• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari Penyusunan RKPA Tahun 2014 adalah sebagai berikut:

1. Menjadi pedoman bagi Pemerintah Aceh, DPRA, Dunia Usaha dan masyarakat dalam menentukan program dan kegiatan tahunan yang akan dituangkan ke dalam KUA dan PPAS Tahun 2014;

2. Komitmennya Pemerintah Aceh dalam melaksanakan pembangunan sesuai kebutuhan masyarakat dalam rangka mensejahterakan masyarakat.

Sedangkan Tujuan Penyusunan RKPA Tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1. Memperkuat Perekonomian yang Inklusif Melalui Penanggulangan

Kemiskinan dan Penurunan Pengangguran Menuju Aceh Sejahtera;

2. Tercapainya sasaran Pembangunan sebagaimana yang sudah diamanahkan dalam RPJMA serta terwujudnya efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan.

BAB II

EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPA TAHUN 2012 DAN

CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH

2.1. Gambaran Umum Kondisi Aceh 2.1.1. Aspek Geografi dan Demografi A. Kondisi Geografis Daerah

Aceh terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera dengan Ibukota Banda Aceh memiliki luas wilayah darat Aceh yaitu 56.770,81 km2, wilayah lautan sejauh 12 mil seluas 74.798,02 km2dan garis pantai sepanjang 2.666,27 km atau 1.656,07 mil. Secara administratif, Aceh terdiri terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 284 kecamatan, 755 mukim dan 6.451 gampong/desa (Surat Gubernur Aceh Nomor : 413.4/24658/2011 Tanggal 13 Oktober 2011).

Secara geografis Aceh terletak pada 01o58’37,2”- 06o04’33,6” Lintang Utara dan 94o57’57,6”- 98o17’13,2” Bujur Timur dengan Batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Laut Andaman;

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Samudera Hindia;

3. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia;

4. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara.

Dari luas daratan yang terdapat di Aceh, pola pemanfaatan penggunaan lahan/hutan di Aceh disesuaikan dengan fungsi lahan/hutan itu sendiri sehingga dapat menjamin kelestarian produksi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pola sebaran permukiman penduduk berkaitan erat dengan kondisi topografi, yaitu berada di kawasan yang datar di sepanjang pantai utara-timur, sebagian wilayah pantai barat-selatan dan lembah-lembah sungai.

Tabel 2.1

Jenis Penggunaan Lahan di Aceh Tahun 2007 – 2011

Sumber : BPS Aceh 2012

Kondisi topografi di wilayah Aceh terhitung beragam yang tergolong ke dalam wilayah datar hingga bergunung. Wilayah dengan topografi daerah datar dan landai sekitar 32 persen dari luas wilayah, sedangkan berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah. Daerah dengan topografi bergunung terdapat dibagian tengah Aceh yang merupakan gugusan pegunungan bukit barisan dan daerah dengan topografi berbukit dan landai terdapat dibagian utara dan timur Aceh.

Secara geologi Aceh memiliki kondisi yang sangat kompleks, terdiri dari aneka jenis batuan dengan struktur yang rumit. Tektonisasi dan sejarah geologi, membuat keberadaan Sumber Daya Geologi Aceh sangat kaya dan bervariasi. Jenis batuan yang terdapat di Aceh dapat dikelompokkan menjadi: (1) Batuan beku yang terletak pada kompleks pegunungan; (2) Batuan metamorfik atau malihan yang terletak pada kompleks pegunungan hingga ke kaki pegunungan, dan di Pulau Simeulue; (3) Batuan sedimen yang terletak pada pegunungan di bagian barat laut Aceh Besar (sekitar Peukan Bada dan Lhok Nga), di Aceh Jaya, di Gayo Lues dan Aceh Timur; (4) Batuan gunung api terdapat di sekitar gunung berapi, terutama yang teridentifikasi terdapat di sekitar G. Geureudong, G. Seulawah, dan G. Peut Sagoe; serta (5) Endapan aluvium yang terdapat di bagian paling bawah/hilir yaitu di pesisir, baik di pesisir timur maupun pesisir barat dan di cekungan Krueng Aceh.

