• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Pustaka: Merupakan daftar kepustakaan atau rujukan bacaan

yang digunakan dalam penulisan ini. Baik yang berasal dari media cetak

maupun media elektronik. Selain itu, bagian ini juga memuat daftar

wawancara yang telah dilakukan penulis demi menjawab pertanyaan

penelitian.

Lampiran Penelitian: Merupakan daftar lampiran-lampiran

keterangan pada saat melakukan penelitian

28

BAB II

OJEK PANGKALAN SALEMBA (OPS)

A. Letak Geografis Ojek Pangkalan Salemba

Secara geografis Ojek Pangkalan Salemba (OPS) terletak di jalan

Salemba Raya. Jalan ini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Senen dan

melintasi dua Kelurahan, yaitu Kelurahan Paseban dan Kelurahan Kenari,

Jakarta Pusat. Berikut ini dapat dilihat profil jalan Salemba Raya:

a. Berada di antara dua jalan: Jalan Kramat Raya dan Jalan Matraman Raya.

b. Memiliki dua persimpangan: Persimpangan Jalan Diponegoro dan

Persimpangan Jalan Matraman Raya dan Jalan Pramuka Raya.

c. Dilalui oleh transportasi: Busway koridor 5, Metromini P15 Metromini

P17, PPD NE02, PPD P02, PPD 916, Mayasari Bakti P91, Mayasari Bakti

AC62, Mayasari Bakti AC63, Mayasari Bakti AC122 dan Bianglala

AC76.

d. Bangunan: Sentra Salemba, Graha Gunebo Indonesia, Kemensos,

Perpusnas RI, Hotel Atlantik, Kompleks Pendidikan Salemba, Ditjen

Pertahanan Publik, Lembaga Al-Kitab Indonesia, FK UI dan FKG UI,

Masjid Arif Rahman Hakim UI, Pasar Kenari, RS Ridwan Meuraksa,

Departemen Perdagangan, Kantor Pegadaian Kramat, Abdi Karya, Bank

Mayapada, Jamsostek Salemba, Optik Melawai, Universitas Gunadarma

Kampus C, Yayasan SD-SMP Advent, RS St.Carolus, Centre Cultirel

Francais, Seven Eleven, Universitas Persada YAI, Menara Salemba, Plaza

29

Kenari Mas, SMK Negeri 34, STIH Iblam Kampus B, Hotel The Acacia

Jakarta.

Gambar II.A.1. Jalan Salemba Raya

(Sumber: https://www.google.co.id)

OPS sendiri memiliki pangkalan dekat dengan Rumah Sakit St.Carolus

dan lebih tepatnya berlokasi di depan sekretariat Gerakan Mahasiswa Kristen

Indonesia (GMKI) yang beralamat di jalan Salemba Raya No.49, Jakarta Pusat.

Tanda merah di gambar menunjukkan lokasi pangkalan OPS.

30

Gambar II.A.2. Sekretariat GMKI

(Sumber: Dokmentasi Pribadi)

OPS mengambil tempat persis di depan sekretariat GMKI sebagai

pangkalan ojek mereka. Dari berdirinya hingga sekarang, OPS tidak pernah

berpindah-pindah tempat. Tidak terjadi perselisihan antara pihak GMKI

dengan pihak OPS terkait letak pangkalan OPS. (Hasil Observasi, 3 Oktober

2016).

Gambar II.A.3. Pangkalan OPS

(Sumber: Dokmentasi Pribadi)

Gambar di atas menunjukkan suasana anggota OPS ketika menunggu

penumpang. Menunggu penumpang dijadikan oleh anggota OPS untuk

31

meningkatkan interaksi antar anggota. Kegiatan yang mereka lakukan ketika

menunggu penumpang adalah saling berkomunikasi satu sama lain –

membicarakan apa saja yang bisa menjadi topik perbincangan.

Terkait hal di atas, S menjelaskan, “Nunggu penumpang aje sambil

ngobrol ngopi, ngobrol ngopi, abisnye kesitu doang. Dapet 10 rebu nih, udeh

kesini larinye. Kopi ada, rokok ada, penumpang belom ada, yaudeh kita

banyak-banyak ngobrol aje sama temen-temen di pangkalan.” (Wawancara

dengan S, Jakarta, 3 Oktober 2016). D menjelaskan, “Ye nunggu aje paling

ngerokok ngopi sambil nunggu, ngobrol-ngobrol. Macem-macem lah ye

politik, rumah tangga, ape aje.” (Wawancara dengan D, Jakarta, 17 Oktober

2016). Lebih jauh D menjelaskan:

Selama masih ada temen mah masih bisa tersalurkan lah, cerita curhat gitu kan.

Ya curhat apa aja lah, kadang-kadang ada masalah baru, Ahok, ya kita

cerita-cerita gitu kan, masalah Kanjeng Dimas ya kita cerita-cerita, jadi kita gabeku untuk

diem gitu. Kadang-kadang ya namanya orang diem menyendiri, itu akan timbul

cepet sensi kan, ada apa-apa cepet marah. Makanya kita terbuka, ya nanyain

masalah apa lah yang terbaru apa jadi ngga terlalu, kadang-kadang waktu jadi

cepet wah padahal kita belom dapet nih, tapi sering terbuka, sering mengadakan

misalnye diskusi ama temen masalah apa aja lah kaya Dimas Kanjeng, masalah

ini masalah itu jadi ngga terbebankan walaupun begitu jadi ngga terlalu sensitif

bener. Kalo kite diem pasti. Kalo kita di sini juga kan letaknya deket, dalam

artian kemana-mana deket, minum tinggal kesitu, makan ya tinggal makan

gimana ntar aja bayarnya, dapet sewa baru bayar gitu. Kalo kita jauh dari tempat

makan misalnye kan, sialan gue mau makan jauh lagi, duh aus lagi musti kesono

dulu, kan kesel. Kalo di sini kan mau minum tingga ambil aje situ. Ye minimal

diajak enjoy aja lah. (Wawancara dengan D, Jakarta, 17 Oktober 2016).

Dapat dikatakan bahwa antar anggota OPS terjalin komunikasi yang baik

– interaksi yang terus dijaga intensitasnya. Hal ini sangat penting dalam

menumbuhkan perasaan atau identitas bersama. Pada akhirnya hal itu

berimplikasi pada munculnya iklim kerjasama yang baik antar anggota. Selain

32

itu, nilai-nilai, norma-norma informal dan loyalitas yang terebentuk di OPS

juga merupakan hasil akumulasi dari kualitas interaksi yang baik di antara

mereka.

Dari gambar II.A.3 – pangkalan OPS, dapat dilihat bahwa di pangkalan

OPS terdapat motor-motor anggota OPS yang terparkir rapih beserta

kelengkapan berkendara seperti helm dan jaket. Dengan kata lain, OPS

memperhatikan keselamatan dan kenyamanan penumpangnya. D menjelaskan:

Utamakanlah keselamatan, siapa sih yang mau kecelakaan kan, saya sekarang

lebih hati-hati. Apelagi bawa perempuan, ngeri, saya gamau kenceng, 40-50,

kalo dulu mah 60-70 set set set set gitu. Kemaren aje 60 ngerem mendadak

banting kanan nabrak jatoh. Sekarang sih ngga, safety lah kalo bawa

perempuan, konsentrasi bener, ya 40-50 penting sampe lah. Kecuali ada

pesenan minta, baru tuh. (Wawancara dengan D, Jakarta, 17 Oktober 2016).

Dari penjelasan tersebut, penumpang diperlakukan oleh anggota OPS

sebagai konsumen yang berdaulat. Hubungan yang terjalin antara anggota OPS

dengan penumpang tidak bersifat transaksional ekonomis semata. Lebih dari

itu, tukang ojek yang tergabung dalam OPS memperlakukan penumpang

sebagai sesama manusia – tercipta hubungan yang bersifat sosial.

