• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATA PENGANTAR. Tim Penyusun"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Penyusunan Peta Rawan Banjir Kota Tegal Tahun 2019.

Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Laporan Akhir Penyusunan Peta Rawan Banjir Kota Tegal ini disusun untuk menjelaskan tentang kajian risiko bencana banjir yang terdapat di Kota Tegal. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki dokumen ini.

Akhir kata kami berharap semoga hasil dari Pekerjaan “Penyusunan Peta Rawan Banjir Kota Tegal Tahun 2019” ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Demikian atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Tim Penyusun

(3)

Halaman |

iii

L a p o r a n A k h i r

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN...1

LATAR BELAKANG ... 1

MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN PEKERJAAN ... 3

1.2.1 Maksud ... 3

1.2.2 Tujuan ... 3

1.2.3 Sasaran ... 3

RUANG LINGKUP ... 4

1.3.1 Ruang Lingkup Pekerjaan ... 4

1.3.2 Ruang Lingkup Kegiatan ... 4

LANDASAN HUKUM ... 5

PENGERTIAN ... 7

PENDALAMAN MATERI ... 9

1.6.1 Pengertian Banjir ... 9

1.6.2 Jenis Banjir ... 10

1.6.3 Perbedaan Banjir Dan Genangan Serta Penanganannya ... 12

METODE PENYUSUNAN KAJIAN RESIKO BENCANA BANJIR ... 14

1.7.1 Metode Pengumpulan Data ... 14

1.7.2 Tahapan Kegiatan ... 16

1.7.3 Variabel Rawan Bencana Banjir ... 18

1.7.4 Analisis Data Dan Konsep Perencanaan ... 19

1.7.5 Kerangka Pikir Penyusunan Kajian Resiko Bencana Banjir ... 26

SISTEMATIKA PELAPORAN ... 27

BAB 2 GAMBARAN UMUM KOTA TEGAL ... 28

GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 28

(4)

Halaman |

iv

L a p o r a n A k h i r

2.1.2 Demografi ... 30

2.1.3 Kondisi Pengunaan Lahan ... 32

2.1.4 Topografi... 32

2.1.5 Klimatologi ... 33

BAB 3 PENGKAJIAN RISIKO BENCANA BANJIR ... 34

ANALISIS BAHAYA BANJIR (HAZARD) ... 35

KERENTANAN (VULNAREBILITY) ... 49

3.2.1 Kerentanan Sosial ... 49

3.2.2 Kerentanan Fisik... 56

3.2.3 Kerentanan Ekonomi... 62

3.2.4 Kerentanan Lingkungan ... 67

3.2.5 Kerentanan Banjir Kota Tegal ... 76

KAPASITAS ... 79

INDEKS RISIKO BENCANA BANJIR ... 111

BAB 4 PENUTUP ... 114

KESIMPLUAN ... 114

REKOMENDASI ... 115

(5)

Halaman |

v

L a p o r a n A k h i r

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Kebutuhan Data ... 16

Tabel 1. 2 Variabel dan Data ... 18

Tabel 1. 3 Skoring Kerentanan Sosial ... 21

Tabel 1. 4 Skoring Kerentanan Fisik ... 22

Tabel 1. 5 Skoring Kerentanan Ekonomi ... 23

Tabel 1. 6 Skoring Kerentanan Lingkungan ... 24

Tabel 3. 1 Perhitungan Kapasitas Drainase Kota Tegal ... 41

Tabel 3. 2 Kondisi Potensi Banjir Kota Tegal ... 47

Tabel 3. 3 Kerentanan Sosial ... 50

Tabel 3. 4 Tingkat Kerentanan ... 52

Tabel 3. 5 Skor Kerentanan Sosial ... 53

Tabel 3. 6 Kondisi Bangunan di Kawasan Bahaya Banjir ... 56

Tabel 3. 7 Kerugian Fisik Akibat Banjir ... 57

Tabel 3. 8 Kelas Kerentanan Fisik ... 58

Tabel 3. 9 Tingkat Kerentanan Fisik ... 59

Tabel 3. 10 Kerentanan Ekonomi ... 62

Tabel 3. 11 Rincian Kerugian Lahan Produktif ... 64

Tabel 3. 12 Luas Lahan indung Pada Area Bahaya Banjir ... 67

Tabel 3. 13 Kelas Kerugian Lingkungan ... 71

Tabel 3. 14 Kategori Kerentanan Lingkungan ... 73

Tabel 3. 15 Kerentanan Banjir Kota Tegal... 76

Tabel 3. 16 Kondisi Umum Banjir dan Penanganan Oleh Masyarakat ... 101

(6)

Halaman |

vi

L a p o r a n A k h i r

Tabel 3. 18 Kategori Kapasitas ... 108 Tabel 3. 19 Indeks Risiko Banjir Kota Tegal ... 111 Tabel 4. 1 Rekomendasi Jalur Evakuasi ... 116

(7)

Halaman |

vii

L a p o r a n A k h i r

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Skema Analisis Bahaya Banjir ... 19

Gambar 1. 2 Skema Analisis Kerentanan Sosial ... 21

Gambar 1. 3 Skema Analisis Kerentanan Fisik ... 22

Gambar 1. 4 Skema Analisis Kerentanan Ekonomi ... 23

Gambar 1. 5 Skema Analisis Kerentanan Lingkungan ... 24

Gambar 1. 6 Skema Analisis Kapasitas ... 25

Gambar 1. 7 Kerangka Pikir ... 26

Gambar 3. 1 Skema Analisis Bahaya Banjir ... 35

Gambar 3. 2 Ilustrasi Potensi Banjir Alami ... 36

Gambar 3. 3 Sungai Utama di Kota Tegal ... 37

Gambar 3. 4 Limpasan Drainase Kota Tegal... 40

Gambar 3. 5 Titik Banjir di Kelurahan Mangkukusuman ... 80

Gambar 3. 6 Titik Banjir di Kelurahan Panggung ... 81

Gambar 3. 7 Titik Banjir di Kelurahan Mintaragen ... 82

Gambar 3. 8 Titik Banjir di Kelurahan Slerok ... 83

Gambar 3. 9 Titik Banjir di Kelurahan Kejambon ... 84

Gambar 3. 10 Titik Banjir di Kelurahan Randugunting ... 85

Gambar 3. 11 Titik Banjir di Kelurahan Kalinyamat Wetan ... 86

Gambar 3. 12 Titik Banjir di Kelurahan Debong Kidul ... 87

Gambar 3. 13 Titik Banjir di Kelurahan Debong Tengah ... 88

Gambar 3. 14 Titik Banjir di Kelurahan Bandung ... 89

Gambar 3. 15 Titik Banjir di Kelurahan Tunon ... 90

(8)

Halaman |

viii

L a p o r a n A k h i r

Gambar 3. 17 Titik Banjir di Kelurahan Kraton ... 92

Gambar 3. 18 Titik Kumpul Di Kelurahan Tegalsari ... 93

Gambar 3. 19 Titik Kumpul Di Kelurahan Debong Lor ... 94

Gambar 3. 20 Titik Kumpul Di Kantor Kelurahan Pesurungan Kidul ... 95

Gambar 3. 21 Titik Kumpul yaitu Kantor Kelurahan Pekauman ... 96

Gambar 3. 22 Titik Kumpul Pengungsi Banjir Kelurahan Cabawan ... 97

Gambar 3. 23 Titik Kumpul Di Kantor Kelurahan Kalinyamat Kulon ... 100

(9)

Halaman |

1

L a p o r a n A k h i r

BAB 1 PENDAHULUAN

Bagian ini berisi tentang pendahuluan dari buku laporan ini yang memuat latar belakang pelaksanaan pekerjaan, maksud, tujuan dan sasaran penyusunan pekerjaan, ruang dan

sistematika pelaporan

LATAR BELAKANG

encana alam dapat terjadi secara tiba‐tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, di mana akan terjadi dan besaran kekuatannya.

Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunung berapi, tsunami dan anomali cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Berdasarkan Undang‐undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana diharapkan akan semakin efektif, karena Pemerintah dan Pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana dilakukan secara terarah mulai pra- bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. Dalam Undang-Undang 24 Tahun 2007 terdapat 5 indikator utama dalam penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah yaitu:

Jumlah Korban Kerugian harta benda

Kerusakan prasarana dan sarana

Cakupan luas wilayah yang terkena bencana Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan

Penetapan status dan tingkat bencana tersebut diharapkan dapat mengurangi resiko bencana yang terjadi. Jika dilihat lebih lanjut maka hal ini tertuang dalam Undang-Undang 24 Tahun 2007 pada pasal 8 point (c) tentang tugas pemerintah darah yaitu pengurangan

B

(10)

Halaman |

2

L a p o r a n A k h i r

pembangunan. Hal ini membuat Badan Penanggulangan Daerah menyusun kajian resiko bencana banjir.

Banjir dapat disebabkan oleh kondisi alam yang statis seperti geografis, topografis, dan geometri alur sungai. Peristiwa alam yang dinamis seperti curah hujan yang tinggi, pembendungan dari laut/pasang pada sungai induk, amblesan tanah dan pendangkalan akibat sedimentasi, serta aktivitas manusia yang dinamis seperti adanya tata guna di lahan dataran banjir yang tidak sesuai, yaitu: dengan mendirikan pemukiman di bantaran sungai, kurangnya prasarana pengendalian banjir, amblesan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut akibat global warming (Sastrodihardjo, 2012).

Pembangunan fisik yang non-struktur yaitu konservasi lahan dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) berguna untuk menekan besarnya aliran permukaan dan mengendalikan besarnya pendangkalan/sedimentasi di dasar sungai. Upaya lainnya yakni pengelolaan dataran banjir (flood plain management) berupa penataan ruang dan rekayasa sarana dan prasarana pengendali banjir, yang diatur dan disesuaikan sedemikian rupa untuk memperkecil risiko/kerugian/bencana banjir.

Menurut paradigma lama, teknik pengurangan banjir yang umum adalah membuang air hujan secepatnya ke badan air. Teknik ini akan menurunkan kemungkinan terjadi banjir, tetapi meningkatkan kemungkinan bencana kekeringan di musim kemarau.

Pengurangan risiko bencana banjir merupakan bagian dari pengelolan sumber daya air (SDA) yang berbasis wilayah sungai (WS) harus direncanakan dan dilaksanakan secara terintegrasi di dalam suatu WS. Oleh karena itu, pengurangan risiko bencana banjir harus menjadi bagian dari pengelolaan SDA masing-masing WS yang perlu diatur dalam suatu rencana pengelolaan (Masterplan) suatu WS (Tingsanchali, 2012).

Strategi dan kebijakannya harus sejalan dengan aturan yang ada pada UU. No. 7, Tahun 2004 berupa pencegahan bencana secara fisik dan non fisik, penanggulangan bencana, dan pemulihan kondisi setelah bencana. Berbagai strategi yang berupa upaya fisik dan non-fisik yang diaplikasikan guna menanggulangi permasalahan banjir dan kekeringan yang berupa konservasi lahan, pembangunan tampungan air (waduk dan embung), rehabilitasi sungai dan pembangunan polder.

Pengurangan risiko bencana banjir tidak hanya dilakukan dengan pembangunan dan pengaturan bangunan sarana dan prasarana saja. Sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berada pada

(11)

Halaman |

3

L a p o r a n A k h i r

kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan serta menjaga kelestarian lingkungan.

Berdasarkan data yang dihimpun pada bulan februari tahun 2019 terjadi bencana banjir di Kota Tegal dan berdampak pada 10 Kelurahan. Kelurahan yang terdampak ini mayoritas berada di Kecamatan Margasana dan Tegal Barat. Setiap tahun banjir datang pada pertengahan Februari dan muncul genangan yang relatif lama karena menerima kiriman banjir dari Kabupaten Tegal, ditambah rob dari muara (http://jateng.tribunnews.com).

Hal ini tentunya perlu dilakukan suatu kajian mengenai resiko bencana yang ada di Kota Tegal sehingga nantinya dapat diketahui tingkat kerawanan banjir, resiko bencana yang ditimbulkan, dan bagaimana penanganannya kedepan. Dari kajian resiko bencana banjir ini akan diketahui mana saja desa yang terdampak, ancaman besarnya korban, ancaman kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana banjir serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN PEKERJAAN

1.2.1 Maksud

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk menyelenggarakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah tersusunnya dokumen kajian resiko bencana banjir Kota Tegal, yang dapat digunakan sebagai referensi pengambilan kebijakan penenganan dan penanggulangan bencana banjir di Kota Tegal.

1.2.3 Sasaran

Sasaran yang ingin diwujudkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah :

Menganalisis karakteristik geografis yang terkait dengan bencana banjir di Kota Tegal;

Mengidentifikasi jenis, potensi dan ancaman yang dapat menimbulkan terjadinya bencana banjir di Kota Tegal;

Menganalisis indeks ancaman bencana banjir di Kota Tegal;

(12)

Halaman |

4

L a p o r a n A k h i r

Menganalisis indeks kerugian lingkungan di Kota Tegal;

Menganalisis indeks kerentanan ancaman banjir di Kota Tegal;

Menganalisis indeks kapasitas di Kota Tegal;

Menganalisis kajian resiko bencana di Kota Tegal.

RUANG LINGKUP

1.3.1 Ruang Lingkup Pekerjaan

Lingkup pekerjaan dalam kegiatan penyusunan peta rawan banjir yaitu berada di di Kecamatan Tegal Barat, Kecamatan Tegal Timur, Kecamatan Tegal Selatan, Kecamatan Margadana Kota Tegal.

1.3.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Dalam lingkup kegiatan ini akan dijabarkan dalam 2 hal yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup kegiatan.

Ruang lingkup materi:

a. Menganalisis karakteristik geografis yang terkait dengan bencana longsor di Kota Tegal. Analisis ini terkait dengan kondisi fisik yang ada seperti kelerengan, geologi, jenis tanah, dan guna lahan sehingga nantinya dapat diketahui bagaimana karakteristik geografisnya.

b. Mengidentifikasi jenis, potensi dan ancaman yang dapat menimbulkan terjadinya bencana di Kota Tegal. Analisis ini akan ditinjau dari kecamatan dan desa yang terdampak, ancaman internal dan eksternal yang mempengaruhi bencana banjir.

c. Menganalisis kajian resiko bencana banjir sebagai acuan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana banjir di Kota Tegal yang akan berisi mengenai perhitungan indeks ancaman, penduduk terpapar, ekonomi, fisik, kerugian, kerentanan, kapasitas dan resiko bencana.

