untuk mempermudah masyarakat khususnya pelajar yang membutuhkan buku-buku untuk kepentingan pendidikannya, Sedangkan yang dilarang oleh MUI, adalah sengaja menjual buku-buku hasil copyan (membuat) tanpa meminta izin dari para penciptanya.
ix
yang tiada terhitung. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan selalu atas
Rasullullah SAW, para kelurga, para sahabat, dan pengikutnya.
Dengan semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta ,
khususnya pelanggaran terhadap karya tulis yang sering kali dijumpai, maka
penulis tertarik untuk menagkat Skripsi yang berjudul : Analisis Fatwa MUI Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Studi Kasus Terhadap Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta)
Skripsi ini disusun untuk mengetahui fatwa MUI, tentang perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual dan bagaimana dalam prakteknya, selain itu skripsi ini
disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata (S1) pada Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.
Penulis sadar bahwa tanpa dukungan pihak-pihak terkait, usaha penulis tidak
akan berarti. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarnya
kepada:
1. Yth. Dr. Imam Yahya, M.Ag. sebagai Dekan Fakultas Syari’ah atas segala
kebijakan teknis di tingkat fakultas.
2. Yth. Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag. dan Johan Arifin, S.Ag. MM selaku
pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk
x
3. Yth. Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah banyak
membekali ilmu kepada penulis
4. Yth. Kajur dan Sekjur Muamalah. Serta segenap pegawai Fakultas Syari’ah
yang telah banyak membantu penulis.
5. Bapak H. Slamet.S dan Ibu Hj. Rusmini yang tercinta atas segala kasih sayang, do’a, pengorbanan dan kesabarannya.
6. Kakak Lukman yang selalu memberikan motifasi untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang
selalu memberikan bantuan, dan semangatnya.
8. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu selama
penulisan skripsi ini.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya
untaian terima kasih dan Semoga menjadi amal yang baik (shaleh) dan
mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna
karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Karena itu penulis berharap saran
dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca.
Semarang, 23 Juni 2011
Penulis
xi
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ... v HALAMAN DEKLARASI ... vi ABSTRAK ... vii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... . x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Telaah Pustaka ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II HAK MILIK DAN HAK CIPTA DALAM HUKUM ISLAM A. Hak Milik Dalam Hukum Islam... ..14
1. Pengertian hak milik……….. . 14
2. Sebab- sebab kepemilikan……….. 21
3. Macam-macam kepemilikan………. . 25
B. Hak Cipta Dalam Hukum Islam ... 30
1. Pengertian hak cipta……….. . 30
xii
BAB III PENGARUH FATWA MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 TENTANGPERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)
A. Gambaran Singkat Profil Lembaga MUI ………...40 B. Pengertian Fatwa ………...48 C. Kekuatan Fatwa ………...50 D. Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI)………..52 E. Pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Terhadap Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta ……….. 60
BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) TERHADAP LAYANAN FOTO COPY BUKU BERHAK CIPTA DISEKITAR NGALIYAN
A. Analisis Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual…66 B. Analisis Pengaruh Fatwa MUI No. 1 MUNAS V11/MUI/15/2005
terhadap Pelaksanaan layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta……...70
BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ... 80 A. Saran ... 81 B. Penutup ... .82 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hukum Islam dan syari’at Islam mengatur semua aspek kehidupan,
etika, dan sosial, dan meliputi perkara-perkara pidana maupun perdata. Syari’at bersifat komprehensif, mencakup seluruh aktifitas manusia,
menentukan hubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia.1
Hubungan dengan sesama manusia adalah dengan bermuamalah, salah satu diantara ajaran Islam kepada umatnya dalam bermua’amalah ialah tentang hak
milik.
Islam mengakui hak milik pribadi dan menjadikan dasar bangunan
ekonomi. Itu akan terwujud apabila ia berjalan pada porosnya dan tidak keluar
dari batasan Allah, diantaranya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal yang disyari’atkan dan mengembangkannya dengan jalan yang halal
yang disyariatkan pula.2 Karena itulah hak tersebut wajib dilindungi, salah
satu hak yang wajib dilindungi yaitu hak cipta, yang merupakan bagian dari
Hak Kekayaan Intelektual. Hak Cipta adalah hak khusus yang diberikan
negara kepada pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil
ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
1
Mavyn Lewis dan Latifa Algaound, Parbankan Syariah Prinsip Praktek Prospek,
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001, hlm. 36. 2
Yusuf Qordhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami, Zainal Arifin “Norma Dan Etika Ekonomi Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1,1997, hlm. 86.
2
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. 3
Hak cipta yang orisinil dan bermanfaat digolongkan sebagai harta
yang sangat berharga. Indonesia dikenal sebagai salah satu 'surga' peredaran
barang-barang bajakan dan ilegal. Segala barang bajakan dan tiruan dapat
ditemukan dengan mudah di negeri ini. dibanyak pusat perniagaan aneka
produk bajakan alias palsu seperti: barang elektronik, buku, kaset musik, film,
software, hingga obat sekalipun dijual bebas. Tak heran, jika Indonesia pada
2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan
dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Potensi
kerugian dari praktik tersebut sangatlah besar. Untuk produk software
(perangkat lunak) saja, berdasarkan data International Data Corporation
(IDC), potensi penghasilan yang raib mencapai 544 juta dolar AS per tahun.
