• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis: Wulan Mulya Pratiwi

Dalam dokumen Aku cinta cagar budaya Indonesia (Halaman 58-65)

Komunitas Wonderland Family

“Horeee ... sampai ....”

Sebuah

bus pariwisata tepat berhenti di depan Cagar Budaya Ustano Rajo Alam Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Anak-anak yang rarata berusia 10-11 ta-hun berhamburan turun dari mobil dengan wajah riang. Namun, seorang anak laki-laki dengan baju kaus merah dan celana jins dongker, tampak merengut dengan wajah ditekuk.

“Ahhh ... apa asyiknya di sini?! Ini hanya komplek pe-makaman, alias kuburan. Lebih seru jalan-jalan ke Mall, pantai atau Istana Pagaruyung saja,” omel Teddy, nama anak laki-laki tersebut.

“Anak-anak, mari perkenalkan, ini adalah uda Toni. Be-liau yang akan memandu kita untuk mengenal sejarah dan budaya Ustano Raja Alam yang eksotik ini,” ucap ibu guru, di sebelahnya uda Toni melambai dan tersenyum ramah

51

Aku Cinta Cagar Budaya Indonesia

“Pemakaman di sini sudah sangat tua, tapi tampak terawat sekali. Sebenarnya ini makam siapa, Uda?” tanya Jihan, gadis cerdas dengan jilbab merah muda.

“Nah, mari kita mengenal sejarahnya, Adik-adik. Jika Ista-no Basa Pagaruyung adalah tempat tinggal sementara para raja di dunia, maka komplek pemakaman Ustano Rajo Alam ini adalah tempat peristirahatan terakhir dan abadi para kelu-arga kerajaan Minangkabau. Rajo Alam adalah raja pertama di Minangkabau, konon karena kesaktiannya beliau mampu mengusai alam, sehingga beliau diberi gelar Rajo (raja) Alam,” jelas uda Toni.

“Wah, hebat sekali. Kita sedang mengunjungi makam seorang raja!” teriak Arif dengan kagum.

“Benar, makam dengan kelambu itu adalah makam sang raja, sedangkan ketiga belas makam yang lainnya adalah para keluarga kerajaan,” uda Toni menunjuk ke arah sebuah makam yang terletak diantara dua pohon, lalu makam terse-but diberi kelambu bewarna kuning.

“Ahhh ... sangat membosankan. Lebih baik aku bersantai saja,” keluh Teddy sambil berbaring di atas salah satu makam. Ia mengeluarkan sebuah permen dari kantong celananya, lalu membuang bungkusnya secara sembarangan.

Komunitas Wonderland Family

Sementara itu, teman-teman yang lain sibuk memperha-tikan penjelasan uda Toni.

“Tapi, mengapa bentuk nisan di makam ini berbeda dari nisan pada umumnya, Uda?” tanya Ratih, gadis riang berka-ca mata.

“Karena makam ini telah berusia puluhan tahun, jadi ben-tuk nisannya merupakan percampuran kebudayaan yang pernah singgah di ranah minang, yaitu kebudayaan pra seja-rah, Hindu, Budha dan Islam,” jelas uda Toni.

“Anak-anak, coba lihat nisan yang berbentuk menhir dan punden berundak, ini adalah kebudayaan pra sejarah. Sedangkan makam yang mengarah ke utara-selatan, meru-pakan ciri khas makam umat Islam,” tambah ibu guru. Anak-anak mengangguk dengan paham. Mereka tampak senang mengenal leluhur orang minang.

Sementara itu, suasana makam yang rindang dan terke-san agak gelap, hampir membuat Teddy tertidur. Namun, be-tapa kagetnya Teddy ketika melihat sampah permen yang ia buang tadi tergeletak manis di depannya.

53

Aku Cinta Cagar Budaya Indonesia

Suara-suara aneh mulai membuat Teddy merinding. “Siapa kamu? Kalau berani, keluar!” bentak Teddy yang sebenarnya sudah mulai ketakutan. Ia hendak memanggil ibu guru dan teman-teman, tapi kakinya tidak bisa bergerak kare-na kecemasan.

Srekkk ... srekkk ....

Beberapa tanaman perdu bergoyang-goyang.

“Ya Tuhan, Mama ... Papa ...” Teddy mulai menangis. Tiba-tiba .... Baaa ....

“Huaaa ... tolonggg ... tolonggg ...!” kali ini Teddy berte-riak kencang, ia berlari sekuat tenaga, tersandung, lalu ter-jatuh, secepat kilat berdiri lagi dan berhasil bersembunyi di punggung ibu guru.

“Ada apa, Teddy?” ibu guru tampak heran dan khawatir. “Ada hantuuu, Bu ...” ucap Teddy di sela-sela tangisan-nya. Teman-teman tampak berbisik-bisik heran, antara per-caya dan tidak perper-caya.

“Mana mungkin, apa yang kamu lihat, Teddy?” tanya uda Toni penasaran.

“Ada hantu berbaju putih, Uda. Ia berada di balik pohon itu. Aku melihatnya sendiri,” ucap Teddy masih dengan tubuh gemetar.

“Baiklah, tunggu di sini.” Uda Toni lalu berjalan menuju ke arah pohon yang dimaksud Teddy, anak-anak mulai keta-kutan dan berpegangan tangan, beberapa menutup mata mereka.

Uda Toni melihat ke balik pohon, ia tampak terperanjat kaget, membuat Teddy semakin menangis kencang karena ketakutan.

Komunitas Wonderland Family

Tiba-tiba uda Toni menarik tangan seorang anak laki-laki seusia Teddy. Anak bernama Buyung itu tampak nyengir tak bersalah, ia memegang sebuah mukena bewarna putih.

“Astaga, ada apa ini?” tanya ibu guru, ia mulai terse-nyum.

“Coba jelaskan, Buyung, mengapa kamu berbuat jail seperti ini?” tanya uda Toni.

“Ambo kesal samo anak ko, Uda. Salamaknyo se

lalok-lalok di ateh makam dan buang sarok sumbarangan.” Buyung

menjelaskan dengan bahasa Minangkabau. Uda Toni terse-nyum paham, lalu menjelaskan ulang.

“Jadi sebenarnya tidak ada hantu, yang menakuti Teddy adalah Buyung. Buyung berbuat jail untuk ‘menghu-kum’ Teddy yang telah membuang sampah secara sem-barangan dan tidak menghormati makam leluhur kerajaan minang,” jelas uda Toni.

“Ooo, begitu ternyata.”

“Teddy, itu tidak baik! Kita harus menghormati dan me-lestarikan cagar budaya, karena ini adalah warisan budaya kita,” ucap ibu guru.

“Iya, Bu. Aku paham sekarang, aku tahu kesalahanku. Lain kali, aku tidak akan mengulangnya, Bu. Maafkan aku ya, Buyung.” Teddy tampak tulus sambil mengulurkan tangan yang langsung disambut riang oleh Buyung.

“Nah, sekarang waktunya kamu yang minta maaf, Buyung. Kita juga harus menghormati wisatawan. Jika mereka berbuat kelalaian, peringatilah dengan baik dan ramah ta-mah. Tuan rumah yang baik menghargai tamunya.”

55

Kolom Wawasan

Teman-teman yang pintar, Ustano Rajo Alam adalah kom-plek makam raja-raja beserta keluarga kerajaan Minangka-bau. Nilai sejarah, budaya dan usianya yang telah menca-pai puluhan tahun, membuat Ustano Raja Ulam ditetapkan sebagai Cagar budaya oleh pemerintah pada tahun 1975, di mana pemeliharaannya dikembalikan kepada pewaris langsung masyarakat Minangkabau.

Selain keberadaan makam raja, di sebelah selatan komplek ini juga ada gelanggang terbuka yang disebut

Med-an NMed-an BapMed-aneh. Ini adalah tempat bersidMed-ang para pemimpin

atau raja di tempat terbuka.

Selain itu juga, ada tempat duduk dan sebuah meja yang terbuat dari batu, disusun melingkar yang dimanfaatkan sebagai tempat raja bermusyawarah dengan para penghulu untuk memimpin negeri.

Menarik bukan, ternyata tidak hanya Cinderalla dan Elsa saja yang mempunyai raja. Masyarakat Minangkabau juga punya! Jika kamu berkunjung ke sini, jangan lupa menghor-mati, menjaga dan melestarikan cagar budaya istimewa ini, ya. Generasi cerdas cinta cagar budaya.

Referensi:

1. www.dilokasi.com

2. www.cagarbudaya.kemdikbud.go.id 3. www.kebudayaan.kemdikbud.go.id 4. www.batusangkarblooger.blogspot.com

Dalam dokumen Aku cinta cagar budaya Indonesia (Halaman 58-65)