Ruang lingkup kegiatan:

a. Kegiatan Persiapan

1) Pengumpulan data masukan baik primer maupun sekunder;

2) Melakukan review data dari laporan studi terdahulu untuk mendapatkan rumusan permasalahan dan potensi wilayah studi;

3) Persiapan survey.

(13)

Halaman |

5

L a p o r a n A k h i r

b. Kegiatan survey lapangan

c. Melakukan pengkajian risiko bencana sebagai panduan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyusun kajian mitigasi bencana;

d. Menyusun kajian resiko bencana banjir dengan berfokus kepada perlakuan beberapa parameter risiko dengan dasar yang jelas dan terukur sesuai dengan arah kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam kesatuan tujuan.

LANDASAN HUKUM

Dokumen pembuatan Peta Rawan Banjir Kota Tegal Tahun 2019 disusun berdasarkan landasan hukum yang berlaku di Indonesia dan Kota Tegal. Adapun beberapa aturan yang terkait dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700).

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739).

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844).

7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

(14)

Halaman |

6

L a p o r a n A k h i r

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817).

10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828).

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana.

14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana;

15. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana;

16. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Tengah No 44 tahun 2014 Tentang Rencana Penanggulangan Bencana Jawa Tengah;

17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 9 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Garis Sempadan;

18. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011– 2031;

19. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Tegal Tahun 2019– 2024;

(15)

Halaman |

7

L a p o r a n A k h i r

PENGERTIAN

Untuk memahami Dokumen ini, maka disajikan pengertian-pengertian kata dan kelompok kata sebagai berikut:

1. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, yang selanjutnya disingkat dengan BMKG adalah instansi pemerintah yang bertugas dan bertanggung jawab dibidang meteorologi, klimatologi dan geofisika.

2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB adalah lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah (surface water) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan/aliran dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia dan lingkungan, pemahaman genangan disini adalah terendamnya suatu kawasan lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam.

4. Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran, yang selanjutnya disingkat dengan BPBD-PK adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kota Tegal.

5. Bahaya adalah situasi, kondisi atau karakteristik biologis, klimatologis, geografis, geologis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

6. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

7. Cek Lapangan adalah mekanisme revisi garis maya yang dibuat pada peta berdasarkan perhitungan dan asumsi dengan kondisi sesungguhnya.

8. Geographic Information System, yang selanjutnya disingkat dengan GIS adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis, dan

(16)

Halaman |

8

L a p o r a n A k h i r

muka bumi.

9. Kajian Risiko Bencana yang selanjutnya disingkat dengan KRB adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat ancaman, tingkat kerugian dan kapasitas daerah.

10. Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan tingkat ancaman dan tingkat kerugian daerah akibat bencana.

11. Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

12. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

13. Korban Bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.

14. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

15. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

16. Peta adalah kumpulan dari titik-titik, garis-garis, dan area-area yang didefinisikan oleh lokasinya dengan sistem koordinat tertentu dan oleh atribut nonspasialnya.

17. Peta Risiko Bencana adalah peta yang menggambarkan Tingkat Risiko bencana suatu daerah secara visual berdasarkan Kajian Risiko Bencana suatu daerah.

18. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk

menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

(17)

Halaman |

9

L a p o r a n A k h i r

19. Rencana Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat dengan RPB adalah rencana penyelenggaraan penanggulangan bencana suatu daerah dalam kurun waktu tertentu yang menjadi salah satu dasar pembangunan daerah.

20. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

21. Skala Peta adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sesungguhnya dengan satuan atau teknik tertentu.

22. Tingkat Kerugian adalah potensi kerugian yang mungkin timbul akibat kehancuran fasilitas kritis, fasilitas umum dan rumah penduduk pada zona ketinggian tertentu akibat bencana.

23. Tingkat Risiko adalah perbandingan antara Tingkat Kerugian Daerah dengan Kapasitas Daerah untuk memperkecil Tingkat Kerugian dan Tingkat Ancaman akibat bencana.

PENDALAMAN MATERI

1.6.1 Pengertian Banjir

Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)

Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut. Secara sederhana, segmen aliran

(18)

Halaman |

10

L a p o r a n A k h i r

1) Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.

2) Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan didasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.

3) Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”.

Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya. Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :

1) Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai

“delta sungai.”

2) Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.

1.6.2 Jenis Banjir

Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

1) Banjir air Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu

(19)

Halaman |

11

L a p o r a n A k h i r

menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.

2) Banjir “Cileunang” Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).

3) Banjir bandang Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar.

Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.

4) Banjir rob (laut pasang) Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.

5) Banjir lahar dingin Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin.

Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

6) Banjir lumpur Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo

(20)

Halaman |

12

L a p o r a n A k h i r

1.6.3 Perbedaan Banjir Dan Genangan Serta Penanganannya Banjir

Musim hujan merupakan salah satu musim yang cukup diwaspadai di negara tropis, salah satunya adalah Indonesia. pada saat musim hujan banyak sekali kejadian alam yang sering kita temukan. Salah satunya seperti intensitas hujan yang berlebih dari biasanya, dan dapat menyebabkan dampak buruk pada kehidupan manusia.

Jumlah intensitas hujan pada setiap daerah sendiri kadang tidak sama satu sama lain.

begitu juga dengan efek dari hujan yang datang dengan intensitas yang berlebih dari biasanya. Salah satu hal yang sering kita temukan pada saat hujan datang adalah adanya banjir dan genangan. Kedua hal ini merupakan dampak yang sering terjadi ketika musim hujan tiba.

Genangan

Mungkin, beberapa dari kalian masih merasa susah dan bingung untuk membedakan mengenai banjir dan genangan. Pada dasarnya kedua sama-sama disebabkan oleh curah hujan yang berlebih. Namun, ada beberapa perbedaan banjir dan genangan yang sangat mendasar. Kita selama ini mengenal beberapa jenis-jenis banjir yang sering terjadi. Sebut saja Banjir air, banjir rob, banjir bandang, dan beberapa jenis banjir lain. Namun, untuk genangan sendiri tak ada jenis-jenis khusus yang dapat digunakan untuk membedakannya.

Kali ini kita memang akan membahas mengenai beberapa perbedaan yang sangat mencolok mengenai banjir dan genangan. Meskipun beberapa ciri-ciri daerah rawan banjir, juga bisa diaplikasikan pada genangan. Pada dasarnya perbedaan yang nyata dapat kita bagi menjadi beberapa golongan utama yaitu.

1) Waktu

Perbedaan banjir dan genangan yang pertama akan kita bahas adalah mengenai waktu yang dibutuhkan. Jika membahas mengenai genangan maka waktu yang dibutuhkan bisa dikatakan sangat singkat. Jika setelah hujan air tersebut menggenang dan kemudian surut dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai genangan. Akan tetapi jika air yang menggenang setelah hujan tidak kunjung surut dalam kurun waktu 1×24 jam bahkan terkadang lebih. Maka, kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai fase awal dari banjir itu sendiri. Pada fase ini, biasanya masyarakat akan diminta untuk pindah.

(21)

Halaman |

13

L a p o r a n A k h i r

2) Tinggi

Ketinggian muka air juga bisa kita jadikan sebagai salah satu poin dalam perbedaan banjir dan genangan. Secara normal genangan air hanya memiliki tinggi kurang dari 40 cm. Kecuali jika ada hal-hal lain yang mempengaruhinya. Namun, untuk banjir akan memiliki ketinggian muka air lebih dari 40 cm, bahkan dalam beberapa kasus dapat mencapai hingga 1 meter.

