commit to user
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2009
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
EKA APRILIAWATI
NIM. E1107021
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2009
Oleh
EKA APRILIAWATI
NIM. E1107021
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 21 Maret 2011 Dosen Pembimbing
Waluyo, S.H., M.Si.
commit to user
iii
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2009
Oleh
EKA APRILIAWATI
NIM. E1107021
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari :
Tanggal :
DEWAN PENGUJI:
1. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi H, S. H., M.M :...
Ketua
2. Wida Astuti, S.H :………
Sekretaris
3. Waluyo, S.H., M.Si. :...
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.
commit to user
iv
Nama : Eka Apriliawati
NIM : E1107021
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN
2009 adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 31 Maret 2011
yang membuat pernyataan
Eka Apriliawati
commit to user
v
EKA APRILIAWATI. E1107021. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Klaten tahun 2009 yaitu implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, permasalahan apa yang muncul dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009 dan strategi dan kebijakan apa sajakah yang ditempuh pemerintahan daerah untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal Kabupaten Klaten tahun 2009.
Penulisan hukum ini termasuk dalam penulisan hukum hukum sosiologis atau empiris dengan metode kualitatuf. Data yang diperoleh adalah wawancara, studi pustaka, informasi dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Klaten di kantor DPPKAD (Dinas Penglolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) bidang belanja, bidang PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan bidang hukum dalam lingkup Pemerintahan Kabupaten Klaten dan dianalisa sesuai dengan informasi dan teori-teori yang dipilih. Data ini meliputi data iktisar pencapaian kinerja keuanggan tahun anggaran 2009, plafon plafon anggaran sementara berdasarkan urusan pemerintahan dan program-program preoritas pembangunana Daerah Kabupaten Klaten tahun 2009
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat perbedaan antara besarnya APBD tahun 2009 yang dianggarkan dengan besarnya APBD tahun 2009 pada realisasinya, Penyebab perbedaan APBD antara yang dianggarkan dengan realisasinya dikarenakan bebera faktor dan Pemerintah Derah kabupaten Klaten telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan penyebab tidak sesuainya ABBD yang dianggarkan dengan APBD pada realisasinya.
Pembahasan dalam penelitian ini dibahas mengenai data meliputi data APBD (Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Klaten tahun 2009 tentang iktisar pencapaian kinerja keuanggan tahun anggaran 2009, plafon anggaran sementara berdasarkan urusan pemerintahan dan program-program preoritas pembangunana Daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, apa penyebab terjadinya perbedaan pada APBD yang dianggarkan dengan realisasinya dan bagai mana cara Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten mengatasi permasalahan perbedaan antara APBD yang dianggarkan dengan Realisasinya.
commit to user
vi
Eka Apriliawati. E1107021. The implementation of fiscal decentralization policy about the local financial management of Klaten Regency of 2009. Thesis. Law Faculty of Sebelas Maret University. 2011.
This research aims to find out the implementation of financial management of Klaten Regency Local Government of 2009 namely the implementation of fiscal decentralization on the local financial management of Klaten Regency of 2009, the problems emerging in the implementation of fiscal decentralization on the local financial management of Klaten Regency of 2009 and the strategy and policy taken by the Local Government to cope with the problems occurring in the implementation of fiscal decentralization on the local financial management of Klaten Regency of 2009.
This study belongs to a sociological or empirical law research using qualitative method. The data obtained was interview, library study, information from Klaten Regency Local Government in expense division, cash and accounting division and PAD (Local Original Income) division and law division of DPPKAD (Local Income, Financial and Asset Management Service) in the Klaten Regency Government scope and analyzed according to the information and selected theory. This data included the data on overview of financial performance gain in 2009 fiscal year, temporarily budget limit based on the public affairs and local development priority programs of Klaten Regency of 2009.
Considering the result of research, it can be found that there is a difference between the size of 2009 APBD proposed and that of 2009 APBD realized. It is because of many factors and the Klaten Regency Local Government had conducted a variety of attempts to cope with the problems causing discrepancy between the proposed APBD and the realized APBD.
The discussion of research addresses the data including data on APBD (Local Income and Expense Budget) of Klaten Regency of 2009 about the overview of financial performance gain in 2009, temporarily budget limit based on the public affairs and local development priority programs of Klaten Regency of 2009, the cause of such discrepancy and how to cope with those problems.
commit to user
vii
Sesungguhnya ALLAH SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum
apabila mereka sendiri tidak merubahnya
(QS. AR-Ro’ad :11)
Orang yang mampu melihat humor dalam setiap keadaan, akan menjadi pribadi
yang damai dan tetap berharapan baik mengenai kemungkinan masa depannya
(Mario Teguh)
Keyakinan adalah intuisi yang menggairahkan
(William Wordsworth)
Jika fakta tidak sesuai dengan teori maka, rubahlah faktanya
(Albert Einsten)
Persembahan
Dengan segala kerendahan dan kebanggaan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:
· ALLAH SWT, yang mengatur serta pemilik skenario hidupku, tempatku
mengadu dan meminta.
· Kedua orang tuaku yang sangat kusayangi.
· Para pembimbing skripsiku yang telah membimbing dan memberi data.
· Kekasih hatiku yang kucintai dan selalu memberi dukungan.
· Sahabat serta Almamaterku.
commit to user
viii
Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
pemilik segala Dzat dan penentu atas segala hal. Atas ridhoNYA, akhirnya penulis
berhasil menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) ini dengan lancar. Tidak lupa,
shalawat serta salam kepada Baginda Rasul, Muhammad SAW.
Penyusunan penulisan hukum skripsi ini mempunyai tujuan yang utama untuk
melengkapi salah satu syarat dalam mencapai derajat sarjana (S1) dalam bidang ilmu
hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari
kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisanya, namun
penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat baik bagi
penulis maupun bagi pembacanya.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp.Kj., selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Waluyo, S.H., M.Si., selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah
bersedia menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan
arahan bagi penulis.
4. Bapak AR. Inarsoyo (Kepala Bidang Belanja Daerah), Bapak Drs. Andriyanto Har
(Kepala Bidang Pendapatan Asli Daerah), Ibu Wahyu Lestari Nurwaruju , S.Ip,
M.Si (Kepala Seksi Retribusi Daerah dan Penerimaan Lain-Lain) dan Bapak Agus
R, MM (Kepala Bidang Kas dan Akuntansi) selaku interviee yang telah bersedia
menyediakan waktu dan pikirannya untuk diwawancarai, memberikan bimbingan,
arahan, dan data bagi penulis.
5. Seluruh dosen dan staff di fakultas hukum UNS yang telah ikut berkontribusi
dalam pencapaian gelar sarjana penulis.
6. Ibu Diana Tantri Cahyaningsih, SH, selaku pembimbing akademik penulis.
7. Seluruh pimpinan dan staff Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten yang telah
memberikan ijin penelitian kepada penulis dan yang telah banyak memberikan
commit to user
ix
henti juga salah satu motivatorku untuk masuk Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
9. Yunik Dwi Hastutik dan Fajar Tri Nugraha selaku adik-adikku yang ku sayangi
dan telah memberikan dukungan dalam skripsi ini.
10.Keluarga Bapak Sukino Djunaedi dan Ibu Siti Rukayah selaku keluargaku
terimaksih atas nasehat, dorongan dan doanya.
11.Fauzi Hasthi Tarekat selaku kekasihku yang selalu memberikan perhatian padaku
dan menjadi motivatorku.
12.Seluruh keluarga besarku beserta saudara-saudaraku yang selalu memberikan
semangat padaku untuk cepat lulus.
13.Sahabatku: Riski, Wiwik, Aripin, Angga, Arif, Rika, Rani, Ani, Sudarni, Dita,
Tanggeng dan Mas Nasrul. Teman-teman kost Andri 1 : Pipit, ayu bebek, Nanti,
Rinda, Andin, Ila, Ipunk, Dila dan Mbak Diah, Mbak Tia. Teman-teman fakultas
hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta terimakasih untuk kebersamaannya
selama ini.
14.Seluruh mahasiswa fakultas hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kita
Katakan Dengan Bangga: ”Viva Justisia!”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu dengan
lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini
Surakarta, Maret 2010
commit to user
x
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 15
1. Tinjauan Tentang Desentralisasi ... 15
2. Tinjauan Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ... 19
3. Tinjauan Tentang Kabupaten Klaten ... 22
B. Kerangka Pemikiran ... 28
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2009………. . 32
commit to user
xi
Dalam Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal
Kabupaten Klaten Tahun 2009 ... 75
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
commit to user
xii
~> Bagan Metode Analisis Interaktif ... 12
~> Bagan Kerangka pemikiran ... 31
~> Skema Proses Penyusunan APBD ... 33
~> Sekema proses penetapan APBD………... .... 36
~> Tabel Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2009 ... 38
~> Table Plafon Anggaran Sementara Berdasarkan Urusan Pemerintahan……….. .... 49
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di
Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi
pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, produktif, dan akuntabel melalui upaya-upaya
koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerjasama antar tingkat pemerintahan
dan antara pemerintah daerah. Selain itu undang-undang ini juga mendefinisikan
otonomi daerah sebagai hak, kewenangan, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi yang diberikan
kepada daerah kabupaten kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara
proposional. Artinya pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan
pembagian dan pemanfaatan dari sumberdaya nasional yang berkeadilan serta
pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
Dalam hal pengambilan kebijakan-kebijakan terutama mengenai kebijakan
desentralisasi fiskal pemerintah daerah haruslah menaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Agar kebijakan-kebijakan tersebut tidak merugikan
penduduk. Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah
untuk mengarahkan ekonomi suatu daerah melalui pengeluaran dan pendapatan
(berupa pajak) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak. Dalam kebijakan fiskal daerah yang dibuat pemerintah daerah untuk
mengarahkan keadaan suatu daerah melaluai pengeluaran dan pendapatan, yang
mana hal ini tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
commit to user
kemampuan pemerintah daerah menjalankan fungsi dan perannya secara efisisen, sedangkan peningkatan efektifitas diartikan sebagai upaya untuk menyelaraskan kapabilitasnya dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Dalam kaitan ini anggaran daerah harus mampu secara optimal difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan
pengeluaran, membantu mengambil keputusan dan perencanaan
pembangunan, otoritas peneluaran dimasa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotifasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja (Jones & Pendlebury, 1996; Mardiason:2002; 177).
Salah satu fungsi angaran adalah sebagai alat untuk mengukur efisiensi dan
efektivitas suatu pemerintah daerah yang menunjukkan hubungan input dan atau
output. Input dalam angaran dinyatakan dalam bentuk pengeluaran dan belanja
untuk menunjukan batas maksimum jumlah uang yang diperkenenkan untuk
dikeluarkan pada setiap tingkat kegiatan yang akan dilaksanakan. Output
dinyatakan dalam bentuk penerimaan atau pendapatan yang menunjukan jumlah
uang yang akan diperoleh dari estimasi hasil minimal yang secara rasional dapat
dicapai. Pengendalian atas hal ini dilakukan dengan cara membandingkan antara
angaran dengaran realisasinya. Dalam pengeluaran daerah, pengendalian
dimaksudkan untuk memastikan jumlah relisasinya peneluaran atau belanja tidak
melebihi dari jumlah yang diangarakan serta untuk mengetahui tingkat kegiatan
pencatatan realisasi pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai dasar
pertimbangan dengan angaran dalam aktivitas pengendalian.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah telah menetapkan landasan yang jelas
dalam penataan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah, antara
lain berisi mengenai :
1. Prinsip kebijakan perimbangan keuangan;
2. Dasar pendanaan pemerintah daerah;
3. Sumber penerimaan daerah;
4. Pendapatan asli daerah;
5. Dana perimbangan;
commit to user
7. Dana alokasi khusus;
8. Lain-lain pendapatan;
9. Pinjaman daerah;
10.Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi;
11.Pertanggungjawaban; dan
12.Pengawasan dan pemeriksaan.
Terkait dengan pengelolaan keuangan daerah Pasal 5 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah disebutkan bahwa kepala daerah selaku kepala pemerintah
daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalam
hal ini pemerintah daerah meliputi berbagai fungsi seperti meliputi fungsi
perencanaan umum, fungsi penyusunan anggaran, fungsi pemungutan pendapatan,
fungsi perbendaharaan umum daerah, fungsi penggunaan angaran serta fungsi
pengawasan dan pertanggung jawaban.
