• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP A. KESIMPULAN

157

BAB

V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Reformasi dan otonomi daerah yang seringkali dianggap sebagai periode transisi, dimana terjadi pergeseran kekuasaan yang semula sentralistik beralih menjadi desentralistik membuka ruang bagi munculnya fenomena kebangkitan identitas primordial. Fenomena ini merupakan hal yang umum dan kita temukan di berbagai daerah di negara kita. Semangat keterbukaan yang menjadi slogan reformasi menjadi pintu pembuka bagi tiap untuk mengukuhkan identitas kultural yang selama berada dibawah bayang-bayang rezim otoritarian yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi.

Orang Besemah yang tinggal di Kota Pagaralam sebagai entitas suku bangsa menghadapi problema terkait dengan identitas kulturalnya. Dimasa lampau identitas mereka sebagai orang Sindang (sang penjaga perbatasan) yang memiliki karakter merdeka, berjiwa demokratis (Lampik Mpat Merdike Duwe) dan pantang menyerah terhadap lawan (kolonial) yang ingin menguasai tanah Besemah. Bahkan orang Besemah mampu menjaga keseimbangan dan netralitas dari pengaruh Majapahit di Palembang dan Banten di Bengkulu.

Wilayah budaya Besemah melampau batas-batas adminitrasi dari daerah yang membentang dari bagian dataran tinggi disekitar Dempo hingga daerah Bengkulu dan Lampung. Orang Besemah mengaku bahwa mereka berasal dari keturunan Atung Bungsu, tokoh ini terlepas dari perdebatan menyangkut jejak dan mitos pengambaraannya dari tanah Majapahit sampai ke Besemah, Atung

Bungsu merupakan simbol pengikat dan menjadi semacam ‘local hero’ bagi orang Besemah.

158

Sebutan nama Besemah berasal dari kata ‘semah’ yakni sejenis

ikan yang banyak ditemukan di sungai-sungai tanah Besemah. Dimasa lampau jauh sebelum munculnya otonomi desa, orang Besemah telah menerapkan prinsip kemandirian dan mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Diktum mereka yang

dikenal dengan ‘Lampik Mpat Merdike Duwe’ yang pada dasarnya

merupakan federasi atau perserikatan dari 4 (empat) sumbay Ulu Lurah, sumbay Besak, Sumbay Mangku Anum dan sumbay Tanjung Gahyae yang ditambah dengn sumbay Penjalang dan sumbay Semidang.

Ideologi puyang menjadi legimitasi kultural bagi tradisi kepemimpinan di tanah Besemah. Ikatan genealogis menjadi sarana dan sekaligus instrument penting bagi adanya dukungan seseorang untuk diangkat sebagai seorang juray tuwe. Meskipun pada umumnya seorang juray tuwe dipilih dan diangkat dari anak laki-laki pertama dalam keluarga. Ketika Kesultanan Palembang memperluas pengaruhnya sampai ke tanah Besemah, maka diperkenalkan sistem marga yang mengganti pemerintahan tradisional orang Besemah. Sistem marga mampu bertahan hingga dihapuskannya pada Orde Baru, yakni setelah adanya UU. N0. 5 tahun 1979, tentang Desa. Dalam struktur marga, pesirah merupakan pimpinan terendah dalam birokrasi kolonial.

Dalam perspektif ekonomi kolonial, daerah Besemah merupakan penghasil tanaman penting perkebunan, seperti kopi (kopi robusta) dan teh. Besemah disebut sebagai wilayah segitiga mas bersama daerah Lampung dan Bengkulu karena hasil kopinya yang berkualitas tinggi. Lanskap tanah Besemah menguntungkan setidaknya bagi kepentingan pertahanan terhadap serangan dari lawan. Sebab posisinya dikelilingi oleh pegunungan dan jalan terjal dan jurang serta sungai yang secara alamiah merupakan benteng alami.

Barth menyatakan bahwa batas etnis dan perawatannya menjadi hal penting, karena demi kesinambungan dan terjamin kebersamaan dan kesamaan identitas dipandang sebagai sarana efektif membangun solidaritas dan kolektifitas. Dalam konteks ini, orang Besemah setidaknya memiliki identitas bersama yang memandu mereka menghadapi tantangan ekonomi dan sosial budaya pada saat ini dan masa yang akan datang. Setidaknya dalam kajian

159

ini, ada 4 (empat) hal utama yang menjadi simbol dan pengikat identitas kultural orang Besemah. Pertama, Besemah memiliki tinggalan megalitik yang jumlah dan serta penyebarannya menunjukkan bahwa jejak peradaban orang Besemah telah tinggi mutunya pada masanya. Daerah Besemah menjadi daerah penting bagi riset arkeologi terutama menyangkut tinggalan megalitiknya ini. Ciri utama dari megalitik yang ditemukan di tanah Besemah, dinyatakan oleh Von Heine Geldern sebagai strongly dynamic

agitated’ yakni berarti arca-arca dari megalitik memiliki sifat dinamis.

Kedua, Kota Pagaralam menyandang sebagai ‘kota perjuangan’

sebagai wujud kebanggan atas peran dan kontribusi Kota Pagaralam dalam lintasan sejarahnya. Pada masa kolonial orang Besemah yang tinggal mampu menyulitkan Belanda untuk menaklukan wilayah ini. Dan pada masa pendudukan Jepang, Kota Pagaralam adalah tempat bagi pengemblengan dan penempaan bagi calon Gyugun Kanbu, yakni calon perwira infantri dalam struktur kemiliteran Jepang. Pagaralam dipilih sebagi tempat pendidikan dan pelatihan untuk calon Gyugun Kanbu, karena Kota Pagaralam memiliki persyaratan sebagai tempat kawah candradimuka ini, yakni iklimnya yang sejuk berada disekitar Gunung Dempo, ketersediaan bahan pangan dan jamina keamanannya. Pada masa revolusi kemerdekaan Kota Pagaralam bersama daerah Tanjungsakti menjadi benteng pertahanan penting bagi pemerintahan sipil dan militer. Posisi daerah ini relatif menguntungkan bagi para pejuang dan TKR dalam menghambat gerak maju dan ofensif militer Belanda, baik pada masa agresi militer pertama maupun agresi militer kedua.

Salah satu identitas yang saat ini mudah kita temukan di Kota Pagaralam, yakni keberadaan dari rumah baghi, terutama di Dusun Pelang Keniday. Rumah baghi menjadi simbol identitas orang Besemah, sepertinya rumah gadang (Minangkabau) dan rumah limas

(Palembang). Arsitektur rumah baghi beserta ragam hiasnya yang unik, seperti motif mendale kencane mandulike, munce ghebung

ataupun motif lainnya, selain memiliki nilai estetika juga mempunyai filosofi yang mendalam yang merefleksikan relasi yang harmoni antara manusia dan alam sekitarnya.

Identitas kultural orang Besemah di Kota Pagarlam yang tak kalah pentingnya adalah khazanah bahasa, sastra dan budaya

160

Besemah. Bahasa Besemah sebagai rumpun dari bahasa Melayu memiliki sejarah panjang dan keunikan dibandingkan dengan bahasa Melayu lainnya. orang Besemah juga memiliki aksara ulu (ghicung) sebagai wujud ketinggian tingkat literasinya. Orang Besemah memiliki karya sastra dan budaya tinggi seperti mantra, pantun, rejung, guritan, tadut dan peribase.

Politik identitas orang Besemah di Kota Pagaralam menemukan momentumnya sejak Kota Pagaralam berdiri sebagai wilayah kotamadya tahun 2001. Dengan terbentuknya Kota Pagaralam, Walikota Jazuli Kuris bersama tokoh masyarakarat, tokoh adat, pemuda serta segenap lapisan masyarakat di Kota Pagarlam berikhtiar membangkitkan kembali identitas kultural orang Besemah sebagai bagain jati diri orang Besemah. Muncuknya gerakan politik kultural orang Besemah seperti penggunaan Aksara Ulu untuk penamaan plang (papan) jalan dan kembali digalakan pada era otonomi daerah.

Kontetasi akasara ulu dan bahasa ulu mendapatkan salurannya, ketika Pemko Pagar alam menginisiasi berbagai kebijakan yang mendukung minat mengkaji kembali identitas lokal, seperti merevitalisasi naskah-khagas- serta mempopulerkan terminologi dan idiom bahasa Besemah di ruang publik maupun media massa lokal, yakni penerbitan majalah Besemah dan juga terbitan harian Pagarlam Pos menjadi simbol sekaligus penanda fenomena kebangkitan identitas.

B. SARAN

Belajar dari fenomena kebangkitan identitas kultural orang Besemah di Kota Pagaralam di era otonomi daerah, yakni pentingnya bagi kita semua menghargai budaya sendiri ditengah arus globalisasi dunia. Penanaman nilai-nilai luhur budaya kepada generasi muda dirasa menjadi kebutuhan yang mendesak bagi semua pemangku kepntingan yang ada di Kota Pagaralam. Kesadaran akan jati diri sebagai orang Besemah yang memiliki kebanggaan atas identitas kultural. Dan rasa bangga sebagai puak yang mandiri, berdaulat serta memiliki tinggalan budaya yang agung, seperti megalitik, rumah

baghi, sastra dan budaya. Juga kebanggan bahwa dengan slogan Kota Pagaralam sebagai Kota Perjuangan. Spirit atas kebanggaan identitas

161

kultural inilah yang akan menjadi penunjuk arah (kompas) bagi langkah pembangunan kebudayaan orang Besemah di Pagaralam dimasa yang akan datang.

162

Daftar Pustaka