3) Luas Area

Genangan memiliki luasan area yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan banjir.

Genangan mungkin hanya terkonsentrasi pada beberapa bagian saja. Namun, untuk banjir dapat terjadi dalam area yang cukup luas. Pada hal ini bisanya banjir akan menyebabkan dampak yang cukup buruk terutama dampak banjir terhadap ekonomi yang sering kita temui

A. Penyebab Terjadinya Banjir

Pada dasarnya penyebab kedua hal ini tak berbeda jauh berbeda satu sama lain. Namun, ada hal-hal yang sangat mendasar dari keduanya, seperti

1) Banjir

Banjir lebih banyak didominasi oleh faktor alam yang mendukungnya. Meskipun ada beberapa faktor yang disebabkan juga oleh tindakan yang dilakukan oleh manusia. Salah satu hal yang dapat menyebabkan banjir adalah kemampuan penyerapan air oleh tanah yang jauh berkurang. Selain itu terkadang intensitas hujan yang berlebih sehingga menyebabkan penampungan air menjadi over capacity. Namun, bisa juga banjir disebabkan oleh adanya gangguan pada saluran penampung air. Hal ini bisanya banyak terjadi di kota-kota besar. Sampah merupakan salah satu penyebab banjir yang bisa dikatakan cukup sering dan menjadi perhatian penting. Kerusakan DAS juga merupakan hal yang bisa memicu banjir bandang, pada beberapa daerah.

2) Genangan

Untuk genangan sendiri penyebabnya bisa dikatakan lebih sederhana dalam kontes yang tak dipengaruhi oleh faktur luas. Genangan bisa saja timbul apabila saluran drainase mengalami masalah dan kendala. Sehingga menyebabkan air hujan tidak dapat disalurkan secara sempurna melalui parit-parit yang ada. Penyebab dari gangguan sistem drainase ini sendiri, kembali disebabkan oleh penumpukan sampah yang berlebih.

(22)

Halaman |

14

L a p o r a n A k h i r

B. Penanganan Terjadinya Banjir

Untuk penanganan sendiri dua hal ini akan memberikan tindakan yang sangat berbeda jauh. Penangan pada kejadian banjir dan genangan ini seperti

1) Banjir

Seperti yang telah dikatakan bahwa banjir terkadang memiliki area dampak yang sangat luas. Hal ini juga berhubungan dengan penyebab dari banjir itu sendiri. Pada dasarnya ada banyak sekali cara pencegahan banjir. Selain itu pemerintah sendiri juga menaruh perhatian besar pada kejadian ini. ada beberapa cara menanggulangi banjir oleh pemerintah. Beberapa hal yang bisa dilakukan seperti:

• Memperbaiki sistem drainase

• Peningkatan daya serap tanah

• Perbaikan pada sistem DAS

• Pembenahan dalam penanganan masalah sampah

Beberapa cara di atas adalah tindakan yang sangat umum digunakan oleh pemerintah 2) Genangan

Untuk penanggulangan pada masalah genangan sendiri ada beberapa hal yang bisa kita lakukan seperti:

• Memperbaiki sistem drainase daerah

• Pembersihan saluran air dari sampah

• Pembenahan sistem pembuangan sampah

• Perbaikan beberapa jalan kota yang berlubang

Pada dasarnya ada banyak sekali cara pencegahan banjir dan genangan yang bisa kita lakukan. Pencegahan ini alangkah baiknya jika dilakukan ketika musim hujan belum datang. Namun, ketika tindakan pencegahan ini hanya dilakukan ketika musim hujan tiba, efek positif yang dihasilkan pun tidak akan sepenuhnya bisa dirasakan.

METODE PENYUSUNAN KAJIAN RESIKO BENCANA BANJIR

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Salah satu komponen yang penting dalam proses studi adalah dalam pengumpulan data.

Kesalahan yang dilakukan dalam proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit. Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar.

(23)

Halaman |

15

L a p o r a n A k h i r

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Sementara itu instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen pengumpulan data dapat berupa kuesioner, alat ukur hingga kamera untuk foto atau untuk merekam gambar.

Ada berbagai metode pengumpulan data yang dapat dilakukan dalam pekerjaan ini. Metode pengumpulan data ini dapat digunakan secara sendiri-sendiri, namun dapat pula digunakan dengan menggabungkan dua metode atau lebih.

Beberapa metode pengumpulan data antara lain:

Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks karena melibatkan berbagai faktor dalam pelaksanaannya. Metode pengumpulan data observasi tidak hanya mengukur sikap dari responden, namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi dan keadaan terkini.

Terkait penyusunan peta rawan banjir ini, metode pengumpulan data melalui observasi dilakukan terhadap pengamatan lapangan dari variable rawan kebencanaan banjir.

Dalam observasi ini akan didukung dengan foto/dokumentasi dan data-data yang mendukung variable rawan kebencanaan banjir.

Angket (kuesioner)

Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang lebih efisien bila peneliti telah mengetahui dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari responden. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Terkait pekerjaan ini, metode pengumpulan data melalui kuesioner digunakan untuk menentukan variable kapasitas yang terdiri atas pengetahuan kebencanaan, rencana aksi, kearifan lokal, kepemimpinan, informasi kebencanaan, dan fasilitasi.

Kebutuhan Data;

Kegiatan Kajian Risiko Bencana Banjir Kota Tegal membutuhkan input data agar dapat menginformasikan indeks risiko bahaya Banjir di Kota Tegal secara tepat. Dalam

(24)

Halaman |

16

L a p o r a n A k h i r

Hal tersebut dikarenakan tiap substansi memiliki tumpuan data yang berbeda.

Kebutuhan data ini disusun dengan mengacu teknik pengumpulan data yang digunakan.

Berikut merupakan kebutuhan data kegiatan penyusunan Kajian Risiko Bencana Banjir Kota Tegal.

Tabel 1. 1 Kebutuhan Data

No Variabel Data Bentuk

Data

Teknik Pengumpulan

Data Sumber Data

1 Bahaya (Hazard)

Citra Topografi (DEM)

Citra

Satelit Sekunder USGS

Sebaran Sungai shp Sekunder (Instansional) Dinas Tata Kota Sebaran DAS shp Sekunder (Instansional) Dinas PU-SDA Sebaran Drainase shp Sekunder (Instansional) Dinas PU-SDA

Kapasitas

Drainase Numerik Sekunder (Instansional) Dinas PU-SDA

2 Kerentanan (Vulnerability)

Peta Administrasi

Kelurahan shp Sekunder (Instansional) Dinas Tata Kota Peta Sebaran

Permukiman shp Sekunder (Instansional) Dinas Tata Kota Peta Sebaran

Jenis Bangunan shp Sekunder (Instansional) Dinas Tata Kota Kependudukan statistik Sekunder (Instansional) BPS Peta Penggunaan

Lahan shp Sekunder (Instansional) Dinas Tata Kota PDRB Kecamatan statistik Sekunder (Instansional) BPS Kawasan Lindung shp Sekunder (Instansional) Dinas Tata Kota

3 Kapasitas (Capacity)

Pengetahuan

Lebencanaan narasi Primer (Kuesioner) Lapangan Rencana Aksi narasi Primer (Kuesioner) Lapangan Kearifan Lokal narasi Primer (Kuesioner) Lapangan Kepemimpinan narasi Primer (Kuesioner) Lapangan

Informasi

Kebencanaan narasi Primer (Kuesioner) Lapangan Fasilitasi narasi Primer (Kuesioner) Lapangan Sumber : Tim Penyusun, 2019

1.7.2 Tahapan Kegiatan

Dalam rangka memenuhi target sasaran sesuai dengan yang dipersyaratkan, berikut rincian tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan:

(25)

Halaman |

17

L a p o r a n A k h i r

Rapat Koordinasi Awal

Segera setelah proses kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan pihak penyedia jasa/konsultan selesai, diadakan rapat awal untuk koordinasi sebelum memulai pekerjaan. Pada rapat tersebut akan disampaikan hal-hal sebagai berikut:

a. Penjelasan lingkup tugas konsultan;

b. Penjelasan tahapankegiatanyangharus dilaksanakan;

c. Jadwal penyampaian dan pembahasan laporan; dan d. Perkenalan tenaga ahli Tim Konsultan.

Penyusunan Laporan Pendahuluan

Segera setelah rapat koordinasi awal, tim konsultan segera menyusun Laporan Pendahuluan, serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Laporan Pendahuluan yang setidaknya memuat substansi sesuai dengan ketentuan mengenai isi materi laporan.

Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan

Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tim tenaga ahli konsultan segera mengagendakan dan menyelenggarakan Rapat Laporan Pendahuluan dengan mengundang seluruh tim teknis.

Pelaksanaan Survei

Pelaksanaan survei merupakan kegiatan inventarisasi data. Survei dilakukan secara primer dan sekunder. Survei primer dilakukan dengan observasi dan kuesioner.

Sedangkan survei sekunder dilakukan dengan instansional.

Analisis Data

Kegiatan analisis data merupakan kegiatan mengolah data menjadi informasi yang diperlukan dalam studi ini. Secara umum, alat analisis yang dipakai adalah buffer, overley, kernel densty dan normative komparatif.

Penyusunan Laporan Akhir

Tim tenaga ahli konsultan segera menyusun Laporan Akhir serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Pembahasan Laporan Akhir yang memuat data dan hasil survei, analisa dan penyusunan Penentuan persyaratan dan lokasi

Rapat Pembahasan Laporan Akhir

Pada tahap ini tim tenaga ahli konsultan menyampaikan paparan yang lengkap dan utuh mencakup keseluruhan dokumen

(26)

Halaman |

18

L a p o r a n A k h i r

Penyempurnaan Laporan Akhir

Segera setelah pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Akhir, tim tenaga ahli konsultan segera bekerja menyempurnakan seluruh dokumen berdasarkan catatan, usulan, dan masukan dalam rapat pembahasan Laporan Akhir.

1.7.3 Variabel Rawan Bencana Banjir

Dalam melakukan inventarisasi data, kebutuhan data hendaknya didasarkan pada variabel yang jelas dan bersumber dari teori maupun pedoman teknis terkait dengan kriteria lokasi fasilitas pendidikan. Berikut merupakan variabel yang menjadi dasar dalam penyusunan kebutuhan data.

Tabel 1. 2 Variabel dan Data

No Variabel Parameter Indikator Data

1 Bahaya (Hazard)

Topografi Kawasan Topografi Cekungan

Citra Topografi (DEM)

Hidrologi

Wilayah Aliran Sungai Sebaran Sungai Sebaran DAS Drainase Perkotaan

Sebaran Drainase Kapasitas

Drainase

2 Kerentanan (Vulnerability)

Fisik Potensi Kerugian Bangunan Terdampak

Peta Administrasi Kelurahan Peta Sebaran

Permukiman Peta Sebaran Jenis Bangunan Sosial Jumlah dan Komosisi

Penduduk Terdampak Kependudukan Ekonomi Potensi Kerugian Ekonomi

Akibat Bencana

Peta Penggunaan Lahan PDRB Kecamatan Lingkungan Potensi Kerugian Lingkungan

Dampak Bencana

Peta Kawasan Lindung

3 Kapasitas (Capacity)

Individu Kapasitas Individu

Pengetahuan Lebencanaan Rencana Aksi Kearifan Lokal

Masyarakat Kapasitas Masyarakat

Kepemimpinan Informasi Kebencanaan

Fasilitasi Sumber : Tim Penyusun, 2019

(27)

Halaman |

19

L a p o r a n A k h i r

1.7.4 Analisis Data Dan Konsep Perencanaan

Analisis data merupakan tahapan untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat sebagai input dan pertimbangan penyusunan rencana. Analisis data dilakukan dengan beberapa alat analisis seperti Kajian Risiko Bencana Banjir Kota Tegal Kajian Risiko Bencana Banjir Kota Tegal sebagai berikut.

A. Analisis Bahaya Banjir (Hazard)

Bahaya banjir merupakan kemungkinan wilayah tergenang banjir. Penilaian bahaya banjir ini di dapatkan dari analisis terhadap sebaran wilayah dengan ketinggian rendah dan berbentuk ceruk serta sebaran jaringan sungai. Bahaya banjir ini mempertimbangkan kemungkinan limpasan air dari jaringan sungai utama. Berikut merupakan skema analisis dan rumus bahaya banjir Kota Tegal.

Gambar 1. 1 Skema Analisis Bahaya Banjir Sumber : RBI BNPB, 2016

𝑻𝒍𝒎 = 𝑳𝒐𝒈 𝒂 𝒏𝒅 𝑻𝒂𝒏 𝑩

(28)

Halaman |

20

L a p o r a n A k h i r

𝑇𝑎𝑛 𝐵 = Lereng Analisis DEM) 𝑛 = Eksponen

𝑎 = Luas Area Lereng B 𝑑 = Derajat Eksponen

Selain berdasar sebaran sungai utama, risiko banjir juga didekati dengan kapasitas drainase terhadap kemungkinan limpasan air dari wilayah permukiman dan guna lahan lainnya. Di sisi lain, Kota Tegal memiliki wilayah laut, dan juga dipertimbangkan bahaya banjir rob.

Berikut merupakan perhitungan potensi banjir perkotaan.

(1) 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 = Debit Limpasan (Qr) − Kapasitas Drainase (Qs) (2) Qr (m3

dt) = C x I x A x 1

3,6

𝐶 = Koefisien Limpasan 𝐼 = Intensitas Hujan (mm

Jam) 𝐴 = Luas Area

(3) Qs = Aw x V

𝐴𝑤 = Luas Penampang Basah (m2) 𝑉 = Kecepatan Aliran (m

dt) (4) V = i

nx R23x s12

𝑉 = Kecepatan Aliran (m dt) 𝑖 = Kemiringan Saluran (%)

𝑛 = Koefisien Kekerasan Dinding Saluran (m dt)

𝑆 = Kemiringan Melintang Normal Perkerasan Jalan (%) (5) R = Aw/P

𝐴𝑤 = Luas Penampang Basah (m2) 𝑃 = Keliling Penampang Basah (m) Sumber : Ringkasan Penyusun, 2019

B. Analisis Kerentanan Banjir (Vulnerability) 1) Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial merupakan tingkat kerentanan dalam konteks sosial kependudukan bila terjadi bencana. Pada konteks ini dihitung banyaknya penduduk

(29)

Halaman |

21

L a p o r a n A k h i r

yang memiliki risiko terdampak dan terkena bahaya banjir pada suatu wilayah.

Berikut merupakan skema analisis kerentanan sosial bencana banjir Kota Tegal.

Gambar 1. 2 Skema Analisis Kerentanan Sosial Sumber : RBI BNPB, 2016

Tabel 1. 3

Skoring Kerentanan Sosial

No Parameter Bobot Kelas

Rendah Sedang Tinggi 1 Kepadatan

Penduduk 60 % < 5 jiwa/ha 5– 10 jiwa/ha > 10 jiwa/ha 2 Rasio Jenis

Kelamin 10 % >40 20 - 40 < 20

3

Rasio Kelompok Umur Rentan

10 % < 20 20 - 40 >40

4

Rasio Penduduk Miskin

10 % < 20 20 - 40 >40

5

Rasio Penduduk Bekebutuhan Khusus

10 % < 20 20 - 40 >40

Sumber : RBI BNPB, 2016

2) Kerentanan Fisik

Kerentanan fisk merupakan tingkat kerentanan dalam koteks fisik bangunan bila terjadi bencana. Pada konteks ini dihitung banyaknya kerugian atas kerusakan fisik akibat terdampak dan terkena bahaya banjir pada suatu wilayah. Berikut merupakan

(30)

Halaman |

22

L a p o r a n A k h i r

Gambar 1. 3 Skema Analisis Kerentanan Fisik Sumber : RBI BNPB, 2016

Tabel 1. 4

Skoring Kerentanan Fisik

No Parameter Bobot Kelas

Rendah Sedang Tinggi 1 Rumah 30 % < 400 juta 400 – 800 juta > 800 juta 2 Fasilitas

Umum 40 % < 500 juta 500 juta – 1 M > 1 M 3 Fasilitas Kritis 40 % < 500 juta 500 juta – 1 M > 1 M Sumber : RBI BNPB, 2016

3) Kerentanan Ekonomi

Kerentanan ekonomi merupakan tingkat kerentanan dalam knteks ekonomi wilayah bila terjadi bencana. Pada konteks ini dihitung banyaknya kerugian atas kerusakan lahan produktif akibat terdampak dan terkena bahaya banjir pada suatu wilayah.

Berikut merupakan skema analisis kerentanan ekonomi bencana banjir Kota Tegal.

(31)

Halaman |

23

L a p o r a n A k h i r

Gambar 1. 4 Skema Analisis Kerentanan Ekonomi Sumber : RBI BNPB, 2016

Tabel 1. 5

Skoring Kerentanan Ekonomi

No Parameter Bobot Kelas

Rendah Sedang Tinggi

1 Lahan

Produktif 60 % < 50 juta 50 – 200 juta > 200 juta 2 PDRB 40 % < 100 juta 100– 300 juta > 300 juta Sumber : RBI BNPB, 2016

4) Kerentanan Lingkungan

Kerentanan lingkungan merupakan tingkat kerentanan dalam knteks jasa lingkungan bila terjadi bencana. Pada konteks ini dihitung banyaknya kerugian atas kerusakan lahan pendukung ekologi wilayah akibat terdampak dan terkena bahaya banjir pada suatu wilayah. Berikut merupakan skema analisis kerentanan lingkungan bencana banjir Kota Tegal.

(32)

Halaman |

24

L a p o r a n A k h i r

Gambar 1. 5 Skema Analisis Kerentanan Lingkungan Sumber : RBI BNPB, 2016

Tabel 1. 6

Skoring Kerentanan Lingkungan

No Parameter Bobot Kelas

Rendah Sedang Tinggi

1 Hutan

Lindung 60 % < 20 Ha 20– 50 ha > 50 ha 2 Hutan Alam 10 % < 25 Ha 25– 75 ha > 75 ha 3 Hutan Bakau 10 % < 10 Ha 10– 30 ha > 30 ha

4 Semak

Belukar 10 % < 10 Ha 10– 30 ha > 30 ha

5 Rawa 10 % < 5 Ha 5– 20 ha > 20 ha

Sumber : RBI BNPB, 2016

Dalam menghitung kerentanan secara keseluruhan dalam konteks bencana banjir, maka dapat dihitung dengan rumus berikut.

𝑰𝑲𝑩 = 𝟒𝟎 % 𝒙 𝑰𝑲𝑺 + 𝟐𝟓 % 𝒙 𝑰𝑲𝑭 + 𝟐𝟓 % 𝒙 𝑰𝑲𝑬 + 𝟏𝟎 % 𝒙 𝑰𝑲𝑳 𝐼𝐾𝐵 = Indeks Kerentanan Banjir

𝐼𝐾𝑆 = Indeks Kerentanan Sosial

𝐼𝐾𝐹 = Indeks Kerentanan Fisik

(33)

Halaman |

25

L a p o r a n A k h i r

𝐼𝐾𝐸 = Indeks Kerentanan Ekonomi 𝐼𝐾𝐿 = Indeks Kerentanan Lingkungan

Sumber : RBI BNPB, 2016

C. Analisis Kapasitas (Capacity)

Kapasitas merupakan tingkat kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Kapasitas ini terbagi menjadi kapasitas individu dan kapasitas Lembaga. Kapasitas individu meliputi tingkat pengetahuan, rencana aksi penanganan banjir oleh individu dan kearifan lokal yang dimiliki dan dilestarikan individu dalam menanggulangi banjir. Sedangkan kapasitas lembaga merupakan kemampuan lembaga masyarakat dalam menanggulangi banjir. Kapasitas masyarakat meliputi kepemimpinan, ketersediaan informasi benana dan fasilitasi terhadap kejadian bencana.

Gambar 1. 6 Skema Analisis Kapasitas Sumber: RBI BNPB, 2016

D. Analisis Indeks Resiko Kebencanaan

Indeks kebencanaan merupakan parameter tingkat risiko bencana banjir pada suatu wilayah. Indeks risiko banjir merupakan rasio antara bahaya dan kerentanan terhadap kapasitas. Artinya risiko banjir berbanding lurus dengan tingkat bahaya dan krentanan.

Semakin besar bahaya dan kerentanan semakin besar risiko banjir. Sedangkan kapasitas berbanding terbalik dengan risiko banjir. Semakin besar kapasitas masyarakat dalam menghadapi banjir, semakin kecil indeks risiko banjir. Berikut merupakan rumus indek risiko bencana.

(34)

Halaman |

26

L a p o r a n A k h i r

𝑹𝒊𝒔𝒌 = 𝐇𝐚𝐳𝐚𝐫𝐝 𝐱 𝐕𝐮𝐥𝐧𝐞𝐫𝐚𝐛𝐢𝐥𝐢𝐭𝐲 𝐂𝐚𝐩𝐚𝐜𝐢𝐭𝐲 Sumber: RBI BNPB, 2016

1.7.5 Kerangka Pikir Penyusunan Kajian Resiko Bencana Banjir

Kota Tegal memiliki wilayah yang berbatasan dengan laut jawa dan memiliki intensitas bangunan yang tinggi. Pada sisi laut, potensi rob mungkin dapat terjadi bila gelombang pasang. Pada sisi daratan, limpasan sungai dan drainase perkotaan juga mengandung potensi bahaya banjir. Guna menanggulangi dan memitigasi bahaya bencana banjir ini maka diperlukan acuan yang jelas dan terukur. Maka dari itu perlu disusun kajian indeks risiko banjir di Kota Tegal. Kajian ini membandingkan antara bahaya dan kerentanan dengan kapasitas ketahanan bencana. Semakin besar kapasitas dalam menghadapi bencana maka semakin kecil indeks risiko bencana. Semakin besar bahaya dan kerentanan maka semakin besar risiko bencana banjir di wilayah tersebut.Berikut merupakan alur piker kajian risiko bencana Banjir Kota Tegal ini.

Gambar 1. 7 Kerangka Pikir Sumber : Tim Penyusun, 2019

(35)

Halaman |

27

L a p o r a n A k h i r

SISTEMATIKA PELAPORAN

Sistematika pelaporan pada tahap ini adalah sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan

Bagian ini berisi tentang pendahuluan dari buku laporan ini yang memuat latar belakang pelaksanaan pekerjaan, maksud, tujuan dan sasaran penyusunan pekerjaan, ruang lingkup pekerjaan, metode pengkajian dan sistematika pelaporan.

Bab 2 : Gambaran Umum Kota Tegal

Memaparkan kondisi ke-wilayahan Kota tegal yang pernah terjadi banjir dan berpotensi terjadi banjir, dengan menunjukkan dampak bencana banjir yang sangat merugikan (baik dalam hal korban jiwa maupun kehancuran ekonomi, infrastruktur dan lingkungan). Selain itu secara singkat akan memaparkan data sejarah kebencanaan daerah dan potensi bencana daerah yang didasari oleh data informasi bencan indonesia dan daerah.

Bab 3 : Pengkajian Risiko Bencana Banjir

Berisi hasil pengkajian risiko bencana banjir yang ada pada Kota Tegal dengan memaparkan indeks dan tingkat bahaya, penduduk terpapar, kerugian fisik, ekonomi, kerusakan lingkungan dan kapasitas, serta indeks resiko bencana banjir.

Bab 4 : Penutup

Bagian ini berisi tentang uraian kesimpulan dan rekomendasi terkait resiko bencana banjir Kota Tegal.

(36)

Halaman |

28

L a p o r a n A k h i r

BAB 2

GAMBARAN UMUM KOTA TEGAL

Memaparkan kondisi wilayah yang pernah terjadi dan berpotensi terjadi yang menunjukkan dampak bencana yang sangat merugikan (baik dalam hal korban jiwa maupun kehancuran

ekonomi, infrastruktur dan lingkungan). Selain itu secara singkat akan memaparkan data sejarah kebencanaan daerah dan potensi bencana daerah

Kondisi umum kebencanaan Kota Tegal diperlukan sebagai data dasar dalam penyusunan kajian risiko bencana benjir Kota Tegal. Hal mendasar yang perlu diperhatikan terkait dengan kondisi wilayah yang ditinjau dari beberapa aspek akan berpotensi menyebabkan terjadinya bencana. Selain itu perlu dipahami sejarah kejadian yang akan menentukan arah kebijakan penanggulangan bencana di Kota Tegal. Oleh sebab itu perlu penjelasan ringkas terkait dengan gambaran umum daerah, sejarah kejadian serta analisis untuk kejadian banjir yang berpotensi terjadi di Tegal.

GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1.1 Geografis

Kota Tegal berada di jalur pantai utara (pantura) Jawa Tengah, terletak 165 km sebelah barat Kota Semarang atau 329 km sebelah timur Jakarta. terletak di antara 109°08’ - 109°10’ Bujur Timur dan 6°50’ - 6°53’ Lintang selatan, dengan wilayah seluas 39,68 Km² atau kurang lebih 3.968 Hektar. Kota Tegal berada di wilayah Pantura, dari peta orientasi Provinsi Jawa Tengah berada di Wilayah Barat, dengan bentang terjauh utara ke selatan 6,7 Km dan barat ke timur 9,7 Km. Jika dilihat dari rencana tata ruang dan wilayah Kota Tegal maka wilayah administrasi Kota Tegal seperti terlihat pada ganbar berikut ini.

(37)

Halaman |

29

L a p o r a n A k h i r

(38)

Halaman |

30

L a p o r a n A k h i r

Berdasarkan peta administrasi Kota tegal dapat di lihat gambaran umum luas wilayah Kota Tegal secara administrasi terdiri dari 4 Kecamatan dan 27 kelurahan. Dari gambaran administrasi tersebut dapat dilihat Kota Tegal memiliki batas–batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah Selatan : Kabupaten Tegal - Sebelah Barat : Kabupaten Brebes - Sebelah Timur : Kabupaten Tegal

4 Kecamatan dengan 27 Kelurahan yang ada di Kota Tegal, dengan wilayah Kecamatan terluas Tegal Barat yaitu sebesar 15,13 km2 atau sekitar 38,13% luas wilayah Kota Tegal.

Tabel 2.1

Pembagian Wilayah Administrasi Kota Tegal No Kecamatan Luas

(km2)

Persentase (%)

1 Tegal Selatan 6,43 16,20

2 Tegal Timur 6,36 16,03

3 Tegal Barat 15,13 38,13

4 Margadana 11,76 29,64

Jumlah 39,68 100

Sumber: Kota Tegal Dalam Angka Tahun 2018

2.1.2 Demografi

Jumlah Penduduk Kota Tegal tahun 2017 sebanyak 248.094 jiwa yang terdiri atas 112.817 jiwa penduduk laki-laki dan 125.277 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2016, penduduk Kota Tegal mengalami pertumbuhan sebesar 0,36 persen. Kepadatan penduduk di Kota Tegal tahun 2017 mencapai 6.252 jiwa/km2. Kecamatan Tegal Timur memiliki kepadatan paling tinggi dibandingkan Kecamatan lain yaitu mencapai 12.360 jiwa/ km2. Kecamatan dengan pertumbuhan paling besar adalah Kecamatan Tegal Timur. Laju pertumbuhan penduduk Tegal Timur per tahun 2010-2016 sebesar 0,81 persen, sedangkan laju pertumbuhan 2016-2017 adalah 0,69 persen.

(39)

Halaman |

31

L a p o r a n A k h i r

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kota Tegal Kecamatan Jumlah

Penduduk

Laju Pertumbuhan Penduduk (%) (2016 - 2017)

Tegal Selatan 59.570 0,34

Tegal Timur 78.609 0,69

Tegal Barat 63.932 0,19

Margadana 45.983 0,03

Kota Tegal 248.094 0,36 Sumber: RPJMD Kota Tegal Tahun 2019

Kepadatan penduduk di Kota Tegal tahun 2017 mencapai 6.252 jiwa/km2. Kecamatan Tegal Timur memiliki kepadatan paling tinggi dibanding kecamatan lain yaitu mencapai 12.360 jiwa/km2. Kondisi ini terjadi karena wilayah Tegal Timur merupakan konsentrasi ekonomi, pusat pemerintahan dan pusat pendidikan di Kota Tegal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.3

Kepadatan Penduduk Kota Tegal

Kecamatan Jumlah Penduduk

Persentase Penduduk

Kepadatan Penduduk per Km2

Tegal Selatan 59.570 24,01 9.264

Tegal Timur 78.609 31,69 12.360

Tegal Barat 63.932 25,77 4.226

Margadana 45.983 18,53 3.910

Kota Tegal 248.094 100 6.252 Sumber: RPJMD Kota Tegal Tahun 2019

Jumlah penduduk di Kota Tegal sebanyak 248.094 jiwa yang terdiri atas 122.817 jiwa penduduk laki-laki dan 125.277 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(40)

Halaman |

32

L a p o r a n A k h i r

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kota Tegal

No Kecamatan

Jenis Kelamin

Jumlah (jiwa) Laki-laki

(jiwa) Perempuan (jiwa)

