• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FATWA MUI TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (STUDI KASUS TERHADAP LAYANAN FOTO COPY BUKU BERHAK CIPTA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FATWA MUI TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (STUDI KASUS TERHADAP LAYANAN FOTO COPY BUKU BERHAK CIPTA)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

BERHAK CIPTA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh : YENI ULFIYENI

NIM. 062311015

JURUSAN MUAMALAH

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO











“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di

(5)

v

Dalam menghadapi perjuangan hidup yang penuh cucuran keringat dan air mata Penulis persembahkan bagi mereka yang tetap setia mendukung & mendoakan

penulis Di setiap ruang & waktu dalam kehidupan penulis khususnya buat:

1. Ayah dan Ibunda tercinta (Bpk H Selamet Sodikin & Ibu Hj Rusmini)

Yang selalu mendoakan, mendukung baik moral maupun material dan selalu

mencurahkan kasih sayang, perhatian dan memberikan motivasi kepada ananda dalam segala hal. Dan juga adik-adik penulis (Rouf, Rofik,de’ nu’) Semoga Allah SWT selalu melindungi mereka”. Kalian semua sumber inspirasi penulis.

2. Yth. Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag. dan Johan Arifin, S.Ag. MM.

“Yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis. mendukung dan mendoakan penulis. Kesabaran dan ketabahannya menjadi sumber inspirasi dan penyemangat dalam perjuangan hidupku. Semoga Allah SWT senantiasa memberinya kekuatan”.

3. Keluarga besar PP. Al-Ma’rufiyah (KH. Abas Masruhin beserta keluarga)

“Yang telah memberikan banyak ilmu dan nasihat, semoga bermanfaat Amin”.

4. Keluarga besar BKC (Bandung Karate Club)&KMB (Keluarga Besar Banyumas) ” Yang telah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis”.

(6)

vi

5. Sahabat-sahabat MUA & MUB (2006)

Yang telah memberi senyuman & menghibur penulis

6. Sahabat- sahabat penulis di PP. Al-Ma’rufiyah ( Ainun, Tsalis, Nia, Azah, Indra,

Ati, Aini, Tutut, Ilif, Nina, Ruroh, Eka, Rina, Dian, Hani, Yati, Nur, Anis, Fitri,

Ibah, Kartini, Rida, Uswatun, Mihla, Ana, Faizah, Ela, Lia, Yanti & kang-kang

pondok el-ma’ruf)

“Yang senantiasa memberiku dukungan & doa, memberi senyum saat ku sedih, membangunkanku saat ku terjatuh dan memotivasi disaat ku rapuh, thanks atas doa dan dukungan kalian semua baik moril maupun materiil. Kalian semua telah memberi warna baru dalam hidupku thanks for All”.

7. Kepada Semua pihak & teman-teman penulis

Yang telah menyumbangkan ide, saran, dan kritik bagi penulis sehingga dapat

(7)

vii

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 23 Juni 2011 Deklarator,

(8)

viii

ABSTRAK

Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan publik. Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), Indonesia pada tahun 2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan Intelektual, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu “surga” peredaran barang-barang bajakan dan ilegal. MUI sebagai salah satu lembaga keagamaan Islam di Negara Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang perlindungan terhadap hak kekayaan Intelektual, yang berisikan tentang beberapa pertimbangan, dasar hukum, serta mafsadat yang ditimbulkan.

Berangkat dari masalah diatas ada beberapa permasalahan yang dirumuskan untuk mengetahui latar belakang adanya Fatwa MUI tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Bagaimana ketentuan fatwa MUI terhadap pelanggaran HKI dan Bagaimana pelaksanaan Fatwa MUI dalam praktek foto copy buku berhak cipta.Sedangkan data-data diperoleh melalui dokumentasi, observasi dan wawancara yang selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu data berupa kata-kata lisan atau dari orang-orang dan perilaku mereka yang dapat diamati.

Pandangan Hukum Islam mengenai diberikannya perlindungan terhadap hak cipta merupakan sebuah penghargaan atas jerih payahnya serta pengorbanan selama proses penemuan karya Intelektualnya dan karya tersebut dapat dimasukkan dalam golongan harta kekayaan, yakni kekayaan Intelektual. Berkaitan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang Hak Cipta, maka MUI memandang Hak Cipta sebagai salah satu Huquq Maliyyah

(hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana mal (harta) demi ketentuan hukum yang dikeluarkan MUI dalam Hak Cipta. Hak cipta termasuk hak milik (milkiyah) dalam hukum Islam dapat diperoleh dari berbagi cara, diantaranya yaitu ihraz al-mubahat (penguasaan harta bebas), yakni cara kepemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasi atau dimiliki oleh pihak lain Sehingga harta kekayaan yang telah menjadi miliknya wajib untuk dilindungi baik oleh hukum formal maupun hukum Islam sebagai hak milik individu. Dari hasil penelitian dalam praktek pelayanan foto copy buku berhak cipta “tidak melanggar” aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh MUI, kegiatan mengcopy hanyalah untuk mempermudah masyarakat khususnya pelajar yang membutuhkan buku-buku untuk kepentingan pendidikannya, Sedangkan yang dilarang oleh MUI, adalah sengaja menjual buku-buku hasil copyan (membuat) tanpa meminta izin dari para penciptanya.

(9)

ix

yang tiada terhitung. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan selalu atas

Rasullullah SAW, para kelurga, para sahabat, dan pengikutnya.

Dengan semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta ,

khususnya pelanggaran terhadap karya tulis yang sering kali dijumpai, maka

penulis tertarik untuk menagkat Skripsi yang berjudul : Analisis Fatwa MUI Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Studi Kasus Terhadap Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta)

Skripsi ini disusun untuk mengetahui fatwa MUI, tentang perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual dan bagaimana dalam prakteknya, selain itu skripsi ini

disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata (S1) pada Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

Penulis sadar bahwa tanpa dukungan pihak-pihak terkait, usaha penulis tidak

akan berarti. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarnya

kepada:

1. Yth. Dr. Imam Yahya, M.Ag. sebagai Dekan Fakultas Syari’ah atas segala

kebijakan teknis di tingkat fakultas.

2. Yth. Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag. dan Johan Arifin, S.Ag. MM selaku

pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk

(10)

x

3. Yth. Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah banyak

membekali ilmu kepada penulis

4. Yth. Kajur dan Sekjur Muamalah. Serta segenap pegawai Fakultas Syari’ah

yang telah banyak membantu penulis.