Dalam melaksanakan kewenangannya sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan maka seorang kepala daerah akan sangat
terbebani dalam menetukan segala hal yang terkait mengenai keuangan daerah,
oleh karenanya pemeritah daerah haruslah berpedoman pada peraturan-peraturan
yang ada. Untuk melaksanakan segala peraturan yang dibuat maka dibutuhkan
suatu pola manajemen yang berkualitas dari seorang kepala daerah sehingga pada
akhirnya mampu mencapai tujuan dari pengelolanan keuangan darah. Menuju
kearah tercapainya tujuan dari sistem pengelolaan keuangan daerah yang bagus
bukan lah hal yang mudah karena terkait dengan tugas keseharian dari
pemerintahan daerah. Kepala daerah dalam hal ini menduduki posisi yang sangat
strategis dalam pembangunan di daerah. Dalam Negara berkembang terdapat
tipologi etika pembangunan sebagai mana disampaikan oleh Wahyu Kumortomo.
commit to user
birokrasi pembangunan. Definisi yang sederhana mengatakan bahwa pembangunaan adalah proses perubahan dari suatu keadaan tertentu kearah keadaan yang lebih baik. Dalam tugas-tugas pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap tinjauan-tinjauan pembangunaan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Dia harus berorientasi kepada kegiatan (bukan hanya terpaku pada aturan-aturan legalistik), maupun memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu kearah kemajuan. Sinkatnya dia harus mampu
menjadi agen-agen perubahan (change agent). Wajarlah apabila para
administrator pembangunaan diberi hak-hak untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan berdasarkan pertimbangan rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Keleluasaan untuk mengambil kebijakan
administratif (administrative discretion) ini diberikan supaya pemerintah
dapat berjalan secara efektif dan proyek-proyek pembangunan yang kerapkali membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat itu dapat terlaksana dengan lancar. (Wahyudi Kumorotomo, 1992:89)
Peningkatan daya kritis masyarakat terhadap kontrol kebijakan dalam hal
desentralisasi fiskal mengeniai pengelolaan keuangan daerah menjadikan peran
kepala daerah menjadi meteri pokok sistem evaluasi kinerja aparatur pemerintah
daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Dalam sistem pengelolaan keuangan
daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daearh, dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah telah membawa konsekuensi harus dilaksanakannya
pengelolaan keuangan daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan
prinsip-prinsip yang berlaku.
Partisipasi masyarakat dalam proses siklus anggaran (meliputi tahap
penyusunaan anggaran, tahap pengawasan pelaksanaan angaran serta tahab
pertanggung jawaban angaran), akan sangat menentukan keberhasilan pemerintah
daerah dalam mendukung angaran daerah sebagai instrument manajemen ini.
Keterlibatan masyarakat dalam seluruh siklus angaran diharapkan akan mampu
commit to user
atau penyimpangan pengalokasian angaran yang cenderung lebih berorientasi
pada kepentingan birokrasi dan bukan kepentingan masyarakat.
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal dalam pengelolaan keuangan
daerah sering sekali mengalami kesulitan-kesulitan atau
permasalahan-permasalahan di dalam prakteknya. Hai ini mendorong pemerintah daerah untuk
lebih memperhatikan kebijakan yang dikeluarkannya, yang mana kebijakan
tersebut harus sesuai dengan perundang-undangan dan kebijakan tersebut harus
berpihak pada rakyat. Selain itu tanggungjawab pemerintah sangat diperlukan
dalam pelaksana kebijakan desentralisasi fiskal dalam pengelolaan keungan
daerah.
Dengan memperhatikan unsur tanggung jawab keterbukan informasi maka
selayaknya pemerintah daerah memberikan tempat yang seluas-luasnya bagi
keinginan masyarakat dalam hal transparasi demi terselenggaranya suatu tata
kelola pemerintahan daerah yang baik. Serta dengan melakukan pertimbangan dan
pemikiran yang matang agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah dapat terlaksanakan sesuai tujuan pemerintah daerah.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik
untuk menyusun skripsi dengan judul, ”IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap
pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009?
2. Permasalahan apa yang muncul dalam implementasi kebijakan desentralisasi
commit to user
3. Strategi dan kebijakan apa sajakah yang ditempuh pemerintahan daerah untuk
mengatasi permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan
desentralisasi fiskal Kabupaten Klaten tahun 2009?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan agar dengan tujuan dapat memberikan suatu
manfaat ini dapat menemukan intisari hukum dari gejala-gejala hukum yang
terkandung dari materi atau obyek yang diteliti melalui suatu kegiatan ilmiah.
Kegiatan ilmiah tersebut dilakukan berdasarkan pada metode-metode,
sistimatika dan pemikiran tertentu yang pada akhirnya dapat di tarik kesimpulan
mengenai gejala-gejala hukum tersebut dengan cara menganalisa secara seksama.
Pemeriksaan terhadap fakta hukum juga dilakukan untuk kemudian
diusahakan mengenai suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
terjadi di dalam gejala yang bersangkutan dan juga harus mempunyai tujuan yang
jelas, sehingga dengan adanya tujuan tersebut dapat dicapai solusi atas masalah
yang dihadapi saat ini. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian
ini mempunyai tujuan sebagai berikut;
1.Tujuan Obyektif
a. Mengetahui pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal terhadap
pengelolaan keuangan Kabupaten Klaten tahun 2009.
b. Mengetahui Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan
desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten
Klaten tahun 2009.
c. Mengetahui Strategi dan kebijakan yang ditempuh pemerintahan daerah
untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan
commit to user
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan
hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah wawasan tentang pelaksanaan kebijakan desentralisasi
fiskal di Kabupaten Klaten tahun 2009.
c. Untuk meningkatkan serta mendalami materi kuliah yang diperoleh di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
pengembang ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu hukum pada
khususnya terutama Hukum Administrasi Negara dan Hukum Keuangan
Daerah tentang kebijakan desentralisasi fiskal.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendalami teori-teori yang telah
diperoleh selama menjalani kuliah strata satu Fakultas Hukum Unuversitas
Sebelas Maret Surakarta. Serta memberikan landasan untuk penelitian lebih
lanjut.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu materi
mengajar mata kuliah Hukum Administrasi Negara.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.
b. Hasil penelitian ini dapat membantu penulis dalam memahami tentang
commit to user
c. Bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya maupun bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Klaten dalam konteks pengelolaan keuangan daerah.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,
teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 35).
