• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab ini berisi kesimpulan yang intinya bahwa terdapat perbedaan pada APBD (Angeran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Klaten tahun 2009 antara yang dianggarkan dan realisasinya, hal ini dikarenakan bebera faktor dan Pemerintah Daerah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalan perbedaan pada APBD (Angeran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Klaten tahun 2009 antara yang dianggarkan dan realisasinya.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Desentralisasi

a. Pengertian desentraliasasi

Desentralisasi adalah suatu istilah yang luas dan selalu menyangkut

persoalan kekuatan (power), biasanya dihubungkan dengan pendelegasian

atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah atau kepada lembaga-lembaga pemerintahan di daerah untuk menjalankan unsur-unsur pemerintahan di daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam Pasal 1 ayat (7) desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintah yang di

pertentangkan dengan sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan

pemerintahan lokal. Adanya pembagian kewenangan serta tersediaanya ruang gerak yang memadai untuk memakanai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal).

b. Desentralisasi Dalam Ilmu Administrasi Negara

Desentralisasi di dalam sistem pemerintahan menjadi bagian dari studi Ilmu Administrasi Negara. Di dalam Ilmu Administrasi Negara, tema tentang desentralisasi terutama berkenaan dengan fenomena tentang ”delegation of autohority and responsibility” yang dapat diukur dari sejauhmana unut-unit organisasi bawah memiliki wewenang dan tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan.

Secara teoritis, terdapat dua cara melihat desentralisasi ”authority”

dan ”responsibility” itu dapat dibagi (divided), yaitu didasarkan pada

commit to user

function dan didasarkan pada ”area”. Penerapan dari kedua dasar pembagian itu akan bervariasi pada setiap bentuk organisasi, dan biasanya dihadapkan dengan pertentangan-pertentangan kepentingan. Tidak jarang terjadi bahwa kalau unit-unit pada pusat organisasi diberi fungsional yang besar, justru cenderung mengakibatkan lemahnya posisi dan efektvitas pada unit organisasi dibawahnya. Demikian pula sebaliknya.

c. Faktor-faktor Utama Penentu Sukses Atau Gagalnya Desentralisasi

Ada 4 (empat) faktor utama yang dapat menentukan sukses atau gagalnya desentralisasi yaitu:

1) Besarnya dukungan yang diberikan oleh pimpinan-pimpinan politik

dan birokrat di tingkat pusat terhadap kebijakan desentralisasi melalui nama kewenangan-kewenangan didelegasikan.

2) Sejauhmana kebijakan-kebijakan dan program-program didelegasikan

untuk mendukung desentralisasi terutama dalam pengambilan keputusan dan administrasi.

3) Sejauhmana perilaku sikab dan kultur darri birokrasi kondusif

terhadap proses desentralisasi terutama dalam pengambilan keputusan administrasi.

4) Sejauhmana adanya dukungan yang memadai dalam bentuk keuangan,

tenaga kerja/personel dan sumber-sumber daya lainnya terhadap proses desentralisasi (Rondinell et al, 1984 : 46 – 47)

d. Desentralisasi dan Keuangan Daerah

Salah satu faktor yang penting mempengaruhi keberhasilan desentralisasi adanya penyerahan sumber dana, sumber daya manusia dan perangkat fisiknya yang memadahi untuk mendukung pelaksanana urusan yang diserahkan ke daerah. Dalam konteks tersebut membutuhkan suatu kebijakan keuangan daerah yang efektif. Kebijakan keuangan daerah sendiri mencakup berbagai aspek yaitu:

commit to user

1) Pembiayaan dalam rangka asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas

pembantuan.

2) Sumber pendapatanAsli Daerah.

3) Pengelolaan Keuangan Daerah dan peningkatan kemampuan aparatur

di daerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah.

Berdasarkan asas desentralisasi, semua urusan pemerintah daerah, baik mengenai pengeluaran belanja pegawai dan operasional daerah dari maupun mengenai proyek-proyek pembangunan daerah harus dibiayai dari APBD. Tidak berarti behwa pemerintah daerah harus mempunyai penerimaan asli daerah (pajak dan retribusi daerah) yang mencukupi untuk segala pengeluaran tersebut, akan tetapi dapat juga dari penerimaan daerah berupa subsidi atau bagi hasil dari pusat. Hanya saja jika pusat memberikan subsidi kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas ini,

maka subsidi tersebut besifat beban (block Grant), dimana pengunaannya

sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah dalam APBD.