1 Tegal Selatan 35.206 34.193 69.399 2 Tegal Timur 42.001 42.296 84.297 3 Tegal Barat 34.926 34.553 69.479

4 Margadana 31.322 30.422 61.744

Jumlah 143.355 141.464 284.919 Sumber: Disdukcapil Kota Tegal, 2018

2.1.3 Kondisi Pengunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kota Tegal terdiri dari lahan sawah dan lahan bukan sawah. Lahan bukan sawah terdiri dari bangunan/pekarangan, tegal/kebun, tambak, dan lain-lain. Luasan lahan sawah yaitu 732,3 ha, dan lahan bukan sawah yaitu 3.235,7 ha. Dengan rincian penggunaan lahan sebagai berikut:

Tabel 2.5

Luas Penggunaan Lahan Kota Tegal No Kecamatan Lahan sawah

(ha)

Lahan bukan sawah (ha)

1 Tegal Selatan 133,30 509,70

2 Tegal Timur 19,00 617,00

3 Tegal Barat 49,00 1.464,00

4 Margadana 531,00 645,00

Jumlah 732,30 3.235,70

Sumber: Kota Tegal Dalam Angka Tahun 2018

2.1.4 Topografi

Kota Tegal memiliki ketinggian dari permukaan laut ± 3 meter, dengan struktur tanah didominasi oleh tanah pasir dan tanah liat. Topografi wilayah ini merupakan dataran rendah dengan hulu sungai ke Laut Jawa. Tidak ada satupun kelurahan yang berada di lereng/puncak maupun lembah. Sedangkan untuk keberadaan sungai, Kota Tegal dialiri lima sungai yang melewati 16 kelurahan (59,26 persen). Lima sungai tersebut adalah Ketiwon, Sibelis, Kaligangsa, Gung dan Kemiri.

(41)

Halaman |

33

L a p o r a n A k h i r

2.1.5 Klimatologi

Rata-rata suhu udara di Kota Tegal pada tahun 2017 lebih rendah dibanding tahun 2016.

Pada tahun tersebut, suhu udara terendah berada pada bulan Februari yaitu 25,70 0C, sedangkan suhu tertinggi mencapai 29,50 0 C pada bulan Oktober. Rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari dan Februari yaitu 27,3 0 C. Kondisi tersebut lazim terjadi di wilayah yang berbatasan dengan pantai. Kelembaban udara berkisar antara 71,00% hingga 85,00%, dengan curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun. Curah hujan yang cukup tinggi terjadi di bulan Januari-Februari dan November-Desember. Kondisi tersebut berlawanan dengan persentase penyinaran matahari pada tiap bulannya. Pada bulan dengan curah hujan tinggi, persentase penyinaran matahari cenderung rendah. Sedangkan pada bulan dengan curah hujan rendah, maka persentase penyinaran matahari cukup tinggi.

Kecepatan angin tahun 2017, berkisar antara 3,00 knot (bulan Maret) hingga 5,00 knot (bulan Agustus- Oktober). Angka tersebut cukup rendah jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 kecepatan angin mencapai 4,30 knot, tahun 2016 turun menjadi 3,70 knot. Pada tahun 2017 rata-rata kecepatan angin mengalami mengalami kenaikan yaitu menjadi 4,10 knot.

(42)

Halaman |

34

L a p o r a n A k h i r

BAB 3

PENGKAJIAN RISIKO BENCANA BANJIR

Berisi hasil pengkajian risiko bencana banir yang ada pada suatu daerah yang memaparkan indeks dan tingkat bahaya, penduduk terpapar, kerugian fisik, ekonomi, kerusakan lingkungan dan kapasitas untuk setiap bencana di lingkup

kajian

Komponen pengkajian risiko bencana banjir terdiri dari ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Komponen parameter ini digunakan untuk memperoleh tingkat risiko bencana suatu kawasan dengan menghitung potensi jiwa terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Selain tingkat risiko, kajian diharapkan mampu menghasilkan peta risiko untuk setiap bencana yang ada pada suatu kawasan. Kajian dan peta risiko bencana ini harus mampu menjadi dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Di tingkat masyarakat hasil pengkajian diharapkan dapat dijadikan dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana.

Pengkajian risiko bencana untuk mendapatkan peta risiko bencana dilaksanakan dengan menggunakan metode seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1 Metode Pengkajian Risiko Bencana

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No 2 Tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian risiko bencana

(43)

Halaman |

35

L a p o r a n A k h i r

Gambar diatas menjelaskan bahwa peta risiko bencana didapatkan untuk diturunkan menjadi sebuah rencana penanggulangan bencana. Peta risiko bencana didapatkan dari penggabungan peta bahaya, kerentanan, dan peta kapasitas. Peta bahaya didapatkan dari komponen probabilitas dan intensitas kejadian bencana. Peta kerentanan terdiri dari komponen sosial budaya, ekonomi, fisik, dan lingkungan. Peta kapasitas dipengaruhi oleh komponen kelembagaan kebijakan, peringatan dini, peningkatan kapasitas, mitigasi, dan kesiapsiagaan.

ANALISIS BAHAYA BANJIR (HAZARD)

Bahaya banjir merupakan kemungkinan wilayah tergenang banjir. Penilaian bahaya banjir ini di dapatkan dari analisis terhadap sebaran wilayah dengan ketinggian rendah dan berbentuk ceruk serta sebaran jaringan sungai. Bahaya banjir ini mempertimbangkan kemungkinan limpasan air dari jaringan sungai utama. Berikut merupakan skema analisis dan rumus bahaya banjir Kota Tegal.

Gambar 3. 1 Skema Analisis Bahaya Banjir Sumber : RBI BNPB, 2016

Dalam melakukan analisis terhadap bahaya banjir, selain pertimbangan atas kondisi

Gambar

Tabel 1. 1   Kebutuhan Data
Tabel 1. 2   Variabel dan Data
Gambar 1. 1 Skema Analisis Bahaya Banjir  Sumber : RBI BNPB, 2016
Gambar 1. 2 Skema Analisis Kerentanan Sosial  Sumber : RBI BNPB, 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan Pengguna Sistem Informasi Akademik (Siakad Online) Di FKIP UNS dan Pengaruhnya terhadap Manfaat Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Program Studi Pendidikan Ekonomi

Definisi promosi menurut Kotler dan Armstrong (2009:496) yaitu : “Promosi adalah sarana yang digunakan perusahaan dalam upaya untuk menginformasikan, membujuk dan

Dari pelaksanaan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan PPL dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam

Banjir merupakan permasalahan yang selalu terjadi setiap tahun. Upaya penanggulangan dan pengendalian banjir tidak akan pernah dapat menghilangkan banjir sama

Karya Lingkungan XIV Medan, Dari hasil temuan yang sudah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan sikap dalam

!alah satu bentuk peman)aatan singkong sebagai bahan pangan yaitu diolah menjadi opak singkong. Opak singkong merupakan $emilan khas &amp;ndonesia yang sangat tradisional yang

Banjir adalah fenomena alam yang bersumber dari curah hujan dengan intensitas tinggi dan durasi lama pada daerah aliran sungai (DAS).. Banjir dapat terjadi karena

1 Analisa Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa, Kualitas Jasa dan Keunggulan Bersaing Terhadap Kepuasan Pelanggan Eksternal PerguruanTinggi Swasta Di Kota