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan
metode penulisan antara lain sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis atau empiris yang
terdiri dari penelitan tahap identifikasi hukum dan penelitian terhadap
efektifitas hukum. Maksudnya adalah metode ini mengartikan hukum kepada
suatu usaha untuk mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan konkrit
dalam masyarakat. Hukum dikonsepsikan sebagai gejala empiris yang dapat
diamati dalam kehidupan. Hukum tidak dikonsepsikan secara
filosofi-moralitas sebagai ius constituendum, dan tidak pula secara positif sebagai ius
constitutum, melainkan empiris (Bambang S, 1997: 5). Penelitian yang
peneliti lakukan adalah termasuk penelitian deskeptif dan metode kualitatuf.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di kantor DPPKAD (Dinas Penglolaan
Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) bidang belanja, bidang PAD
(Pendapatan Asli Daerah) dan bidang hukum dalam lingkup Pemerintahan
Kabupaten Klaten.
3. Jenis Data
Adapun jenis data yang peneliti kumpulkan meliputi:
a. Data Primer, yaitu data yang di peroleh langsung dari lapangan yang
commit to user
dengan pejabat Pemerintah Kabupaten Klaten dinas DPPKAD yauitu : AR.
Inarsoyo (Kepala Bidang Belanja Daerah), Drs. Andriyanto Har (Kepala
Bidang Pendapatan Asli Daerah), Wahyu Lestari Nurwaruju , S.Ip, M.Si
(Kepala Seksi Retribusi Daerah dan Penerimaan Lain-Lain), Agus R, MM
(Kepala Bidang Kas dan Akuntansi)
b. Data Sekunder, yaitu data yang dapat mendukung keterangan data primer.
Data ini diperoleh secara tidak langsung melalui dokumen,
laporan-laporan, buku-buku, peraturan-peraturan dan literatur lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
4. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri
dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter
Mahmud Marzuki, 2006: 141).
Bahan hukum primer adalah menggunakan bahan hukum yang
mengikat, maka yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolan Keuangan Daerah, Peraturan Daerah
Kabupaten Klaten Nomor 8 Tahun 2009 tentang Retribusi izin Di Bidang
Kesehatan, Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 14 tahun 2009
tentang Retribusi Izin Trayek,. Peraturan Daerah kabupaten Klaten Nomor
10 Tahun 2007 tentang Pajak Reklame dan Peraturan Daerah Kabupaten
Klaten Nomor 11 Tahun 2007 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan
commit to user
b. Bahan Hukum Sekunder
1) Bahan hukum primer
Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer antara lain :
a) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
b) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
c) Peraturan Pemerintah Daerah No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
2) Bahan hukum sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti hasil-hasil seminar, pendapat dari pakar hukum
yang relevan dengan penelitian ini, artikel koran dan internet serta
bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dann
sekunder, seperti misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia dan bahan-bahan yang berkaitan dengan masalah
yang ditelliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dari sumber yang telah di tentukan diatas
penulis menggunakan teknik pengumpulan data primer yaitu dengan
wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan dilakukan oleh kedua pihak yaitu pewawancara (interviewr)
yang mengajukan peryataan dan yang diwawancara (interviee) yang
memberikan jawaban atas pernyataan itu (Lexy J. Moleong,2001:135)
Hasil wawancara tentang dilakukan untuk mendapatkan data primer
dilaksanakan dengan menggunakan jenis wawancara dengan susunan
commit to user
atau sepontanitas, dimana wawancara dilakukan dengan pihak Kepala
Daerah dan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah Kabupaten Klaten.
Sedangkan untuk data sekunder digunakan tehnik pengumpulan data studi
kepustakaan. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu
dengan cara mengumpulkan dan mempelajari serta memahami buku-buku,
perundang-undangan serta karya ilmiah yang berhubungan dengan
penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini penting agat data–data yang
sudah terkumpul dapat dianalisis sehingga dapat menghasilkan jawaban
guna memecahkan masalah–masalah yang telah ditemukan diatas. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan analisis kualitatis dengan model
interaktif, yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan
bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka
tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang
maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data
lapangan (H.B. Sutopo, 1999 : 8).
Menurut H.B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah :
a. Reduksi Data.
Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi dari data
fieldnote.
b. Penyajian data.
Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan
kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data meliputi berbagai
jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan
juga tabel.
c. Kesimpulan atau verifikasi.
Dalam pengumpulan data penelitian harus sudah memahami arti
berbagai hal yang ditemui, dengan melakukan peraturan–peraturan,
konfigurasi-commit to user
konfigurasi, arahan sebab akibat dan berbagai reposisi kesimpulan yang
diverifikasi.