5. Bapak H. Slamet.S dan Ibu Hj. Rusmini yang tercinta atas segala kasih sayang, do’a, pengorbanan dan kesabarannya.

6. Kakak Lukman yang selalu memberikan motifasi untuk segera menyelesaikan

skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang

selalu memberikan bantuan, dan semangatnya.

8. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu selama

penulisan skripsi ini.

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya

untaian terima kasih dan Semoga menjadi amal yang baik (shaleh) dan

mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna

karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Karena itu penulis berharap saran

dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca.

Semarang, 23 Juni 2011

Penulis

(11)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ... v HALAMAN DEKLARASI ... vi ABSTRAK ... vii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... . x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Telaah Pustaka ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II HAK MILIK DAN HAK CIPTA DALAM HUKUM ISLAM A. Hak Milik Dalam Hukum Islam... ..14

1. Pengertian hak milik……….. . 14

2. Sebab- sebab kepemilikan……….. 21

3. Macam-macam kepemilikan………. . 25

B. Hak Cipta Dalam Hukum Islam ... 30

1. Pengertian hak cipta……….. . 30

(12)

xii

BAB III PENGARUH FATWA MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 TENTANGPERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

A. Gambaran Singkat Profil Lembaga MUI ………...40 B. Pengertian Fatwa ………...48 C. Kekuatan Fatwa ………...50 D. Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual (HKI)………..52 E. Pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Terhadap Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta ……….. 60

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) TERHADAP LAYANAN FOTO COPY BUKU BERHAK CIPTA DISEKITAR NGALIYAN

A. Analisis Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual…66 B. Analisis Pengaruh Fatwa MUI No. 1 MUNAS V11/MUI/15/2005

terhadap Pelaksanaan layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta……...70

BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ... 80 A. Saran ... 81 B. Penutup ... .82 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

1

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hukum Islam dan syari’at Islam mengatur semua aspek kehidupan,

etika, dan sosial, dan meliputi perkara-perkara pidana maupun perdata. Syari’at bersifat komprehensif, mencakup seluruh aktifitas manusia,

menentukan hubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia.1

Hubungan dengan sesama manusia adalah dengan bermuamalah, salah satu diantara ajaran Islam kepada umatnya dalam bermua’amalah ialah tentang hak

milik.

Islam mengakui hak milik pribadi dan menjadikan dasar bangunan

ekonomi. Itu akan terwujud apabila ia berjalan pada porosnya dan tidak keluar

dari batasan Allah, diantaranya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal yang disyari’atkan dan mengembangkannya dengan jalan yang halal

yang disyariatkan pula.2 Karena itulah hak tersebut wajib dilindungi, salah

satu hak yang wajib dilindungi yaitu hak cipta, yang merupakan bagian dari

Hak Kekayaan Intelektual. Hak Cipta adalah hak khusus yang diberikan

negara kepada pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil

ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa

1

Mavyn Lewis dan Latifa Algaound, Parbankan Syariah Prinsip Praktek Prospek,

Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001, hlm. 36. 2

Yusuf Qordhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami, Zainal Arifin “Norma Dan Etika Ekonomi Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1,1997, hlm. 86.

(14)

2

mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. 3

Hak cipta yang orisinil dan bermanfaat digolongkan sebagai harta

yang sangat berharga. Indonesia dikenal sebagai salah satu 'surga' peredaran

barang-barang bajakan dan ilegal. Segala barang bajakan dan tiruan dapat

ditemukan dengan mudah di negeri ini. dibanyak pusat perniagaan aneka

produk bajakan alias palsu seperti: barang elektronik, buku, kaset musik, film,

software, hingga obat sekalipun dijual bebas. Tak heran, jika Indonesia pada

2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan

dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Potensi

kerugian dari praktik tersebut sangatlah besar. Untuk produk software

(perangkat lunak) saja, berdasarkan data International Data Corporation

(IDC), potensi penghasilan yang raib mencapai 544 juta dolar AS per tahun.

Sebetulnya, langkah penertiban dan penindakan kerap dilakukan. Nyatanya,

praktik pembajakan masih tetap saja dilakukan.4

Padahal secara yuridis, Indonesia cukup produktif dalam membuat

perangkat undang-undang khususnya Tentang Hak Kekayaan Intelektual,

diantaranya UU hak cipta (UUHC) No.6 tahun 1982 mengatur tentang Hak

Cipta. Saat ini pengaturan tentang hak cipta dapat kita temukan dalam

Undang-Undang yakni : UU No.19 tahun 2002 mengatur tentang Hak Cipta,

UU No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No.30

tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No.31 tahun 2000 tentang Desain

3 Undang-Undang HAKI, Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2003, hlm. 4. 4

(15)

Industri, UU No.32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,

UU No.14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No.15 tahun 2001 tentang

Merek.5

Adanya beberapa ketentuan dari perundang-undangan di atas

dinyatakan bahwa Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap hak

Kekayaan Intelektual khususnya dibidang Hak Cipta. Dibentuknya beberapa

undang-undang tersebut sebagai hukum yang berlaku di Indonesia dan untuk

melindungi hak cipta. Namun Dalam enam bulan, yakni selama Januari-Juni

2009, sebanyak 146 kasus telah disidik polisi," Sementara itu, terhadap

pelanggaran hak cipta yang menggunakan sarana optical disk, telah ditindak

sebanyak 128 kasus, dengan 138 tersangka dan barang bukti sebanyak

385.659 keping CD, termasuk 47.126 keping CD porno. Dari 128 kasus itu,

sebanyak 21 kasus sudah P-21, sedangkan sebanyak 107 kasus masih dalam

proses.6

Atas keprihatinan terhadap perlindungan hak cipta, maka aparat dan

masyarakat harus memiliki kesadaran bersama dari mulai penegak hukum

sampai pada pelaku ekonomi atau masyarakat bawah terhadap pentingnya

perlindungan terhadap hak cipta. Salah satu dari mereka adalah lembaga para

ulama yang ada di Indonesia, yakni Majelis Ulama Indonesia. Majelis Ulama

Indonesia sebagai lembaga yang terdiri dari berbagai ulama dan cendikiawan muslim, lewat ketua komisi fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin, secara resmi

mengumumkan fatwa tentang haramnya produk-produk bajakan. Hal ini

5

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia,

Bandung; Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 223.

6

(16)

4

termaktub dalam fatwa MUI Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang ditetapkan di : Jakarta Pada

Tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426 H. 29 Juli 2005 M.

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah

kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu

produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara

berdasarkan peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Oleh karenanya,

HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas

intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya

untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya.