Sebetulnya, langkah penertiban dan penindakan kerap dilakukan. Nyatanya,
praktik pembajakan masih tetap saja dilakukan.4
Padahal secara yuridis, Indonesia cukup produktif dalam membuat
perangkat undang-undang khususnya Tentang Hak Kekayaan Intelektual,
diantaranya UU hak cipta (UUHC) No.6 tahun 1982 mengatur tentang Hak
Cipta. Saat ini pengaturan tentang hak cipta dapat kita temukan dalam
Undang-Undang yakni : UU No.19 tahun 2002 mengatur tentang Hak Cipta,
UU No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No.30
tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No.31 tahun 2000 tentang Desain
3 Undang-Undang HAKI, Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2003, hlm. 4. 4
Industri, UU No.32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,
UU No.14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No.15 tahun 2001 tentang
Merek.5
Adanya beberapa ketentuan dari perundang-undangan di atas
dinyatakan bahwa Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap hak
Kekayaan Intelektual khususnya dibidang Hak Cipta. Dibentuknya beberapa
undang-undang tersebut sebagai hukum yang berlaku di Indonesia dan untuk
melindungi hak cipta. Namun Dalam enam bulan, yakni selama Januari-Juni
2009, sebanyak 146 kasus telah disidik polisi," Sementara itu, terhadap
pelanggaran hak cipta yang menggunakan sarana optical disk, telah ditindak
sebanyak 128 kasus, dengan 138 tersangka dan barang bukti sebanyak
385.659 keping CD, termasuk 47.126 keping CD porno. Dari 128 kasus itu,
sebanyak 21 kasus sudah P-21, sedangkan sebanyak 107 kasus masih dalam
proses.6
Atas keprihatinan terhadap perlindungan hak cipta, maka aparat dan
masyarakat harus memiliki kesadaran bersama dari mulai penegak hukum
sampai pada pelaku ekonomi atau masyarakat bawah terhadap pentingnya
perlindungan terhadap hak cipta. Salah satu dari mereka adalah lembaga para
ulama yang ada di Indonesia, yakni Majelis Ulama Indonesia. Majelis Ulama
Indonesia sebagai lembaga yang terdiri dari berbagai ulama dan cendikiawan muslim, lewat ketua komisi fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin, secara resmi
mengumumkan fatwa tentang haramnya produk-produk bajakan. Hal ini
5
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia,
Bandung; Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 223.
6
4
termaktub dalam fatwa MUI Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang ditetapkan di : Jakarta Pada
Tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426 H. 29 Juli 2005 M.
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah
kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu
produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara
berdasarkan peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Oleh karenanya,
HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas
intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya
untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya.
Dalam hal ini melihat penduduk Indonesia adalah mayoritas beragama
Islam, maka dengan jelas dikatakan bahwa umat Islam wajib mengambil
sesuatu itu dari yang halal, bukan dari hasil memalsu.
Seperti disebutkan dalam firman Alloh SWT, dalam surat An-Nisa
ayat 29
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.7
7
Depag RI, AL-qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. PENERBIT J-ART, 2005, hlm.
Serta dalam hadis Nabi yang berkaitan dengan harta kekayaan
“ Rasulullah SAW menyampaikan khutbah kepada kami, sabdanya: ketahuilah
tidak halal bagi seseorang sedikitpun dari harta saudaranya kecuali dengan
kerelaan hatinya…”(HR.Ahmad)
Inti dalil diatas dijelaskan bahwa larangan memakan harta orang lain
secara bathil ( tanpa hak ) dan larangan merugikan hak orang lain.
Dalam kaidah fiqh juga disebutkan bahwa, bahaya (kerugian) harus
dihilangkan
لازي ررضلا
, serta sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yangharam adalah haram
م ارح وهف مرحل ا نم
دل وتي ام لك
.8Sampai disini perlindungan terhadap hak cipta sama pentingnya
dengan perlindungan ekonomi, terutama dalam bidang perdagangan.
Kasus-kasus terkait dengan pelanggaran hak cipta dan merek melalui sarana internet
dan media komunikasi lainnya adalah contoh yang marak terjadi saat ini.9
Disamping memberikan manfaat, tingginya pengguna teknologi informasi
justru telah memberi akibat berupa ancaman terhadap eksitensi karya cipta dan
hasil temuan yang ditemukan oleh para penemu hak kekayaan intelektual.
Karya-karya intelektual berupa program komputer dan objek-objek hak cipta
yang ada di media internet dengan sangat mudah dilanggar, dimodifikaskan
dan digandakan. Selain itu objek HKI lainnya, seperti merek juga menjadi
8
Moh. Adib Bisri, Terjemahan Al-Faraidul Bahiyah, Menara Kudus : Kudus, 1988, hlm. 21.
9
Ahmad M Ramli, Cyber Law & Hak Dalam System Hukum Indonesia, Bandung ; PT. Refika Aditama, 2004, hlm. 4.
6
objek pelanggaran terus-menerus diinternet, hal yang terakhir ini bahkan
seringkali berkembang menjadi perbuatan persaingan tidak sehat.10
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih
lanjut dalam bentuk skripsi mengenai Bagaimana pandangan Fatwa MUI
terhadap layanan foto copy buku berhak cipta. Serta Untuk mengetahui
ketentuan hukum Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap
pelanggaran hak cipta.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan latar belakang diatas, penulis mengemukakan beberapa
permasalahan yang memerlukan pembahasan yang mendalam. Adapun
permasalahan yang penulis angkat adalah:
1. Bagaimana latar belakang lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS
VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual ?
2. Bagaimana pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005
terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan ini diharapkan penulis mampu mengkaji dan memberi
jawaban secara jelas dari kedua permasalahan diatas, yaitu:
1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS
VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
10
2. Untuk mengetahui pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005
terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta ?
D. TELAAH PUSTAKA
Terdapat beberapa buku dan karya ilmiah yang membahas tentang hak
cipta, maka dalam telaah pustaka ini, penulis menelaah beberapa buku dan
literatur yang membahas masalah hak kekayaan intelektual. Antara lain:
Skripsi yang ditulis oleh Agus Supriyanto seorang mahasiswa fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Hak Pemilik Rahasia Dagang Dalam UU No. 30 tahun 2000
Tentang Rahasia Dagang. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa hak pemilik
rahasia dagang dapat dimasukan dalam golongan harta kekayaan, yakni
kekayaan intelektual. Sehingga harta kekayaan yang telah menjadi miliknya
wajib untuk dilindungi baik oleh hukum formal maupun hukum Islam sebagai
hak milik individu.
Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Zaki seorang mahasiswa fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Tindak Pidana Hak Cipta
Program Komputer Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Analisis Pasal 72 ayat 3 UU No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta)” Dia mengatakan
bahwa masalah HAKI khususnya hak cipta program komputer ini masuk kedalam jarimah ta’zir yang dimana dalam jarimah ta’zir ini masuk pada
ketentuan yang dibuat oleh ulil amri yang telah menetapkan dalam
8
Buku yang ditulis oleh Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy,”Pengantar Fiqh Mu’amalah”, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
2001. Dalam buku ini dijelaskan mengenai hak serta milik dalam lingkup hukum Islam. dan Gufron A Mashadi dalam ”Fiqh Mu’amalah Kontekstual”,
juga mengungkapkan mengenai milkiyah (kepemilikan dalam hukum Islam).
Beliau menjelaskan bahwa salah satu dari sebab pemilikan atau milkiyah atau
tamalluk, yaitu ihzarut mubahat. Apabila dia telah menguasai dengan maksud
memiliki, menjadilah miliknya.
“Norma dan Etika Ekonomi Islam” adalah buku karya Dr. Yusuf
Qardawi membahas larangan memperdagangkan barang-barang haram serta norma dan akhlak dalam perekonomian dan Muamalat Islam”.
Buku CST Kansil yang berjudul “Hak Milik Intelektual Hak Milik
Perindustrian dan Hak Cipta” menjelaskan tentang hak kekayaan intelektual
serta tinjauan terhadap UU hak cipta Indonesia dari mulai pendaftaran hak
cipta, penyelesaian permasalahan hak cipta dan perlindungan hak cipta.
E. METODE PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang akurat mengenai permasalahan diatas,
maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yang
relevan dengan judul diatas:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah lapangan (field
deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat
deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki.11 Sedangkan penelitian kualitatif adalah
bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata lisan atau
dari orang-orang dan perilaku mereka yang diamati.12 Dalam penelitian ini
yang diteliti adalah pelaksanaan pelayanan foto copy buku berhak cipta,
sedangkan data-data diperoleh dari para pekerja foto copyan.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada objek
sebagai sumber informasi yang dicari.13 Adapun sumber data primernya
adalah hasil wawancara dan observasi tentang pelaksanaan fatwa MUI
No. MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual terhadap praktek pelayanan foto copy buku berhak cipta.
b. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain,
tidak langsung diperoleh dari subjek penelitinya. Peneliti menggunakan
data ini sebagai data pendukung yang berhubungan dengan penelitian.
Data ini peneliti ambil dari undang-undang, artikel dan sumber lain
yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang dibahas dalam
skripsi ini.
11
Moh. Nasir, Metode Penelitain, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999, hlm. 63. 12
Lexy J Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 2000, hlm. 3.
13
10
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dapat digunakan untuk membahas
masalah yang terdapat dalam penelitaian ini yaitu berupa:
a. Interview
Interview atau wawancara yaitu percakapan dengan maksud
tertentu.14 Sedangkan jenis pedoman interview yang akan digunakan
oleh penulis adalah jenis pedoman interview tidak terstruktur, yakni
pedoman wawancara yang hanya memuat garis-garis besar pertanyaan
yang akan diajukan.15 Disini penulis melakukan wawancara dengan
para pemilik dan pegawai foto copy serta pengurus MUI JATENG,
untuk memperoleh data yang penulis perlukan dalam penelitian ini.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis
untuk kemudian dilakukan pencatatan.16 Kaitannya dengan
pengumpulan data dilakukan dengan observasi
non-partisipatif,17dimana penulis tidak terlibat langsung dalam
pengkopyan buku berhak cipta, tetapi pengumpulan data dilakukan
secara sepintas pada saat kegiatan pengamatan.
14
Lexy J Moloeng, op .cit, hlm. 148. 15
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineke Cipta, cet. Ke-11, 1997, hlm. 231.
16
P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Meltron Putra, 1991, hlm. 63.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
agenda, dan sebagainya.18 Dalam hal ini bahan-bahan yang diperoleh
atau dikumpulkan secara langsung dari para pegawai yang diperlukan
untuk melengakapi data penelitian ini, serta Fatwa MUI No.
1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual.
4. Metode Analisis Data
Untuk keperluan analisis data, penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif, yaitu data berupa kata-kata lisan atau dari orang-orang
dan perilaku mereka yang dapat diamati.19 Penelitian ini pada umumnya
bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat
terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik
atau faktor-faktor tertentu.20 Proses analisis data deskriptif kualitatif melalui
analisis terhadap data riil yang diperoleh dari lapangan dan belum diolah,
yaitu dengan membuat batasan data yang diolah (berdasarkan data yang
diperoleh) dan menyajikan pada Bab III, kemudian disimpulkan berdasarkan
data-data yang diperoleh dan telah diolah dan analisis terhadap data-data pada
Bab III, yaitu diawali dengan membuat kategori-kategori yang berkaitan
dengan permasalahan pelaksanaan fatwa MUI terhadap kasus layanan foto
18
Suharsimi Arikunto, op. cit, cet. Ke-12, 2002, hlm. 206. 19
Lexy J Moloeng, op. cit. hlm. 3. 20
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 35.
12
copy buku berrhak cipta, kemudian membuat kesimpulan akhir berdasarkan
data-data yang telah diperoleh dan telah diolah.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dan mengetahui dalam penulisan skripsi ini, maka
penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : Pada bagian ini akan dibahas tentang hak milik dan hak cipta dalam hukum Islam yang didalamnya akan dibahas tentang pengertian,
sebab-sebab, serta macam-macam kepemilikan dalam hukum Islam.
BAB III : Merupakan pembahasan tentang Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Didalam nya dibahas mengenai profil lembaga MUI, pengertian fatwa,
pelaksanaan fatwa tentang HKI dalam kasus layanan foto copy buku berhak
cipta, dalam bab ini juga dicantumkan tentang isi dari Fatwa MUI No.
1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual.
BAB IV : Berisi tentang Analisis latar belakang lahirnya fatwa MUI Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual, dan pengaruh fatwa MUI terhadap pelaksanaan layanan
BAB V : Merupakan bagian penutup dari rangkain penulisan skripsi yang penulis buat, yang akan diuraikan tentang kesimpulan seputar penulisan
14
BAB II
HAK MILIK DAN HAK CIPTA DALAM HUKUM ISLAM
A. Hak Milik Dalam Hukum Islam1. Pengertian Hak Milik Pengertian Hak
Hak berasal dari bahasa Arab haqq, secara harfiah berarti “kepastian” atau „ketetapan”, sebagaimana terdapat dalam surat Yasin ayat 7:
“Sungguh pasti berlaku perkataan (ketetapan) Allah terhadap kebanyakan mereka.1
Nadhariyatul hak atau fikriyatul hak, adalah tata aturan yang mengatur
penghidupan manusia. Hak mempunyai dua makna yang asasi:2
Pertama: sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar
yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia baik mengenai
orang maupun mengenai harta.
Kedua: kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas
seseorang bagi selainnya
Hak menurut pengertian yang umum, ialah:
اًفْيِيْنَت ْوَأ ًتَطْيُس ُعْرَّشّىا ِوِب ُرِرَّقُي ٌصاَصِتْخِا
1
Ghuffron A.Mas‟adi, Fiqh Muamalahn Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 31.
2
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 119.
“Suatu ketentuan yang dengannya syara‟ menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum‟‟.3
Untuk menjelaskan ta‟rif ini kita mengatakan bahwa ikhtishash itu
adalah suatu hubungan yang melengkapi hak yang obyeknya harta dan
melengkapi sulthah seperti wali dan wakil dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing.
a. Macam-Macam Hak
Dalam hukum Islam dikenal beberapa macam hak yaitu:
1) Sulthah
Sulthah terdiri atas :
Sulthah „ala Syakshin/Sulthah „ala Nafsi yaitu hak wali terhadap
anak kecil dan seperti hak hadlanah.
Sulthah „ala Syai‟in Mu‟ayyamin Yaitu seperti hak milkiyyah,
hak manusia menguasai sesuatu, seperti hak tamalluk dan hak
memanfaatkan sesuatu benda, hak wilayah (perwalian) atas harta.
2) Taqsimul Haqqi
Mali yaitu sesuatu yang berhubungan dengan harta, seperti
pemilikan benda atau hutang-hutang.
Ghoiru mali atau hak wali. Hak Ghoiru mali dibagi dua: Hak
Syakshi yaitu suatu tuntutan yang ditetapkan syara untuk seseorang
terhadap orang lain. Dan hak „aini yaitu hak yang memerlukan adanya
benda tertentu yang dijadikan hak itu.4
3
Ibid, hlm. 121.
4
16
Adapun yang termasuk hak „aini antara lain:
Haqqul Milkiyah : hak yang memberikan kepada pemiliknya, hak wilayah. Dia boleh memiliki, memakai, dan mengambil manfaat.
Haqqul Intifa‟ : hak yang membolehkan memakai dan
diusahakan hasilnya.
Haqqul Irtifaq :hak memiliki manfaat dari benda itu ataumilkul
manfaat.
Haqqul Irtihan : hak yang diperoleh dari harta yang digadai.
Haqqul Ihtibas : hak menahan sesuatu benda atas benda yang
belum dipenuhi kewajiban oleh pemiliknya. Berlaku pula terhadap harta
wakaf dengan menahan materi benda untuk dugunakan manfaatnya
kepada usaha-usaha kebajikan.
Haqqul Qharar (menetap diatas tanah wakaf) yang meliputi:
Haqqul Hakr : hak menetap diatas tanah waqaf yang disewa
untuk waktu yang lama dengan seizin hakim dengan membayarnya
setiap tahun. Hak ini diperbolehkan untuk tanah yang tidak produktif.
Haqqul Ijaratain: hak yang diperoleh karena aqad ijarah dalam
waktu yang lama atas izin hakim. Diperoleh atas harta wakaf yang tidak
dapat dipertahankan keasliannya, misalnya karena kebakaran atau
Dari keduanya terdapat perbedaan, yaitu dalam hakr diperbolehkan
dibangun rumah dan ditanami dan merupakan milik pengguna. Sedangkan
dalam ijaratain rumah dan tanah tetap menjadi harta wakaf. 5
Di samping hak-hak diatas ada juga hak adabi, atau dalam istilah
sekarang dikatakan hak ibtikar (hak cipta), yang dibenarkan oleh syara‟
seperti hak cipta sesuatu benda, hak karangan, dan hak membuat suatu
macam obat. Hak-hak ini tidak termasuk dalam hak „aini, tidak juga
termasuk hak syakhshi, karena itu dikatakan, bahwa hak ada tiga yaitu: hak
syakhshi, hak „aini, hak adabi.6
Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus
Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah : gambaran pemikiran yang
dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya
dan hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama, yang belum
dikemukakan ilmuan sebelumnya. Definisi ini mengandung pengertian
bahwa dari segi bentuk, hasil pemikiran ini tidak terletak pada materi yang
berdiri sendiri yang dapat diraba dengan alat indera manusia, tetapi
pemikiran baru itu berbentuk dan punya pengaruh apabila telah dituangkan
kedalam tulisan seperti buku atau media lainnya. Akan tetapi ibtikar ini
bukan berarti sesuatu yang baru sama sekali, tetapi juga boleh berbentuk
suatu penemuan dari ilmuan sebelumnya, misalnya terjemahan hasil
pemikiran orang lain kedalam bahasa asing.7
5 Ibid. hlm, 129. 6 Ibid. hlm, 126. 7
18
b. Asal-Usul Hak
Sebelum manusia memulai penghidupan dengan secara
bermasyarakat dan sebelum tumbuh hubungan antara seseorang dengan
yang lain belumlah ada apa yang kita namakan hak. Setiap manusia yang
hidup secara bermasyarakat, tolong-menolong dalam menghadapi berbagai
macam kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu perlu
seseorang mencari apa yang dibutuhkan dari alam sendiri, atau dari milik
orang lain. Dengan demikian timbulah pertentangan-pertentangan
kehendak. Maka untuk menjaga kepentingan masing-masing perlu ada
aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia, agar manusia-manusia
itu tidak melanggar hak orang lain, dan tidak pula memaksa kemerdekaan
orang lain. Tata aturan yang diperlukan itu adalah tata aturan yang
diperlukan manusia, agar kebutuhan-kebutuhan manusia tidak sampai
dilanggar oleh orang lain, dan agar manusia itu tidak pula melanggar
hak-hak orang lain.8
c. Antara Hak dan Kewajiban
Substansi hak sebagai taklif atau keharusan yang terbebankan pada
pihak lain dari sisi penerima dinamakan hak. Sedangkan dari sisi pelaku
disebut iltizam. Secara harfiah iltizam artinya “keharusan atau kewajiban”
sedangkan secara istilah iltizam ialah: “akibat (ikatan) hukum yang
mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu, atau melakukan
suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu untuk pihak yang terbebani oleh
8
hak orang lain dinamakan multazim. Sedang pemilik hak dinamakan
multazam lahu, atau shahibul haq. Jadi antara hak dan iltizam keduanya
terkait dalam suatu hubungan timbal-balik. Persis sebagaimana hubungan
timbal-balik antara perbuatan menerima dan memberi. Dari sisi penerima
dinamakan hak, sedang dari sisi pemberi dinamakan iltizam.9
Di muka telah disampaikan bahwasanya syari‟at dan aturan hukum
merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus merupakan
sumber utama iltizam.
Sumber iltizam yang lain adalah:
1. Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak untuk melakukan sebuah
perikatan, seperti akad jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain
2. Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, seperti ketika seseorang
menyampaikan janji atau nazar.
3. Al-filuu nafi (perbuatan yang bermanfaat) seperti ketika seseorang
melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan
atau pertolongan, maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuan.
4. Al-fi‟lu al-darr (perbuatan yang merugikan) seperti merusak, melanggar
hak atau kepentingan orang lain.10
Pengertian Milik
Pengertian milik secara bahasa yaitu:
ِوِب ِاَدْبِتْسِلاا َىيَع ُةَرْدُقْىاَو ِئَشّىا ُءاَوِتْحإ ُهاَنْعَم ًتَغُى ُلْيِمىَْا
“pemilikan atas sesuatu (al-mal, atau harta benda) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya.”
9
Ghuffron A. Mas.‟adi, op. cit, hlm. 34. 10
20
Dengan demikian milik merupakan penguasaan terhadap suatu
harta sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta
tersebut.11 Dapat dikemukakan bahwa pengertian penguasaan disini,
bukanlah penguasaan yang berrsifat mutlak atau absolut, sebab pada
hakekatnya hak kepemilikan itu berada ditangan Allah. 12 Pemilikan
terletak pada memiliki manfaatnya bukan menguasai terhadap
sumber-sumber ekonomi, manusia yang menguasai tersebut hanyalah sekedar
menafkahkannya sesuai dengan ketentuan hukum yang telah digariskan
oleh Allah.13
Hak milik adalah suatu hak yang memberikan kepada pihak yang
memilikinya kekuasaan atau kewenangan atas sesuatu sehingga ia
mempunyai kewenangan mutlak untuk menggunakan dan mengambil
manfaat sepanjang tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.14
Hak milik menurut undang-undang hukum perdata adalah hak
untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk
berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal
tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang
ditetapkan, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain.
Sedangkan menurut Islam, kepemilikan adalah pemberian hak
milik dari suatu pihak kepada pihak yang lain sesuai dengan ketentuan syari‟at untuk dikuasai yang pada hakikatnya hak itu adalah milik Allah
11
Ibid, hlm. 53. 12
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 6. 13
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 1, Kalam Mulia, Jakarta: 1994, hlm. 265.
14
SWT. Dalam perspektif Islam kepemilikan (properti) itu adalah
merupakan milik Allah SWT. 15 Manusia hanyalah khalifah Allah dimuka
bumi. Pada umumnya terdapat ketentuan syariat yang mengatur hak milik
pribadi yaitu: Pemanfaatan harta benda secara terus menerus, pembayaran
zakat sebanding dengan harta benda yang dimiliki, penggunaan harta
benda secara berfaedah, penggunaan harta benda tanpa merugikan orang
lain, memiliki harta benda yang sah, penggunaan harta benda tidak dengan
cara boros atau serakah, penggunaan harta benda dengan tujuan
memperoleh keuntungan atas haknya, penerapan hukum waris yang tepat
dalam Islam.16
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hak
milik adalah konsep hubungan manusia terhadap harta beserta hukum,
manfaat dan akibat yang terkait dengannya. Dengan demikian milkiyah
(kepemilikan) tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat kebendaan
(materi) saja.
2. Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Hukum Islam
Seseorang memperoleh hak milik secara sah. Seseorang akan
mendapatkan hak milik secara sah jika melalui salah satu dari beberapa
cara, yaitu ;
15
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, Malang: UIN- Malang Press, 2007, hlm. 90.
16
Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori Dan Praktek (Dasar-Dasar Ekonomi
22
1. Ihzarul Mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki)
Yaitu cara pemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang
belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Atau, Al-Mubahat (harta bebas
atau harta tak bertuan).
Dengan demikian upaya pemilikan suatu harta melalui Ihzarul
Mubahat harus memenuhi dua syarat:
Pertama, harta atau benda tersebut benar-benar tidak ada yang
memiliki sebelumnya, sesuai dengan kaidah
ُوَنَيَم ْدَقَف ٍحاَبُم ىََىِإ َقَبََس ْنَم
“Barang siapa lebih dahulu menguasai „harta bebas‟ maka sungguh ia telah memilikinya”.
Kedua, penguasaan harta tersebut dilakukan untuk tujuan
dimiliki.misalnya menangkap ikan dari laut lalu dilepaskan disungai,
menunjukan tidak adanya tujuan untuk memiliki.dengan demikian status
ikan tersebut tetap sebagai harta bebas.17
2. Al-Uqud (aqad)
Akad (al-Aqad) adalah pertalian antara ijab dan qobul sesuai dengan ketentuan syara‟ yang menimbulkan pengaruh terhadap obyek
akad.18
Menurut Prof. Dr. TM. Hasby Ash-shiddieqy mengenai masalah
aqad, kepemilikan dapat dibagi menjadi dua :
17
Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 56. 18
a. Aqad Jabariyah adalah akad-akad yang harus dilakukan berdasarkan
kepada keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berhutang
secara paksa. Maka penjualan itu sah walaupun dia menjual karena
dipaksa oleh hakim, dan hakim memaksa menjual barang itu untuk
membayar hutang kepada orang lain.
b. Aqad Istimlak adalah jual beli yang dilakukan untuk kemaslahatan
umum.19
3. Al- Khalafiyah (penggantian)
Al-khalafiyah adalah “penggantian seseorang atau sesuatu yang
baru menempati posisi pemilik yang lama”. Dengan demikian khalafiyah
dibedakan menjadi dua.
Pertama, adalah penggantian atas seseorang oleh orang lain,
misalnya pewarisan. Dalam pewarisan seorang ahli waris menggantikan
posisi pemilikan orang yang wafat terhadap yang ditinggalkan.
Kedua, penggantian benda atas benda lainnya, seperti terjadi pada
tadhmin (pertanggungan) ketika seorang merusakan atau menghilangkan
harta benda orang lain, atau pada ta‟widh (penggantian kerugian) ketika
seseorang mengenakan atau menyebabkan penganiayaan terhadap pihak
lain. Melalui tadhmin dan ta‟widh ini terjadilah penggantian atau peralihan
milik dari pemilik pertama kepada pemilik baru.
19
24
4. Attawalludu Minal Mamluk (beranak pinak)
Sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lainya dinamakan tawallud, dalam hal ini berlaku kaidah “setiap peranakan atau segala
sesuatu yang tumbuh (muncul) dari harta milik adalah milik pemiliknya”.prinsip ini hanya berlaku pada harta benda yang bersifat
produktif (dapat menghasilkan sesuatu yang lain atau baru) seperti
binatang yang bertelur, beranak, menghasilkan air susu, dan kebun yang
menghasilkan buah dan bunga-bunga.20
Selain melalui cara-cara diatas, hukum Islam juga menetapkan
sebab-sebab kepemilikan yaitu dengan :
1. Bekerja (al „amal)
Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja dengan cara baik dan
halal. Bekerja dalam Islam diarahkan dalam rangka mencari karunia Allah,
yakni untuk mendapatkan harta agar seseorang dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya, sejahtera dan dapat menikmati perhiasan dunia. Agar
bernilai ibadah, pekejaan yang dilakukan itu harus merupakan pekerjaan
yang halal, sehingga harta yang didapatnya juga merupakan harta yang sah
atau halal karena melalui cara yang halal.21 Secara umum bekerja dapat
dikategorikan dalam dua golongan yakni: bekerja untuk mendapatkan
harta (akhdu al-mal), dan bekerja untuk mengembangkan harta (tanmiyatu
al-mal).22
20
Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 61. 21
Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 91. 22
M Ismail Yusanto dan M Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 26.
2. Harta Untuk Menyambung Hidup
Harta yang dimilikinya hanya bisa untuk menyambung hidup saja,
dalam arti, cukup untuk makan, minum dan memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari.
3. Harta Pemberian Negara
Harta pemberian Negara seperti santunan untuk fakir miskin dan
anak-anak terlantar. Pada Negara Islam dana ini diambil dari dana zakat,
infaq, shadaqah, dan juga pajak.
4. Harta-Harta yang Diperoleh Seseorang Tanpa Daya dan Upaya
Apapun.
Kepemilikan ini bisa diperoleh dengan cara-cara yang baik seperti
pemberian orang atau santunan, dan juga bisa dengan cara yang tidak baik.
Artinya, orang tersebut tanpa berusaha atau bekerja tetapi mengambil hak
orang lain seperti mencuri, merampok dan lain sebagainya.23
3. Macam-Macam Kepemilikan
Kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi empat macam tipe yaitu:
1. Kepemilikan Umum
Kepemillikan umum adalah kepemilikan secara kolektif atau
hak milik sosial. Contoh khusus tentang kepemilikan umum adalah
wakaf, contoh lain seperti air, rumput, api dan garam seperti terdapat
dalam hadits.24
23
Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 93. 24
26
ٍحْيِمَو ٍءَلامََو ٍء اَم ٍتَث َلاَث ىفِ ٌكرَ اَش ٍمِيْسُم ُوُم
“Semua orang Islam berserikat dalam tiga hal, dalam hal air, rumput
dan api, dan garam.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Di samping empat macam barang ini diqiyaskan juga kepada
barang tambang dan minyak bumi, serta kebutuhan pokok kehidupan
manusia pada situasi dan kondisi tertentu, termasuk juga
sumber-sumber air minum, hutan, laut dan isinya.25
Pemilikan umum adalah izin dari syar‟i (Allah SWT) kepada
masyarakat secara bersama untuk memanfaatkan benda. Benda-benda
ini dapat dikategorikan ke dalam tiga macam yaitu :
a. Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan
manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, api (bahan bakar,
listrik, gas), padang rumput (hutan).
b. Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya
penguasaan individu seperti, sungai, danau, jalan, lautan, udara,
masjid, dan sebagainya.
c. Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, seperti emas, perak, minyak, dan sebagainya.
2. Kepemilikan Khusus (Individu)
Setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak miliknya,
menggunakan secara produktif, memindahkannya dan melindungi dari
penyia-nyiaan (pemubaziran). Tetapi haknya itu dibatasi ia tidak boleh
25
menggunakannya secara berhambur-hamburan, semena-mena (dengan
buruk), dan dilarang untuk tujuan bermewah-mewahan.26 Kepemilikan khusus adalah izin dari syara‟ yang memungkinkan siapa saja untuk
memanfaatkan zat maupun kegunaan (utility) suatu barang serta
memperoleh kompensasi baik karena barangnya diambil kegunaannya
oleh orang lain seperti disewa maupun karena dikonsumsi untuk
dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut.27
Sesuai dengan makna kepemilikan khusus, maka jenis
kepemilikan ini dapat dikategorikan kedalam tiga macam yaitu:
Pertama, kepemilikan pribadi, merupakan kepemilikan yang
manfaatnya hanya berkaitan dengan satu orang saja, dan tidak ada
orang lain yang ikut andil dalam kepemilikan itu, seperti: rumah, mobil,
buku dan sebagainya.
Kedua, kepemilikan perserikatan, merupakan kepemilikan yang
manfaatnya dapat dipergunakan oleh beberapa orang yang dibentuk
dengan cara tertentu, seperti kerjasama yang melibatkan beberapa orang
tanpa melibatkan sekelompok orang lain. Contoh: semua jenis
perserikatan yang telah ditetapkan oleh Islam.
Ketiga, kepemilikan kelompok, merupakan kepemilikan yamg
menyangkut beberapa hal yang tidak boleh dimiliki perorangan atau
sekelompok kecil orang, namun pembagiannya harus didasarkan pada
persebaran terhadap banyak pihak, dimana manfaatnya diprioritaskan
26
Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 95. 27
28
bagi orang-orang yang sangat membutuhkan dan yang dalam keadaan
kritis.
Adapun sumber kepemilikan khusus diantaranya: perniagaan,
upah pekerjaan, pertanian, pengelolaan tanah mati, keahlian profesi,
mencari kayu, berburu, hibah penguasa, pemberian komisi atas profesi
dan hasil perlombaan, penerimaan hibah, barang temuan, wasiat,
warisan, dan lain sebagainya.
3. Kepemilikan Mutlak (Absolut)
Pemilik hakiki semua kekayaan (harta benda) di alam semesta
ini adalah Allah SWT. Karena Allah yang menciptakan segala sesuatu,
maka hanya Dia-lah yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengontrol
apa yang diciptakan-Nya itu.
Allah yang maha pemberi rizki, dan hanya Dia yang memberi
lebih banyak pada seseorang dan memberi lebih sedikit pada yang lain,
sesuai dengan kehendak-Nya yang tidak terbatas. Perbedaan diantara
manusia dalam hal kekayaan, kemahiran, kualitas, inteligensi dan
selainnya adalah sebagai satu tanda hikmah dari kebijakan Allah.
Sekaligus sebagai bukti yang berhak memberi dan menentukan itu
hanyalah Allah sebagai pemilik mutlak. Al-Qur‟an, yang menjadi dasar
semua hukum Islam, dengan tegas menyatakan bahwa Allah lah
pemilik mutlak segala sesuatunya, sedangkan manusia hanya menjadi
4. Kepemilikan Relatif (Terbatas)
Sekalipun harta itu adalah milik Allah, namun kepemilikan
manusia diakui karena Allah telah mengaruniakan padanya kekayaan
dan Allah mengakui kepemilikan tersebut. Oleh karena adanya
pelimpahan ini, manusia seringkali mengira bahwasanya hak untuk
menggunakannya berada ditangan mereka. Karena manusia adalah
khalifah Allah, maka kepada mereka diharap bisa memainkan peran
sebagai seorang agen dan pemelihara kekayaan itu sebagai mestinya.
Karena fakta menunjukan bahwa Allah telah memberikan wewenang
pada manusia dalam hak kepemilikan, maka hal itu merupakan
legitimasi dari konsep kepemilikan individu dan kolektif. Artinya,
setiap manusia bisa menjadi pemilik sah dari sebuah kakayaan. Jika
manusia tidak diberi wewenang untuk memiliki dan mempergunukan
kekayaan pribadi, maka bisa dipastikan seluruh aturan yang ada
didalam al-Qur‟an akan menjadi sesuatu yang sangat tidak bermakna.
Secara umum hak milik individu adalah hak untuk memiliki,
menikmati, dan memindah tangankan kekayaan yang diakui dan
dipelihara dalam Islam, tetapi mereka mempunyai kewajiban moral
untuk menyedekahkan hartanya, karena kekayaan itu juga merupakan
hak masyarakat bahkan hewan, menyedekahkan harta itu karena atas
perintah pemilik mutlak kapada pemilik relative yaitu manusia.28
28
30
Dari segi unsur harta (benda dan manfaat) kepemilikan
dibedakan atas: Milk al-tam (pemilikan sempurna) yaitu pemilikan
terhadap benda sekaligus manfaatnya. Milk naqish (pemilikan tidak
sempurna) yaitu kepemilikan atas salah satu jenis harta, benda atau
manfaatnya saja.
Dari segi obyeknya kepemilikan dibedakan menjadi tiga yaitu:
Milk Al-Ain adalah memiliki benda beserta manfaatnya, milk al-manfaat
adalah pemilikan seorang untuk memanfaatkan suatu harta benda milik
orang lain dengan keharusan menjaga materi bendanya, seperti
pemilikan atas manfaat membaca buku. Milk al-dain (milik piutang)
yaitu pemilikan harta benda yang berada dalam tanggung jawab orang
lain karena sebab tertentu. Seperti harta yang dihutangkan, harga jual
yang belum terbayar, harga kerugian barang yang dirusak atau
dimusnahkan oleh pihak lain.29
B. Hak Cipta Dalam Hukum Islam 1. Pengertian Hak Cipta
Menurut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No. 19 tahun 2002
pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan hak cipta adalah: hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaanya atau memberikan izin untuk itu (mengumumkan atau
29
memperbanyak) dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut undang-undang yang berlaku.30
Dalam UUHC nomor 19 tahun 2002. Dalam pasal 1 yang
dimaksud dengan :
1. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas ispirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecakapan, ketrampilan. Atau
keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi.
2. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
3. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau
pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut
4. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran atau penyebaran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apapun, termasuk media internet, atau melakuakan dengan cara
apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat
orang lain.
5. Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan
32
menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk
mengalih wujudkan secara permanen atau temporer. 31
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta
atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya
tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari balet, dan sebagainya),
komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat
lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu)
desain industri.32 Dalam UUHC pasal 12 disebutkan Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra, yang mencakup:
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya
tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan;
g. Arsitektur;
31
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, op.cit, hlm. 207.
h. Peta;
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya
lain dari hasil pengalihwujudan.33
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual,
namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual
lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan
invensi/penemuan), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli
untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang
melakukannya.
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep
copyright dalam bahasa Inggris (secara harfiah artinya "hak salin").
Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum
penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari
sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama
dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga kemungkinan besar
para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta
perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.34
33
Op. cit, Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
34
34
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada
penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang
copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di
Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan
tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin
bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga
mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu
selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik
umum. Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works
("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau
"Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur
masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini,
copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang
tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera
setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si
pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya
tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara
eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright
tersebut selesai.
Sejarah hak cipta di Indonesia yaitu bermula Pada tahun 1958,
Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi
dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Pada tahun 1982,
Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan
Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang
tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Perubahan
undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam
pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization
WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Propertyrights-TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek
Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam
bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997,
pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan
Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual
Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO")
melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.35
Dalam UUHC pasal 3 disebutkan bahwa; (1) hak cipta dianggap
sebagai benda bergerak, (2) hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik
seluruh atau sebagai karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis,
35
36
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.36
Dengan demikian, maka hak cipta termasuk harta yang bisa dimiliki oleh
seseorang secara sah.
Dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 49 ayat 1 dijelaskan bahwa;
Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak
lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Pada ayat 2
juga dijelaskan bahwa; Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif
untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman
suara atau rekaman bunyi.
Dalam pasal sebelumnya yaitu pasal 1 angka 5 dan 6 dijelaskan
tentang publikasi dan penggandaan dalam pasal ini disebutkan bahwa;
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun
sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan menggunakan
bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan
secara permanen atau temporer.
36
Kemudian dalam pasal 72 ayat 1 dijelaskan bahwa; Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah.37 Dengan demikian, jelas
bahwa pelanggaran terhadap hak cipta merupakan tindak kejahatan pidana
yang bisa dikenai hukuman.
2. Kedudukan Hak Cipta Dalam Hukum Islam
Didalam syari‟at Islam, diakui adanya hak-hak yang bersifat
perorangan terhadap suatu benda, bukan berarti karena kepemilikan
tersebut seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab aktifitas
ekonomi dalam pandangan Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup
diri dan keluarga, juga masih melekat hak dari orang lain.38
Dalam Islam (muamalah) hak cipta dikategorikan kepada hak
adabi atau hak ibtikar, seperti hak cipta atas sesuatu benda, hak atas
karangan, hak atas membuat suatu macam obat. Hak cipta itu dimiliki oleh
si pengarang.39
Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus
Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah : gambaran pemikiran yang
dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya
37
Ibid.
38
Suhrawardi K. Lubis, op. cit, hlm.12. 39