Adapun skema teknik analisis kualitatif dengan interaksi model adalah
[image:24.595.166.479.203.500.2]sebagai berikut :
Gambar 1
Metode Analisis Interaktif
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi
penulisan hukum ini dapat dibagi menjadi empat bab dengan sistematika sebai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah yang
berisi tentang isu hukum APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten Klaten), rumusan masalah berisi tentang
implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan
keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, permasalahan
dalam implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten
Klaten tahun 2009, strategi dan kebijakan yang ditempuh
Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan dalam Pengumpulan
Data
Sajian Data Reduksi
Data
commit to user
implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten Klaten
tahun 2009; tujuan penelitian berisi tujuan obyektif dan subyektif,
manfaat penelitian berisi manfaat teoritis dan praktis, metode
penelitian berisi jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis data,
sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data; dan
sistematika penulisan hukum berisi deskriptif dari skripsi yang
dibuat.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi kerangka teori dan kerangka pemikiran yang
diuraikan mengenai kajian pustaka berkenaan dengan judul dan
masalah yang diteliti yang memberikan landasan, yaitu tinjauan
tentang desentralisasi, tinjauan tentang pengelolaan keuangan,
tinjauan tentang keuangan daerah dan tinjauan tentang kabupaten
Klaten
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi laporan hasil penelitian yang diperoleh yang
disertai dengan pembahasan yang dikaitkan dengan permasalahan,
kerangka teori, kerangka pemikiran, dengan teknik analis data yang
telah ditentukan dalam metode penelitian yaitu, implementasi
kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan
daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, program-program prioritas
pembangunan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, iktisar
pencapaian kinerja keuangan tahun anggaran 2009, permasalahan
dalam implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten
Klaten tahun 2009, strategi dan kebijakan yang ditempuh
Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan dalam
implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten Klaten
commit to user BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan yang intinya bahwa terdapat
perbedaan pada APBD (Angeran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Kabupaten Klaten tahun 2009 antara yang dianggarkan dan
realisasinya, hal ini dikarenakan bebera faktor dan Pemerintah
Daerah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi
permasalan perbedaan pada APBD (Angeran Pendapatan dan
Belanja Daerah) Kabupaten Klaten tahun 2009 antara yang
dianggarkan dan realisasinya.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Desentralisasi
a. Pengertian desentraliasasi
Desentralisasi adalah suatu istilah yang luas dan selalu menyangkut
persoalan kekuatan (power), biasanya dihubungkan dengan pendelegasian
atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat di
daerah atau kepada lembaga-lembaga pemerintahan di daerah untuk
menjalankan unsur-unsur pemerintahan di daerah. Dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dalam Pasal 1 ayat (7) desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintah yang di
pertentangkan dengan sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan
pemerintahan lokal. Adanya pembagian kewenangan serta tersediaanya
ruang gerak yang memadai untuk memakanai kewenangan yang diberikan
kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal).
b. Desentralisasi Dalam Ilmu Administrasi Negara
Desentralisasi di dalam sistem pemerintahan menjadi bagian dari
studi Ilmu Administrasi Negara. Di dalam Ilmu Administrasi Negara, tema
tentang desentralisasi terutama berkenaan dengan fenomena tentang
”delegation of autohority and responsibility” yang dapat diukur dari
sejauhmana unut-unit organisasi bawah memiliki wewenang dan tanggung
jawab di dalam proses pengambilan keputusan.
Secara teoritis, terdapat dua cara melihat desentralisasi ”authority”
dan ”responsibility” itu dapat dibagi (divided), yaitu didasarkan pada
commit to user
function dan didasarkan pada ”area”. Penerapan dari kedua dasar
pembagian itu akan bervariasi pada setiap bentuk organisasi, dan biasanya
dihadapkan dengan pertentangan-pertentangan kepentingan. Tidak jarang
terjadi bahwa kalau unit-unit pada pusat organisasi diberi fungsional yang
besar, justru cenderung mengakibatkan lemahnya posisi dan efektvitas
pada unit organisasi dibawahnya. Demikian pula sebaliknya.
c. Faktor-faktor Utama Penentu Sukses Atau Gagalnya Desentralisasi
Ada 4 (empat) faktor utama yang dapat menentukan sukses atau
gagalnya desentralisasi yaitu:
1) Besarnya dukungan yang diberikan oleh pimpinan-pimpinan politik
dan birokrat di tingkat pusat terhadap kebijakan desentralisasi melalui
nama kewenangan-kewenangan didelegasikan.
2) Sejauhmana kebijakan-kebijakan dan program-program didelegasikan
untuk mendukung desentralisasi terutama dalam pengambilan
keputusan dan administrasi.
3) Sejauhmana perilaku sikab dan kultur darri birokrasi kondusif
terhadap proses desentralisasi terutama dalam pengambilan keputusan
administrasi.
4) Sejauhmana adanya dukungan yang memadai dalam bentuk keuangan,
tenaga kerja/personel dan sumber-sumber daya lainnya terhadap
proses desentralisasi (Rondinell et al, 1984 : 46 – 47)
d. Desentralisasi dan Keuangan Daerah
Salah satu faktor yang penting mempengaruhi keberhasilan
desentralisasi adanya penyerahan sumber dana, sumber daya manusia dan
perangkat fisiknya yang memadahi untuk mendukung pelaksanana urusan
yang diserahkan ke daerah. Dalam konteks tersebut membutuhkan suatu
kebijakan keuangan daerah yang efektif. Kebijakan keuangan daerah
commit to user
1) Pembiayaan dalam rangka asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
2) Sumber pendapatanAsli Daerah.
3) Pengelolaan Keuangan Daerah dan peningkatan kemampuan aparatur
di daerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah.
Berdasarkan asas desentralisasi, semua urusan pemerintah daerah,
baik mengenai pengeluaran belanja pegawai dan operasional daerah dari
maupun mengenai proyek-proyek pembangunan daerah harus dibiayai dari
APBD. Tidak berarti behwa pemerintah daerah harus mempunyai
penerimaan asli daerah (pajak dan retribusi daerah) yang mencukupi untuk
segala pengeluaran tersebut, akan tetapi dapat juga dari penerimaan
daerah berupa subsidi atau bagi hasil dari pusat. Hanya saja jika pusat
memberikan subsidi kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas ini,
maka subsidi tersebut besifat beban (block Grant), dimana pengunaannya
sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah dalam APBD.
e. Pengertian Desentralisasi fiskal
Desentralisasi fiskal adalah merupakan kewenangan (authority) dan
tanggung jawab (responsibility) dalam penyusunan, pelaksanaan dan
pengawasan anggaran daerah (APBD) oleh pemerintah daerah.
