• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pentingnya suatu program. Berapa besarkah nilai program tersebut bagi para partisipasi? Apakah derajat kepentingannya sesuai dengan jumlah sumberdaya

yang digunakan?

Persepsi Pengertian Persepsi

van den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Agen penyuluhan tidak dituntut untuk memahami psikologis persepsi manusia yang rumit, tetapi mereka diminta untuk menghargai timbulnya tafsiran mengenai lingkungan yang berbeda serta bagaimana perbedaan tersebut

mempengaruhi perilaku komunikasinya. Menurut Berelson dan Steiner (1967), persepsi merupakan kebutuhan atau keinginan individu untuk mengetahui dan memahami makna informasi yang diterimanya dalam lingkup dimana seseorang berada.

Mulyana (2002) mendefinisikan bahwa persepsi adalah proses internal yang memungkinkan seseorang memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Fellows dalam Mulyana (2002), persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi. Sementara itu, Sereno dan Bodaken dalam Mulyana (2002) mengatakan bahwa persepsi adalah sarana yang memungkinkan seseorang memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungannya.

Pendapat Rakhmat (2001) mengungkapkan bahwa persepsi adalah pengalaman belajar tentang objek peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga merupakan bentuk komunikasi intrapersonal yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu, persepsi akan mempengaruhi seseorang dalam berpikir, bertindak dan berkomunikasi dengan pihak lain.

Sugiyanto (1996) memberi batasan tentang persepsi yaitu persepsi merupakan proses kognitif dan afektif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui indera penglihatan, pendengaran, penghayatan perasaan dan penciuman yang dinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat orang tersebut berada, sehingga dapat mempengaruhi keragaan perilakunya. Apabila kebutuhan seseorang sesuai dengan obyek tertentu maka persepsi orang tersebut akan positif begitu juga sebaliknya, jika tidak sesuai dengan kebutuhan terhadap suatu obyek akan negatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pandangan atau sikap seseorang terhadap sesuatu hal yang menumbuhkan motivasi, dorongan, kekuatan dan tekanan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Prinsip umum persepsi

Prinsip umum persepsi, menurut van den Ban dan Hawkins (1999) di antaranya yaitu: (a) Relativitas. Persepsi seseorang bersifat relatif, walaupun suatu obyek tidak dapat diperkirakan yang tepat, tetapi setidaknya seseorang dapat mengatakan yang satu melebihi yang lainnya; (b) Selektivitas. Persepsi seseorang sangat selektif. Panca indera menerima stimuli dari sekelilingnya dengan melihat obyek, mendengar suara, mencium bau dan sebagainya. Karena kapasitas memproses informasi terbatas, tidak semua stimuli dapat ditangkap, tergantung pada faktor fisik dan psikologis seseorang. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, seorang komunikator hanya akan mengarahkan pesannya ke bagian-bagian yang perlu, atau melakukan pengulangan dan mengurangi informasi yang tidak diperlukan. Pengalaman masa lampau juga mempengaruhi pilihan terhadap persepsi. Peternak yang telah berpengalaman akan lebih mengetahui perbedaan – perbedaan kecil mengenai bentuk tubuh, mutu bulu domba atau wol dan kondisi umum ternak dari pada orang awam. Latihan merupakan pengalaman yang terorganisir dan teratur untuk mempengaruhi persepsi; (c) Organisasi. Persepsi itu terorganisir. Seseorang cenderung untuk menyusun pengalamannya dalam bentuk yang memberi arti dengan mengubah yang berserakan dan menyajikannya dalam bentuk yang bermakna, antara lain berupa gambar dan latar belakang. Dalam sekejap panca indera melakukan seleksi dan sosok yang menaik mungkin akan menciptakan suatu pesan. Penafsiran mengenai gambar sering ditentukan oleh latar belakang. Ciri lain dari organisasi persepsi disebut dengan istilah closure (penutupan), artinya kecenderungan menutupi atau melengkapi sesuatu yang belum sempurna; (d) Arah. Melalui pengamatan, seseorang dapat memilih dan mengatur serta menafsirkan pesan. Penataan adalah sangat penting bagi pembuat pesan untuk mengurangi tafsiran yang diberikan oleh stimulus.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Rakhmat (2001) menyebutkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu, faktor struktural dan faktor fungsional. Faktor-faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Faktor fungsional umumnya obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu dan berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosional, latar belakang budaya dan lain sebagainya

(karakteristik individu). Karakteristik seseorang yang memberikan respons pada sebuah stimuli menentukan persepsi. Persepsi ini sifatnya subyektif, karena tergantung individu yang melakukan persepsi. Persepsi setiap individu dengan individu lainnya berbeda terhadap suatu objek yang sama.

Beberapa Studi tentang Karakteristik yang Berhubungan dengan Persepsi

Karakteristik individu merupakan ciri atau sifat yang dimiliki seseorang yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Harun dalam Abdussamad (1993), menyatakan bahwa persepsi ialah hasil dari keinginan, tujuan dan pengalaman masa lalu. Karakteristik personal seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi dan keanggotaan pada suatu organisasi, merupakan peubah yang berhubungan dengan persepsi. Menurut Rakhmat (2001) apa yang kita perhatikan (persepsi) ditentukan oleh faktor situasional dan faktor personal. Hal yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memiliki persepsi.

Umur

Umur petani akan sejalan dengan pengalaman dan pengetahuannya sesuai dengan pertumbuhan biologis dan perkembangan psikisnya. Petani yang lebih tua tampaknya cenderung lebih berhati-hati, sehingga ada kesan mereka relatif kurang responsif atau lambat. Sebenarnya bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan, tetapi mereka mungkin punya pertimbangan praktis seperti kesehatan, kekuatan fisik yang kurang mengizinkan, atau ingin menikmati masa tua mereka (Soekartawi, 1988). Makin muda umur petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu yang makin besar terhadap hal-hal yang baru, sehingga ada kesan mereka lebih cepat atau responsif dalam pembaharuan. (Soekartawi, 1988)

Hasil penelitian Abdussamad (1993), menunjukkan bahwa umur seseorang merupakan peubah yang nyata terhadap persepsinya mengenai suatu obyek atau informasi dan adanya hubungan yang negatif antara umur dengan persepsi. Sejalan dengan itu, penelitian Lalenoh (1994) ditemukan bahwa terdapat kesesuaian yang kuat atau nyata antara umur responden dengan persepsi.

Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku. Proses pembentukan watak terjadi karena adanya interaksi antara potensi yang dimiliki seseorang (intelegensi, bakat), lingkungan dan pendidikan (Holle, 2000).

Pendidikan, baik formal maupun non formal adalah sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pada umumnya petani yang berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih mudah dan mampu berkomunikasi dengan baik (Azahari, 1988). Persepsi mereka lebih benar, utuh dan obyektif dibandingkan dengan yang pendidikannya lebih rendah. Abdussamad (1993) menemukan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi persepsi. Sejalan dengan hal itu, Susiatik (1998) menyatakan bahwa pendidikan berhubungan nyata dengan persepsi.

Pengalaman Beternak

Pengalaman merupakan interaksi yang dialami seseorang selama hidupnya dengan lingkungannya sehingga ia mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman tentang suatu kejadian (Holle, 2000). Pengalaman akan menjadi dasar terhadap pembentukan persepsi individu untuk memberikan tanggapan dan penghayatan. Seseorang harus memiliki pengalaman terhadap obyek tertentu (Kasup, 1998).

Kasup (1998) menyebutkan bahwa dalam mengambil suatu keputusan tentang berbagai masalah, seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di masa lampau, kecakapan persepsi dan asumsi mengenai situasi tertentu.

Pemilikan Ternak Domba

Pemilikan ternak yang semakin banyak akan menyebabkan seorang peternak menyediakan waktunya lebih banyak untuk mengelola usahanya, sehingga lebih banyak pula kesempatan baginya untuk memperhatikan perkembangan ataupun kelemahan-kelemahan yang terdapat di dalam usahanya (Kasup, 1998). Hasil penelitian Maksum (1994) ditemukan bahwa pemilikan ternak mempunyai hubungan dengan persepsi peternak.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga cenderung akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, sebagai pekerja yang memiliki penghasilan yang diperoleh akan menjadi beban peternak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksum (1994) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga mempunyai hubungan yang positif dengan persepsi.

Hasil penelitian Lalenoh (1994) menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berhubungan nyata dengan persepsi. Lebih lanjut dikatakan bahwa, semakin besar tanggungan keluarga akan semakin bermanfaat atau persepsi positif.

Kekosmopolitan

Kekosmopolitan adalah keterbukaan seorang petani pada informasi, melalui hubungannya dengan berbagai sumber informasi. Orang yang sifat kosmopolitannya tinggi biasanya suka mencari informasi dari sumber di luar lingkungannya. Sebaliknya orang yang rendah sifat kosmopolitannya, cenderung mempunyai ketergantungan yang tinggi pada tetangganya atau teman-teman dalam lingkungan yang sama sebagai sumber informasi (Rogers dalam Abdussamad, 1993). Hasil penelitian Susiatik (1998) menunjukkan bahwa sifat kosmopolitan masyarakat akan mempengaruhi persepsi. Sejalan dengan itu, Maksum (1994) menyatakan bahwa tingkat keterbukaan peternak terhadap informasi baik dari dalam sistem sosial maupun dari luar sistem sosialnya akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap program. Apabila keterbukaan peternak terhadap informasi baik (terbuka), maka persepsi mereka akan positif.

Interaksi dengan Penyuluh

Dalam mencapai tingkat penyuluhan yang efektif dan efisien sangat ditentukan oleh interaksi positif antara para petani dan para penyuluh, di mana interaksi ini merupakan syarat mutlak agar petani dapat mengadosi inovasi yang diberikan (Levis dalam Adhisuryana, 2002). Hubungan yang dilakukan dengan penyuluh adalah untuk membicarakan masalah yang berhubungan dengan usaha tani. Harun dalam Abdussamad (1993) menemukan bahwa adanya hubungan antara persepsi dengan frekuensi interaksi dengan penyuluh. Lebih lanjut dikatakan bahwa, semakin besar jumlah responden dalam kategori yang rendah frekuensi interaksi

dengan penyuluh, berarti rendah tingkat persepsinya karena terbatasnya kemampuan dan kesempatan peternak untuk berinteraksi dengan penyuluh.

Interaksi dengan Pasar

Dalam mencapai pemenuhan kebutuhan keluarga, peternak melakukan interaksi dengan pasar yang merupakan syarat mutlak agar peternak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Menurut Suharno (1996), para peternak biasanya tidak langsung menjual ternaknya ke pasar atau memotong sendiri, melainkan menjualnya ke poultry shop, perusahaan inti atau kelompok peternak yang berfungsi sebagai pengumpul. Lebih lanjut bahwa selama ini, antara peternak dengan pedagang pengumpul hanya terjalin hubungan bisnis yang tidak mengikat. Padahal jika kedua pihak bermitra lebih erat dengan cara melakukan perjanjian jual beli dengan harga tertentu maka kedua belah pihak mendapatkan untung besar dan menghadapi resiko yang kecil sehingga posisi peternak tidak akan ditekan oleh pedagang pengumpul. Hasil penelitian Abdussamad (1993), menunjukkan peternak yang tinggi frekuensi interaksinya lebih banyak menerima informasi yang dapat memperkaya wawasannya dan akan meningkatkan ketepatan persepsi.

Partisipasi Pengertian Partisipasi

Manusia sebagai makhluk sosial selalu mengadakan interaksi dengan orang lain. Interaksi di antara mereka mengakibatkan adanya perasaan bahwa mereka adalah sama dan saling membutuhkan, sehingga untuk mencapai suatu tujuan tertentu diperlukan adanya partisipasi dengan orang lain. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai partisipasi antara lain:

Sastropoetro (1986) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan pikiran dan perasaan dalam melakukan tugas atau pekerjaan. Selanjutnya, Sastropoetro (1986) memberi penilaian bahwa keterlibatan masyarakat dalam pekerjaan fisik tidak dapat disebut sebagai partisipasi kalau tidak ada keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Lebih lanjut dikatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan secara spontan yang disertai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Keterlibatan tersebut tidak lepas dari adanya minat yang menimbulkan spontanitas.

Menurut Darjono dalam Satropoetro (1986), partisipasi berarti keterlibatan dalam hal proses pengambilan keputusan, menentukan kebutuhan dan menunjukkan tujuan serta prioritas. Lebih lanjut dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam bentuk swadaya gotong royong merupakan modal utama dalam potensi yang esensiil dalam pelaksanaan pembangunan desa yang selanjutnya telah tumbuh dan berkembang menjadi dasar bagi kelangsungan pembangunan nasional. Cohen dalam Arfani (1987) menyatakan bahwa partisipasi menyangkut empat hal

yaitu: (1) partisipasi di dalam pengambilan keputusan; (2) partisipasi di dalam pelaksanaan; (3) partisipasi di dalam memperoleh manfaat; (4) partisipasi di dalam melakukan penilaian.

Slamet (2003) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai ikutsertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikutserta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Sementara itu, Allport dalam Sastropoetro (1986) menyatakan bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya atau egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya, berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya. Davis dalam Sastropoetro (1986) mengemukakan bahwa partisipasi sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha pencapaian tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa partisipasi mengandung unsur-unsur berikut ini yaitu: (1) dalam partisipasi terdapat unsur keterlibatan mental dan emosional dari individu yang berpartisipasi, (2) dalam partisipasi terdapat unsur kesediaan untuk memberikan kontribusi atau sumbangan untuk mencapai tujuan bersama, hal ini dilakukan secara sukarela, (3) dalam partisipasi akan diikuti oleh adanya rasa tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan (4) tingkat partisipasi ditentukan oleh kadar keterlibatan masyarakat untuk menentukan segala sesuatunya sendiri, tidak ditentukan oleh pihak lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Davis dalam Sastropoetro (1986) mengemukakan bahwa tingkat partisipasi tiap orang berbeda. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan fisik, jiwa, kepentingan, motivasi, maupun harga diri. Lebih lanjut Darjono dalam Sastropoetro (1986) menyatakan ada lima faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat antara lain: (1) pendidikan meliputi: kemampuan baca-tulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri, (2) agama, (3) kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan, (4) tersedianya kesempatan kerja yang lebih baik, dan (5) tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi.

Sastropoetro (1986) menyatakan bahwa ada faktor-faktor penting yang turut menentukan partisipasi antara lain: (1) komunikasi, (2) perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang menumbuhkan kesadaran, (3) kesadaran yang didasarkan pada pertimbangan, (4) antusiasme yang menimbulkan spontanitas, (5) rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.

Kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan tergantung pada berbagai faktor dan dari hasil penelitian yang dilakukan Angell yang dikutip oleh Soetarso (1979) ialah:

1. Umur, yaitu bahwa orang-orang yang berada dalam kelompok umur pertengahan (setengah umur) lebih banyak mendukung keteraturan moral masyarakat daripada kelompok umur yang lain.

2. Pendapatan yaitu bahwa keluarga-keluarga yang berpendapatan tinggi lebih besar partisipasinya dalam urusan-urusan kemasyarakatan.

3. Pekerjaan, orang-orang yang menduduki jabatan yang lebih tinggi, lebih besar pula partisipasinya.

4. Sekolah, lebih tinggi kelas yang dicapai, lebih besar pula partisipasinya.

5. Pemberian suara dalam pemilihan umum, orang-orang yang tidak memberikan suara dalam pemilihan umum juga kurang menaruh minat pada bentuk-bentuk partisipasi lainnya.

6. Kebangsaan, orang-orang yang dilahirkan di luar negeri lebih besar partisipasinya daripada yang dilahirkan di dalam negeri.

7. Ras, orang negro cenderung lebih banyak berpartisipasi dari pada orang kulit putih.

8. Lamanya bertempat tinggal di suatu daerah, lebih dalam orang terpaut dalam masyarakat, lebih besar pula partisipasinya.

Dari uraian tersebut terlihat bahwa partisipasi seseorang dalam kegiatan pembangunan dipengaruhi oleh karakteristik dan latar belakang orang tersebut.

Hubungan Persepsi dan Partisipasi

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain tingkat pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap kegiatan pembangunan, karena dalam kenyataannya banyak masyarakat yang tidak memahami kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di lingkungannya, sehingga mereka terlibat hanya bersifat ikut-ikutan saja.

Persepsi merupakan penilaian peternak tentang program perguliran ternak domba yang menyangkut penilaian tentang tujuan dan manfaat program dan peraturan antara penerima dan pemberi bantuan guliran ternak domba. Faktor ini akan memberikan dampak terhadap kemauan peternak untuk terlibat dalam kegiatan beternak domba. Dari penelitian Holle (2000) ditemukan adanya hubungan yang nyata antara persepsi dengan tingkat partisipasinya. Menurut Lalenoh (1994) persepsi positif dari masyarakat akan menghasilkan partisipasi yang tinggi.

Orang akan bertingkah atau berpartisipasi sebagian besar dilandasi oleh persepsi yang dimiliki pada suatu situasi serta kondisi tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa ada hubungan antara persepsi seseorang dengan partisipasinya dalam kegiatan yang diikutinya, karena persepsi seseorang merupakan dasar seseorang untuk bertindak.

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait