• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dan Pelaku Drama Perempuan (Aktres)

Dalam dokumen Buku Sejarah Sastra Gender (Halaman 87-93)

A TUJUAN PEM BELAJA RAN

B. M ATERI PEM BELA JARA N

2. Penulis dan Pelaku Drama Perempuan (Aktres)

Berdasarkan pembacaan terhadap buku-buku Sejarah Drama Indonesia, ternyata cukup mengherankan karena di dalamnya tidak banyak membahas tentang toko h-tokoh perempuan, baik sebagai penulis naskah drama maupun sebagai aktres (pemeran perempuan dalam pementasan teater). Di dalam buku Herman J. Waluyo, toko h-tokoh yang muncul dalam selintas pembahasannya tentang Sejarah Drama di Indonesia hanya

memunculkan nama-nama seperti WS Rendra, Arifin C. Noer, Iwan Simatupang, Putu Wijaya, A khudiat, Riantiarno, dan Ali Sahab (Waluyo, 2002: 73—96).

Demikian halnya dalam buku Jakob Sumardjo (1992), daftar kelo mpok teater 1970—1980-an yang pentas di TIM hampir sebagian besar ditandai sebagai kelompok teater yang dipimpin oleh seorang sutradara yang merangkap sebagai pemimpin, guru, panutan, kadang sebagai penulis naskah yang menjadi sentral kelompok teater tersebut. Bengkel Teater hampir identik dengan Rendra, Teater Kecil dengan Arifin C. Noer, Teater Mandiri dengan Putu Wijaya, Teater Saja dengan Ikranegara, Teater Po puler dengan Teguh Karya, Studiklub Teater Bandung dengan Suyatna A nirun, Teater Lembaga dengan Wahyu Sihombing, Teater Koma dengan N. Riantiarno, dan Teater SAE dengan A frizal Malna. Nama-nama tokoh drama/ teater perempuan Indonesia tidak muncul dalam daftar ini.

Bahkan data para penulis naskah drama yang ditulis Jakob Sumarjo (yang juga dikutip oleh B. Rahmanto dan P. Hariyanto, 1998) seperti terdapat dalam lampiran 1, tidak ada yang mengindikasikan ditulis oleh seorang perempuan.

Dalam perkembangan teater yang lebih awal, nama-nama perempuan tidak muncul. Keberadaannya seo lah tenggelam di balik ketokohan sang pemimpin kelo mpok yang menjadi “ ngabehi” atau menonjol dalam segala aspek. Dalam periode Teater Bangsawan, yang muncul nama laki-laki seperti Mamak Pushi asal Penang, Malaysia. Demikian halnya dalam kelompok teater berikutnya. Dalam Ko medi Stambul ada August Mahieu (Indo- Prancis) kelahiran Surabaya yang mendirikan Ko medi Stamboel bersama Yap Goan Tay (pemodal) dan Cassim.

T.D. Tio Jr atau Tio Tik Djien (pemilik modal dan seorang terpelajar lulusan sekolah Dagang Batavia) mendirikan ro mbo ngan Orion (1925). Bukan hal aneh karena kala itu juga ada The Unio n Dahlia Opera (Tengku Katan of Medan) dan The Malay Opera of Malacca (Wan Yet al Kaf) di

Malaysia 1915. Pembaruan yang dilakukan Orion: (1) pembagian episo de lebih diperingkas, (2) adegan memperkenalkan diri toko h-tokohnya dihapuskan, (3) selingan berupa tarian dan nyanyian dihapuskan, (4) sebuah lakon diselesaikan dalam satu malam, (5) reperto ire cerita sudah mulai cerita asli. Hal tersebut mirip teater modern barat. T.D. Tio dibantu oleh penulis khusus Nyo o Cheo ng Seng (wartawan Intero cean di Surabaya, lalu keluar 1925). Lalu muncul Miss Ribo et yang terkenal sebagai perampo k yang pandai bermain pedang sejak pementasan lako n barat Juanita de Vega. Maka terkenalah menjadi Miss Ribo et’s Orion.

Kemudian muncul The Malay Opera “ Dardanella” . Didirikan oleh A. Pedro (Willy Klimanof asal Rusia) di Sidoarjo (21 Juni 1926). Mo tivasi pendiriannya guna menyaingi Orion. Tan Tjeng Bok (pemain pedang yang dijuluki Douglas Fairbang from Java) menjadi bintangnya. Repertoire awal Dardanella yaitu cerita-cerita barat; (1) The Thief of Bagdad, (2) Mark of Zo rro , (3) Do n Q, (4) The Co unt o f Monte Christo, (5) The Three Musketeers dan lain-lain. Dardanella’s Big Five: (1) Tan Tjeng Bok, (2) Dewi Dja, (3) Riboet II, (4) A staman, (5) Pedro. Selain Pedro yang menulis naskah: Fatima, Maharani, Rencong Aceh; bergabung (1930) seorang wartawan yang bernama A ndjar A smara yang menulis; Dr. Samsi, Si Bongkok, Haida dan Tjang, Ex Sawah Lunto, Tandak Buta, Gadis Desa.

Pada 1931 terjadi persaingan antara Miss Riboet’s Orion dengan Dardanella. Orio n menyerah. Pada 1934 Nyoo Cheo ng Seng dan Fifi Yo ung atau Tan Kim Nio (istrinya) membelot ke Dardanella. Dardanella bekerja berdasarkan pembaruan Orion. Mereka berani menyajikan cerita-cerita “ berat” yang problematik sehingga disenangi kaum terpelajar. Naskah cerita juga mengangkat masalah so sial sezaman seperti ro man-roman: Bunga Roos dari Tjikembang, Drama dari Krakatau, Annie van Mendoet, Roos van Serang, Perantean no 99. Hanya sayang, naskah-naskah Dardanella tidak terselamatkan. Dardanella masih mementingkan pertunjukannya. Sementara kaum terpelajar lebih mementingkan naskah seperti terlihat dalam Bebasari

karya Rustam Effendi 1926. Kemudian muncul naskah-naskah drama dari M Yamin, Sanusi Pane, A jirabas, Armijn Pane dsb. Naskah-naskah tersebut jarang dipentaskan.

Masa kejayaan Dardanella berlangsung sekitar 10 tahun. Pada 1935 mereka mengadakan to ur keliling A sia: Cina, Indo -cina, Thailand, Burma, Srilangka, India, dan Tibet; dilanjutkan ke Eropa. Di sinilah group ini bubar: (1) Pedro, Dja dan 30 pemain meneruskan perjalanan, (2) Andjar Asmara dan Suratna (istrinya) kembali ke Jawa dan membentuk Bolero, (3) Nyoo Cheo ng Seng, Fifi Young dan Henry L. Duart mendirikan Fifi Young’s Pago da (1937). Setelah masa Jepang, teater-teater profesio nal ini akhirnya beralih ke bidang film. Dalam dunia perteateran yang kemudian mendominasi adalah kelo mpok-kelompok teater amatur yang awalnya tampil di tempat-tempat dunia pendidikan seperti seko lah ataupun universitas. Mereka kelompok yang awalnya hanya bermain teater untuk pertunjukan non-pro fit atau pertunjukan derma. Kelompok pasca-penjajahan Jepang misalnya Maya dan A TNI serta kelo mpo k-kelompok yang tumbuh dari kelo mpok tersebut. Umumnya tersebar dalam tiga kota: Jakarta, Bandung, dan Yo gyakarta.

Seperti yang telah dikemukakan di depan, hampir sebagian besar to koh-toko h perteateran dido minasi o leh laki-laki yang sekaligus menjadi pemimpin kelompo k teater. Kalau pun ada tokoh perempuan biasanya berada dalam bayang-bayang tokoh laki-laki. Dalam periode Orion muncul nama Miss Riboet yang menjadi primadona panggung kelompok ini. Lalu ada Dewi Dja pada kelo mpok Dardanella yang dipimpin o leh Pedro. Juga kemudian muncul nama Fifi Young atau Tan Kim Nio , istri tokoh Nyoo Cheong Seng. Lalu ada Suratna istri A ndjar A smara toko h Dardanella yang kemudian membentuk kelompok Bo lero. Dalam kelompok teater berbahasa Sunda pada 1920, Miss Tjitjih, juga berasal dari nama tokoh panggungnya yang bernama Tjitjih, gadis remaja yang kemudian diperistri oleh pendirinya A bubakar Bafakih asal Bangil, Jawa Timur.

Dengan kata lain, sebenarnya ada sejumlah toko h perempuan yang turut meramaikan dunia perteateran Indonesia (tetapi tidak demikian halnya dalam dunia drama Indo nesia). Tokoh-to koh perempuan ini berada dalam bayang-bayang pemimpin rombo ngan atau kelompok teater. Biasanya to koh-toko h perempuan ini menjadi primadona panggung, sehingga seringkali nama kelompok teaternya menyatu dengan nama sang bintang seperti Miss Riboet’s Orion atau Miss Tjitjih. Perempuan-perempuan ini selain menjadi primado na panggung juga menjadi istri sang pemimpin kelo mpok teater. Miss Ribo et, Dewi Dja, Fifi Yo ung, Suratna, dan Miss Tjitjih adalah tokoh-to koh teater dari kelo mpoknya masing-masing dan sekaligus menjadi istri dari sang ketua kelompok (yakni TD Tio Jr, Pedro, Nyoo Cheong Seng, A ndjar A smara, Abubakar Bafakih).