Jalan menuju perumahan masyarakat terdekat dengan OPS ialah jalan

Salemba Bluntas. Letak jalan Salemba Bluntas bersebelahan dengan pangkalan

OPS. Jalan Salemba Bluntas menjadi akses utama keluar masuk masyarakat

sekitar OPS untuk beraktifitas serta menjadi tumpuan utama OPS untuk

mendapatkan penumpang. (Hasil Observasi, 3 Oktober 2016).

33

Gambar II.A.4. Jalan Salemba Bluntas

(Sumber: Dokmentasi Pribadi)

OPS sama sekali tidak menyekat akses bagi ojek online manapun. Semua

ojek onlne bebas keluar masuk jalan Salemba Bluntas (Hasil Observasi, 3

Oktober 2016). Terlepas dari persaingan antara ojek pangkalan dengan ojek

online, OPS meyakini bahwa yang terpenting persaingan tersebut harus dijalani

di atas prinsip sportifitas. S menuturkan, “Kalo kepengen rame lagi sih emang

dihapus, atau die pake plat kuning jadi nggak begini doang, cuman kan

namanye udeh begini mau diapain lagi, yang penting ngga saling sikut-sikutan.

Ye kepengen kalo online tuh jangan jangan sampe ngambil di pangkalan,

kayanye bikin sakit hati.” (Wawancara dengan S, Jakarta, 10 Oktober 2016).

Dari apa yang disampaikan oleh S, peneliti memaknai beberapa hal.

Dalam menghadapi persaingan dengan ojek online, yang pertama, harus

dilakukan secara sehat. Artinya persaingan dilakukan dalam koridor-koridor

yang berlaku. Dalam hal ini berarti kedua belah pihak tidak boleh saling

melanggar aturan-aturan yang dipegang oleh masing-masing pihak. Yang

34

kedua, persaingan harus senantiasa memperhatikan sikap dan perasaan saling

menghargai dan menghormati sesama manusia.

B. Sejarah Berdirinya Ojek Pangkalan Salemba

OPS tidak dibentuk secara sengaja. Kemunculannya adalah

ketidaksengajaan yang berawal dari keisengan pelopornya. S menceritakan,

“Pertama itu emang saya, dulu mah biasa-biasa aje, itu juga saya kan orang

baru, iseng-iseng aje ngojek di sini, lama-lama orang sini.” (Wawancara

dengan S, Jakarta, 3 Oktober 2016). S yang mencoba mengojek di Jalan

Salemba Raya mengaku bahwa dirinya tidak tinggal di sekitar Salemba.

“...Saya kan bukan orang sini (Salemba), Saya orang Kawi-Kawi.”

(Wawancara dengan S, Jakarta, 3 Oktober 2016).

Gambar II.B.1. Informan S (Kanan)

Alasan S mencoba mengojek terutama dilatarbelakangi oleh waktu luang

yang dimilikinya. Waktu luang tersebut tercipta karena kondisinya yang sudah

tidak lagi bekerja. “Pertamanye sih iseng-iseng aje karena kan saya dulu emang

udeh ngga kerja aje, jadi iseng-iseng nyoba.” (Wawancara dengan S, Jakarta,

35

3 Oktober 2016). Sama halnya dengan S, D yang merupakan anggota OPS yang

baru (4 bulan) bergabung mengaku bahwa mulai mengojek saat sudah tidak

lagi bekerja. “Awalnye ya karena pas pensiun aje, diajak sama temen-temen

ngojek, gitu aje. Udeh gabung aje sini daripade lo istilahnye bengong

mendingan ngojek aje.” (Wawancara dengan D, Jakarta, 17 Oktober 2016).

Di sisi lain, alasan lain mengapa anggota OPS mengojek adalah

berkenaan dengan informasi dan akses yang dimiliki. Hal itu misalnya

dijelaskan E, “Ye kita cari peluang untuk usaha, karena kita memang warga

sini jadi kita manfaatkan.” (Wawancara dengan E, Jakarta, 31 Desember 2016).

En menjelaskan, “Awalnya waktu itu kita coba-coba... karena kita anak-anak

sini juga lingkungan sini juga. Waktu abang gabung di sini udah ada orang

lama duluan di sini ya kita tinggal ngiring aja. Temen-temen yang lama semua

nerima kita.” (Wawancara dengan En, Jakarta, 31 Desember 2016). J

menjelaskan, “Ngojek di sini awalnye ye pas gue udeh kawin aje. Jadi pas gue

udeh kawin, ye emang niat mau ngojek kan buat kebutuhan.” (Wawancara

dengan J, Jakarta, 4 Januari 2017).

Mengojek bukan hanya dilandasi oleh kebutuhan ekonomi, S dan

anggota OPS lainnya juga memiliki kebutuhan sosial – membangun relasi

pertemanan. Dengan kata lain, ada tujuan ekonomi sekaligus tujuan sosial

menjadi tukang ojek. Menurut S, “Saya di situ nyari temen banyak, kalo nyari

musuh mah gampang.” (Wawancara dengan S, Jakarta, 10 Oktober 2016). S

menambahkan bahwa teman memiliki arti yang sangat penting dalam

kehidupan. “...buat saya temen penting banget, susah nyari temen. Mane yang

36

baik mane yang ngga baik. Yang jahat aje saya temenin, apelagi yang baik kalo

saya sih gitu, tapi kejahatannye yang badungnye kite inilah gausah, yang

baiknye aje, gaul sama siape aje.” (Wawancara dengan S, Jakarta, 10 Oktober

2016).

Sama halnya dengan S, anggota OPS yang lain juga memandang penting

arti pertemanan. Mereka mengakui bahwa banyak manfaat yang diperoleh

dalam menjalin pertemanan:

Dalam pandangan mata saya, arti temen tuh banyak juga ya, bisa dibikin

persaudaraan dalam kita berhubungan, bisa juga die membantu perekonomian

kita pada saat die punya job. Makanya untuk pertemanan sih kalo umpamanya

buat kita-kita orang, lebih bagus banyak temen daripada banyak musuh.

(Wawancara dengan E, Jakarta 31 Desember 2016).

Untuk saya pribadi arti pertemanan tuh penting. Kaya tadi saya bilang, dalam

bergaul dimanapun kita berpijak, kalo kita bisa bawa diri dapet temen tuh

mudah, tapi kalo kita gabisa bawa diri dapet musuh yang ada. Gampang nyari

musuh. Kalo berteman, dengan segelas kopi ngobrol jadi deh teman, ntar

besok-besok ada manfaatnye. Saya terus terang, saya orangnye fleksibel. Makanya

saya bilang, buat saya pribadi, bahwa berteman itu baik. Dalam bergaul kita

jadinya aman karena dengan orang lain saling mengenal. Banyak pelajaran yang

bakal kamu dapet dari berteman. (Wawancara dengan En, Jakarta, 31 Desember

2016).

Kite kan kalo nyari temen biar kite dapet solusi yang bagus. Kalo kite banyak

temen kan di sini dikasih solusinye yang enak-enak. Paling ngga kalo kite lagi

kesusahan ada yang bantu. Kaya gue nih misalnye lagi di jalan kenape-kenape

gitu kasarnye, terus ketemu elo nih kan bisa dibantu. Kalo kite kenal kan pasti

bantu, lah kalo kagak kenal? Siape lo? Paling digituin. (Wawancara dengan J,

Jakarta, 4 Januari 2017).

Dari awal terbentuknya hingga sekarang, OPS sudah berusia sekitar 14

tahun. Rentang waktu tersebut dihitung sejak informan S pertama kali

mengojek pada tahun 2003 di Salemba yang pada akhirnya terbentuklah OPS.

Ia mengaku bisa bertahan selama 14 tahun karena menjalani hari-hari dengan

peduli terhadap sesama. “Kalo saya sih biasa-biasa aje sampe bisa bertahan 14

37

tahun kan di sini. Ente tau sendiri kan dari 2003, berape taun tuh, masih

bertahan di sini. Saya mah nolong orang ye nolong.” (Wawancara dengan S,

Jakarta, 3 Oktober 2016).

Di samping itu, sepanjang berpajalanannya, OPS juga menjalin relasi

dengan kepolisian setempat – OPS mendaftarkan diri sebagai Komunitas

Paguyuban Ojek Pangkalan. Hal tersebut dilakukan oleh S dan J sekitar tahun

2008 sampai 2010. “Saya aje kan ngojek di sini dari taun 2003, yah kira-kira

2008 sampe 2010-an lah.” (Wawancara dengan S, Jakarta, 3 Oktober 2016). S

mengatakan bahwa, “Polisi yang ngajak, ini nih mau bikin ini ngga? Biar resmi

katanye sih, nggak bayar, polisi yang ngajak, dikasih rompinye juga.”

(Wawancara dengan S, Jakarta 3 Oktober 2016). J menjelaskan lebih jauh:

Oh waktu itu polisi dateng sendiri, die yang datengin kite sendiri ke sini

nawarin. Yaudeh waktu itu cuma ada saya sama Bang S di sini, ikut deh bikin

ke Senen. Ini gunanye buat kalo ada kecelakaan jadi ketauan ini ojek

(kelurahan) Paseban, kan ini kaya model-model KTP (identitas). Ada

manfaatnye jadi kalo kite ada ape-ape nih kite di jalanan misalnye di Jakarta

Selatan jadi ketauan identitasnye kan ini ada cap kepolisiannye kan.

(Wawancara dengan J, Jakarta, 4 Januari 2017).

Dengan terdaftarnya OPS sebagai Paguyuban Ojek Pangkalan di

Salemba membuat keberadaannya diakui. Lebih lanjut, dalam relasi tersebut

terjalin kerjasama di antara keduanya. S menjelaskan, “Jadi sama polisi saling

membantu, kalo ada masalah ngebantu polisi juga, kalo ada ape-ape, ini-ini

lapor, gitu aje.” (Wawancara dengan S, Jakarta, 3 Oktober 2016). J

menambahkan penjelasan S, “Kalo ada tauran gitu ade ape-ape kite bukannye

ikut-ikutan tapi kite omelin, dicegah gitu ama anak-anak ojek, kite gebrak.

38

Dulu pernah ada jambret di sini, kite tangkep ame anak-anak.” (Wawancara

dengan J, Jakarta, 4 Januari 2017).

Selama 14 tahun sejak berdirinya, selain informan S, OPS memiliki

beberapa anggota yang tidak tetap. Keluar masuk anggota mewaranai

perjalanan OPS dari dulu sampai sekarang. Awalnya informan S bersama

beberapa temannya pertama kali pada tahun 2003 mulai mengojek di Salemba.

Selanjutnya, OPS diisi oleh orang-orang etnis Jawa berjumlah lima orang yang

mengontrak di sekitar Salemba. Setelah itu barulah sampai saat ini OPS

beranggotakan tukang ojek yang semuanya beretnis Betawi dan tinggal di

Salemba.

Pertamanye dulu yang sama saya temen-temen saya, yang baru pertama kali

gitu. Di sini kan Betawi semua, temen-temen saya mental, masuk orang Jawa 5

orang yang tinggalnye di Salemba. Terus mereka mental-mental baru deh orang

Salemba asli Betawi semuanye di sini nih, yang ketiga kalinye deh setelah orang

Jawa pada mental baru orang asli sini. (Wawancara dengan S, Jakarta, 10

Oktober 2016).

Iya asli sini ya rata-rata asli Betawi semua jarang orang luar, kaya Bang E, Bang

En, Bang S itu asli sini lahir di sini istilahnye bukan orang luar kaya orang Jawa

itu ngga ada, yang kecil di sini deh istilahnye. Kan kalo orang luar juga kan

ditanya siape yang bawa? Untuk orang Bluntas, tetep misalnye dia pindah

kemana tapi dulu pernah tinggal di sini. (Wawancara dengan D, Jakarta, 17

Oktober 2016).

Keanggotaan OPS yang berganti-ganti disebabkan oleh beberapa faktor.

Anggota OPS yang berhenti mengojek terutama karena memiliki pekerjaan

lain. “Karena kerja laen, ada proyek juga, ada yang ojek online juga, ada yang

dapet pekerjaan laen lah istilahnye.” (Wawancara dengan S, Jakarta, 3 Oktober

2016). Berikut ini adalah profil anggota OPS saat ini:

39

Tabel II.B.1 Profil Anggota OPS

No Nama Usia Pendidikan

Terakhir

Jenis

Kelamin

Pekerjaan

Lain

Lamanya

Menjadi

Tukang

Ojek

1. S 51 Tamat SMA Laki-Laki Tidak Ada 15 Tahun

2. En 52 S1 Laki-Laki Tidak Ada 12 Tahun

3. J 45 Tamat SMA Laki-Laki Tidak Ada 8 Tahun

4. E 48 Tama SMA Laki-Laki Tidak Ada 5 Tahun

5. D 45 D3 Laki-Laki Tidak Ada 4 Bulan

OPS sepanjang sejarahnya memiliki dinamikanya sendiri. Suka dan duka

serta pasang dan surut dialami oleh S dan anggota OPS yang lain. Hal itu

terutama berkaitan dengan ramai dan tidaknya pelanggan – jumlah pendapatan

yang dihasilkan. Beberapa anggota memiliki pengalaman suka cita dalam

mengojek – mendapat bayaran lebih dari tawar-menawar harga yang disepakati

di awal.

S mengaku bahwa dulu banyak penumpang yang memberikan bayaran

lebih. “Nambahin ongkos, banyak dulu kalo lebaran begitu. Ada ni dulu, uang

ini lebihnye buat beli kolak gitu kan ada. Puasa? Ni buat beli kolak.”

(Wawancara dengan S, Jakarta, 3 Oktober 2016). D mengaku bahwa pernah

mendapat bonus dari penumpang. “...dan di sini juga penumpang kadang

ngasih tip kalo misalnya harga 20 ribu dikasih 25 ribu, misalnya ke Mampang

25 ribu di sini deal sampe sono dikasi 30 ribu, oh Bang ga ada kembaliannya,

yaudah buat Bapak aje deh, begitu.” (Wawancara dengan D, 17 Oktober 2016).

Selain pengalaman yang menyenangkan, anggota OPS juga pernah

mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan. Beberapa di antara mereka

pernah mengalami penipuan yang dilakukan oleh penumpang.

40

...kalo dukanye cuma kena tipu-tipu ngga dibayar doang, ngga sampe kena

hipnotis, kalo temen pernah sampe 3 kali. Saya sih ketipu doang, anak sekolah

di pasar jangkrik, Bang bentar ye mau minta duit dulu ame mama, saya tungguin

lama, gataunye rumah kontrakan, yang punya baru bangun tidur, saya tanya,

Pak tadi anak kecil di sini die belom bayar Pak. Orang atas kali. Bukan anak

bapak? Bukan, orang kontrakan kali di atas. Apes deh tuh. (Wawancara dengan

S, Jakarta, 3 Oktober 2016).

Berbeda dengan S, D menjelaskan bahwa dirinya belum pernah

mengalami tindakan kriminal seperti kasus hipnotis maupun penipuan. Ia

mengaku bahwa selama 4 bulan mengojek, cuaca buruk – hujan lah yang

menjadi penghambat aktifitasnya dalam mengojek. “Kalo dukanya bagi saya

nih pribadi ujan aja, kalo ada ujan jarang yang ngojek namanya juga ujan.

Walaupun ada juga ngerinya ujan-ujanan, udah sih bagi saya ujan doang.”

(Wawancara dengan D, Jakarta, 17 Oktober 2016).

Selain masalah tindakan kriminal – penipuan dan hipnotis serta persoalan

cuaca buruk, duka yang dialami tukang ojek adalah kecelakaan kecil di jalan.

Hal tersebut salah satunya pernah dialami oleh D. D menceritakan, “Dukanya

kemaren pas saya jatoh alhamdulillah penumpangnya juga ngga marah dalam

artian cuma ditegor doang si, pak gimana? Ya namanya kecelakaan mau

gimana saya juga gamau kan, gimana nih mau dilanjutin? Yaudah lanjutin tetep

jalan.” (Wawancara dengan D, Jakarta 17 Oktober 2016).