”Desentralisasi Fiskal adalah adalah transfer kewenangan di area tanggung
jawab finansial dan pembuatan keputusan termasuk memenuhi keuangan
sendiri, ekspansi pendapatan lokal, transfer pendapatan pajak dan otorisasi
untuk meminjam dan memobilisasi sumber-sumber pemerintah daerah
melalui jaminan peminjaman (Litvac dan Seddon, 1998: 3) dalam Sait
Abdullah (2005:64))”.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah
untuk mengarahkan ekonomi suatu daerah melalui pengeluaran dan
pendapatan (berupa pajak dan retribusi) pemerintah. Instrumen utama
kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dalam kebijakan fiskal
commit to user
daerah melaluai pengeluaran dan pendapatan, yang mana hal ini tertuang
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Amandemen undang-undang desentralisasi yang dilakukan pada tahun 2004 menitikberatkan kepada mekanisme pemantauan oleh pemerintah pusat, dan perbaikan kepada pertanggungjawaban pengeluaran pemerintah daerah. Disisi fiskal, UU No. 33 tahun 2004 memperbesar basis bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber DAU. Perubahan kebijakan desentraliasi fiskal itu sendiri merupakan cerminan dari kebutuhan fiskal yang terus membesar di tingkat daerah, praktek
soft budget constraint dari sisi pemerintah pusat yang juga disebabkan oleh lambatnyareformasi pajak daerah.(www.grand desigen_desentralisasi fiskal Indonesia.com)
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelengaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah. Pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota
terdiri dari tujuh jenis yaitu;
1) Pajak hotel;
2) Pajak restoran;
3) Pajak hiburan;
4) Pajak reklame;
5) Pajak penerangan jalan;
6) Pajak pengambilan bahan galian; dan
7) Pajak parkir.
Retribusi dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh
pemerintah daerah atau pelayanan yang yang diberikan oleh pemerintah
daerah yang lansung dinikmati secara perorangan oleh warga masyarakat
commit to user
desentalisasi fiskal merupakan rangkaian konsep atau proses pembuatan
keputusan dan asas yang menjadi pedoman dalam kebijakan desentralisasi
fiskal.
Desentralisasi fiskal yang merupakan bagian dari otonomi daerah
mempunyai keharusan untuk mentukan fungsi fiskal yang sebaiknya
dilaksanakan oleh daerah dalam rangka mencapai tujuan pemberian
otonomi kepada daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemeritahan Daerah Pasal 66 ayat (3) telah menetapkan fungsi alokasi
sebagai tanggung jawab daerah. Kedekatan kepala daerah dengan
masyarakat merupakan alasan utama penerapan desentralisasi fiskal
sebagai tugas daerah. Daerah dianggap lebih mengetahui aspirasi
masyarakatnya sehingga kebijakan publik dapat ditetapkan sesuai dengan
keinginan masyarakat.
2. Tinjauan Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
a.Pengertian Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran
Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah. Sedangkan APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam angaran tertentu,
artinya bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan
daerah dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanana desentralisasi
bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalan APBD. Semua
pengeluaran dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang
ditetapkan dalam APBD sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan
commit to user
b. Sistem Pengurusan Keuangan Daerah
Dalam pengurusan keuangan negara, dikenal adanya organ atau
kewenangan sebagai berikut:
1) Pengurusan administratif (administratif beheer)
Pengurus administratif atau dikenal juga sebagai pengurus umum,
mengandung unsur hak penguasaan serta memberikan perintah
menagih dan perintah membayar. Pelaksanaan pengurusan ini
membawa akibat pengeluaran dan/ atau penerimaan daerah.
2) Pengurus khusus (comptabel beheer)
Pengurusan khusus atau dikenal dengan bendaharawan mengandung
unsur kewajiban yaitu menerima, menyimpan,
mengeluarkan/membayar uang atau yang disamakan dengan uang
dan barang milik daerah dan selanjutnya mempertanggungjawaban
kepada Kepala Daerah.
c.Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terdapat apa yang disebut
sebagai asas umum pengelolaan keuangan daerah yaitu:
1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan,
dan manfaatuntuk masyarakat (Pasal 4 ayat (1) ).
2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatusistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun
ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 4 ayat (2)).
3) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah
commit to user
d.Tata Usaha Keuangan Derah
Tata usaha umum menyangkut kegiatan surat-menyurat,
mengagenda, memprediksi, menyimpan surat-surat penting atau
memngarsipkan serta kegiatan dokumentasi lainnya. Sementara tata
uasaha keungan intinya adalah tata buku yang merupakan rangkaian
kegiatan yang dilakukan secara sistematis dibidang keuangan
berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar, tertentu serta
prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual di bidang
keuangan. Kegiatan ini dikenal dengan sebutan akuntansi yang sekarang
ini telah berkembang sangat pesat baik di bidang akuntansi perusahaan
maupun balam bidang akuntansi pemerintahan.
Salah satu tujuan dari tata buku (akuntansi) ini adalah menyediakan
informasi keuangan yang lengkap, cermat dan akurat sehinga dapat
menyediakan laporan keuangan yang handal, dapat
dipertanggungjawabkan, dan dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengevaluasi pelaksanaan keuangan masa lalu dalam rangka pengambilan
keputusan serta perencanaan untuk masa yang akan datang.
e.Pengeloaan Keuangan Daerah
Dalam pengelolaan keuangan daerah beberapa hal yang menjadi
pedoman adalah tercantum sebagaimana dalam Pereturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah yaitu:
1) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan (Pasal 5
ayat (1) ).
2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan:
a) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
commit to user
c) menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;
d) menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara
pengeluaran;
e) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan daerah;
f) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
utang dan piutang daerah;
g) menetapkan pejabat yang bertugas melakukanpengelolaan
barang milik daerah; dan
h) menetapkan pejabat yang bertugas melakukanpengujian atas
tagihan dan memerintahkan pembayaran (Pasal 5 ayat (2) ).
3) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a) Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku PPKD
(pejabat Pengelola Keuangan Daerah);
b) Kepala SKPD (Satuan Kerja Pernagkat Daerah) selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah (Pasal 5 ayat (1)).
4) Dalam pelaksanaan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Sekretaris Daerah bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan
daerah.
5) Pelimpahan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah berpedoman
pada peraturan perundangundangan.
3. Tinjauan Tentang Kabupaten Klaten.
a. Georafi Kabupaten Klaten
1) Letak Geografi
Kabupaten Klaten terletak secara geografis antara 7º32’19”
sampai7º48’33” dan antara 110º26’14” sampai 110º47’51”. Letak
Kabupaten Klaten cukup stategis karena berbatasan langsung kota
commit to user
Istimewa Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota
wisata.