Feno mena demikian juga masih berlanjut ketika kelo mpok-kelompok teater pascakemerdekaan mendapatkan atmosfir kebebasannya dan mengalami perkembangan yang menggembirakan. Di balik sejumlah tokoh- to koh semacam Rendra ada Sunarti (juga Sitoresmi dan kemudian Ken Zuraida). Di balik Arifin C. No er ada Jajang Pamuncak. Di balik Wahyu Sihombing ada Tatiek Malyati. Di balik Teguh Karya (meskipun tidak menikah ada toko h perempuan seperti) Tuty Indra Malaon. Di belakang Putu Wijaya, dulu sempat ada Reny Djajusman. Di balik Nano Riantiarno ada Ratna Madjid yang kemudian lebih dikenal sebagai Ratna Riantiarno. Feno mena tokoh perempuan di balik to koh pemimpin teater laki-laki pada masa prakemerdekaan ternyata juga berlanjut pada masa pasca- kemerdekaan.

Oleh karena itu, buku-buku sejarah drama dan teater Indo nesia yang tidak membicarakan to koh-toko h perempuan atau hanya menyebutkannya secara sepintas bisa dikatakan tidak adil terhadap peran tersebut. Dengan demikian, perlu diperkaya dengan informasi tambahan tentang toko h-tokoh semacam perempuan yang telah disebutkan di atas. Tidak banyak orang Indonesia (khususnya yang menggeluti teater) yang tahu kripah Dewi Dja

tenyata sampai ke Ho llywoo d, A merika Serikat. Dia meninggal di sana. Terakhir bersuamikan orang Indian A merika.

Berikut ini sejumlah data yang berhasil dilacak dalam rangka memperkaya penulisan sejarah drama/ teater Indo nesia guna lebih menyeimbangkan peran perempuan dalam dunia perteateran dan drama Indonesia. Dengan demikian, peran para perempuan ini tidak “ ditiadakan” meningat posisi mereka sebagai istri para pemimpin kelompok teater.

Nama Dewi Dja tidak begitu dikenal dalam sejarah teater Indonesia apalagi dalam sejarah umum Indo nesia. Perempuan kelahiran Yogya yang kemudian menjadi iko n kelo mpo k Teater Dardanella pimpinan A. Pedro seakan tenggelam di balik sejumlah nama tenar lainnya. Juga tenggelam di bawah bayang-bayang suaminya yang sekaligus menjadi orang yang berperan penting dalam kelo mpo k teater yang didirikan tahun 1926 itu. Di balik semua itu, berdasarkan penelusuran biografinya yang tidak banyak terekspo s, ternyata Dewi Dja tokoh yang cukup penting bagi Indonesia.

Bersama Pedro dan sejumlah kecil anggo ta Dardanella yang tersisia, dia melanjutkan perjalanannya ke A merika setelah menjalani pertun- jukannya keliling Asia dan Ero pa. Sejumlah anggo ta Dardanella lainnya telah mengundurkan diri dan kembali ke Indonesia, kebanyakan mereka mendirikan kelompok teater lain sebelum akhirnya berpindah profesi dalam dunia perfilman. Dewi Dja akhirnya tinggal dan bekerja di A merika sebelum akhirnya bercerai dengan Pedro dan menikah dengan lelaki lain di sana. Dja menjadi toko h penting dalam penyambutan delegasi Indonesia pertama dalam sidang PBB di New Yo rk. Ketika Dja kembali ke Indo nesia untuk suatu urusan, Presiden Soekarno sendiri yang menyambutnya di bandara Jakarta.

Sejumlah temuan menarik tentang biografinya dan sepak terjangnya mulai dari gadis belia ketika pertama kali ditemukan Pedro untuk bergabung dengan Kelompok Teater Dardanella, menjadi bintang Dardanella, tour kelilingnya hingga ke Amerika, dan bahkan riwayat hidupnya semasa di A merika serta makamnya dapat dibaca melalui sejumlah situs di internet sebagai berikut.

Dalam dokumen Buku Sejarah Sastra Gender (Halaman 87-93)