• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Tim Penyusun (Halaman 35-126)

Bagian ini berisi tentang uraian kesimpulan dan rekomendasi terkait resiko bencana banjir Kota Tegal.

Halaman |

28

L a p o r a n A k h i r

BAB 2

GAMBARAN UMUM KOTA TEGAL

Memaparkan kondisi wilayah yang pernah terjadi dan berpotensi terjadi yang menunjukkan dampak bencana yang sangat merugikan (baik dalam hal korban jiwa maupun kehancuran

ekonomi, infrastruktur dan lingkungan). Selain itu secara singkat akan memaparkan data sejarah kebencanaan daerah dan potensi bencana daerah

Kondisi umum kebencanaan Kota Tegal diperlukan sebagai data dasar dalam penyusunan kajian risiko bencana benjir Kota Tegal. Hal mendasar yang perlu diperhatikan terkait dengan kondisi wilayah yang ditinjau dari beberapa aspek akan berpotensi menyebabkan terjadinya bencana. Selain itu perlu dipahami sejarah kejadian yang akan menentukan arah kebijakan penanggulangan bencana di Kota Tegal. Oleh sebab itu perlu penjelasan ringkas terkait dengan gambaran umum daerah, sejarah kejadian serta analisis untuk kejadian banjir yang berpotensi terjadi di Tegal.

GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1.1 Geografis

Kota Tegal berada di jalur pantai utara (pantura) Jawa Tengah, terletak 165 km sebelah barat Kota Semarang atau 329 km sebelah timur Jakarta. terletak di antara 109°08’ - 109°10’ Bujur Timur dan 6°50’ - 6°53’ Lintang selatan, dengan wilayah seluas 39,68 Km² atau kurang lebih 3.968 Hektar. Kota Tegal berada di wilayah Pantura, dari peta orientasi Provinsi Jawa Tengah berada di Wilayah Barat, dengan bentang terjauh utara ke selatan 6,7 Km dan barat ke timur 9,7 Km. Jika dilihat dari rencana tata ruang dan wilayah Kota Tegal maka wilayah administrasi Kota Tegal seperti terlihat pada ganbar berikut ini.

Halaman |

29

L a p o r a n A k h i r

Halaman |

30

L a p o r a n A k h i r

Berdasarkan peta administrasi Kota tegal dapat di lihat gambaran umum luas wilayah Kota Tegal secara administrasi terdiri dari 4 Kecamatan dan 27 kelurahan. Dari gambaran administrasi tersebut dapat dilihat Kota Tegal memiliki batas–batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah Selatan : Kabupaten Tegal - Sebelah Barat : Kabupaten Brebes - Sebelah Timur : Kabupaten Tegal

4 Kecamatan dengan 27 Kelurahan yang ada di Kota Tegal, dengan wilayah Kecamatan terluas Tegal Barat yaitu sebesar 15,13 km2 atau sekitar 38,13% luas wilayah Kota Tegal.

Tabel 2.1

Pembagian Wilayah Administrasi Kota Tegal No Kecamatan Luas

Sumber: Kota Tegal Dalam Angka Tahun 2018

2.1.2 Demografi

Jumlah Penduduk Kota Tegal tahun 2017 sebanyak 248.094 jiwa yang terdiri atas 112.817 jiwa penduduk laki-laki dan 125.277 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2016, penduduk Kota Tegal mengalami pertumbuhan sebesar 0,36 persen. Kepadatan penduduk di Kota Tegal tahun 2017 mencapai 6.252 jiwa/km2. Kecamatan Tegal Timur memiliki kepadatan paling tinggi dibandingkan Kecamatan lain yaitu mencapai 12.360 jiwa/ km2. Kecamatan dengan pertumbuhan paling besar adalah Kecamatan Tegal Timur. Laju pertumbuhan penduduk Tegal Timur per tahun 2010-2016 sebesar 0,81 persen, sedangkan laju pertumbuhan 2016-2017 adalah 0,69 persen.

Halaman |

31

L a p o r a n A k h i r

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kota Tegal Kecamatan Jumlah Sumber: RPJMD Kota Tegal Tahun 2019

Kepadatan penduduk di Kota Tegal tahun 2017 mencapai 6.252 jiwa/km2. Kecamatan Tegal Timur memiliki kepadatan paling tinggi dibanding kecamatan lain yaitu mencapai 12.360 jiwa/km2. Kondisi ini terjadi karena wilayah Tegal Timur merupakan konsentrasi ekonomi, pusat pemerintahan dan pusat pendidikan di Kota Tegal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.3

Kepadatan Penduduk Kota Tegal

Kecamatan Jumlah Sumber: RPJMD Kota Tegal Tahun 2019

Jumlah penduduk di Kota Tegal sebanyak 248.094 jiwa yang terdiri atas 122.817 jiwa penduduk laki-laki dan 125.277 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Halaman |

32

L a p o r a n A k h i r

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kota Tegal

No Kecamatan

Jumlah 143.355 141.464 284.919 Sumber: Disdukcapil Kota Tegal, 2018

2.1.3 Kondisi Pengunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kota Tegal terdiri dari lahan sawah dan lahan bukan sawah. Lahan bukan sawah terdiri dari bangunan/pekarangan, tegal/kebun, tambak, dan lain-lain. Luasan lahan sawah yaitu 732,3 ha, dan lahan bukan sawah yaitu 3.235,7 ha. Dengan rincian penggunaan lahan sebagai berikut:

Tabel 2.5

Luas Penggunaan Lahan Kota Tegal No Kecamatan Lahan sawah

(ha)

Sumber: Kota Tegal Dalam Angka Tahun 2018

2.1.4 Topografi

Kota Tegal memiliki ketinggian dari permukaan laut ± 3 meter, dengan struktur tanah didominasi oleh tanah pasir dan tanah liat. Topografi wilayah ini merupakan dataran rendah dengan hulu sungai ke Laut Jawa. Tidak ada satupun kelurahan yang berada di lereng/puncak maupun lembah. Sedangkan untuk keberadaan sungai, Kota Tegal dialiri lima sungai yang melewati 16 kelurahan (59,26 persen). Lima sungai tersebut adalah Ketiwon, Sibelis, Kaligangsa, Gung dan Kemiri.

Halaman |

33

L a p o r a n A k h i r

2.1.5 Klimatologi

Rata-rata suhu udara di Kota Tegal pada tahun 2017 lebih rendah dibanding tahun 2016.

Pada tahun tersebut, suhu udara terendah berada pada bulan Februari yaitu 25,70 0C, sedangkan suhu tertinggi mencapai 29,50 0 C pada bulan Oktober. Rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari dan Februari yaitu 27,3 0 C. Kondisi tersebut lazim terjadi di wilayah yang berbatasan dengan pantai. Kelembaban udara berkisar antara 71,00% hingga 85,00%, dengan curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun. Curah hujan yang cukup tinggi terjadi di bulan Januari-Februari dan November-Desember. Kondisi tersebut berlawanan dengan persentase penyinaran matahari pada tiap bulannya. Pada bulan dengan curah hujan tinggi, persentase penyinaran matahari cenderung rendah. Sedangkan pada bulan dengan curah hujan rendah, maka persentase penyinaran matahari cukup tinggi.

Kecepatan angin tahun 2017, berkisar antara 3,00 knot (bulan Maret) hingga 5,00 knot (bulan Agustus- Oktober). Angka tersebut cukup rendah jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 kecepatan angin mencapai 4,30 knot, tahun 2016 turun menjadi 3,70 knot. Pada tahun 2017 rata-rata kecepatan angin mengalami mengalami kenaikan yaitu menjadi 4,10 knot.

Halaman |

34

L a p o r a n A k h i r

BAB 3

PENGKAJIAN RISIKO BENCANA BANJIR

Berisi hasil pengkajian risiko bencana banir yang ada pada suatu daerah yang memaparkan indeks dan tingkat bahaya, penduduk terpapar, kerugian fisik, ekonomi, kerusakan lingkungan dan kapasitas untuk setiap bencana di lingkup

kajian

Komponen pengkajian risiko bencana banjir terdiri dari ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Komponen parameter ini digunakan untuk memperoleh tingkat risiko bencana suatu kawasan dengan menghitung potensi jiwa terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Selain tingkat risiko, kajian diharapkan mampu menghasilkan peta risiko untuk setiap bencana yang ada pada suatu kawasan. Kajian dan peta risiko bencana ini harus mampu menjadi dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Di tingkat masyarakat hasil pengkajian diharapkan dapat dijadikan dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana.

Pengkajian risiko bencana untuk mendapatkan peta risiko bencana dilaksanakan dengan menggunakan metode seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1 Metode Pengkajian Risiko Bencana

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No 2 Tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian risiko bencana

Halaman |

35

L a p o r a n A k h i r

Gambar diatas menjelaskan bahwa peta risiko bencana didapatkan untuk diturunkan menjadi sebuah rencana penanggulangan bencana. Peta risiko bencana didapatkan dari penggabungan peta bahaya, kerentanan, dan peta kapasitas. Peta bahaya didapatkan dari komponen probabilitas dan intensitas kejadian bencana. Peta kerentanan terdiri dari komponen sosial budaya, ekonomi, fisik, dan lingkungan. Peta kapasitas dipengaruhi oleh komponen kelembagaan kebijakan, peringatan dini, peningkatan kapasitas, mitigasi, dan kesiapsiagaan.

ANALISIS BAHAYA BANJIR (HAZARD)

Bahaya banjir merupakan kemungkinan wilayah tergenang banjir. Penilaian bahaya banjir ini di dapatkan dari analisis terhadap sebaran wilayah dengan ketinggian rendah dan berbentuk ceruk serta sebaran jaringan sungai. Bahaya banjir ini mempertimbangkan kemungkinan limpasan air dari jaringan sungai utama. Berikut merupakan skema analisis dan rumus bahaya banjir Kota Tegal.

Gambar 3. 1 Skema Analisis Bahaya Banjir Sumber : RBI BNPB, 2016

Dalam melakukan analisis terhadap bahaya banjir, selain pertimbangan atas kondisi

Halaman |

36

L a p o r a n A k h i r

perkotaan dan analisis bahaya banjir dari dokumen rencana tata ruang wilayah Kota Tegal.

Analisis menurut bentang alam merupakan gambaran makro dari bahaya banjir pada suatu wilayah. Sedangkan analisis limpasan drainase perkotaan merupakan pertimbangan mikro dari kemungkinan adanya limpasan pada saluran air pada kawasan perkotaan. Dua hal tersebut merupakan komponen yang saling melengkapi antara aspek makro dan mikro.

Namun demikian akan lebih baik lagi bila ditambahkan dengan aspek Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah. Hal ini karena RTRW dan RPJMD merupakan dokumen legal bagi perencanaan dan pembangunan di Kota Tegal.

A. Potensi Banjir Alami

Bentang alam berupa kawasan sempadan sungai dan topografi wilayah merupakan kanampakan alam yang memiliki potensi membuat suatu kawasan terkena limpasan banjir akibat uapan sungai. Berdasarkan RBI (Risiko Bencana Indonesia), kawasan sempadan sungai yang memiliki potensi terkena limpasan adalah 300 m sebelah kiri dan kanan sungai namun dengan penambahan kriteria berupa topografi dibawah 15 %. Topografi dibawah 15 % dapat terbagi menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah topografi datar. Topografi datar merupakan wilayah dengan kelerengan 0 – 2 %. Sedangkan kategori kedua adalah kelerengan datar bergelombang yaitu bentang alam dengan tingkat kelerengan 2 – 8 %.

Sedangkan kategori terakhir merupakan kelerengan landai. Kelerengan landai memiliki tingkat kelerengan 8 – 15 %. Ketiga wilayah inilah yang merupakan area yang memiliki potensi terdampak banjir bila berada pada kawasan sempadan sungai. Berikut merupakan ilustrasi dari kenampakan wilayah ini.

Gambar 3. 2 Ilustrasi Potensi Banjir Alami Sumber : RBI BNPB, 2016

Halaman |

37

L a p o r a n A k h i r

Berdasarkan ilustrasi tersebut, diketahui bahwa kawasan sempadan sungai yang digolongkan ke dalam kawasan rawan bahaya banjir adalah wilayah dengan kelerengan 0 – 2 %, 2 – 8 % dan 8 – 15 % yang berada pada lingkup 300 m pada sisi kanan dan sisi kiri sungai. Sedangkan wilayah dengan kelerengan diatas 15 % pada wilayah sempadan sungai ini tidak menjadi kawasan dengan potensi banjir. Kota Tegal merupakan wilayah yang dilalui oleh lima sungai utama. Lima sungai tersebut adalah Ketiwon, Kaligangsa, Sibelis, Gung dan Kemiri. Berikut merupakan ilustrasi keempat sungai tersebut.

Sungai Gung Sungai Ketiwon

Sungai Kaligangsa Sungai Sibelis Sungai Kemiri

Gambar 3. 3 Sungai Utama di Kota Tegal Sumber : Observasi Lapangan, 2019

Berdasarkan gambar diatas, diketahui muka sungai di Kota Tegal sangat tinggi hal ini menjadikan wilayah sekitar sungai mudah tergenangi oleh limpasan air sungai. Terlebih lagi, kelerengan di kawasan bibir sungai mayoritas merupakan wilayah dengan kelerengan yang datar. Berdasarkan kondisi ini maka hampir dapat dipastikan apabila kawasan sempadan sungai di Kota Tegal merupakan kawasan yang memiliki bahaya banjir dari kondisi bentang alam. Berikut merupakan hasil analisis GIS atas kelerengan dan sempadan sungai.

Halaman |

38

L a p o r a n A k h i r

Halaman |

39

L a p o r a n A k h i r

B. Potensi Limpasan Drainase Perkotaan

Drainase atau pengatusan adalah pembuangan massa air secara alami atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Pembuangan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam lingkup rekayasa sipil, drainase dibatasi sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal sesuai dengan kepentingan. Dalam tata ruang, drainase berperan penting untuk mengatur pasokan air demi pencegahan banjir.

Pada kondisi empiris pada kawasan permukiman, drainase bukan hanya sebagai bangunan untuk mengalirkan air hujan, namun juga masih banyak saluran yang menjadi satu dengan saluran pembuangan (Grey Water). Gery water merupakan air buangan yang berupa air bekas cucian, air bekas mandi, air bekas memasak. Air tersebut terkontaminasi dengan bahan deterjen dan kimia organik. Kondisi tersebut merupakan salah satu permasalahan karena dapat menjadikan volume drainase melebihi kapasitasnya. Selain itu, bila tersumbatnya saluran maka akan menyebabkan bau. Hal ini karena tertahannya grey water dalam saluran drainase.

Permasalahan lain dari saluran drainase adalah terdapat sampah pada drianase tersebut.

Manajemen sampah yang tidak bagus dapat menyebabkan tersumbatnya sistem drainase, yang bisa menyebabkan meluapnya air akibat berkurangnya debit air yang dapat ditampung dan disalurkan oleh drainase. Permasalahan sampah ini perlu ditangani dengan penggunaan pengolahan sampah dan edukasi atas perilaku persampahan masyarakat.

Drainase di Kota Tegal memiliki kecenderungan untuk melimpaskan air ke jalan. Kondisi ini terjadi karena terdapat beberapa karakteristik seperti:

1. Kecilnya ukuran drainase perkotaan;

2. Terdapat kondisi mampet pada titik – titik drianse khususnya pada wilayah dengan kepadatan permukiman yang tinggi.

3. Adanya sumbatan karena pembuangan sampah tidak pada tempatnya.

Halaman |

40

L a p o r a n A k h i r

Gambar 3. 4 Limpasan Drainase Kota Tegal Sumber : Tim Penyusun, 2019

Dalam melakukan analisis terhadap potensi limpasan drainase, perlu diperhatikan beberapa aspek seperti hal berikut ini.

1. Potensi lahan terbangun yang akan berkembang seiring dengan perencanaan pembangunan;

2. Keberadaan lahan hijau sebagai kawasan infiltrasi air sehingga tidak mudah melimpas ke drainase;

3. Kapasitas drainase perkotaan;

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dasar ruang yang memiliki potensi limpasan drainase adalah rencana pola ruang Kota Tegal pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal tahun 2011 – 2031. Berdasarkan rencana tersebut, target tertinggi dari pengembangan ruang Kota Tegal adalah rencana pola ruang di tahun 2031. Maka berikut merupakan parameter yang menjadi ukuran dalam proyeksi limpasan drainase perkotaan.

1. Permukiman, Pelabuhan dan Fasilitas Kesehatan memiliki koefisien limpasan 0,7;

memiliki koefisien limpasan sebesar 0,4;

2. Fasilitas umum seperti terminal, stasiun, perdagangan jasa, perkantoran, pendidikan dan peribadatan memiliki koefisien 0,6;

3. Ruang Terbuka Hijau, tambak dan sawah memiliki koefisien limpasan 0,10;

4. Fasilitas olehraga memiliki koefisien limpasan sebesar 0,4;

5. Bumi perkemahan memiliki koefisien limpasan 0,2;

Dengan koefisien limpasan tersebut maka berikut merupakan hasil perhitungan analisis potensi banjir akibat limpasan drainase perkotaan di Kota Tegal.

Halaman |

41

L a p o r a n A k h i r

Tabel 3. 1

Perhitungan Kapasitas Drainase Kota Tegal

Kecamatan Potensi Luas Melimpas

Curah Hujan

M3/hari Limpasan Eksisting Sekunder Rencana Sekunder Eksisting Primer Total

Kapasitas Selisih Keterangan Panjang Kapasitas Panjang Kapasitas Panjang Kapasitas

MARGADANA 5.630.532 0,023536 132.520 42.512 34.010 23.946 19.157 4.494 224.700 277.866 145.346 Aman

Halaman |

42

L a p o r a n A k h i r

Kecamatan Potensi Luas Melimpas

Curah Hujan M3/hari

Limpasan Eksisting Sekunder Rencana Sekunder Eksisting Primer Total

Kapasitas Selisih Keterangan Panjang Kapasitas Panjang Kapasitas Panjang Kapasitas

Kalinyamatan Wetan 239.193 0,023536 5.630 761 609 1.087 870 0 0 1.479 -4.151 Genangan

Keturen 260.168 0,023536 6.123 2.192 1.754 1.376 1.101 64 3.200 6.055 -69 Genangan

Randugunting 554.133 0,023536 13.042 4.123 3.298 1.099 879 0 0 4.177 -8.865 Genangan

Tunon 194.652 0,023536 4.581 1.304 1.043 2.018 1.614 0 0 2.657 -1.924 Genangan

TEGAL TIMUR 2.946.682 0,023536 69.353 35.191 28.153 6.304 5.043 6.097 304.850 338.046 268.693 Aman

Kejambon 312.945 0,023536 7.365 1.338 1.070 1.021 817 934 46.700 48.587 41.222 Aman

Mangkukusuman 203.843 0,023536 4.798 4.577 3.661 1.069 855 582 29.100 33.617 28.819 Aman

Mintaragen 775.159 0,023536 18.244 13.727 10.982 764 611 1.145 57.250 68.843 50.599 Aman

Panggung 1.026.797 0,023536 24.167 7.103 5.682 1.444 1.155 2.045 102.250 109.087 84.921 Aman

Slerok 627.938 0,023536 14.779 8.446 6.757 2.006 1.605 1.391 69.550 77.912 63.133 Aman

Grand Total 13.958.915 0,023536 328.537 119.531 95.625 60.134 48.107 21.310 1.065.500 1.335.916 1.007.379 Aman Sumber : Hasil Analisis, 2019

Halaman |

43

L a p o r a n A k h i r

Halaman |

44

L a p o r a n A k h i r

C. Lokasi Rawan Banjir (RPJMD)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Tegal merupakan dokumen legal sebagai acuan dalam pembangunan fisik, ekonomi dan sosial di Kota Tegal. Saat ini dokumen RPJMD Kota Tegal adalah dokumen RPJMD untuk tahun 2019 hingga tahun 2024.

Pada rencana pembangunan tersebut, salah satu pertimbangan adaah adanya isu banjir dan rob di Kota Tegal.

Topografi Kota Tegal termasuk dalam kategori dataran rendah, yaitu memiliki ketinggian antara 0-3 meter diatas permukaan air laut (dpal) menyebabkan Kota Tegal sangat rawan terjadinya bencana seperti genangan, abrasi dan rob. Wilayah rawan bencana di Kota Tegal dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Genangan

Air permukaan yang merupakan salah satu sumber air juga dapat mengakibatkan bencana banjir jika volume air berlimpah dan tidak adanya drainase yang baik akan menyebabkan genangan. Kota Tegal sangat rentan terhadap genangan setiap tahunnya yang disebabkan oleh curah hujan tinggi, drainase yang kurang memadai, dan penurunan muka tanah. Daerah yang rawan terkena genangan ialah Kelurahan Debong Kidul, Kelurahan Tunon, Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kelurahan Sumurpanggang, Kelurahan Pesurungan Kidul, Kelurahan Pesurungan Lor, dan Kelurahan Tegalsari.

b. Abrasi

Abrasi merupakan proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Potensi rawan abrasi di Kota Tegal tergolong rendah dan tidak semua wilayah di Kota Tegal berpotensi abrasi. Daerah yang terkena rawan abrasi ialah sepanjang garis pantai utara di Kota Tegal.Lokasi yang sangat rawan terhadap abrasi ialah Kelurahan Muarareja di Kecamatan Tegal Barat dan Kelurahan Panggung di Kecamatan Tegal Timur. Hal ini selain disebabkan oleh ombak besar dan air laut pasang juga disebabkan karena sebagian ekosistem yang berfungsi sebagai penghalang ombak seperti tanaman mangrove ketika pasang tidak berfungsi atau fungsinya terganggu akibat pengurangan tanaman mangrove yang digunakan untuk aktivitas pembangunan.

Halaman |

45

L a p o r a n A k h i r

c. Rob

Rob merupakan banjir air laut atau naiknya permukaan air laut. Rob terjadi karena air laut yang pasang yang mengenai daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut. Lokasi yang sangat rawan terhadap rob tentunya adalah daerah-daerah di sepanjang pantai, yaitu di Kelurahan Muarareja dan Kelurahan Tegalsari di Kecamatan Tegal Barat serta Kelurahan Mintaragen dan Kelurahan Panggung di Kecamatan Tegal Timur. Secara spasial, wilayah Kota Tegal dengan kondisi rawan bencana berupa genangan adalah seluas 234 Ha, wilayah rawan abrasi seluas 47 Ha, dan wilayah rawan rob seluas 1.261 Ha yang dapat dapat dilihat pada Gambar berikut:

Halaman |

46

L a p o r a n A k h i r

Halaman |

47

L a p o r a n A k h i r

D. Bahaya Banjir Kota Tegal

Bahaya Banjir diperoleh dari Analisis Overley Peta Topografi, Jaringan Sungai, Perhitungan Kapasitas Drainase dan Lokasi Rawan Banjir. Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Tabel 3. 2

Kondisi Potensi Banjir Kota Tegal

Kecamatan – Kelurahan Ringan Sedang Tinggi Total Kecamatan Tegal Selatan 379,98 150,99 106,53 637,50

Kelurahan Kalinyamat Wetan 68,95 8,23 5,98 83,15

Kelurahan Bandung 8,73 44,27 13,06 66,06

Kelurahan Debong Kidul 30,84 15,99 46,83

Kelurahan Tunon 1,01 10,27 39,87 51,15

Kelurahan Keturen 24,26 39,81 12,84 76,91

Kelurahan Debong Kulon 67,47 15,73 4,19 87,39

Kelurahan Debong Tengah 72,82 14,60 87,42

Kelurahan Randugunting 105,90 32,68 138,58

Kecamatan Tegal Timur 592,39 148,27 740,66

Kelurahan Kejambon 84,89 84,89

Kelurahan Slerok 134,40 8,17 142,57

Kelurahan Panggung 204,10 79,41 283,51

Kelurahan Mangkusuman 46,20 46,20

Kelurahan Mintaragen 122,80 60,69 183,49

Kecamatan Tegal Barat 377,64 132,98 698,81 1.209,43 Kelurahan Pesurungan Kidul 33,12 54,84 16,11 104,07

Kelurahan Debong Lor 21,78 27,57 49,35

Kelurahan Kemandungan 16,48 35,13 51,61

Kelurahan Pekauman 101,20 1,10 102,30

Kelurahan Kraton 93,86 13,35 12,50 119,71

Kelurahan Tegalsari 105,90 0,99 132,90 239,79

Kelurahan Muarareja 5,30 537,30 542,60

Kecamatan Margadana 903,96 80,11 345,23 1.329,30

Kelurahan Kaligangsa 268,70 39,75 308,45

Kelurahan Krandon 123,30 26,44 149,74

Kelurahan Cabawan 120,80 29,83 150,63

Kelurahan Margadana 151,10 122,70 273,80

Kelurahan Kalinyamat Kulon 130,90 39,12 170,02 Kelurahan Pesurungan Lor 17,99 80,11 72,57 170,67

Kelurahan Sumurpanggang 91,17 14,82 105,99

Total 2.253,97 364,08 1.298,84 3.916,89

Halaman |

48

L a p o r a n A k h i r

Halaman |

49

L a p o r a n A k h i r

KERENTANAN (VULNAREBILITY)

Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya.

3.2.1 Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial merupakan kondisi kerentanan yang dimana pertimbangan utama merupakan penduduk yang terapar. Pada kerentanan sosial ini parameter yang digunakan adalah kepadatan penduduk pada kawasan bahaya banjir, rasio jenis kelamin, rasio usia rentan, rasio penduduk miskin dan rasio penduduk berkebutuhan husus (penyandang cacat.

Kepadatan penduduk pada area yang memiliki bahaya banjir merupakan variable yang memiliki korelasi bahwa apabila kepadatan penduduk pada suatu area itu tinggi, maka jumlah penduduk yang terpapar akan lebih banyak daripada area dengan kepadatan penduduk yang rendah. Rasio jenis kelamin memiliki korelasi bahwa penduduk dengan gender perempuan cenderung lebih memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menyelamatkan diri jika terjadi bencana. Rasio usia rentan dalam hal ini merupakan rentang usia bayi yaitu 0 – 4 tahun dan rentang usia tua non produktif yaitu diatas 65 tahun. Pada usia ini, penduduk lebih rentan daripada kelompok usia lainnya. Rasio penduduk miskin memiliki korelasi bahwa penduduk dengan kemampuan keuangan yang rendah cenderung tidak dapat bertahan dengan baik bila terjadi bencana. Hal ini karena penduduk miskin kurang memiliki kemampuan dalam membangun kembali atau memperbaiki bangunan atau hunian yang terkena bencana. Sedangkan rasio penduduk cacat merupakan kondisi dimana penyandang disabilitas cenderung rentan terhadap bencana karena memiliki potensi terjebak dalam situasi bencana. Berikut merupakan kerentanan sosial di Kota Tegal.

Halaman |

50

Kondisi Wilayah Kondisi Perhitungan

Luas

(Km2) Bahaya Penduduk Penduduk

Terpapar Kepadatan

Halaman |

51

L a p o r a n A k h i r

No Kecamatan-Kelurahan

Kondisi Wilayah Kondisi Perhitungan

Luas

(Km2) Bahaya Penduduk Penduduk Terpapar Kepadatan Penduduk

Sumber : Hasil Analisis, 2019

Halaman |

52

L a p o r a n A k h i r

Berdasarkan analisis kerentanan sosial, diketahui bahwa kepadatan penduduk pada kawasan bahaya banjir sangat bervariasi. Kepadatan terendah ada di Kelurahan Muarareja yaitu 7 Jiwa/Ha. Sedangkan kepadatan tertinggi ada di Keluarahan Kraton yaitu 170 jiwa/Ha. Pada rasio jenis kelamin, hampir semua kelurahan memiliki penduduk laki-laki yang lebih banyak dibanding perempuan kecuali Kelurahan Kejambon dan Mangkukusuman. Pada rasio usia rentan, kisaran usia rentan di Kota Tegal berada pada posisi 12 sampai 18%. Pada rasio penduduk miskin, kisarannya adalah 8%. Posisi tertinggi terdapat di Kelurahan Kraton yaitu 14,9 %, sedangkan posisi terendah adalah Kelurahan Panggung Kidul yaiu 0,49%. Pada rasio penduduk cacat, semua kelurahan di Kota Tegal berada di bawah 0,5 %. Kondisi tersebut jika dinilai dengan tingkat kerentanan adalah 1 Kalinyamat Wetan Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

2 Bandung Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

8 Randugunting Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

II Tegal Timur Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

1 Kejambon Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

2 Slerok Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

3 Panggung Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

4 Mangkukusuman Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

5 Mintaragen Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

III Tegal Barat Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah 1 Pesurungan Kidul Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

2 Debong Lor Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

3 Kemandungan Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

4 Pekauman Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

5 Kraton Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

Halaman |

53

5 Kalinyamat Kulon Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

6 Sumurpanggang Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

7 Pesurungan Lor Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

Sumber : Hasil Analisis, 2019

Sumber : Hasil Analisis, 2019

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Tim Penyusun (Halaman 35-126)

Dokumen terkait