2007 2008 2009 2010 2011

1 Perkampungan 117,560 117,582 117,589 117,589 125,439

2 Industri 3,928 3,928 3,928 3,928 3,928

3 Pertambangan 115,009 115,049 115,049 206,049 206,049

4 Persawahan 311,825 311,849 311,872 311,872 314,991

5 Pertanian tanah kering semusim 137,616 137,665 137,672 137,672 139,049

6 Kebun 305,577 305,591 305,599 305,599 305,624

7 Perkebunan

- Perkebunan Besar 627,000 691,050 699,401 800,401 800,401

- Perkebunan kecil 51,450 51,461 200,680 200,680 200,680

8 Padang (Padang rumput, alang-alang dan semak) 229,726 229,726 229,726 229,726 232,023 9 Hutan (Lebat, belukar sejenis) 3,588,135 3,523,925 2,483,080 2,291,080 2,291,080 10 Perairan Darat (Kolam air tawar, tambak,penggaraman, waduk, danau dan rawa) 204,292 204,292 204,292 204,292 206,741 11 Tanah terbuka (Tandus, rusak dan land clearing) 44,439 44,439 44,439 44,439 44,439

12 Lainnya - 101,006 941,567 823,754 806,637 5,736,557 5,837,563 5,794,894 5,677,081 5,677,081 Penggunaan Lahan No Total Luas/Area (Ha)

Sebanyak 408 Daerah Aliran Sungai (DAS) besar sampai kecil ditemukan di Aceh, dimana sebanyak 73 sungai besar dan 80 sungai kecil dan ditetapkan pula 10 Wilayah Sungai (WS) sebagai sumber daya air. Potensi sumber daya air sungai dikelompokkan menjadi 3 (tiga) wilayah yaitu; (1) Wilayah Krueng Aceh hingga Krueng Tiro, yang termasuk wilayah kering dengan curah hujan kurang dari 1.500 mm/tahun dengan debit andalan 4 liter/detik, (2) Wilayah Krueng Meureudu dan sepanjang pantai Timur termasuk wilayah sedang dengan curah hujan 1.500 – 3.000 mm/tahun dengan debit andalan 7 – 8 liter/detik, dan (3) Wilayah pantai Barat, yang termasuk wilayah basah dengan curah hujan 3.000 – 4.000 mm/tahun dan dengan debit andalan 17 – 18 liter/detik.

Sedangkan rata-rata curah hujan selama 10 tahun terakhir berkisar dari 80,10 mm/bulan pada bulan Februari hingga 159,40 mm/bulan pada bulan Oktober. Rata-rata temperatur udara di Aceh pada tiga wilayah yaitu Banda Aceh, Aceh Utara dan Nagan Raya berkisar dari 26,35 hingga 26,92oC dengan temperatur terendah 24,55 oC dan tertinggi 27,80 oC dengan rata-rata kelembaban udara berkisar dari 80,73 persen hingga 80,73 persen.

B. Potensi Pengembangan Wilayah

Penetapan kawasan strategis Aceh didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan secara bersinergi. Rencana Tata Ruang Aceh Tahun 2010-2030 telah menetapkan 4 kawasan sebagai bagian dari rencana pengembangan kawasan strategis Aceh yang meliputi:

a. Kawasan pusat perdagangan dan distribusi Aceh atau ATDC (Aceh Trade and

Distribution Center) tersebar di 6 (enam) zona, meliputi;

1. Zona Pusat : Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Pidie dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Besar.

2. Zona Utara : Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Bireuen

3. Zona Timur : Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Kota Langsa, Aceh Tamiang dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Tamiang

4. Zona Tenggara : Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, Kabupaten Singkil, Pulau Banyak dengan lokasi pusat agro

industry di Kabupaten Aceh Tenggara

5. Zona Selatan : Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Simeulue dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Selatan

6. Zona Barat : Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Barat

b. Kawasan agrowisata yang tersebar di 12 (dua belas) kabupaten yang tidak termasuk ke dalam lokasi pusat agro industri;

c. Kawasan situs sejarah terkait lahirnya MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka; dan

d. Kawasan khusus.

C. Wilayah Rawan Bencana

Aceh merupakan wilayah dengan kondisi alam yang kompleks sehingga menjadikannya sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi terhadap ancaman bencana, khususnya bencana alam. Tingkat resiko bencana Aceh diperoleh dengan menggabungkan indeks probabilitas, indeks dampak, indeks kapasitas dan indeks kerugian daerah akibat suatu potensi bencana. Hal ini disebabkan karena Aceh berada tepat di jalur pertemuan lempeng Asia dan Australia, serta berada di bagian ujung patahan besar Sumatera yang membelah pulau Sumatera dari Aceh sampai Selat Sunda. Berdasarkan catatan sejarah, Aceh pernah mengalami bencana gempa dan tsunami yang cukup besar pada tahun 1797, 1891, 1907 dan 2004. Selain bencana-bencana berskala besar yang pernah tercatat dalam sejarah, Aceh juga tidak lepas dari bencana yang terjadi hampir setiap tahun yang menimbulkan kerugian tidak sedikit.

Permasalahan utama dalam penanggulangan bencana di Aceh antara lain: belum sistematis dalam penanganan penanggulangan bencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dalam penanganannya, masih lemahnya kapasitas kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam pengurangan resiko bencana, masih lemahnya koordinasi dalam penanggulangan bencana (fase tanggap darurat), terbatasnya sarana dan

prasarana penunjang kebencanaan serta masih lemahnya kemitraan dan keterpaduan dalam penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi.

D. Demografi

Gambaran Demografis Aceh pada tahun 2012 terlihat pada Laju pertumbuhan penduduk Aceh pada tahun 2012 yaitu sebesar 3%. Adapun jumlah penduduk di Aceh tahun 2012 berjumlah 4.726.001 jiwa terdiri dari 2.361.933 jiwa laki-laki dan 2.364.068 jiwa perempuan sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk Aceh adalah sebanyak 4.597.308 jiwa.

Dilihat dari distribusinya jumlah penduduk kondisi sebarannya tidak berbeda dengan tahun sebelumnya dimana Kabupaten Aceh Utara merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar yaitu sebesar 556.793 jiwa atau sebesar 11.78% dari total penduduk di Aceh. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di Kota Sabang, yaitu sebesar 31.355 jiwa atau sebesar 0.67% dari total penduduk. Dengan kepadatan penduduk 83,2 orang/km2. Angka ini masih di bawah angka rata-rata kepadatan penduduk di Indonesia yaitu sebesar 124 orang/km2, dengan mayoritas kepadatan terdapat di daerah perkotaan jika dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Kondisi demikian disebabkan karena pada daerah-daerah tersebut terdapat akses yang mudah dicapai terhadap sarana dan prasarana wilayah sehingga cukup menarik perhatian masyarakat untuk menetap disana. Selama periode 2006-2012 kepadatan penduduk di Aceh terus meningkat, dari 71 jiwa/km2 pada tahun 2006 naik menjadi 83,2 jiwa/km2 pada tahun 2012.

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

A. Pertumbuhan PDRB

Dalam periode RPJM tahap pertama (2007-2012) pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh menunjukkan perkembangan ke arah yang semakin baik. Separuh periode RPJM (2007-2009) PDRB Aceh masih tumbuh negatif. Pertumbuhan negatif tersebut disebabkan oleh menurunnya produksi minyak dan gas alam. Pada separuh akhir periode RPJM pertama (2010-2012) pertumbuhan PDRB Aceh mengalami rebound, tumbuh positif yaitu 2,79 % (2010), 5,02 % (2011),

dan 5,2 % (2012). Pertumbuhan PDRB Aceh lebih tinggi lagi jika komponen minyak dan gas tidak diperhitungkan yaitu 5,49 % (2010), 5,87 % (2011) dan 6,06 % (2012). Pertumbuhan PDRB migas Aceh menjadi positif dikarenakan kontribusi sektor non migas terutama sektor pertanian dan sektor perdagangan melebihi penurunan kontribusi sektor migas terhadap PDRB total. Mesikipun demikian, pertumbuhan positif ekonomi Aceh tersebut masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,22 % (2010), 6,49 % (2011), dan 6,23(2012).

Tabel 2.2

Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Tahun 2008-2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Sumber : Badan Pusat Statistik Aceh 2013

Pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2012 disumbangkan oleh pertumbuhan positif di delapan sektor. Terdapat lima sektor yang tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan PDRB Aceh yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi (8,78 persen), sektor listrik dan air bersih (7,69 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (7,58 persen), sektor konstruksi (7,23 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (7,22 persen). Sedangkan tiga sektor yang tumbuh positif namun masih dibawah pertumbuhan ekonomi Aceh yaitu sektor pertanian (5,45 persen), sektor jasa (5,25 persen) dan sektor industri pengolahan (0,84 persen). Satu-satunya sektor yang tumbuh negatif adalah sektor pertambangan dan

Sektor 2008 2009 2010 2011* 2012** Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % 1. Pertanian 8,22 24,12 8,43 26,18 8,86 26,78 9,35 26,90 9.86 26.94 2. Pertambangan & Penggalian 5,31 15,57 2,80 8,68 2,61 7,89 2,61 7,51 2.59 7.08 3. Industri Pengolahan 4,12 12,08 3,79 11,78 3,49 10,56 3,56 10,25 3.59 9.82 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,09 0,27 0,10 0,32 0,12 0,37 0,13 0,37 0.14 0.38 5. Konstruksi 2,16 6,34 2,23 6,92 2,34 7,09 2,49 7,16 2.64 7.22 6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 5,92 17,36 6,21 19,28 6,61 19,98 7,06 20,28 7.59 20.75 7. Pengangkutan &Komunikasi 2,17 6,38 2,28 7,08 2,43 7,35 2,62 7,54 2.85 7.80 8. Keuangan, Persewaan

& Jasa Perusahaan 0,55 1,60 0,59 1,83 0,62 1,88 0,66 1,90 0.72 1.98 9. Jasa-jasa 5,55 16,29 5,78 17,93 6,03 18,10 6,29 18,09 6.59 18.02

PDRB 34,10 100,00 32,22 100,00 33,12l 100,0 34,77 100,00 36,58 100,00

penggalian mengalami penurunan sebesar 0,77 persen. Perkembangan nilai dan kontribusi PDRB Aceh selama kurun waktu 2008-2012 secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Jika dilihat dari struktur ekonomi Aceh, sektor pertanian dan sektor perdagangan masih merupakan dua kontributor utama dalam pembentukan PDRB Aceh. Sejak tahun 2008 kedua sektor ini menduduki dua peringkat teratas dengan rerata kontribusi masing-masing sebesar 26,18 persen dan 19,53 persen. Namun jika dilihat secara trend atau kencenderungan, kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan setiap tahunnya sedangkan sektor pertanian cenderung stagnan. Keadaan ini menyiratkan bahwa terjadi transformasi struktur ekonomi Aceh. Apalagi jika dibandingkan berdasarkan agregat sektor yaitu; sektor primer, sekunder dan tersier.

Pada tahun 2012, sektor tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa menyumbangkan 41,50 persen dalam pembentukan PDRB Aceh atau 49,96 persen jika PDRB Aceh tidak memperhitungkan komponen migas. Sedangkan sektor primer (sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian) hanya menyumbang 38, 16 persen pada PDRB Migas dan 32,64 pada PDRB Non Migas. Struktur PDRB Aceh juga menunjukkan belum berperannya sektor sekunder terutama sektor industri pengolahan sebagai pendorong ekonomi Aceh. Sektor sekunder merupakan sektor terendah dalam hal kontribusi terhadap pembentukan PDRB yaitu 20,34 persen dan 17,66 persen untuk PDRB non migas. Minimnya kontribusi dan pertumbuhan sektor industri merupakan salah satu jawaban dari masih rendahnya pertumbuhan ekonomi Aceh dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan nasional karena sektor industri merupakan sektor yang mempunyai efek pengganda output ekonomi yang besar.

Kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB Aceh berdasarkan harga konstan 2000 dan harga berlaku selama tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan tanpa migas pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Dengan Migas Selama Tahun 2008 S.d 2012 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk)

No Sektor

2008 2009 2010 2011 2012

Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk

% % % % % % % % % %

1. Pertanian 26,37 24,12 28,36 26,18 28,17 26,78 27,32 26,90 27,03 26,94 2. Pertambangan& Penggalian 18,87 15,57 11,47 8,68 11,06 7,89 11,60 7,51 11,13 7,08 3. IndustriPengolahan 11,14 12,08 10,82 11,78 9,63 10,56 8,95 10,25 8,69 9,81 4. Listrik, Gas &Air Bersih 0,27 0,27 0,36 0,32 0,43 0,37 0,45 0,37 0,47 0,38 5. Konstruksi 8,52 6,34 9,50 6,92 9,94 7,09 10,86 7,16 11,18 7,30 6. Perdagangan,Hotel &

Restoran 13,90 17,36 14,92 19,28 15,43 19,98 16,41 20,28 16,83 20,68 7 Pengangkutan& Komunikasi 8,78 6,38 10,35 7,08 10,58 7,35 10,64 7,54 11,19 7,79

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2,01 1,60 2,49 1,83 2,63 1,88 2,56 1,90 2,85 1,94 9. Jasa-jasa 10,15 16,29 11,72 17,93 12,13 18,10 11,20 18,09 10,63 18,09 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Aceh 2013

Dari sisi pengeluaran, ekonomi Aceh masih menggandalkan komsumsi sebagai penopang pertumbuhan. Komsumsi rumah tangga dan pemerintah pada tahun 2012 menyumbang 63,18 persen dari total PDRB penggunaan Aceh masing-masing dengan kontribusi 40,09 persen dan 23,09 persen. Kinerja ekspor masih menjadi penyumbang ketiga yaitu 22,43 persen namun dengan kecenderungan peranan menurun dari tahun ke tahun. Pembentukan modal bruto tetap (PMTB) yang merupakan ukuran realisasi investasi di Aceh ukukan sumbangan sebesar 18, 84 persen. Rendahnya PMTB relatif terhadap komsumsi menyebabkan rendahnya nilai tambah output ekonomi Aceh dan tercermin pada rendahnya realisasi kontribusi sektor industry pengolahan pada perhitungan PDRB produksi Aceh sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Tabel 2.4

Perkembangan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Tanpa Migas Selama Tahun 2008-2012 Atas Dasar Harga Berlaku (HB) dan

Harga Konstan (HK) 3 No Sektor 2008 2009 2010 2011 2012 Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk % % % % % % % % % % 1. Pertanian 35,78 31,01 34,66 30,59 33,75 30,45 32,70 30,35 32,07 30.18 2. Pertambangan & Penggalian 1,45 1,52 1,37 1,48 1,36 1,49 1,35 1,49 1,36 1.47 3. IndustriPengolahan 3,59 5,45 3,66 5,58 3,62 5,64 3,56 5,63 3,51 5.45 4. Listrik, Gas &Air Bersih 0,36 0,34 0,44 0,38 0,52 0,42 0,54 0,43 0,56 0.43 5. Konstruksi 11,56 8,15 11,61 8,09 11,91 8,06 13,00 8,08 13,27 8.09 6. Perdagangan,Hotel &

Restoran 18,86 22,32 18,24 22,53 18,48 22,72 19,64 22,92 19.97 23.24 7. Pengangkutan &

Komunikasi 11,91 8,20 12,65 8,27 12,68 8,36 12,74 8,52 13,28 8.74 8. Keuangan,Persewaan &

Jasa Perusahaan 2,73 2,06 3,04 2,13 3,15 2,13 3,07 2,15 3,38 2.21 9. Jasa-jasa 13,77 20,94 14,33 20,95 14,53 20,74 13,40 20,43 12,61 20.18

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

B. Laju Inflasi

Laju inflasi yang terjadi di Aceh selama periode 2008-2012 secara umum menunjukkan penurunan yaitu dari 11,92 persen pada tahun 2008 menjadi 0,22 persen pada tahun 2012. Laju inflasi Aceh pada tahun 2012 berada jauh dari laju inflasi nasional yang mencapai 4,30 pada tahun yang sama. Rendahnya laju inflasi Aceh disebabkan pada stabilnya harga pada kelompok komoditas pangan yang biasanya berfluktuasi yaitu ikan segar, beras, cabe merah dan bawang merah. Perkembangan inflasi bulanan pada tahun 2012 dapat dilihat pada table 2.6 berikut ini.

Tabel 2.5.

Inflasi Bulanan Aceh pada Tahun 2012

Sumber : Bank Indonesia, 2013

Semakin membaiknya sarana dan prasarana transportasi ikut memberi andil yang besar terhadap menurunnya tingkat inflasi tersebut dari sisi penawaran, karena hal ini terkait dengan kelancaran arus distribusi barang terutama barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. Disamping itu, sisi permintaan juga tidak mengalami tekanan yang berarti terutama pasca proses rehab dan rekon Aceh sejak tahun 2009. Tingkat inflasi harus dijaga karena sangat terkait dengan Perkembangan tingkat inflasi di Aceh selama periode 2008-2012 semakin rendah dan dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6

Laju Inflasi Tahun 2008 – 2012

Uraian 2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 11,92 3,72 5,86 3,43 0,22

Nasional 11,06 2,78 6,96 3,79 4,30

Sumber : BPS Aceh, 2013

C. Persentase Penduduk di atas garis kemiskinan

Tingkat kemiskinan di Aceh selama periode 2007-2012 menunjukkan penurunan secara signifikan, dari 26 persen pada tahun 2007 menjadi 18,58 pada tahun 2012 yakni penurunan sebesar 7,42 persen, sementara selama periode yang sama angka kemiskinan nasional hanya turun 4,62 persen. Namun demikian, jika

KELOMPOK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umum 0,50 -0,31 0,48 0,03 -0,73 1,27 0,16 0,58 -0,87 -0,51 -0,85 0,50 Bahan Makanan 1,50 -1,56 1,29 -0,12 -2,33 3,38 -0,15 1,20 -3,55 -2,06 -2,95 1,60 Makanan jadi 0,23 0,17 0,26 0,29 0,29 0,43 0,49 0,08 0,41 -0,06 0,12 0,11 Perumahan -0,22 0,27 0,17 0,16 -0,07 0,01 0,09 0,16 0,02 0,23 0,40 0,14 Sandang -0,08 0,67 -0,13 -0,46 -0,46 0,77 0,19 1,20 1,65 0,52 -0,63 -0,19 Kesehatan 0,08 0,04 -0,01 0,05 0,08 0,51 -0,03 -0,04 0,31 0,41 0,11 0,08 Pendidikan 0,28 0,10 0,00 -0,02 0,26 0,03 1,90 0,09 0,02 0,21 -0,02 0,12 Transportasi 0,11 0,18 0,03 0,02 0,01 0,05 0,04 0,43 0,17 0,18 0,00 0,01

dilihat angka komulatif nasional 26,65 persen (2007), 23,53 persen (2008), 21,80 persen (2009) dan 20.98 persen (2010), 19,48 persen (2011) dan 18.58 persen (2012). Namun demikian tingkat kemiskinan tersebut masih tergolong sangat tinggi terutama jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sudah mencapai 16,60 persen (2007); 15,40 persen (2008); 14,20 persen (2009); 13,72 persen (2010); 12,36 persen (2011) dan 11,96 persen (2012). Di wilayah Pulau Sumatera, bahkan tingkat kemiskinan di Aceh adalah yang tertinggi. Rata-rata tingkat kemiskinan di Pulau Sumatera pada tahun 2012 adalah hanya 11,72 persen dibawah rata-rata nasional, sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Bangka Belitung hanya sebesar 5,37 persen.

Dari sisi sebarannya, penduduk miskin Aceh masih sangat terkonsentrasi di wilayah pedesaan yaitu sebanyak 81,10%, sedangkan diperkotaan hanya 18,90 persen. Walaupun demikian, penurunan persentase jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan di wilayah perkotaan. Pada tahun 2012, tingkat kemiskinan perdesaan Aceh turun 1 persen dibanding tahun 2011 sedangkat tingkat kemiskinan perkotaan Aceh hanya turun 0,60 persen.

Gambaran di atas diduga sebagai dampak dari meningkatnya partisipasi masyarakat desa dalam dinamika pembangunan, terutama di sektor pertanian selama beberapa tahun terakhir. Membaiknya harga gabah dan beberapa produk komoditas perkebunan diduga telah ikut memotivasi aktivitas usaha tani di pedesaan. Disamping itu program-program pembangunan yang dialokasikan khusus di kawasan pedesaan seperti PNPM Mandiri, BKPG, serta kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang terkait dengan peningkatan produksi pertanian diduga ikut memberi pengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan.

Berdasarkan keputusan Kementerian PDT nomor 001/KEP/M-PDT/02/2005 tentang penetapan Kabupaten tertinggal sebagai lokasi program P2DTK. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Aceh memiliki 17 dari 23 Kabupaten/Kota yang masih tergolong daerah tertinggal termasuk wilayah perbatasan. Daerah tertinggal tersebut merupakan wilayah konsentrasi penduduk

miskin di Aceh. Selanjutnya tingkat kemiskinan untuk masing-masing kabupaten/kota secara rinci ditampilkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012 No Kabupaten/ Kota Jumlah (000) Persentase (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 1 Simeulue 20,57 19,11 18,90 19.0 18.5 26,45 24,72 23,63 22.96 21.88 2 Aceh Singkil 22,24 20,29 19,90 19.9 19.4 23,27 21,06 19,39 18.93 17.92 3 Aceh Selatan 38,82 35,41 32,20 32.3 31.5 19,40 17,50 15,93 15.52 14.81 4 Aceh Tenggara 30,89 27,87 30,00 30.2 29.4 18,51 16,77 16,79 16.39 15.64 5 Aceh Timur 76,22 68,30 66,50 66.7 64.9 24,05 21,33 18,43 18.01 17.19 6 Aceh Tengah 40,64 38,17 35,30 35.4 34.5 23,36 21,43 20,10 19.58 18.78 7 Aceh Barat 43,69 40,39 42,40 42.5 41.4 29,96 27,09 24,43 23.81 22.76 8 Aceh Besar 63,46 58,97 66,20 66.3 64.6 21,52 20,09 18,80 18.36 17.5 9 Pidie 101,77 93,80 90,20 90.4 88.0 28,11 25,87 23,80 23.19 22.12 10 Bireuen 79,09 72,94 76,10 76.3 74.3 23,27 21,65 19,51 19.06 18.21 11 Aceh Utara 135,70 126,59 124,40 124.7 121.4 27,56 25,29 23,43 22.89 21.89 12 Aceh Barat Daya 27,43 25,00 25,20 25.3 24.6 23,42 21,33 19,94 19.49 18.51 13 Gayo Lues 18,89 17,09 19,00 19.1 18.6 26,57 24,22 23,91 23.38 22.31 14 Aceh Tamiang 50,82 45,29 45,20 45.3 44.1 22,29 19,96 17,99 17.49 16.7 15 Nagan Raya 33,21 30,86 33,40 33.6 32.7 28,11 26,22 24,07 23.38 22.27 16 Aceh Jaya 17,24 17,13 15,60 15.6 15.2 23,86 21,86 20,18 19.80 18.3 17 Bener Meriah 31,28 28,58 32,10 32.2 31.4 29,21 26,58 26,23 25.50 24.5 18 Pidie Jaya 37,70 35,60 34,70 34.8 33.9 30,26 27,97 26,08 25.43 24.35 19 Banda Aceh 19,91 17,27 20,80 20.8 20.3 9,56 8,64 9,19 9.08 8.65 20 Sabang 7,14 6,54 6,60 6.7 6.5 25,72 23,89 21,69 21.31 20.51 21 Langsa 23,96 21,34 22,40 22.4 21.8 17,97 16,20 15,01 14.66 13.93 22 Lhoksumawe 23,94 22,53 24,00 24.2 23.6 15,87 15,08 14,07 13.73 13.06 23 Subulussalam 17,73 16,75 16,40 16.5 16.1 28,99 26,80 24,36 23.85 22.64 Aceh 959,70 892,86 861,85 900.2 876.6 23,53 21,80 20,98 19.48 18.58

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial 2.1.2.2.1 Pendidikan

A. Angka Melek Huruf

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), angka melek huruf di Aceh dalam kurun waktu tahun 2007-2011 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 tercatat sebesar 94,51 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang melek huruf kemudian meningkat menjadi 95,84 persen pada tahun 2011. Angka ini telah mencapai target Renstra Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2014 sebesar 95,8 persen dan bahkan melampaui rerata nasional tahun 2011 sebesar 92,8 persen.

Gambar 2.1

Perkembangan Angka Melek Huruf Penduduk Dewasa di Aceh (persen), Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008-2012 dan Renstra Kemendiknas 2010-2014.

*) Penurunan Angka Melek Huruf tahun 2010 dan 2011 disebabkan oleh perbedaan metodologi penghitungan estimasi pada kelompok umur dan periode pengumpulan data.

Umumnya penduduk buta aksara di Aceh berada pada kelompok usia lanjut (usia 50 tahun ke atas). Pada kelompok usia 15-44 tahun tercatat 0,74 persen penduduk yang buta aksara, pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 4 persen, sedangkan pada kelompok usia 50 tahun ke atas mencapai 11,28 persen.

Perincian menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa angka melek huruf penduduk laki-laki masih tetap lebih tinggi dari pada penduduk perempuan, masing-masing sebesar 97,68 persen dan 95,84 persen. Di daerah perkotaan

95.8 94.5 95.9 96.4 96.9 95.8 92.8 90.0 91.0 92.0 93.0 94.0 95.0 96.0 97.0 98.0 Renstra Nasional 2014 2007 2008 2009 2010 2011*) Rerata Nasional 2011

kesenjangan angka melek huruf antara penduduk laki-laki dan perempuan lebih kecil yaitu sebesar 1,18 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 2,11 persen.

B. Angka Rata-Rata Lama Sekolah

Angka rata-rata lama sekolah di Aceh dalam kurun waktu tahun 2007-2011 terus mengalami peningkatan, yaitu sebesar 8,50 tahun pada tahun 2007 menjadi 8,90 tahun pada tahun 2011. Namun apabila ditelaah lebih lanjut masih terlihat adanya kesenjangan diantara kabupaten/kota. Pada tahun 2011 kabupaten/kota yang memiliki angka rata-rata lama sekolah terendah adalah kota Subulussalam sebesar 7,61 tahun, kemudian disusul Nagan Raya sebesar 7,75 tahun dan Aceh Singkil sebesar 7,77 tahun. Angka tertinggi di Kota Banda Aceh sebesar 12,20 tahun, diikuti Kota Sabang sebesar 10,59 tahun dan Kota Langsa sebesar 10,51 (Tabel 2.8).

Tabel 2.8

Angka Rata-Rata Lama Sekolah di Aceh Tahun 2007 – 2011 C. No Kabupaten/Kota Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 1 Simeulue 7.60 8.00 8.30 8.52 8,62 2 Aceh Singkil 7.70 7.70 7.74 7.76 7,77 3 Aceh Selatan 8.20 8.20 8.28 8.43 8,44 4 Aceh Tenggara 9.30 9.30 9.34 9.35 9,36 5 Aceh Timur 8.40 8.40 8.49 8.49 8,51 6 Aceh Tengah 9.27 9.29 9.44 9.52 9,7 7 Aceh Barat 8.20 8.20 8.23 8.48 8,54 8 Aceh Besar 9.48 9.48 9.51 9.55 9,77 9 Pidie 8.60 8.60 8.65 8.67 8,72 10 Bireuen 9.20 9.20 9.23 9.26 9,28 11 Aceh Utara 9.10 9.10 9.12 9.15 9,19

12 Aceh Barat Daya 7.50 7.50 7.63 7.72 8,01

13 Gayo Lues 8.70 8.70 8.71 8.71 8,73 14 Aceh Tamiang 8.40 8.40 8.77 8.78 8,85 15 Nagan Raya 7.32 7.32 7.34 7.57 7,75 16 Aceh Jaya 8.70 8.70 8.71 8.72 8,73 17 Bener Meriah 8.49 8.49 8.53 8.77 8,81 18 Pidie Jaya 8.00 8.00 8.38 8.64 8,68 19 Banda Aceh 11.86 11.86 11.91 12.09 12,2 20 Sabang 10.13 10.23 10.36 10.55 10,59 21 Langsa 9.70 9.88 10.04 10.45 10,51 22 Lhokseumawe 9.70 9.70 9.91 9.99 10,04

No Kabupaten/Kota Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

23 Subulussalam 7.50 7.50 7.58 7.59 7,61

ACEH 8.50 8.50 8.63 8.81 8.90

Sumber :Badan Pusat Statistik, Aceh Info 2012

Kesenjangan juga terjadi antara laki-laki dan perempuan. Rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki tercatat sebesar 9,20 sedangkan rata-rata lama sekolah penduduk perempuan sebesar 8,50. Dengan kata lain, rata-rata penduduk laki-laki berpendidikan tamat SMP/MTs dan telah memasuki tahun pertama jenjang pendidikan menengah sedangkan rata-rata penduduk perempuan hanya berpendidikan sampai kelas tiga SMP/MTs dan tidak tamat.

2.1.2.2.2 Kesehatan

A. Umur Harapan Hidup

Umur Harapan Hidup (UHH) menggambarkan panjang umur penduduk dalam suatu wilayah. Secara umum, UHH orang Aceh tidak banyak mengalami peningkatan selama periode 2007-2011. UHH hanya sedikit meningkat dari 68,4 di tahun 2007 menjadi 68.8 di tahun 2011, dan masih terdapat disparitas UHH antar kabupaten/kota.

Tabel 2.9

Umur Harapan Hidup di Aceh Tahun 2007-2011

No Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 1 Simeulue 62.75 62,84 62,91 62,98 63,05 2 Aceh Singkil 64.27 64,46 64,69 64,92 65,1 3 Aceh Selatan 66.61 66,71 66,82 66,93 67,03 4 Aceh Tenggara 69.11 69,16 69,19 69,22 69,26 5 Aceh Timur 69.41 69,52 69,63 69,74 69,8 6 Aceh Tengah 69.31 69,42 69,53 69,64 69,7 7 Aceh Barat 69.69 69,78 69,87 69,97 70,06 8 Aceh Besar 70.42 70,52 70,64 70,75 70,81 9 Pidie 68.94 69,11 69,32 69,53 69,68 10 Bireuen 72.22 72,28 72,32 72,35 72,39 11 Aceh Utara 69.41 69,52 69,63 69,74 69,80

12 Aceh Barat Daya 66.30 66,49 66,74 66,99 67,19

13 Gayo Lues 66.73 66,84 66,96 67,08 67,15 14 Aceh Tamiang 68.09 68,18 68,27 68,37 68,47 15 Nagan Raya 69.31 69,42 69,53 69,64 69,7 16 Aceh Jaya 67.84 67,91 67,97 68,02 68,08 17 Bener Meriah 67.31 67,41 67,52 67,63 67,69 18 Pidie Jaya 68.91 69,02 69,13 69,24 69,30

19 Kota Banda Aceh 69.99 70,24 70,56 70,88 71,15

20 Kota Sabang 70.10 70,36 70,69 71,02 71,30

No Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 22 Kota Lhokseumawe 69.70 70,00 70,41 70,81 71,17 23 Subulussalam 65.40 65,54 65,71 65,89 66,01 ACEH 68.40 68,50 68,60 68,70 68,80 Sumber: BPS, 2012 B. Angka Kematian

1. Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Bayi (AKB) dihitung dari jumlah angka kematian bayi dibawah usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKB di Aceh adalah 47 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih tinggi dari

Dokumen terkait