• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 50 pasien HIV/AIDS di Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) RSUP Haji Adam Malik Medan dapat disimpulkan bahwa :

1. Kebanyakkan ODHA mengalami depresi. Seramai 36 orang (72%) mengalami depresi.

2. Berdasarkan tingkat depresinya didapatkan: normal (28%), depresi ringan (2%), depresi sedang (66%) dan depresi berat (4%).

3. Usia terbanyak mengalami depresi adalah pada usia 26 – 35 tahun (56%) dimana mayoritas adalah depresi sedang yaitu (73.5%).

4. Sebanyak (50%) laki- laki mengalami depresi dan (79.3%) adalah depresi sedang. Manakala sebanyak (22%) perempuan mengalami depresi dan (47.6%) daripadanya adalah depresi sedang.

5. Mayoritas pasien yang belum nikah mengalami depresi sedang yaitu (69.2%) dan yang telah menikah pula mengalami depresi sedang sebanyak (65.6%)

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Pelayanan Kedokteran

1. Dokter dapat memberikan konseling dan edukasi tidak hanya pada pasien namun juga pada keluarga. Khususnya keluarga yang tidak memberikan dukungan secara efektif pada pasien sehingga dapat meningkatkan partisipasi keluarga dalam merawat dan mengurangi tingkat depresi pasien.

2. Perlu dipertimbangkan adanya kerjasama antara Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) dan Departemen Psikiatri RSUP Haji Adam Malik Medan untuk

penatalaksanaan lebih lanjut dalam menanggapi tanda dan gejala depresi pada pasien HIV/AIDS.

6.2.2 Bagi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi institusi pendidikan untuk pengembangan ilmu medis. Khususnya aspek psikososial dan dapat digunakan sebagai bahan referensi/bacaan bagi mahasiswa.

6.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya melakukan penelitian tentang depresi pada pasien HIV/AIDS.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Depresi

2.1.1 Definisi

Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010).

Depresi adalah gangguan mental yang umum , ditandai dengan kesedihan , kehilangan minat atau kesenangan , perasaan bersalah atau rendah diri , tidur terganggu atau nafsu makan, perasaan kelelahan , dan kurang konsentrasi (World Health Organization, 2010).

2.1.2 Etiologi 1. Faktor Biologis

Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenic- seperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4-hdroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan hipotesisi bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenic. ( Siahaan, 2014)

2. Faktor Neurokimia

Neurotransmitter asam amino dan peptide neuro aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah mengajukan bahwa system messengers kedua- seperti regulasi kalsium, adenilat siklase, dan fosfatidilinositol dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif pada stress kronis. ( Siahaan, 2014).

3. Faktor Genetik

Faktor genetik yang signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi berat. ( Siahaan, 2014)

4. Faktor Psikososial

Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan mood yang megikuti. Stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama didalam biologi otak. perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa

stressor eksternal. Klinis lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peranan terbatas dalam awitan dan waktu depresi. ( Siahaan, 2014 )

5. Faktor Kepribadian

Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif, histrionic dan borderline- mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian antisocial atau paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri mereka dari kemarahan didalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar I dikemudian hari meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau gangguan bipolar I kemudian hari. ( Siahaan, 2014)

2.1.3 Gejala dan tingkat depresi

PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD- 10 ( International Classification Diagnostic 10) menyebutkan gejala depresi menjadi gejala utama dan gejala lainnya seperti yang terurai di bawah ini :

Gejala utama meliputi :

1. Perasaan depresif atau perasaan tertekan. 2. Kehilangan minat dan semangat.

Gejala lain meliputi :

1. Konsentrasi dan perhatian berkurang. 2. Perasaan bersalah dan tidak berguna. 3. Tidur terganggu.

4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.

5. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri. 6. Pesimistik.

7. Nafsu makan berkurang.

Berpedoman pada PPDGJ III yang rujuk pada ICD- 10 ( International Classification Diagnostic 10), tingkat depresi dibedakan dalam depresi berat , sedang dan ringan sesuai dengan banyak & beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang ( Maslim, 2001). Gejala yang dimaksudkan terdiri atas gejala utama & gejala lainnya yaitu :

1. Ringan, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala depresi ditambah dua dari gejala di atas ditambah dua dari gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat diantaranya. Lama periode depresi sekurang- kurangnya selama dua minggu. Hanya sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan. 2. Sedang, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi

seperti pada episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum dua minggu serta menghadaapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial.

3. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurang-kurangnya dua minggu akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam dua minggu. Orang sangat tidak mungkin akan mampu meneruska kegiatan sosial, perkerjaan, urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas. ( Trisnapati, 2011)

2.1.4 Klasifikasi

1. Gangguan depresi mayor

Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi, perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2 minggu.

2. Gangguan dysthmic

Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala-gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya.

3. Gangguan depresi minor

Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi mayor dan dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih singkat.

Tipe-tipe lain dari gangguan depresi adalah:

4. Gangguan depresi psikotik

Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti: halusinasi dan delusi.

5. Gangguan depresi musiman.

Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada musim panas. ( National Institute of Mental Health, 2011)

2.1.5 Faktor Resiko

Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya depresi adalah sebagai berikut :

1. Kehilangan / meninggal orang (objek) yang dicintai. 2. Sikap pesimistik

3. Kecenderungan berasumsi negative terhadap suatu pengalaman yang mengecewakan.

4. Kehilangan integritas pribadi

5. Berpenyakit degenerative kronik, tanpa dukungan sosial yang adekuat. ( Tamher, 2009 )

2.1.6 Diagnosis

Beck Depression Inventory dibuat oleh dr.Aaron T. Beck, BDI merupakan salah satu instrumen yang paling sering digunakan untuk mengukur derajat keparahan depresi. Para responden akan mengisi 21 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki skor 1 s/d 3, setelah responden menjawab semua pertanyaan kita dapat menjumlahkan skor tersebut, Skor tertinggi adalah 63 jika responden mengisi 3 poin keseluruhan pertanyaan. Skor terendah adalah 0 jika responden mengisi poin 0 pada keseluruhan pertanyaan. Total dari keseluruhan akan menjelaskan derajat keparahan yang akan dijelaskan di bawah ini.

1-10 = normal

11-16 = gangguan mood ringan 17-20 = batas depresi borderline 21-30 = depresi sedang

31-40 = depresi berat >40 = depresi ekstrim ( Siahaan , 2014 )

2.2 HIV/AIDS

2.2.1 Definisi

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Gejala-gejala timbul tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut. ( Depkes RI , 2003 dalam Ginting , 2014 )

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV. ( Depkes RI , 2003 dalam Ginting , 2014 )

2.2.2 Epidemiologi

Di Indonesia , HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987. Hingga saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Berbagai upaya penanggulangan sudah dilakukan oleh pemerintah berkerasama dengan berbagai lembaga di dalam negeri dan luar negeri. Berikut ini ditampilkan situasi HIV/AIDS yang bersumber dari Ditjen PP-PL melalui Aplikasi Sistem Informasi HIV-AIDS dan IMS (SIHA).

Gambar 2.1. Jumlah kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan pada tahun 1987 hingga September 2014. ( Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI , 2014)

Gambar 2.2. Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut

kelompok umur pada tahun 2010 hingga September 2014. ( Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI , 2014)

Gambar 2.3. Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut

jenis kelamin pada tahun 2008 hingga September 2014. ( Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI , 2014)

Gambar 2.4. Jumlah kasus HIV yang dilaporkan per

Provinsi dari tahun 1987 hingga September 2014. ( Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI , 2014)

Gambar 2.5. Persentase kumulatif AIDS yang dilaporkan menurut kelompok umur dari tahun 1987 hingga September 2014.

Gambar 2.6. Persentase kumulatif AIDS menurut jenis kelamin dari tahun 1987 hingga September 2014.

( Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI , 2014)

Gambar 2.7. Sepuluh provinsi yang melaporkan jumlah kumulatif AIDS terbanyak dari tahun 1987 sampai September 2014.

( Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI , 2014)

Gambar 2.8. Case fatality Rate AIDS yang dilaporkan dari tahun 2000 sampai September 2014.

( Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI , 2014)

2.2.3 Patofisiologi

1. Proses Replikasi HIV

(a) Struktur dan Materi Genetik HIV

Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar – melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan kompeonen fungsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag , pol, dan

env. Gag berarti grup antigen, pol mewakili polymerase dan env adalah kepanjangan dari envelope. Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protase dan integracse. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr. ( Ardhiyanti , 2015 )

Gambar 2.9. Struktur Hiv (b) Siklus Hidup HIV

Sel pejamu yang terifeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek ; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrit pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi akan membuat alur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, dimana replikasi virus menjadi capat. Siklus hidup HIV dibagi menjadi 5 fase, yaitu :

1. Masuk dan mengikat 2. Reverse transcriptase 3. Replikasi

4. Budding 5. Maturasi

(c) Proses Replikasi HIV

Sel CD4 berperan sebagai coordinator system imun, menjadi sasaran uatama HIV. HIV merusak sel-sel CD4 sehingga system kekebalan tubuh menjadi porak – poranda. Berbeda dengan bakteri, misalnya : Mycobacterium tuberculosis yang berkembang – biak dengan membelah diri, maka HIV sebagai retrovirus butuh sel hidup untuk memperbanyak dirinya. Sel yang adi sasaran adalah sel – sel CD4. HIV akan menempel di sel CD4, memasuki dan menggunakannya sebagai mesin fotokopi untuk memperbanyak diri. Replikasinya begitu cepat, bisa mencapai jutaan setiap harinya, sekaligus merusakkan sel CD4 yang digunakan sebagai host atau inang. Replikasi HIV di dalam sel CD4 terjadi melalui 7 tahap, yaitu :

1) HIV menempelkan diri (fusi) ke sel inang yang dalam hal ini adalah sel CD4. 2) Setelah berfusi, selanjutnya RNA HIV, enzim reverse transcriptase dan

integrase serta protein-protein virus lainnya memasuki sel inang ( CD4). 3) DNA Virus bergerak ke nucleus sel CD4 dan dengan bantuan enzim integrase

berintegrasi dengan DNA sel inang (CD4).

4) Virus RNA baru digunakan sebagai geom (genetic informasi) RNA untuk membuat protein virus.

5) Virus RNA baru dan protein bergerak ke permukaan sel dan terbentuklah virus muda yang baru.

6) Virus HIV baru dimatangkan oleh enzim protease yang dilepas dari protein

HIV, dan siap memasuki sel CD4 lainnya.

2.2.4 Stadium HIV/AIDS Pembagian stadium :

a. Stadium pertama : HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah dari negative menadi positif. Rentang waktu seak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangung sampai enam bulan.

b. Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala )

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung sekitar 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS tang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

c. Stadium ketiga : pembesaran kelenar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih dari satu bulan.

d. Stadium keempat : AIDS

Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyaki konstitusional, penyakit syaraf dan penyakit infeksi sekunder.

2.2.5 Penularan HIV/AIDS

HIV dapat ditularkan dari orang yang terinfeksi ke orang lain melalui:

1. Darah (termasuk darah haid) 2. Air mani

3. Cairan vagina 4. ASI

Darah mengandung konsentrasi virus tertinggi, diikuti oleh air mani, cairan vagina, diikuti oleh ASI. ( World Health Organization , 2014 )

Kegiatan yang dapat menyebabkan Penularan HIV adalah : 1. Kontak seksual tanpa pelindung :

Kontak darah langsung, termasuk jarum narkoba, suntikan, transfusi darah, kecelakaan di layanan kesehatan atau produk darah tertentu. ( World Health Organization, 2014 )

2. Ibu ke bayi :

Sebelum atau selama kelahiran, atau melalui ASI 3. Hubungan seksual (vaginal dan anal):

Dalam alat kelamin dan dubur, HIV dapat menginfeksi selaput lendir secara langsung atau masuk melalui luka yang disebabkan saat berhubungan. (

World Health Organization, 2014 )

Mulut adalah sebuah lingkungan yang tidak ramah bagi HIV (dalam air mani, cairan vagina atau darah), yang berarti risiko penularan HIV melalui tenggorokan, gusi, dan mulut lebih rendah daripada melalui vagina atau

membran anal. Namun ada, kasus

yang didokumentasikan di mana HIV ditularkan secara lisan, jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa mendapatkan air mani yang terinfeksi HIV, cairan vagina atau darah di mulut tanpa risiko. ( World Health Organization, 2014 )

5. Berbagi jarum suntik: Sebuah jarum suntik bisa lewat darah langsung dari aliran darah satu orang ke orang lain. Ini adalah cara yang sangat efisien untuk mengirimkan virus melalui darah. Berbagi jarum dianggap sebagai berisiko tinggi. ( World Health Organization, 2014 )

2.2.6 Gejala Klinis

Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya sulit dibedakan karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya. Secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Rasa lelah dan lesu

b. Berat badan menurun secara drastis

c. Demam yang sering dan berkeringat waktu malam d. Mencret dan kurang nafsu makan

e. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut f. Pembengkakan leher dan lipatan paha

g. Radang paru h. Kanker kulit

2.2.7 Diagnosis dan Klasifikasi

Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor.

Tabel 2.1. Gejala mayor dan gejala minor infeksi HIV/AIDS.

( Su mb er : Ros sell a, 201 3 ) Tab el 2.2. Sta diu m Kli nis HI V/ AI DS menurut WHO Gejala Mayor

1. Berat badan menurun >10% dalam 1 bulan 2. Diare kronik berlangsung >1 bulan

3. Demam berkepanjangan >1 bulan 4. Penurunan kesadaran

GEJALA MINOR

1. Dermatitis generalisata

2. Herpes Zooster multi-segmental dan berulang

3. Kandidiasis orofaringeal

4. Herpes simpleks kronis progresif

5. Limfadenopati generalisata

Stadium Gejala Klinis

I 1.Tidak ada penurunan berat badan 2. Tanpa gejala/ hanya Limfadenopati

II 1. Penurunan berat badan < 10% 2. ISPA berulang : sinusitis, otitis media, tonsillitis dan faringitis 3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir 4. Luka di sekitar bibir

5. Ulkus mulut berulang

III 1. Penurunan berat badan >10%

2. Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya >1 bulan

3. Kandidiasis oral atau Oral Hairy Leukoplakia

4.TB Paru dalam 1 tahun terakhir 5. Limfadenitis TB

6. Infeksi bakterial yang berat: Pneumonia, Piomiosis

IV 1. Sindroma Wasting (HIV) 2. Pneumoni Pneumocystis

3. Pneumonia Bakterial yang berat berulang dalam 6 bulan

4. Kandidiasis esofagus

5. Herpes Simpleks Ulseratif >1 bulan

6. Limfoma

7. Sarkoma Kaposi

8. Kanker Serviks yang invasive 9. Retinitis CMV

10. TB Ekstra paru 11. Toksoplasmosis

2.2.8 Terapi HIV

Saat ini telah diketemukan obat untuk menghambat penggandaan virus yang bekerja dengan berbagai cara sebagai berikut:

a. Obat anti HIV yang pertama adalah: Reverse Transcriptase Inhibitor

(RTI)

fungsinya menghalang penciptaan DNA virus dari RNA dengan membuat sel tiruan yang mengganggu proses ini. Contoh obatnya: Zidovudine, Didanosine,Zalcitabine, Stavudine, dan sebagainya.

b. Obat anti HIV yang juga mengganggu proses penciptaan DNA virus dari RNA, Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (analog nonnukleosida/NNRTI), obat ini mengikat enzim reverse transciptase

dan menghalang kegiatannya. Contoh obatnya: Saquinavir,

Indinavir,Nelfinavir.

c. Protease inhibitor : Menghalang kegiatan protease, sebuah enzim yang memotong rantai protein HIV menjadi protein tertentu yang diperlu untuk merakit tiruan virus yang baru.

d. Attachment dan Fusion Inhibitor: Mencegah pengikatan HIV pada sel.

e. Obat Antisense:

Obat yang mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya. f. Perangsang Kekebalan (Immune Stimulator). ( Ginting, 2011)

2.3.1 Hubungan depresi dengan HIV/AIDS

Gangguan mood, terutama depresi , adalah komplikasi kejiwaan paling umum yang terkait dengan penyakit HIV/AIDS. Studi menemukan orang dengan HIV/AIDS memiliki dua kali risiko depresi dibandingkan mereka yang berisiko HIV tetapi tidak sebenarnya terinfeksi.Depresi juga bisa menjadi konsekuensi dari cedera otak HIV atau obat antiretroviral . Satu studi menemukan bahwa jumlah kumulatif prevelensi depresi pada pasien HIV/AIDS adalah lebih dari 22%. (American Psychiatric Association, 2012)

Banyak profesional perawatan kesehatan percaya bahwa diagnosis HIV/AIDS akan menghasilkan depresi. Meskipun diagnosis pasti akan memicu kecemasan dan kesusahan-kadang begitu parah itu merusak fungsi dan bahkan dapat menyebabkan bunuh diri-ini jenis respons emosional-situasi tertentu adalah tidak sama dengan depresi. Seseorang tertekan oleh diagnosis HIV/ AIDS mungkin memang memerlukan pengobatan, yang paling mungkin untuk reaksi penyesuaian, tapi tekanan akan menanggapi mendukung dan lain jenis psikoterapi daripada obat-obatan. (American Psychiatric Association, 2012)

Sejumlah obat HIV juga dapat memiliki efek samping yang dapat menyebabkan depresi dan gejala psikologis lainnya , seperti diuraikan pada tabel di bawah.

Tabel 2.3. Jenis obat HIV dan efek sampingnya

Obat HIV & Efek samping Interleukin

- Depresi , disorientasi ,kebingungan dan koma Steroid

- Mania atau depresi Efavirenz (sustiva)

- Konsentrasi menurun,depresi , kegelisahan , mimpi buruk

Vinblastine

- Depresi , gangguan kognitif

AZT ( Retrovir , AZT ) - Mania , depresi Interferon

- Neurasthenia sindrom kelelahan,depresi Zalcitabine ( Hivid )

- Depresi , gangguan kognitif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) /AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang dapat menular dan mematikan. Virus tersebut menyerang sistem kekebalan manusia dan ini akan menyebabkan individu yang terinfeksi tersebut mengalami penurunan daya tahan tubuh yang ekstrim sehingga mudah terjangkit penyakit-penyakit infeksi dan keganasan yang dapat menyebabkan kematian (Sunaryati, 2011 dalam Widyarsono, 2013).

Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu melalui hubungan seksual dengan penghidap HIV/AIDS, ibu pada bayinya, melalui darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS, pemakaian alat kesehatan yang tidak steril, alat alat utk menoreh kulit dan penggunaaan jarum suntik secara bergantian. Hiv tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk,saputangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama, berpelukan di pipi, berabat tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk dan hubungan sosial yang lain ( Nursalam, 2007).

Berdasarkan hasil Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan s/d September 2014 oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI, jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d. 30 September 2014 adalah 24.745. Secara kumulatif kasus HIV/AIDS 1 April 1987 s.d . 30 September 2014, adalah 206.095 dan jumlah kematian adalah 9.796. Jumlah kasus jika menurut jenis kelamin adalah laki-laki sebesar 30.001 dan perempuan sedangkan 16.149. Jika menurut provinsi , jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara adalah 10,789. Jumlah kumulatif kasus

Dokumen terkait