Dalam hal ini melihat penduduk Indonesia adalah mayoritas beragama

Islam, maka dengan jelas dikatakan bahwa umat Islam wajib mengambil

sesuatu itu dari yang halal, bukan dari hasil memalsu.

Seperti disebutkan dalam firman Alloh SWT, dalam surat An-Nisa

ayat 29



















Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.7

7

Depag RI, AL-qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. PENERBIT J-ART, 2005, hlm.

(17)

Serta dalam hadis Nabi yang berkaitan dengan harta kekayaan

Rasulullah SAW menyampaikan khutbah kepada kami, sabdanya: ketahuilah

tidak halal bagi seseorang sedikitpun dari harta saudaranya kecuali dengan

kerelaan hatinya…”(HR.Ahmad)

Inti dalil diatas dijelaskan bahwa larangan memakan harta orang lain

secara bathil ( tanpa hak ) dan larangan merugikan hak orang lain.

Dalam kaidah fiqh juga disebutkan bahwa, bahaya (kerugian) harus

dihilangkan

لازي ررضلا

, serta sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang

haram adalah haram

م ارح وهف مرحل ا نم

دل وتي ام لك

.8

Sampai disini perlindungan terhadap hak cipta sama pentingnya

dengan perlindungan ekonomi, terutama dalam bidang perdagangan.

Kasus-kasus terkait dengan pelanggaran hak cipta dan merek melalui sarana internet

dan media komunikasi lainnya adalah contoh yang marak terjadi saat ini.9

Disamping memberikan manfaat, tingginya pengguna teknologi informasi

justru telah memberi akibat berupa ancaman terhadap eksitensi karya cipta dan

hasil temuan yang ditemukan oleh para penemu hak kekayaan intelektual.

Karya-karya intelektual berupa program komputer dan objek-objek hak cipta

yang ada di media internet dengan sangat mudah dilanggar, dimodifikaskan

dan digandakan. Selain itu objek HKI lainnya, seperti merek juga menjadi

8

Moh. Adib Bisri, Terjemahan Al-Faraidul Bahiyah, Menara Kudus : Kudus, 1988, hlm. 21.

9

Ahmad M Ramli, Cyber Law & Hak Dalam System Hukum Indonesia, Bandung ; PT. Refika Aditama, 2004, hlm. 4.

(18)

6

objek pelanggaran terus-menerus diinternet, hal yang terakhir ini bahkan

seringkali berkembang menjadi perbuatan persaingan tidak sehat.10

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih

lanjut dalam bentuk skripsi mengenai Bagaimana pandangan Fatwa MUI

terhadap layanan foto copy buku berhak cipta. Serta Untuk mengetahui

ketentuan hukum Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap

pelanggaran hak cipta.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari pemaparan latar belakang diatas, penulis mengemukakan beberapa

permasalahan yang memerlukan pembahasan yang mendalam. Adapun

permasalahan yang penulis angkat adalah:

1. Bagaimana latar belakang lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS

VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual ?

2. Bagaimana pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005

terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penulisan ini diharapkan penulis mampu mengkaji dan memberi

jawaban secara jelas dari kedua permasalahan diatas, yaitu:

1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS

VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

10

(19)

2. Untuk mengetahui pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005

terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta ?

D. TELAAH PUSTAKA

Terdapat beberapa buku dan karya ilmiah yang membahas tentang hak

cipta, maka dalam telaah pustaka ini, penulis menelaah beberapa buku dan

literatur yang membahas masalah hak kekayaan intelektual. Antara lain:

Skripsi yang ditulis oleh Agus Supriyanto seorang mahasiswa fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Hak Pemilik Rahasia Dagang Dalam UU No. 30 tahun 2000

Tentang Rahasia Dagang. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa hak pemilik

rahasia dagang dapat dimasukan dalam golongan harta kekayaan, yakni

kekayaan intelektual. Sehingga harta kekayaan yang telah menjadi miliknya

wajib untuk dilindungi baik oleh hukum formal maupun hukum Islam sebagai

hak milik individu.

Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Zaki seorang mahasiswa fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Tindak Pidana Hak Cipta

Program Komputer Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Analisis Pasal 72 ayat 3 UU No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta)” Dia mengatakan

bahwa masalah HAKI khususnya hak cipta program komputer ini masuk kedalam jarimah ta’zir yang dimana dalam jarimah ta’zir ini masuk pada

ketentuan yang dibuat oleh ulil amri yang telah menetapkan dalam

(20)

8

Buku yang ditulis oleh Teungku Muhammad Hasbi Ash

Shiddieqy,”Pengantar Fiqh Mu’amalah”, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,

2001. Dalam buku ini dijelaskan mengenai hak serta milik dalam lingkup hukum Islam. dan Gufron A Mashadi dalam ”Fiqh Mu’amalah Kontekstual”,

juga mengungkapkan mengenai milkiyah (kepemilikan dalam hukum Islam).

Beliau menjelaskan bahwa salah satu dari sebab pemilikan atau milkiyah atau

tamalluk, yaitu ihzarut mubahat. Apabila dia telah menguasai dengan maksud

memiliki, menjadilah miliknya.

“Norma dan Etika Ekonomi Islam” adalah buku karya Dr. Yusuf

Qardawi membahas larangan memperdagangkan barang-barang haram serta norma dan akhlak dalam perekonomian dan Muamalat Islam”.

Buku CST Kansil yang berjudul “Hak Milik Intelektual Hak Milik

Perindustrian dan Hak Cipta” menjelaskan tentang hak kekayaan intelektual

serta tinjauan terhadap UU hak cipta Indonesia dari mulai pendaftaran hak

cipta, penyelesaian permasalahan hak cipta dan perlindungan hak cipta.

E. METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang akurat mengenai permasalahan diatas,

maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yang

relevan dengan judul diatas:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah lapangan (field

(21)

deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat

deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antara fenomena yang diselidiki.11 Sedangkan penelitian kualitatif adalah

bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata lisan atau

dari orang-orang dan perilaku mereka yang diamati.12 Dalam penelitian ini

yang diteliti adalah pelaksanaan pelayanan foto copy buku berhak cipta,

sedangkan data-data diperoleh dari para pekerja foto copyan.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian

dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada objek

sebagai sumber informasi yang dicari.13 Adapun sumber data primernya

adalah hasil wawancara dan observasi tentang pelaksanaan fatwa MUI

No. MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual terhadap praktek pelayanan foto copy buku berhak cipta.

b. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain,

tidak langsung diperoleh dari subjek penelitinya. Peneliti menggunakan

data ini sebagai data pendukung yang berhubungan dengan penelitian.

Data ini peneliti ambil dari undang-undang, artikel dan sumber lain

yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang dibahas dalam

skripsi ini.

11

Moh. Nasir, Metode Penelitain, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999, hlm. 63. 12

Lexy J Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 2000, hlm. 3.

13

(22)

10

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dapat digunakan untuk membahas

masalah yang terdapat dalam penelitaian ini yaitu berupa:

a. Interview

Interview atau wawancara yaitu percakapan dengan maksud

tertentu.14 Sedangkan jenis pedoman interview yang akan digunakan

oleh penulis adalah jenis pedoman interview tidak terstruktur, yakni

pedoman wawancara yang hanya memuat garis-garis besar pertanyaan

yang akan diajukan.15 Disini penulis melakukan wawancara dengan

para pemilik dan pegawai foto copy serta pengurus MUI JATENG,

untuk memperoleh data yang penulis perlukan dalam penelitian ini.

b. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja,

sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis

untuk kemudian dilakukan pencatatan.16 Kaitannya dengan

pengumpulan data dilakukan dengan observasi

non-partisipatif,17dimana penulis tidak terlibat langsung dalam

pengkopyan buku berhak cipta, tetapi pengumpulan data dilakukan

secara sepintas pada saat kegiatan pengamatan.

14

Lexy J Moloeng, op .cit, hlm. 148. 15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineke Cipta, cet. Ke-11, 1997, hlm. 231.

16

P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Meltron Putra, 1991, hlm. 63.

(23)

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

agenda, dan sebagainya.18 Dalam hal ini bahan-bahan yang diperoleh

atau dikumpulkan secara langsung dari para pegawai yang diperlukan

untuk melengakapi data penelitian ini, serta Fatwa MUI No.

1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual.

4. Metode Analisis Data

Untuk keperluan analisis data, penelitian ini menggunakan metode

deskriptif kualitatif, yaitu data berupa kata-kata lisan atau dari orang-orang

dan perilaku mereka yang dapat diamati.19 Penelitian ini pada umumnya

bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat

terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik

atau faktor-faktor tertentu.20 Proses analisis data deskriptif kualitatif melalui

analisis terhadap data riil yang diperoleh dari lapangan dan belum diolah,

yaitu dengan membuat batasan data yang diolah (berdasarkan data yang

diperoleh) dan menyajikan pada Bab III, kemudian disimpulkan berdasarkan

data-data yang diperoleh dan telah diolah dan analisis terhadap data-data pada

Bab III, yaitu diawali dengan membuat kategori-kategori yang berkaitan

dengan permasalahan pelaksanaan fatwa MUI terhadap kasus layanan foto

18

Suharsimi Arikunto, op. cit, cet. Ke-12, 2002, hlm. 206. 19

Lexy J Moloeng, op. cit. hlm. 3. 20

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 35.

(24)

12

copy buku berrhak cipta, kemudian membuat kesimpulan akhir berdasarkan

data-data yang telah diperoleh dan telah diolah.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan dan mengetahui dalam penulisan skripsi ini, maka

penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : Pada bagian ini akan dibahas tentang hak milik dan hak cipta dalam hukum Islam yang didalamnya akan dibahas tentang pengertian,

sebab-sebab, serta macam-macam kepemilikan dalam hukum Islam.

BAB III : Merupakan pembahasan tentang Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Didalam nya dibahas mengenai profil lembaga MUI, pengertian fatwa,

pelaksanaan fatwa tentang HKI dalam kasus layanan foto copy buku berhak

cipta, dalam bab ini juga dicantumkan tentang isi dari Fatwa MUI No.

1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual.

BAB IV : Berisi tentang Analisis latar belakang lahirnya fatwa MUI Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual, dan pengaruh fatwa MUI terhadap pelaksanaan layanan

(25)

BAB V : Merupakan bagian penutup dari rangkain penulisan skripsi yang penulis buat, yang akan diuraikan tentang kesimpulan seputar penulisan

(26)

14

BAB II

HAK MILIK DAN HAK CIPTA DALAM HUKUM ISLAM

A. Hak Milik Dalam Hukum Islam

1. Pengertian Hak Milik Pengertian Hak

Hak berasal dari bahasa Arab haqq, secara harfiah berarti “kepastian” atau „ketetapan”, sebagaimana terdapat dalam surat Yasin ayat 7:





“Sungguh pasti berlaku perkataan (ketetapan) Allah terhadap kebanyakan mereka.1

Nadhariyatul hak atau fikriyatul hak, adalah tata aturan yang mengatur

penghidupan manusia. Hak mempunyai dua makna yang asasi:2

Pertama: sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar

yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia baik mengenai

orang maupun mengenai harta.

Kedua: kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas

seseorang bagi selainnya

Hak menurut pengertian yang umum, ialah:

اًفْيِيْنَت ْوَأ ًتَطْيُس ُعْرَّشّىا ِوِب ُرِرَّقُي ٌصاَصِتْخِا

1

Ghuffron A.Mas‟adi, Fiqh Muamalahn Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 31.

2

Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 119.

(27)

Suatu ketentuan yang dengannya syara‟ menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum‟‟.3

Untuk menjelaskan ta‟rif ini kita mengatakan bahwa ikhtishash itu

adalah suatu hubungan yang melengkapi hak yang obyeknya harta dan

melengkapi sulthah seperti wali dan wakil dalam melaksanakan tugasnya

masing-masing.

a. Macam-Macam Hak

Dalam hukum Islam dikenal beberapa macam hak yaitu:

1) Sulthah

Sulthah terdiri atas :

Sulthah „ala Syakshin/Sulthah „ala Nafsi yaitu hak wali terhadap

anak kecil dan seperti hak hadlanah.

Sulthah „ala Syai‟in Mu‟ayyamin Yaitu seperti hak milkiyyah,

hak manusia menguasai sesuatu, seperti hak tamalluk dan hak

memanfaatkan sesuatu benda, hak wilayah (perwalian) atas harta.

2) Taqsimul Haqqi

Mali yaitu sesuatu yang berhubungan dengan harta, seperti

pemilikan benda atau hutang-hutang.

Ghoiru mali atau hak wali. Hak Ghoiru mali dibagi dua: Hak

Syakshi yaitu suatu tuntutan yang ditetapkan syara untuk seseorang

terhadap orang lain. Dan hak „aini yaitu hak yang memerlukan adanya

benda tertentu yang dijadikan hak itu.4

3

Ibid, hlm. 121.

4

(28)

16

Adapun yang termasuk hak „aini antara lain:

Haqqul Milkiyah : hak yang memberikan kepada pemiliknya, hak wilayah. Dia boleh memiliki, memakai, dan mengambil manfaat.

Haqqul Intifa‟ : hak yang membolehkan memakai dan

diusahakan hasilnya.

Haqqul Irtifaq :hak memiliki manfaat dari benda itu ataumilkul

manfaat.

Haqqul Irtihan : hak yang diperoleh dari harta yang digadai.

Haqqul Ihtibas : hak menahan sesuatu benda atas benda yang

belum dipenuhi kewajiban oleh pemiliknya. Berlaku pula terhadap harta

wakaf dengan menahan materi benda untuk dugunakan manfaatnya

kepada usaha-usaha kebajikan.

Haqqul Qharar (menetap diatas tanah wakaf) yang meliputi:

Haqqul Hakr : hak menetap diatas tanah waqaf yang disewa

untuk waktu yang lama dengan seizin hakim dengan membayarnya

setiap tahun. Hak ini diperbolehkan untuk tanah yang tidak produktif.

Haqqul Ijaratain: hak yang diperoleh karena aqad ijarah dalam

waktu yang lama atas izin hakim. Diperoleh atas harta wakaf yang tidak

dapat dipertahankan keasliannya, misalnya karena kebakaran atau

(29)

Dari keduanya terdapat perbedaan, yaitu dalam hakr diperbolehkan

dibangun rumah dan ditanami dan merupakan milik pengguna. Sedangkan

dalam ijaratain rumah dan tanah tetap menjadi harta wakaf. 5

Di samping hak-hak diatas ada juga hak adabi, atau dalam istilah

sekarang dikatakan hak ibtikar (hak cipta), yang dibenarkan oleh syara‟

seperti hak cipta sesuatu benda, hak karangan, dan hak membuat suatu

macam obat. Hak-hak ini tidak termasuk dalam hak „aini, tidak juga

termasuk hak syakhshi, karena itu dikatakan, bahwa hak ada tiga yaitu: hak

syakhshi, hak „aini, hak adabi.6

Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus

Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah : gambaran pemikiran yang

dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya

dan hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama, yang belum

dikemukakan ilmuan sebelumnya. Definisi ini mengandung pengertian

bahwa dari segi bentuk, hasil pemikiran ini tidak terletak pada materi yang

berdiri sendiri yang dapat diraba dengan alat indera manusia, tetapi

pemikiran baru itu berbentuk dan punya pengaruh apabila telah dituangkan

kedalam tulisan seperti buku atau media lainnya. Akan tetapi ibtikar ini

bukan berarti sesuatu yang baru sama sekali, tetapi juga boleh berbentuk

suatu penemuan dari ilmuan sebelumnya, misalnya terjemahan hasil

pemikiran orang lain kedalam bahasa asing.7

5 Ibid. hlm, 129. 6 Ibid. hlm, 126. 7

(30)

18

b. Asal-Usul Hak

Sebelum manusia memulai penghidupan dengan secara

bermasyarakat dan sebelum tumbuh hubungan antara seseorang dengan

yang lain belumlah ada apa yang kita namakan hak. Setiap manusia yang

hidup secara bermasyarakat, tolong-menolong dalam menghadapi berbagai

macam kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu perlu

seseorang mencari apa yang dibutuhkan dari alam sendiri, atau dari milik

orang lain. Dengan demikian timbulah pertentangan-pertentangan

kehendak. Maka untuk menjaga kepentingan masing-masing perlu ada

aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia, agar manusia-manusia

itu tidak melanggar hak orang lain, dan tidak pula memaksa kemerdekaan

orang lain. Tata aturan yang diperlukan itu adalah tata aturan yang

diperlukan manusia, agar kebutuhan-kebutuhan manusia tidak sampai

dilanggar oleh orang lain, dan agar manusia itu tidak pula melanggar

hak-hak orang lain.8

c. Antara Hak dan Kewajiban

Substansi hak sebagai taklif atau keharusan yang terbebankan pada

pihak lain dari sisi penerima dinamakan hak. Sedangkan dari sisi pelaku

disebut iltizam. Secara harfiah iltizam artinya “keharusan atau kewajiban”

sedangkan secara istilah iltizam ialah: “akibat (ikatan) hukum yang

mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu, atau melakukan

suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu untuk pihak yang terbebani oleh

8

(31)

hak orang lain dinamakan multazim. Sedang pemilik hak dinamakan

multazam lahu, atau shahibul haq. Jadi antara hak dan iltizam keduanya

terkait dalam suatu hubungan timbal-balik. Persis sebagaimana hubungan

timbal-balik antara perbuatan menerima dan memberi. Dari sisi penerima

dinamakan hak, sedang dari sisi pemberi dinamakan iltizam.9

Di muka telah disampaikan bahwasanya syari‟at dan aturan hukum

merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus merupakan

sumber utama iltizam.

Sumber iltizam yang lain adalah:

1. Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak untuk melakukan sebuah

perikatan, seperti akad jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain

2. Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, seperti ketika seseorang

menyampaikan janji atau nazar.

3. Al-filuu nafi (perbuatan yang bermanfaat) seperti ketika seseorang

melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan

atau pertolongan, maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuan.

4. Al-fi‟lu al-darr (perbuatan yang merugikan) seperti merusak, melanggar

hak atau kepentingan orang lain.10

Pengertian Milik

Pengertian milik secara bahasa yaitu:

ِوِب ِاَدْبِتْسِلاا َىيَع ُةَرْدُقْىاَو ِئَشّىا ُءاَوِتْحإ ُهاَنْعَم ًتَغُى ُلْيِمىَْا

“pemilikan atas sesuatu (al-mal, atau harta benda) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya.”

9

Ghuffron A. Mas.‟adi, op. cit, hlm. 34. 10

(32)

20

Dengan demikian milik merupakan penguasaan terhadap suatu

harta sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta

tersebut.11 Dapat dikemukakan bahwa pengertian penguasaan disini,

bukanlah penguasaan yang berrsifat mutlak atau absolut, sebab pada

hakekatnya hak kepemilikan itu berada ditangan Allah. 12 Pemilikan

terletak pada memiliki manfaatnya bukan menguasai terhadap

sumber-sumber ekonomi, manusia yang menguasai tersebut hanyalah sekedar

menafkahkannya sesuai dengan ketentuan hukum yang telah digariskan

oleh Allah.13

Hak milik adalah suatu hak yang memberikan kepada pihak yang

memilikinya kekuasaan atau kewenangan atas sesuatu sehingga ia

mempunyai kewenangan mutlak untuk menggunakan dan mengambil

manfaat sepanjang tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.14

Hak milik menurut undang-undang hukum perdata adalah hak

untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk

berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal

tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang

ditetapkan, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain.

Sedangkan menurut Islam, kepemilikan adalah pemberian hak

milik dari suatu pihak kepada pihak yang lain sesuai dengan ketentuan syari‟at untuk dikuasai yang pada hakikatnya hak itu adalah milik Allah

11

Ibid, hlm. 53. 12

Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 6. 13

Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 1, Kalam Mulia, Jakarta: 1994, hlm. 265.

14

(33)

SWT. Dalam perspektif Islam kepemilikan (properti) itu adalah

merupakan milik Allah SWT. 15 Manusia hanyalah khalifah Allah dimuka

bumi. Pada umumnya terdapat ketentuan syariat yang mengatur hak milik

pribadi yaitu: Pemanfaatan harta benda secara terus menerus, pembayaran

zakat sebanding dengan harta benda yang dimiliki, penggunaan harta

benda secara berfaedah, penggunaan harta benda tanpa merugikan orang

lain, memiliki harta benda yang sah, penggunaan harta benda tidak dengan

cara boros atau serakah, penggunaan harta benda dengan tujuan

memperoleh keuntungan atas haknya, penerapan hukum waris yang tepat

dalam Islam.16

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hak

milik adalah konsep hubungan manusia terhadap harta beserta hukum,

manfaat dan akibat yang terkait dengannya. Dengan demikian milkiyah

(kepemilikan) tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat kebendaan

(materi) saja.

2. Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Hukum Islam

Seseorang memperoleh hak milik secara sah. Seseorang akan

mendapatkan hak milik secara sah jika melalui salah satu dari beberapa

cara, yaitu ;

15

Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, Malang: UIN- Malang Press, 2007, hlm. 90.

16

Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori Dan Praktek (Dasar-Dasar Ekonomi

(34)

22

1. Ihzarul Mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki)

Yaitu cara pemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang

belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Atau, Al-Mubahat (harta bebas

atau harta tak bertuan).

Dengan demikian upaya pemilikan suatu harta melalui Ihzarul

Mubahat harus memenuhi dua syarat:

Pertama, harta atau benda tersebut benar-benar tidak ada yang

memiliki sebelumnya, sesuai dengan kaidah

ُوَنَيَم ْدَقَف ٍحاَبُم ىََىِإ َقَبََس ْنَم

Barang siapa lebih dahulu menguasai „harta bebas‟ maka sungguh ia telah memilikinya”.

Kedua, penguasaan harta tersebut dilakukan untuk tujuan

dimiliki.misalnya menangkap ikan dari laut lalu dilepaskan disungai,

menunjukan tidak adanya tujuan untuk memiliki.dengan demikian status

ikan tersebut tetap sebagai harta bebas.17

2. Al-Uqud (aqad)

Akad (al-Aqad) adalah pertalian antara ijab dan qobul sesuai dengan ketentuan syara‟ yang menimbulkan pengaruh terhadap obyek

akad.18

Menurut Prof. Dr. TM. Hasby Ash-shiddieqy mengenai masalah

aqad, kepemilikan dapat dibagi menjadi dua :

17

Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 56. 18

(35)

a. Aqad Jabariyah adalah akad-akad yang harus dilakukan berdasarkan

kepada keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berhutang

secara paksa. Maka penjualan itu sah walaupun dia menjual karena

dipaksa oleh hakim, dan hakim memaksa menjual barang itu untuk

membayar hutang kepada orang lain.

b. Aqad Istimlak adalah jual beli yang dilakukan untuk kemaslahatan

umum.19

3. Al- Khalafiyah (penggantian)

Al-khalafiyah adalah “penggantian seseorang atau sesuatu yang

baru menempati posisi pemilik yang lama”. Dengan demikian khalafiyah

dibedakan menjadi dua.

Pertama, adalah penggantian atas seseorang oleh orang lain,

misalnya pewarisan. Dalam pewarisan seorang ahli waris menggantikan

posisi pemilikan orang yang wafat terhadap yang ditinggalkan.

Kedua, penggantian benda atas benda lainnya, seperti terjadi pada

tadhmin (pertanggungan) ketika seorang merusakan atau menghilangkan

harta benda orang lain, atau pada ta‟widh (penggantian kerugian) ketika

seseorang mengenakan atau menyebabkan penganiayaan terhadap pihak

lain. Melalui tadhmin dan ta‟widh ini terjadilah penggantian atau peralihan

milik dari pemilik pertama kepada pemilik baru.

19

(36)

24

4. Attawalludu Minal Mamluk (beranak pinak)

Sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lainya dinamakan tawallud, dalam hal ini berlaku kaidah “setiap peranakan atau segala

sesuatu yang tumbuh (muncul) dari harta milik adalah milik pemiliknya”.prinsip ini hanya berlaku pada harta benda yang bersifat

produktif (dapat menghasilkan sesuatu yang lain atau baru) seperti

binatang yang bertelur, beranak, menghasilkan air susu, dan kebun yang

menghasilkan buah dan bunga-bunga.20

Selain melalui cara-cara diatas, hukum Islam juga menetapkan

sebab-sebab kepemilikan yaitu dengan :

1. Bekerja (al „amal)

Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja dengan cara baik dan

halal. Bekerja dalam Islam diarahkan dalam rangka mencari karunia Allah,

yakni untuk mendapatkan harta agar seseorang dapat mencukupi

kebutuhan hidupnya, sejahtera dan dapat menikmati perhiasan dunia. Agar

bernilai ibadah, pekejaan yang dilakukan itu harus merupakan pekerjaan

yang halal, sehingga harta yang didapatnya juga merupakan harta yang sah

atau halal karena melalui cara yang halal.21 Secara umum bekerja dapat

dikategorikan dalam dua golongan yakni: bekerja untuk mendapatkan

harta (akhdu al-mal), dan bekerja untuk mengembangkan harta (tanmiyatu

al-mal).22

20

Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 61. 21

Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 91. 22

M Ismail Yusanto dan M Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 26.

(37)

2. Harta Untuk Menyambung Hidup

Harta yang dimilikinya hanya bisa untuk menyambung hidup saja,

dalam arti, cukup untuk makan, minum dan memenuhi kebutuhan pokok

sehari-hari.

3. Harta Pemberian Negara

Harta pemberian Negara seperti santunan untuk fakir miskin dan

anak-anak terlantar. Pada Negara Islam dana ini diambil dari dana zakat,

infaq, shadaqah, dan juga pajak.

4. Harta-Harta yang Diperoleh Seseorang Tanpa Daya dan Upaya

Apapun.

Kepemilikan ini bisa diperoleh dengan cara-cara yang baik seperti

pemberian orang atau santunan, dan juga bisa dengan cara yang tidak baik.

Artinya, orang tersebut tanpa berusaha atau bekerja tetapi mengambil hak

orang lain seperti mencuri, merampok dan lain sebagainya.23

3. Macam-Macam Kepemilikan

Kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi empat macam tipe yaitu:

1. Kepemilikan Umum

Kepemillikan umum adalah kepemilikan secara kolektif atau

hak milik sosial. Contoh khusus tentang kepemilikan umum adalah

wakaf, contoh lain seperti air, rumput, api dan garam seperti terdapat

dalam hadits.24

23

Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 93. 24

(38)

26

ٍحْيِمَو ٍءَلامََو ٍء اَم ٍتَث َلاَث ىفِ ٌكرَ اَش ٍمِيْسُم ُوُم

Semua orang Islam berserikat dalam tiga hal, dalam hal air, rumput

dan api, dan garam.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Di samping empat macam barang ini diqiyaskan juga kepada

barang tambang dan minyak bumi, serta kebutuhan pokok kehidupan

manusia pada situasi dan kondisi tertentu, termasuk juga

sumber-sumber air minum, hutan, laut dan isinya.25

Pemilikan umum adalah izin dari syar‟i (Allah SWT) kepada

masyarakat secara bersama untuk memanfaatkan benda. Benda-benda

ini dapat dikategorikan ke dalam tiga macam yaitu :

a. Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan

manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, api (bahan bakar,

listrik, gas), padang rumput (hutan).

b. Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya

penguasaan individu seperti, sungai, danau, jalan, lautan, udara,

masjid, dan sebagainya.

c. Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat, seperti emas, perak, minyak, dan sebagainya.

2. Kepemilikan Khusus (Individu)

Setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak miliknya,

menggunakan secara produktif, memindahkannya dan melindungi dari

penyia-nyiaan (pemubaziran). Tetapi haknya itu dibatasi ia tidak boleh

25

(39)

menggunakannya secara berhambur-hamburan, semena-mena (dengan

buruk), dan dilarang untuk tujuan bermewah-mewahan.26 Kepemilikan khusus adalah izin dari syara‟ yang memungkinkan siapa saja untuk

memanfaatkan zat maupun kegunaan (utility) suatu barang serta

memperoleh kompensasi baik karena barangnya diambil kegunaannya

oleh orang lain seperti disewa maupun karena dikonsumsi untuk

dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut.27

Sesuai dengan makna kepemilikan khusus, maka jenis

kepemilikan ini dapat dikategorikan kedalam tiga macam yaitu:

Pertama, kepemilikan pribadi, merupakan kepemilikan yang

manfaatnya hanya berkaitan dengan satu orang saja, dan tidak ada

orang lain yang ikut andil dalam kepemilikan itu, seperti: rumah, mobil,

buku dan sebagainya.

Kedua, kepemilikan perserikatan, merupakan kepemilikan yang

manfaatnya dapat dipergunakan oleh beberapa orang yang dibentuk

dengan cara tertentu, seperti kerjasama yang melibatkan beberapa orang

tanpa melibatkan sekelompok orang lain. Contoh: semua jenis

perserikatan yang telah ditetapkan oleh Islam.

Ketiga, kepemilikan kelompok, merupakan kepemilikan yamg

menyangkut beberapa hal yang tidak boleh dimiliki perorangan atau

sekelompok kecil orang, namun pembagiannya harus didasarkan pada

persebaran terhadap banyak pihak, dimana manfaatnya diprioritaskan

26

Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 95. 27

(40)

28

bagi orang-orang yang sangat membutuhkan dan yang dalam keadaan

kritis.

Adapun sumber kepemilikan khusus diantaranya: perniagaan,

upah pekerjaan, pertanian, pengelolaan tanah mati, keahlian profesi,

mencari kayu, berburu, hibah penguasa, pemberian komisi atas profesi

dan hasil perlombaan, penerimaan hibah, barang temuan, wasiat,

warisan, dan lain sebagainya.

3. Kepemilikan Mutlak (Absolut)

Pemilik hakiki semua kekayaan (harta benda) di alam semesta

ini adalah Allah SWT. Karena Allah yang menciptakan segala sesuatu,

maka hanya Dia-lah yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengontrol

apa yang diciptakan-Nya itu.

Allah yang maha pemberi rizki, dan hanya Dia yang memberi

lebih banyak pada seseorang dan memberi lebih sedikit pada yang lain,

sesuai dengan kehendak-Nya yang tidak terbatas. Perbedaan diantara

manusia dalam hal kekayaan, kemahiran, kualitas, inteligensi dan

selainnya adalah sebagai satu tanda hikmah dari kebijakan Allah.

Sekaligus sebagai bukti yang berhak memberi dan menentukan itu

hanyalah Allah sebagai pemilik mutlak. Al-Qur‟an, yang menjadi dasar

semua hukum Islam, dengan tegas menyatakan bahwa Allah lah

pemilik mutlak segala sesuatunya, sedangkan manusia hanya menjadi

(41)

4. Kepemilikan Relatif (Terbatas)

Sekalipun harta itu adalah milik Allah, namun kepemilikan

manusia diakui karena Allah telah mengaruniakan padanya kekayaan

dan Allah mengakui kepemilikan tersebut. Oleh karena adanya

pelimpahan ini, manusia seringkali mengira bahwasanya hak untuk

menggunakannya berada ditangan mereka. Karena manusia adalah

khalifah Allah, maka kepada mereka diharap bisa memainkan peran

sebagai seorang agen dan pemelihara kekayaan itu sebagai mestinya.

Karena fakta menunjukan bahwa Allah telah memberikan wewenang

pada manusia dalam hak kepemilikan, maka hal itu merupakan

legitimasi dari konsep kepemilikan individu dan kolektif. Artinya,

setiap manusia bisa menjadi pemilik sah dari sebuah kakayaan. Jika

manusia tidak diberi wewenang untuk memiliki dan mempergunukan

kekayaan pribadi, maka bisa dipastikan seluruh aturan yang ada

didalam al-Qur‟an akan menjadi sesuatu yang sangat tidak bermakna.

Secara umum hak milik individu adalah hak untuk memiliki,

menikmati, dan memindah tangankan kekayaan yang diakui dan

dipelihara dalam Islam, tetapi mereka mempunyai kewajiban moral

untuk menyedekahkan hartanya, karena kekayaan itu juga merupakan

hak masyarakat bahkan hewan, menyedekahkan harta itu karena atas

perintah pemilik mutlak kapada pemilik relative yaitu manusia.28

28

(42)

30

Dari segi unsur harta (benda dan manfaat) kepemilikan

dibedakan atas: Milk al-tam (pemilikan sempurna) yaitu pemilikan

terhadap benda sekaligus manfaatnya. Milk naqish (pemilikan tidak

sempurna) yaitu kepemilikan atas salah satu jenis harta, benda atau

manfaatnya saja.

Dari segi obyeknya kepemilikan dibedakan menjadi tiga yaitu:

Milk Al-Ain adalah memiliki benda beserta manfaatnya, milk al-manfaat

adalah pemilikan seorang untuk memanfaatkan suatu harta benda milik

orang lain dengan keharusan menjaga materi bendanya, seperti

pemilikan atas manfaat membaca buku. Milk al-dain (milik piutang)

yaitu pemilikan harta benda yang berada dalam tanggung jawab orang

lain karena sebab tertentu. Seperti harta yang dihutangkan, harga jual

yang belum terbayar, harga kerugian barang yang dirusak atau

dimusnahkan oleh pihak lain.29

B. Hak Cipta Dalam Hukum Islam 1. Pengertian Hak Cipta

Menurut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No. 19 tahun 2002

pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan hak cipta adalah: hak eksklusif bagi

pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaanya atau memberikan izin untuk itu (mengumumkan atau

29

(43)

memperbanyak) dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan

menurut undang-undang yang berlaku.30

Dalam UUHC nomor 19 tahun 2002. Dalam pasal 1 yang

dimaksud dengan :

1. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

yang atas ispirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan

kemampuan pikiran, imajinasi, kecakapan, ketrampilan. Atau

keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat

pribadi.

2. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan

keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

3. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau

pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang

menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut

4. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,

pengedaran atau penyebaran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat

apapun, termasuk media internet, atau melakuakan dengan cara

apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat

orang lain.

5. Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara

keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan

(44)

32

menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk

mengalih wujudkan secara permanen atau temporer. 31

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta

atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya

tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari balet, dan sebagainya),

komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat

lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu)

desain industri.32 Dalam UUHC pasal 12 disebutkan Ciptaan yang

dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra, yang mencakup:

a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya

tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan

pantomim;

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni

ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni

terapan;

g. Arsitektur;

31

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, op.cit, hlm. 207.

(45)

h. Peta;

i. Seni batik;

j. Fotografi;

k. Sinematografi;

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya

lain dari hasil pengalihwujudan.33

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual,

namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual

lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan

invensi/penemuan), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli

untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang

melakukannya.

Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep

copyright dalam bahasa Inggris (secara harfiah artinya "hak salin").

Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum

penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari

sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama

dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga kemungkinan besar

para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta

perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.34

33

Op. cit, Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

34

(46)

34

Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada

penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang

copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di

Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan

tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin

bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut

setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga

mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu

selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik

umum. Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works

("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau

"Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur

masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini,

copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang

tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera

setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si

pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya

tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara

eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright

tersebut selesai.

Sejarah hak cipta di Indonesia yaitu bermula Pada tahun 1958,

Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi

(47)

dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Pada tahun 1982,

Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan

Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan

undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang

tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Perubahan

undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam

pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi

pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization

WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of

Intellectual Propertyrights-TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek

Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam

bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997,

pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan

Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual

Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO")

melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.35

Dalam UUHC pasal 3 disebutkan bahwa; (1) hak cipta dianggap

sebagai benda bergerak, (2) hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik

seluruh atau sebagai karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis,

35

(48)

36

sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.36

Dengan demikian, maka hak cipta termasuk harta yang bisa dimiliki oleh

seseorang secara sah.

Dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 49 ayat 1 dijelaskan bahwa;

Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak

lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau

menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Pada ayat 2

juga dijelaskan bahwa; Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif

untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa

persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman

suara atau rekaman bunyi.

Dalam pasal sebelumnya yaitu pasal 1 angka 5 dan 6 dijelaskan

tentang publikasi dan penggandaan dalam pasal ini disebutkan bahwa;

Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,

pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat

apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun

sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara

keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan menggunakan

bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan

secara permanen atau temporer.

36

(49)

Kemudian dalam pasal 72 ayat 1 dijelaskan bahwa; Barangsiapa

dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)

bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),

atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah.37 Dengan demikian, jelas

bahwa pelanggaran terhadap hak cipta merupakan tindak kejahatan pidana

yang bisa dikenai hukuman.

2. Kedudukan Hak Cipta Dalam Hukum Islam

Didalam syari‟at Islam, diakui adanya hak-hak yang bersifat

perorangan terhadap suatu benda, bukan berarti karena kepemilikan

tersebut seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab aktifitas

ekonomi dalam pandangan Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup

diri dan keluarga, juga masih melekat hak dari orang lain.38

Dalam Islam (muamalah) hak cipta dikategorikan kepada hak

adabi atau hak ibtikar, seperti hak cipta atas sesuatu benda, hak atas

karangan, hak atas membuat suatu macam obat. Hak cipta itu dimiliki oleh

si pengarang.39

Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus

Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah : gambaran pemikiran yang

dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya

37

Ibid.

38

Suhrawardi K. Lubis, op. cit, hlm.12. 39

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Kebakaran merupakan kecelakaan terbesar di dunia, Oleh karena itu, pencegahan kebakaran merupakan peranan penting dalam mencegah terjadinya kebakaran

[r]

Penelitian kedua dilakukan oleh Agustinus Primananda 2010 tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli rumah Studi Kasus di Perumahan Bukit Semarang Baru,

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menunjukkan hasil empiris bahwa efikasi diri kreatif dan autonomi kerja dapat berperan sebagai pemoderasi pada pengaruh dukungan

Setelah peneliti mengumpulkan hasil observasi dan hasil evaluasi, maka peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran yang telah dilakukan pada pembelajaran siklus I

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh antara atribut intrinsik dan atribut exstrinsik secara parsial dan berganda terhadap kepuasan konsumen

Hasil analisis Indeks Williamson tahun 2011-2015 menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Gunungkidul, Kulonprogo dan Sleman berperan mengurangi

Sebagai kemungkinan lain, atau jika larut dalam air, menyerap dengan memakai bahan kering yang tidak giat dan masukkan ke wadah bahan buangan yang tepat.. Buang melalui kontraktor