Dinamika OPS senantiasa mengalami pasang surut – ramai dan sepi

penumpang. OPS terutama mengalami kemerosotan ketika ojek berbasis

aplikasi – online menjamur di kota Jakarta. Seperti yang diungkapkan oleh S

yang telah 15 tahun mengojek:

Ye surutnye ye ini nih. Bener, sekarang bener-bener apek... sekarang bukan

sepi-sepi lagi, biasanye nih setengah hari aje nih saya 100 rebu dapet, sekarang

41

boro-boro, 50 rebu aje itu udeh bagus.Setengah hari aje sampe jam satu, dulu

bisa sampe 100 rebu saya dapet, sekarang kan saya sampe siang terus, sampe

siang aje terus pulang. Dulu sih ngga begitu. Yang langganan aje kan ke Grab

sekarang beralih, karena kan paling murah Grab. Langganan orang-orang

belakang nih yang jauh-jauh nih pade pake online, sekarang paling jauh nganter

paling ke Manggarai, paling yang nyasar-nyasar doang. Paling ada nih,

nawarnye kebangetan bayangin masa 10 rebu, dari harusnye 30 rebu. Gatot

Subroto 10 rebu, Pulo Gadung 10 rebu, Ke Pulo Gadung kan 30 rebu biasanye,

sekarang ye begitu.(Wawancara dengan S, Jakarta, 3 Oktober 2016).

Pas online doang, bener-bener sepi. Dari 2003 rame biar ngga rame ada aje gitu.

Baru-baru pertama saya ngojek tuh ada aje. Paling deket-deket, paling kalo jauh

saya gatau (jalan), penumpangnye yang tau, die yang bawa (motor) gimane

pulangnye aje saya mah. Belom ada pikiran inilah dihipnotis lah, ngga ada

pikiran gitu dulu mah. Kalo sekarang kan kagak, bawa bener-bener dibawa

(lari). Soalnye kan motor juga masih belom terlalu banyak kalo sekarang mah

udeh kaya kacang goreng udeh banyak. Naek-naek kadang lebih ada, tapi

kebanyakan kurang juga ada, wih kurang banyak nih, ada. Tapi kalo saya mah

ye namanye udeh naek kalo saya gaberani minta bang kurang, paling saya cuma

godeg-godeg kepala aje.(Wawancara dengan S, Jakarta 10 Oktober 2016).

Meskipun ojek pangkalan secara umum dan OPS khususnya saat ini

mengalami kemerosotan – sepi penumpang, tetapi masih ada harapan bahwa

mereka akan dapat bertahan – memiliki ketahanan ekonomi yang baik. J

mengungkapkan harapannya, “Yah biar pade tetep bertahan aje jadi

penumpang biar pade mikir juga bahwa opang masih kuat juga nih. Yang

online sering ada di sini juga biar pade ngeliat wah nih Opang Salemba masih

kuat juga ternyata.” (Wawancara dengan J, Jakarta, 4 Januari 2016). Dari apa

yang disampaikan oleh J, jelas bahwa Ia ingin menunjukkan ke masyarakat

bahwa ojek pangkalan masih menunjukkan ketahanan ekonomi yang baik.

Sementara itu, En menuturkan:

Kalo opang saya kira harus tetep ada. Paling ngga ini bagus untuk mengurangi

pengangguran. Kalo ngga ada opang ini, pengangguran bisa lebih banyak.

Dengan adanya online pun opang-opang seharusnya punya motivasi untuk lebih

maju lagi. Kita selalu upayakan mempertahankan, kita mendukung adanya ojek

mau online kek. Karena itu satu tadi mengurangi pengangguran. Lagian kan

juga orang emang butuh naek ojek. Orang berdasi pun die butuh naek ojek

42

karena die butuh waktu kan ojek bisa nyelip-nyelip. Ya memang inikan

kemajuan jaman, terkadang kita juga ngiri ngeliat yang online cuma cemburu

sosialnye cemburu sosial sehat, dalam artian wah gue juga harus lebih giat nih.

Dalam dokumen MODAL SOSIAL DAN KETAHANAN EKONOMI OJEK (Halaman 42-197)

Dokumen terkait