e. Pengertian Desentralisasi fiskal

Desentralisasi fiskal adalah merupakan kewenangan (authority) dan

tanggung jawab (responsibility) dalam penyusunan, pelaksanaan dan

pengawasan anggaran daerah (APBD) oleh pemerintah daerah. ”Desentralisasi Fiskal adalah adalah transfer kewenangan di area tanggung jawab finansial dan pembuatan keputusan termasuk memenuhi keuangan sendiri, ekspansi pendapatan lokal, transfer pendapatan pajak dan otorisasi untuk meminjam dan memobilisasi sumber-sumber pemerintah daerah melalui jaminan peminjaman (Litvac dan Seddon, 1998: 3) dalam Sait Abdullah (2005:64))”.

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu daerah melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak dan retribusi) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dalam kebijakan fiskal daerah yang dibuat pemerintah daerah untuk mengarahkan keadaan suatu

commit to user

daerah melaluai pengeluaran dan pendapatan, yang mana hal ini tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Amandemen undang-undang desentralisasi yang dilakukan pada tahun 2004 menitikberatkan kepada mekanisme pemantauan oleh pemerintah pusat, dan perbaikan kepada pertanggungjawaban pengeluaran pemerintah daerah. Disisi fiskal, UU No. 33 tahun 2004 memperbesar basis bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber DAU. Perubahan kebijakan desentraliasi fiskal itu sendiri merupakan cerminan dari kebutuhan fiskal yang terus membesar di tingkat daerah, praktek

soft budget constraint dari sisi pemerintah pusat yang juga disebabkan oleh lambatnyareformasi pajak daerah.(www.grand desigen_desentralisasi fiskal Indonesia.com)

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelengaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri dari tujuh jenis yaitu;

1) Pajak hotel;

2) Pajak restoran;

3) Pajak hiburan;

4) Pajak reklame;

5) Pajak penerangan jalan;

6) Pajak pengambilan bahan galian; dan

7) Pajak parkir.

Retribusi dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah atau pelayanan yang yang diberikan oleh pemerintah daerah yang lansung dinikmati secara perorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanannya didasarkan atas peraturan yang berlaku. Kebijakan

commit to user

desentalisasi fiskal merupakan rangkaian konsep atau proses pembuatan keputusan dan asas yang menjadi pedoman dalam kebijakan desentralisasi fiskal.

Desentralisasi fiskal yang merupakan bagian dari otonomi daerah mempunyai keharusan untuk mentukan fungsi fiskal yang sebaiknya dilaksanakan oleh daerah dalam rangka mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah Pasal 66 ayat (3) telah menetapkan fungsi alokasi sebagai tanggung jawab daerah. Kedekatan kepala daerah dengan masyarakat merupakan alasan utama penerapan desentralisasi fiskal sebagai tugas daerah. Daerah dianggap lebih mengetahui aspirasi masyarakatnya sehingga kebijakan publik dapat ditetapkan sesuai dengan keinginan masyarakat.

2. Tinjauan Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

a.Pengertian Keuangan Daerah

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah. Sedangkan APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam angaran tertentu, artinya bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanana desentralisasi bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalan APBD. Semua pengeluaran dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

commit to user

b. Sistem Pengurusan Keuangan Daerah

Dalam pengurusan keuangan negara, dikenal adanya organ atau kewenangan sebagai berikut:

1) Pengurusan administratif (administratif beheer)

Pengurus administratif atau dikenal juga sebagai pengurus umum, mengandung unsur hak penguasaan serta memberikan perintah menagih dan perintah membayar. Pelaksanaan pengurusan ini membawa akibat pengeluaran dan/ atau penerimaan daerah.

2) Pengurus khusus (comptabel beheer)

Pengurusan khusus atau dikenal dengan bendaharawan mengandung

unsur kewajiban yaitu menerima, menyimpan,

mengeluarkan/membayar uang atau yang disamakan dengan uang dan barang milik daerah dan selanjutnya mempertanggungjawaban kepada Kepala Daerah.

c.Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terdapat apa yang disebut sebagai asas umum pengelolaan keuangan daerah yaitu:

1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaatuntuk masyarakat (Pasal 4 ayat (1) ).

2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatusistem yang

terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 4 ayat (2)).

3) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang

kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan (Pasal 5 ayat (1)).

commit to user

d.Tata Usaha Keuangan Derah

Tata usaha umum menyangkut kegiatan surat-menyurat,

mengagenda, memprediksi, menyimpan surat-surat penting atau memngarsipkan serta kegiatan dokumentasi lainnya. Sementara tata uasaha keungan intinya adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dibidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar, tertentu serta prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual di bidang keuangan. Kegiatan ini dikenal dengan sebutan akuntansi yang sekarang ini telah berkembang sangat pesat baik di bidang akuntansi perusahaan maupun balam bidang akuntansi pemerintahan.

Salah satu tujuan dari tata buku (akuntansi) ini adalah menyediakan informasi keuangan yang lengkap, cermat dan akurat sehinga dapat

menyediakan laporan keuangan yang handal, dapat

dipertanggungjawabkan, dan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan keuangan masa lalu dalam rangka pengambilan keputusan serta perencanaan untuk masa yang akan datang.

e.Pengeloaan Keuangan Daerah

Dalam pengelolaan keuangan daerah beberapa hal yang menjadi pedoman adalah tercantum sebagaimana dalam Pereturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu:

1) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang

kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan (Pasal 5 ayat (1) ).

2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan:

a) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;

commit to user

c) menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;

d) menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara

pengeluaran;

e) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan

penerimaan daerah;

f) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan

utang dan piutang daerah;

g) menetapkan pejabat yang bertugas melakukanpengelolaan

barang milik daerah; dan

h) menetapkan pejabat yang bertugas melakukanpengujian atas

tagihan dan memerintahkan pembayaran (Pasal 5 ayat (2) ).

3) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan oleh:

a) Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku PPKD

(pejabat Pengelola Keuangan Daerah);

b) Kepala SKPD (Satuan Kerja Pernagkat Daerah) selaku pejabat

pengguna anggaran/barang daerah (Pasal 5 ayat (1)).

4) Dalam pelaksanaan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

Sekretaris Daerah bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

5) Pelimpahan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah berpedoman pada peraturan perundangundangan.

3. Tinjauan Tentang Kabupaten Klaten.

a. Georafi Kabupaten Klaten

1) Letak Geografi

Kabupaten Klaten terletak secara geografis antara 7º32’19” sampai7º48’33” dan antara 110º26’14” sampai 110º47’51”. Letak Kabupaten Klaten cukup stategis karena berbatasan langsung kota Surakarta, yang merupakan salah satu pusat perdagangan dan Daerah

commit to user

Istimewa Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata.

2) Luas Penggunaan Lahan

Kabupaten Klaten mempunyai luas wilayah sebesar 65.556 ha, terbagi dalam 26 kecamatan, 401 desa/kelurahan. Dari 65.556 ha luas Kabupaten Klaten, 50,97 persen (33.412 ha) merupakan lahan pertanian dan 39,29 persen (25.760 ha) merupakan lahan bukan pertanian dan yang sisanya 9,74 persen adalah bukan lahan pertanian. Seiring dengan perkembangan keadaan, terjadi perubahan penggunaan dari lahan pertanian ke non pertanian. Hal ini ditunjukan dari luas lahan sawah yang terus mengalami penurunan (tahun 2009; 0,03 persen), sedangkan lahan bukan pertanian mengalami kenaikan (tahun 2009 sebesar 0,03 persen).

b. Letak geografis

1) Wilayah Kabupaten Klaten terletak antara :

Bujur Timur : 1100 26’ 14” - 1100 47’ 51”

Lintang Selatan : 70 32’ 19” - 70 48’ 33”

2) Wilayah Kabupaten Klaten berbatasan dengan beberapa kabupaten :

Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali; Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo;

Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIYogyakarta); Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIYogyakarta).

3) Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran :

Sebelah Utara : Dataran Lereng Gunung Merapi;

Sebelah Timur : Membujur Dataran Rendah;

Sebelah Selatan : Dataran Gunung Kapur.

4) Jarak Kota Klaten Dengan Kota Lain Se Eksidenan Surakarta :

Kota Klaten ke Kota Boyolali : 38 Km;

Kota Klaten ke Wonogiri : 67 Km;

commit to user

Kota Klaten ke Karanganyar : 49 Km;

Kota Klaten ke Kota Sukoharjo : 47 Km;

Kota Klaten ke Sragen : 63 Km.

c. Keadaan Wilayah

1) Keadaan Wilayah Kabupaten Klaten

a) Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara

meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung.

b) Dataran Rendah membujur di tengah meliputi seluruh wilayah

kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur.

c) Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan

meliputi sebagian kecil sebelah selatan kecamatan Bayat dan Cawas.

Melihat keadaan alamnya yang sebagian besar adalah dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial disamping penghasil kapur, batu kali dan pasir yang berasal dari Gunung Merapi.

a) Ketinggian Daerah Kabupaten Klaten:

(1) Sekitar 3,72% terletak diantara ketinggian 0 - 100 meter di atas

permukaan laut;

(2) Terbanyak 83,52% terletak diantara ketinggian 100 – 500 meter

diatas permukaan laut; dan

(3) Sisanya 12,76% terletak diantara ketinggian 500 – 2.500 meter

diatas permukaan laut.

b) Klasifikasi Tanah di Kabupaten Klaten

Jenis tanah terdiri dari 5 (lima) macam :

(1) Litosol : Bahan induk dari skis kristalin dan batu tulis terdapat

commit to user

(2) Regosol Kelabu : Bahan induk abu dan pasir vulkan intermedier

terdapat di Kecamatan Cawas, Trucuk, Klaten Tengah, Kalikotes, Kebonarum, Klaten Selatan, Karangnongko, Ngawen, Klaten Utara, Ceper, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Karanganom, Tulung dan Jatinom.

(3) Grumusol Kelabu Tua : Bahan induk berupa abu dan pasir

vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Bayat, Cawas sebelah selatan.

(4) Kompleks Regosol Kelabu dan Kelabu Tua : Bahan induk

berupa batu kapur napal terdapat di daerah Kecamatan Klaten Tengah dan Kalikotes sebelah selatan.

(5) Regosol Coklat Kekelabuan : Bahan induk berupa abu dan pasir

vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Kemalang, Manisrenggo, Prambanan, Jogonalan, Gantiwarno dan Wedi. Kabupaten klaten terbentang di antara daerah istimewa Yogyakarta dan Surakarta yang melewati jalan raya Yogya-Solo mempunyai peran sangat penting dalam memperlancar segala kegiatan ekonomi. Di samping daerah mediterania antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota Surakarta masih terdapat pula beberapa obyek wisata antara lain:

Candi : Candi Bubrah, Candi Sewu, Candi Plaosan dan Candi Merak; Makam : Makam Sunan Bayat ( Ki Ageng Pandanaran), makam Pujangga

R. Ngabei Ronggo Warsito dan makam Ki Ageng Perwito; Lainnya : Rowo Jombor, Deles Indah, Musium Gula dan Monumen Juang

1945 serta Pemancingan Janti.

d. Pemerintahan

1) Wilayah Administrasi

Kabupaten Klaten terbagi dalam 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Seluruh desa yang ada merupakan desa swasembada. Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah

commit to user

Cawas sebanyak 20 desa, sedangkan yang paling sedikit kecamatan Kalikotes dan Kebonarum masing-masing 7 desa.

2) Kepegawaian

Tahun 2009 jumlah pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten termasuk guru sebanyak 16.593 orang, mengalami penurunan sebesar 0,25 persen dari tahun 2008. Sedangkan bila dilihat dari pendidikan yang ditamatkan, lulusan SD sebesar 2,46 persen, lulusan SLTP 4,23 persen, lulusan SLTA 34,74 persen Diploma 28,20 persen, Sarjana dan Pasca Sarjana 30,36 persen

3) DPRD

Hasil pemilu tahun 2009 menghasilkan lima partai dengan suara terbanyak yakni PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa. Selama tahun 2009 belum ada peraturan daerah (Perda) yang dihasilkan. Sedangkan sidang yang dilakukan dewan mengalami penurunan sebesar 1,66 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008.

e. Penduduk

1) Penduduk Kabupaten Klaten

Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan, dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya dari seluruh masyarakat Indonesia. Tahun 2009 jumlah penduduk Klaten sebesar 1.303.910 jiwa, kondisi ini menunjukan

penambahan 3.416 jiwa dari tahun sebelumnya dan

pertumbuhannya sebesar 0,26 persen.

Pertumbuhan jumlah penduduk seyogyanya diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Secara umum kepadatan penduduk di Kabupaten Klaten merata untuk semua kecamatan,

commit to user

kecuali Kecamatan Kemalang yang paling rendah kepadatannya

sebesar 676 jiwa per km2.

Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Klaten sebesar 95,79, ini berarti jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Untuk penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) sebesar 987.676 jiwa, sekitar 75,74 persen dari total penduduk Klaten

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda

pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Tahun 2009 jumlah pencari kerja sebanyak 16.315 orang mengalami penurunan sebesar 6,18 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Tingkat pendidikan untuk pencari kerja yang terbanyak adalah SMU/SMK sebesar 9.395 orang.

3) Keluarga Berencana

Peserta KB aktif di Kabupaten Klaten tahun 2008 mencapai 162.485 akseptor dan peserta KB baru sebesar 23.652 akseptor. Sedangakan metoda alat kontrasepsi yang banyak digunakan untuk peserta KB baik aktif atau baru adalah suntik.

4) Transmigrasi

Salah satu usaha untuk memperluas kesempatan kerja adalah melalui program transmigrasi selain untuk pemerataan penduduk. Pada tahun 2009 jumlah transmigran yang berangkat dari Kabupaten Klaten sebesar 15 KK, kondisi ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008. Adapun tujuan paling banyak adalah ke Sulawesi.

f. Keuangan

commit to user

Realisasi pendapatan asli daerah pada tahun anggaran 2009 terhimpun sekitar 984.534.437.004 rupiah naik sekitar 9,30 persen dibandingkan tahun anggaran 2008. Pajak daerah memberikan kontribusi paling tinggi yaitu sebesar 20.176.815.291 rupiah atau sekitar 37,09 persen dari total pendapatan asli daerah.

Sejalan dengan realisasi pendapatan asli daerah, realisasi belanja daerah untuk tahun anggaran 2009 sebesar 981.121.677.296 atau turun sebesar 1,90 persen dibandingkan realisasi belanja daerah tahun 2008.

2) Koperasi dan Perbankan

Peranan Koperasi dan perbankan dalam kegiatan perekonomian daerah sangat penting. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, giro maupun deposito cukup besar, tapi pada tahun 2009 secara umum mengalami kenaikan. Begitu juga jumlah peminjam di koperasi mengalami penurunan sebesar 4,07 persen dibanding tahun 2008, sebanding juga dengan jumlah uang yang dipinjamkan mengalami penurunan sebesar 34,55 persen

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Pemerintah daerah menjalankan urusan pemerintahan daerah berdasarkan desentralisasi yang di berikan oleh pemerintah pusat negara kesatuan republik indonesia kepada pemerintah daerah, yang mana desentralisasi tersebut terlaksana pada daerah otonom. Pemerintah daerah memiliki wewenang yang “hampir” penuh atas penggunaan sumber-sumber fiskal. Pemerintah daerah melakukan kontrol terhadap pengeluaran dari seluruh sumber penerimaan. Hal ini meliputi penerimaan daerah dari pajak dan retribusi, pendapatan dari sumber-sumber daya alam, dan dana hibah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah telah membawa banyak perubahan yang mendasar dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia. Hal tersebut antara lain terlihat dari perbaikan formula pengalokasian dana-dana yang didaerahkan. Perbaikan juga dilakukan dalam mekanisme

commit to user

penyaluran Transfer ke Daerah (DAU, DAK, DBH Pajak, dan DBH SDA) yang saat ini sudah dilaksanakan langsung dari Rekening Kas Umum Negara di Bendahara Umum Negara (BUN) ke Rekening Kas Umum Daerah. Undang-Undang 33 Tahun 2004 telah meletakkan perubahan yang fundamental dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi, dari yang semula didominasi oleh Pemerintah Pusat kemudian bergeser dengan memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan di Daerah. Dengan dilaksanakannya sistem desentralisasi tersebut, harapan seluruh komponen bangsa tidak hanya ditujukan pada efisiensi alokasi arus barang publik di Daerah, tetapi juga mendekatkan pada pelayanan kepada masyarakat lokal, mendorong demokratisasi, mengakomodasi aspirasi Daerah dan partisipasi masyarakat, serta merekatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah daerah memiliki dua fungsi dalam halini yaitu sebagai pengawas dan pengatur. Pengawasan yang dilakuakan oleh pemerintah pusat adalah mengenai urusan pemerintahan yang berdasar pada;

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Perimbangan Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Perintahan Daerah Kabupaten/Kota

Sedangkan dalam hal mengatur Pemerintah Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah yang mana peraturan tersebut dijadikan dasar dalam menyusunan APBD. Selain berpedoman pada Peraturan Daerah, penyusunan APBD juga berpedoman pada;

1. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

2. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara

3. Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan

Keuangan Negara

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan

Nasional

commit to user

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

7. Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan

atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

10.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman

Dokumen terkait