2) Luas Penggunaan Lahan
Kabupaten Klaten mempunyai luas wilayah sebesar 65.556 ha,
terbagi dalam 26 kecamatan, 401 desa/kelurahan. Dari 65.556 ha
luas Kabupaten Klaten, 50,97 persen (33.412 ha) merupakan lahan
pertanian dan 39,29 persen (25.760 ha) merupakan lahan bukan
pertanian dan yang sisanya 9,74 persen adalah bukan lahan
pertanian. Seiring dengan perkembangan keadaan, terjadi perubahan
penggunaan dari lahan pertanian ke non pertanian. Hal ini ditunjukan
dari luas lahan sawah yang terus mengalami penurunan (tahun 2009;
0,03 persen), sedangkan lahan bukan pertanian mengalami kenaikan
(tahun 2009 sebesar 0,03 persen).
b. Letak geografis
1) Wilayah Kabupaten Klaten terletak antara :
Bujur Timur : 1100 26’ 14” - 1100 47’ 51”
Lintang Selatan : 70 32’ 19” - 70 48’ 33”
2) Wilayah Kabupaten Klaten berbatasan dengan beberapa kabupaten :
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali;
Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo;
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIYogyakarta);
Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIYogyakarta).
3) Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran :
Sebelah Utara : Dataran Lereng Gunung Merapi;
Sebelah Timur : Membujur Dataran Rendah;
Sebelah Selatan : Dataran Gunung Kapur.
4) Jarak Kota Klaten Dengan Kota Lain Se Eksidenan Surakarta :
Kota Klaten ke Kota Boyolali : 38 Km;
Kota Klaten ke Wonogiri : 67 Km;
commit to user
Kota Klaten ke Karanganyar : 49 Km;
Kota Klaten ke Kota Sukoharjo : 47 Km;
Kota Klaten ke Sragen : 63 Km.
c. Keadaan Wilayah
1) Keadaan Wilayah Kabupaten Klaten
a) Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara
meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah Kecamatan
Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung.
b) Dataran Rendah membujur di tengah meliputi seluruh wilayah
kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah
merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur.
c) Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan
meliputi sebagian kecil sebelah selatan kecamatan Bayat dan
Cawas.
Melihat keadaan alamnya yang sebagian besar adalah dataran
rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air maka daerah
Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial
disamping penghasil kapur, batu kali dan pasir yang berasal dari
Gunung Merapi.
a) Ketinggian Daerah Kabupaten Klaten:
(1) Sekitar 3,72% terletak diantara ketinggian 0 - 100 meter di atas
permukaan laut;
(2) Terbanyak 83,52% terletak diantara ketinggian 100 – 500 meter
diatas permukaan laut; dan
(3) Sisanya 12,76% terletak diantara ketinggian 500 – 2.500 meter
diatas permukaan laut.
b) Klasifikasi Tanah di Kabupaten Klaten
Jenis tanah terdiri dari 5 (lima) macam :
(1) Litosol : Bahan induk dari skis kristalin dan batu tulis terdapat
commit to user
(2) Regosol Kelabu : Bahan induk abu dan pasir vulkan intermedier
terdapat di Kecamatan Cawas, Trucuk, Klaten Tengah,
Kalikotes, Kebonarum, Klaten Selatan, Karangnongko, Ngawen,
Klaten Utara, Ceper, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari,
Delanggu, Polanharjo, Karanganom, Tulung dan Jatinom.
(3) Grumusol Kelabu Tua : Bahan induk berupa abu dan pasir
vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Bayat, Cawas
sebelah selatan.
(4) Kompleks Regosol Kelabu dan Kelabu Tua : Bahan induk
berupa batu kapur napal terdapat di daerah Kecamatan Klaten
Tengah dan Kalikotes sebelah selatan.
(5) Regosol Coklat Kekelabuan : Bahan induk berupa abu dan pasir
vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Kemalang,
Manisrenggo, Prambanan, Jogonalan, Gantiwarno dan Wedi.
Kabupaten klaten terbentang di antara daerah istimewa Yogyakarta
dan Surakarta yang melewati jalan raya Yogya-Solo mempunyai peran
sangat penting dalam memperlancar segala kegiatan ekonomi. Di samping
daerah mediterania antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota
Surakarta masih terdapat pula beberapa obyek wisata antara lain:
Candi : Candi Bubrah, Candi Sewu, Candi Plaosan dan Candi Merak;
Makam : Makam Sunan Bayat ( Ki Ageng Pandanaran), makam Pujangga
R. Ngabei Ronggo Warsito dan makam Ki Ageng Perwito;
Lainnya : Rowo Jombor, Deles Indah, Musium Gula dan Monumen Juang
1945 serta Pemancingan Janti.
d. Pemerintahan
1) Wilayah Administrasi
Kabupaten Klaten terbagi dalam 26 kecamatan, 391 desa
dan 10 kelurahan. Seluruh desa yang ada merupakan desa
commit to user
Cawas sebanyak 20 desa, sedangkan yang paling sedikit kecamatan
Kalikotes dan Kebonarum masing-masing 7 desa.
2) Kepegawaian
Tahun 2009 jumlah pegawai negeri di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Klaten termasuk guru sebanyak 16.593
orang, mengalami penurunan sebesar 0,25 persen dari tahun 2008.
Sedangkan bila dilihat dari pendidikan yang ditamatkan, lulusan
SD sebesar 2,46 persen, lulusan SLTP 4,23 persen, lulusan SLTA
34,74 persen Diploma 28,20 persen, Sarjana dan Pasca Sarjana
30,36 persen
3) DPRD
Hasil pemilu tahun 2009 menghasilkan lima partai dengan
suara terbanyak yakni PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional,
Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan
Bangsa. Selama tahun 2009 belum ada peraturan daerah (Perda)
yang dihasilkan. Sedangkan sidang yang dilakukan dewan
mengalami penurunan sebesar 1,66 persen bila dibandingkan
dengan tahun 2008.
e. Penduduk
1) Penduduk Kabupaten Klaten
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari
pembangunan, dalam rangka membentuk manusia Indonesia
seutuhnya dari seluruh masyarakat Indonesia. Tahun 2009 jumlah
penduduk Klaten sebesar 1.303.910 jiwa, kondisi ini menunjukan
penambahan 3.416 jiwa dari tahun sebelumnya dan
pertumbuhannya sebesar 0,26 persen.
Pertumbuhan jumlah penduduk seyogyanya diimbangi
dengan pemerataan penyebaran penduduk. Secara umum kepadatan
commit to user
kecuali Kecamatan Kemalang yang paling rendah kepadatannya
sebesar 676 jiwa per km2.
Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Klaten sebesar
95,79, ini berarti jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari
laki-laki. Untuk penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) sebesar
987.676 jiwa, sekitar 75,74 persen dari total penduduk Klaten
2) Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda
pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus
mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses
demografi. Tahun 2009 jumlah pencari kerja sebanyak 16.315
orang mengalami penurunan sebesar 6,18 persen dibandingkan
dengan tahun 2008. Tingkat pendidikan untuk pencari kerja yang
terbanyak adalah SMU/SMK sebesar 9.395 orang.
3) Keluarga Berencana
Peserta KB aktif di Kabupaten Klaten tahun 2008 mencapai
162.485 akseptor dan peserta KB baru sebesar 23.652 akseptor.
Sedangakan metoda alat kontrasepsi yang banyak digunakan untuk
peserta KB baik aktif atau baru adalah suntik.
4) Transmigrasi
Salah satu usaha untuk memperluas kesempatan kerja
adalah melalui program transmigrasi selain untuk pemerataan
penduduk. Pada tahun 2009 jumlah transmigran yang berangkat
dari Kabupaten Klaten sebesar 15 KK, kondisi ini mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2008. Adapun tujuan paling
banyak adalah ke Sulawesi.
f. Keuangan
commit to user
Realisasi pendapatan asli daerah pada tahun anggaran 2009
terhimpun sekitar 984.534.437.004 rupiah naik sekitar 9,30 persen
dibandingkan tahun anggaran 2008. Pajak daerah memberikan
kontribusi paling tinggi yaitu sebesar 20.176.815.291 rupiah atau
sekitar 37,09 persen dari total pendapatan asli daerah.
Sejalan dengan realisasi pendapatan asli daerah, realisasi belanja
daerah untuk tahun anggaran 2009 sebesar 981.121.677.296 atau turun
sebesar 1,90 persen dibandingkan realisasi belanja daerah tahun 2008.
2) Koperasi dan Perbankan
Peranan Koperasi dan perbankan dalam kegiatan perekonomian
daerah sangat penting. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat
dalam bentuk simpanan, giro maupun deposito cukup besar, tapi pada
tahun 2009 secara umum mengalami kenaikan. Begitu juga jumlah
peminjam di koperasi mengalami penurunan sebesar 4,07 persen
dibanding tahun 2008, sebanding juga dengan jumlah uang yang
dipinjamkan mengalami penurunan sebesar 34,55 persen
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Pemerintah daerah menjalankan urusan pemerintahan daerah berdasarkan
desentralisasi yang di berikan oleh pemerintah pusat negara kesatuan republik
indonesia kepada pemerintah daerah, yang mana desentralisasi tersebut terlaksana
pada daerah otonom. Pemerintah daerah memiliki wewenang yang “hampir”
penuh atas penggunaan sumber-sumber fiskal. Pemerintah daerah melakukan
kontrol terhadap pengeluaran dari seluruh sumber penerimaan. Hal ini meliputi
penerimaan daerah dari pajak dan retribusi, pendapatan dari sumber-sumber daya
alam, dan dana hibah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah telah membawa banyak
perubahan yang mendasar dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di
Indonesia. Hal tersebut antara lain terlihat dari perbaikan formula pengalokasian
commit to user
penyaluran Transfer ke Daerah (DAU, DAK, DBH Pajak, dan DBH SDA) yang
saat ini sudah dilaksanakan langsung dari Rekening Kas Umum Negara di
Bendahara Umum Negara (BUN) ke Rekening Kas Umum Daerah.
Undang-Undang 33 Tahun 2004 telah meletakkan perubahan yang fundamental dalam
pelaksanaan kebijakan desentralisasi, dari yang semula didominasi oleh
Pemerintah Pusat kemudian bergeser dengan memberikan keleluasaan yang lebih
besar kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas
pemerintahan di Daerah. Dengan dilaksanakannya sistem desentralisasi tersebut,
harapan seluruh komponen bangsa tidak hanya ditujukan pada efisiensi alokasi
arus barang publik di Daerah, tetapi juga mendekatkan pada pelayanan kepada
masyarakat lokal, mendorong demokratisasi, mengakomodasi aspirasi Daerah dan
partisipasi masyarakat, serta merekatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah daerah memiliki dua fungsi dalam halini yaitu sebagai
pengawas dan pengatur. Pengawasan yang dilakuakan oleh pemerintah pusat
adalah mengenai urusan pemerintahan yang berdasar pada;
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Perimbangan Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi Dan Perintahan Daerah Kabupaten/Kota
Sedangkan dalam hal mengatur Pemerintah Daerah mengeluarkan
Peraturan Daerah yang mana peraturan tersebut dijadikan dasar dalam
menyusunan APBD. Selain berpedoman pada Peraturan Daerah, penyusunan
APBD juga berpedoman pada;
1. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
3. Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan
Keuangan Negara
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan
Nasional
commit to user
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
7. Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
10.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran2009
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, disebutkan bahwa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). APBD terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah.
Pendapatan daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DP), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah
(LPS). Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh kepala/
pimpinan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD
dan kepala/pimpinan SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
Setelah penyusunan APBD selesai maka tahab selanjutnya adalah pelaksanaan
APBD yang telah di setujui oleh penerintah daerah dan dijalankan pada
commit to user
KERANGKA PEMIKIRAN
BAB III
NKRI
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
1. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
1. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
2. Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan Keuangan Negara
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
6. Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2009
-Otonomi - Desentralisasi
Mengatur DPRD
PERDA
Pelaksanaan APBD APBD
Urusan Pemerintahan
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Pemerintahan Daerah
Pemerintah Daerah
Mengawasi
commit to user BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2009
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal tertuang dalam APBD
(angaran pendapaten dan belanja dareah). Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah menurut Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 58 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah suatu
rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan
Daerah tentang APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan
rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan u