• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini memuat hal-hal yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut, berkaitan dengan keberhasilan dan hal yang masih dianggap kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan Kesehatan di Kabupaten Pidie.

A. Keadaan Geografi

Kabupaten Pidie merupakan salah satu dari 23 Kabupaten yang ada di Provinsi Aceh dengan jarak 112 km di sebelah timur dari pusat ibu kota Provinsi Aceh dengan luas wilayah 3.562,14 km².

Kabupaten Pidie terletak antara 4,30o – 4,60o Lintang Utara dan

95,75o – 96,20o Bujur Timur. Kabupaten Pidie memiliki kondisi geografis

terdiri dari daerah pesisir, dataran rendah dan dataran tinggi yang terbagi menjadi 23 kecamatan, 731 desa, dimana karakteristik penduduknya memiliki tingkat mobilisasi cukup tinggi.

BAB II

Secara geografis Kabupaten Pidie berada pada ketinggian 125m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 217,1 mm

dan suhu udara berkisar antara 300C sampai dengan 36oC. Disebelah

utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat sedangkan disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar.

B. Keadaan Penduduk

Penyebaran penduduk yang tidak merata perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang tidak seimbang sehingga dapat muncul berbagai masalah kesehatan terutama kondisi kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan ketersediaan air bersih, sistem pembuangan air limbah dan sampah keluarga.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie, jumlah penduduk Kabupaten Pidie pada tahun 2016 (angka proyeksi dari BPS) sebesar 425.974 jiwa, dengan luas wilayah sebesar 3.562,14 kilometer persegi (km²), rata-rata kepadatan penduduk sebesar 120 jiwa untuk setiap km². Wilayah terpadat adalah Kecamatan Kota Sigli, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 2169,85 jiwa per km². Wilayah terlapang adalah Kecamatan Geumpang, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 9 jiwa per km², dengan demikian persebaran penduduk di Kabupaten Pidie belum merata. Kepadatan penduduk menurut kecamatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 :

Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Tahun 2016

1. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur.

Untuk dapat menggambarkan tentang keadaan penduduk secara khusus dapat dikelompokkan menurut jenis kelamin. Dari 418.882 penduduk Kabupaten Pidie (Estimasi BPS tahun 2015) terdiri dari 202.368 jiwa penduduk laki-laki dan 216.514 penduduk perempuan. Indikator dari variable jenis kelamin adalah rasio jenis kelamin yang merupakan angka perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan.

Grafik 2.2

Piramida Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Pidie Tahun 2016

2. Rasio Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Berdasarkan penghitungan sementara angka proyeksi penduduk tahun 2016 berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik, didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Pidie

206.092 jiwa (48%) dan jumlah penduduk perempuan di Kabupaten

Pidie 216.514 jiwa (52%). Sehingga didapatkan rasio jenis kelamin sebesar 93.73 per 100 penduduk perempuan, berarti setiap 100 penduduk perempuan ada sekitar 94 penduduk laki-laki.

25.000 15.000 5.000 5.000 15.000 25.000 0 - 4 10 - 14 20 - 24 30 - 34 40 - 44 50 - 54 60 - 64 70 - 74 Laki-laki/Male Perempuan/Female

PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat dapat digambarkan dengan beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Pidie digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa penyakit dan status gizi.

Masalah kesehatan adalah merupakan masalah nasional yang tidak dapat terlepas dari berbagai kebijakan sektor lain sehingga upaya pemecahannya harus melibatkan sektor terkait. Untuk itu diperlukan pendekatan lintas sektor yang sangat baik, agar sektor terkait dapat selalu memperhitungkan dampak programnya terhadap kesehatan masyarakat. Demikian pula peningkatan upaya dan manajemen pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor-sektor yang membidangi pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan dan sosial budaya dan lainnya.

A. ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)

Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir (outcome) dari berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Kejadian kematian di suatu wilayah dari waktu ke waktu dapat memberikan gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat, di samping seringkali digunakan

sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan dan pelayanan kesehatan.

Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu Angka Kematian bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

1. Angka Kematian Bayi

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator sosial yang sangat penting untuk mengukur keberhasilan program kesehatan ibu dan anak, sebab AKB berkaitan erat dengan tingkat kesehatan ibu dan anak.

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar kematian bayi dari sisi penyebabnya ada 2 macam yaitu endogen (neonatal) dan kematian eksogen (post neonatal). Kematian Neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan, sedangkan kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Salah satu indikator kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB) dalam setiap 1.000 kelahiran hidup. Tingginya AKB merupakan indikator buruknya derajat kesehatan masyarakat secara umum sebagai dampak dari rendahnya pelayanan kesehatan serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.

Berdasarkan laporan Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie tahun 2016 bahwa jumlah kematian bayi sebanyak 137 bayi dengan rincian laki-laki sebanyak 80 bayi dan perempuan sebanyak 52 bayi. Angka kematian bayi sebesar 18 per

1.000 kelahiran hidup. AKB tahun 2016 ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan pada Tahun 2015 sebesar 20 per 1.000 kelahiran hidup.

Grafik 3.1

Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten Pidie tahun 2016

2. Angka Kematian Anak Balita

Angka kematian Balita menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi, kecelakaan.

Jumlah kematian balita pada Tahun 2016 sebanyak 149 Balita atau 19/1000 kelahiran hidup, kematian Balita tetinggi terdapat di

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Glp. Tiga Teupin Raya Tiro Reubee Geumpang Ujong Rimba Keumala Grong-grong Glp. Baro Mila Peukan Baro Muara Tiga Kb. Tanjong Titeu Padang Tiji Kota Sigli Sakti Delima Simpang Tiga Pidie Mutiara Barat Indrajaya Mutiara Timur Manee Batee Tangse 0 0 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 5 5 5 6 6 6 6 7 9 11 12 13 17

wilayah kerja Puskesmas Tangse sebanyak 16 Balita dan yang terendah terdapat di Puskesmas geumpang, Glp.Tiga, Teupin raya dan Puskesmas Grong-grong masing-masing 1 Balita.

Selengkapnya penyebaran Angka kematian Balita di Kabupaten Pidie tahun 2016 dapat dilihat pada Grafik dibawah ini.

Grafik 3.2

Angka Kematian Balita (AKABA) Kabupaten Pidie tahun 2016

3. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah ibu yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan. AKI juga dapat digunakan dalam

0 2 4 6 8 10 12 14 16 Geumpang Teupin Raya Tiro Mila Reubee Muara Tiga Sakti Glp. Baro Delima Manee Simpang Tiga Mutiara Timur Indrajaya 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 8 9 9 9 10 10 11 16

pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi oleh status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan.

Angka kematian ibu di Kabupaten Pidie tahun 2016 sebanyak 9 orang (117 per 100.000 kelahiran hidup). Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia, infeksi dan lain-lain. Kematian ibu disebabkan oleh 3 T yaitu terlambat merujuk, terlambat sampai di fasilitas kesehatan dan terlambat pertolongan adekuat. Terlambat merujuk dan terlambat sampai di fasilitas bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor geografi, faktor gender dan faktor budaya setempat. Sedangkan faktor terlambat pertolongan adekuat bisa disebabkan oleh tenaga kesehatan, sarana, obat dan manajerial. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Grafik 3.3

Peta Kematain Ibu (AKI) Kabupaten Pidie tahun 2016

Dari peta di atas menerangkan bahwa yang berwarna merah masih ada kematian Ibu sedangkan yang berwarna hijau tidak ada kematian Ibu, Adapun Wilayah kerja Puskesmas yang masih ada kematian yaitu Puskesmas Mutiara Timur, Mutiara Barat, Tiro, Mila, Indrajaya, Simpang Tiga, Pidie, dan Batee, yang keseluruhannya berjumlah 9 orang.

B. Angka Kesakitan (morbiditas)

Morbiditas (kesakitan) merupakan derajat sakit, cedera, atau gangguan pada suatu populasi. Morbiditas juga merupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera, atau keberadaan suatu kondisi sakit. Morbiditas juga mengacu pada angka kesakitan, jumlah orang yang sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang sehat atau kelompok orang yang beresiko.

Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan bahkan tingkat morbiditas penyakit menular tertentu terkait dengan komitmen internasional selalu menjadi sorotan dalam menbandingkan kondisi derajat kesehatan antar negara.

1. Tuberkulosis.

Penanggulangan penyakit tuberkulosis menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia di seluruh puskesmas yang diitegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Tujuan dari program Pemberantasan TB Paru adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkan penyakit tuberkulosis, memutuskan mata rantai penularan serta mencegah terjadinya MDR Tuberkulosis. Target program ini ialah

tercapainya penemuan pasien baru TB BTA Positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat tuberkulosis.

2. Case Notification Rate (CNR) Tuberkulosis

Case Notification Rate (CNR) adalah angka yang menunjukkan

jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+) sebanyak 351 kasus. Hal ini menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2015 sebesar 462 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di Puskesmas Sakti sebanyak 28 kasus, di ikuti Puskesmas Muara Tiga sebanyak 26 kasus.

CNR (Case Notification Rate) Kabupaten Pidie adalah 351 orang atau 82 per 100.000 penduduk.

3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA(+)

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA(+) yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA(+) yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Jumlah kasus baru TB paru BTA (+) Kabupaten Pidie tahun 2016 berjumlah 351 kasus. CDR (Case Detection Rate) tahun 2016 adalah 51,5%.

4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA(+)

TB dapat menyebabkan kematian apabila tidak diobati, 50% dari pasien akan meninggal setelah 5 tahun. Keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan TB Paru dapat diukur dari pencapaian angka kesembuhan penderita.

Pada Tahun 2016 Angka kesembuhan penderita TB Paru BTA+ (Cure Rate) di Kabupaten Pidie sebesar 90.6% dengan rincian laki-laki 93% Perempuan 87.8%, lebih tinggi capaiannya dibanding tahun 2015 yaitu sebesar 89.12%, angka kesembuhan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2017 sudah mencapai target nasional yaitu 90%. Sementara Angka kematian selama pengobatan sebesar 3,1% per 100.000 penduduk atau 13 kasus.

5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ISPA yang menjadi masalah dan masuk dalam program penanggulangan penyakit adalah pneumonia karena merupakan salah satu penyebab kematian anak.

Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru (alveoli). Infeksi ini bisa disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi rentan yang terserang pneumonia adalah anak umur < 2 tahun, usia lanjut diatas 65 tahun atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi dan gangguan immunologi). Sampai saat ini diketahui bahwa sebagian besar dari seluruh penyakit kasus kematian ISPA disebabkan Pneumania.

Perkiraan pneumonia pada balita di Kabupaten Pidie tahun 2016 yaitu 4.688 atau 16.4% dengan jumlah kasus ditemukan sebanyak 769 kasus, terjadi lonjakan kasus dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 195 kasus.

Grafik 3.4

Penemuan Kasus Pneumonia Balita Kab. Pidie tahun 2016

6. Cakupan penemuan dan penanggulangan penderita penyakit “ Acute Flaccid Paralysis” (AFP)

Polio adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf sehingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berusia 0 – 3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher, serta sakit di tungkai dan lengan. Sedangkan AFP merupakan kelumpuhan yang sifatnya flaccid yang bersifat lunglai, lemas atau layuh (bukan kaku), atau terjadi penurunan kekuatan otot, dan terjadi secara akut (mendadak). Sedangkan non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio.

Upaya pemantauan terhadap kasus polio dilakukan melalui surveilans AFP yaitu pengamatan yang terus-menerus terhadap kasus

Acute Flacid Paralysis (AFP) yang terjadi di masyarakat.

0 50 100 150 200 250 In d ra ja ya Pi d ie Ko ta S ig li D el im a Si m p an g T ig a Kb . T an jo n g Teu p in R ay a Sa kt i Keu m al a Ti ro U jo n g R im b a R eu b ee Peu ka n B ar o M ila M u ti ar a B ar at Pa d an g T iji M u ti ar a T im u r Ta n gs e Ti teu G ro n g-gr o n g G eu m p an g M an ee G lp . T ig a G lp . B ar o B at ee M u ar a T ig a 237 125 105 90 80 28 26 23 17 9 6 5 5 4 3 2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan data survailen tahun 2016, jumlah penduduk Pidie yang berusia <15 tahun berjumlah adalah 127.792 jiwa dengan jumlah kasus AFP (Non Polio) yang ditemukan sebanyak 1 kasus. Penderita kelumpuhan AFP diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia <15 tahun. Dari jumlah kasus AFP (Non Polio) yang ditemukan di Kabupaten Pidie, maka diperoleh AFP rate (Non Polio) adalah 1 per 100.000 penduduk.

7. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan Kematian karena AIDS

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counselling, and Testing (VCT).

Pada tahun 2016 dilaporkan ada 5 kasus HIV, 5 Kasus AIDS (Aquiared Immuno Devisiency Syndrome) dan 4 kematian akibat AIDS, bila dibandingkan dengan tahun 2015 kasus HIV/AIDS bertambah lima kali lipat dari 1 kasus menjadi 5 kasus.

Grafik 3.5

Jumlah Kasus Baru HIV, AIDS dan kematian AIDS Kabupaten Pidie 2016

8. Kasus Diare Ditangani

Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, walaupun secara umum angka kesakitan masih fluktuatif. Diare pada balita merupakan hal yang sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan kematian.

Seseorang dikatakan mendeita diare bila feses lebih berair dari biasanya atau buang air besar lebih dari tiga kali berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Jumlah kunjungan penderita diare di Kabupaten Pidie tahun 2016 sebanyak 13.000 kunjungan.

9. Prevalensi Penyakit Kusta

World Health Organization (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga terbesar di dunia soal jumlah penderita kusta. Dalam hal ini, Indonesia di posisi ketiga setelah India dan Brazil.

HIV; 5 AIDS; 5

Kematian AIDS; 4

Untuk itu, WHO prihatin atas kurangnya perhatian pada penderita kusta dibandingkan dengan penyakit lainnya. “Padahal dampak kusta pada penderitanya tidak kalah besar dibandingkan dengan penyakit lainnya,”

Meskipun penyakit Kusta dapat diobati dan disembuhkan, bukan berarti Kabupaten Pidie terbebas dari masalah penyakit Kusta, karena dari tahun ke tahun masih ditemukan sejumlah kasus baru. Beban penyakit kusta yang paling utama adalah kecacatan yang ditimbulkannya, sehingga masalah penyakit Kusta sangat kompleks, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas pada masalah sosial dan ekonomi.

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata.

Dalam rangka penanggulangan penyakit kusta di Kabupaten Pidie dilakukan upaya penemuan dan pengobatan penderita kusta dimasing-masing wilayah Puskesmas. Tahun 2016 di Kabupaten Pidie ditemukan 61 kasus penyakit kusta, yang terdiri dari 39 penderita kusta MB dan 22 penderita kusta PB. Terjadi penurunan kasus penyakit kusta di bandingkan dengan tahun 2015 dengan jumlah kasus 99 orang, dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 14 per 100.000 penduduk.

Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru. Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2016 sebesar 6.56%

10. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD31).

Berikut akan disajikan gambaran penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B yang didapatkan dari berbagai sumber pelaporan seperti Surveilans Eppidemiologi, Surveilans Terpadu Penyakit (STP) dan Sistem Pencatatan Pelaporan Puskesmas (SP3).

a. Difteri

Difteri merupakan penyakit disebabkan oleh Corynebacterium

diptheria dengan gejala klinis demam + 380 C, pseudomembrane

putih keabu abuan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring atau tansil, sakit waktu menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertai sridor. Masa inkubasi antara 2-5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carrier bisa sampai 6 bulan, sumber penularan adalah manusia, baik sebagai penderita maupun carrier. Seseorang dapat menyebarkan bakteri difteri melalui droplet infection dan difteri kulit yang mencemari tanah sekitarnya.

Penyakit difteri muncul akibat menurunnya imunitas seseorang, Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang dapat mengancam jiwa manusia jika tidak segera ditangani. Difteri dapat menghasilkan racun yang berbahaya karena dapat menyerang otot jantung, jaringan syaraf dan ginjal.

Faktor terinfeksinya difteri adalah tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap, selain faktor imunisasi faktor lingkungan rumah yang tidak sehat misalnya sanitasi buruk atau rumah dengan lingkungan yang kumuh.

Upaya yang dilakukan untuk menekan kasus Difteri adalah dengan melakukan imunisasi dasar pada bayi dengan vaksin Difteri-Pertusis-Tetanus dan Hepatitis B (DPT-HB). Vaksin tersebut diberikan 3 (tiga) kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

Berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 bahwa suatu wilayah dinyatakan KLB difteri jika ditemukan 1 kasus difteri di Rumah Sakit Puskesmas maupun di masyarakat. Di kabupaten pidie tahun 2016 dinyatakan sudah KLB karena terdapat 2 kasus difteri, 1 kasus diantaranya meninggal.

b. Pertusis

Penyakit pertusis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh Bordetella Pertusis. Pertusis merupakan penyakit yang toxin

mediated, toksin yang dihasilkan kuman (melekat pada bulu getar

saluran napas atas) akan melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga gangguan aliran sekret saluran pernapasan, dan berpotensi menyebabkan pneumoni. Tahun 2016 di kabupaten Pidie ditemukan 1 kasus Pertusis padahal di tahun sebelumnya tidak ada kasus.

c. Tetanus Neonatorum

Tetanus Neonatorum (TN) adalah penyakit yang disebabkan

Clostridium Tetani pada bayi (umur < 28 hari) yang dapat

menyebabkan kematian. Upaya pengendalian penyakit Tetanus Neonatorum yaitu untuk mencapai status eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN). Penemuan kasus Tetanus Neonatorum di Kabupaten Pidie pada tahun 2016 ditemukan 3 kasus terjadi kenaikan 1 kasus dibandingkan tahun 2015, dan dari total 3 kasus

yang ada 1 meninggal. Dengan demikian Case Fatality Rate (CFR) Tetanus Neonatorum di Kabupaten Pidie tahun 2015 sebesar 33%. Kasus yang meninggal tersebut dilaporkan dari Puskesmas Titeu.

Hal yang terpenting dalam upaya pencegahan Tetanus Neonatorum adalah pertolongan persalinan yang higienis dan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibu hamil serta perawatan tali pusat.

d. Campak

Penyakit campak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus myxovirus viridae meales yang ditularkan melalui droplet penderita. Adapun gejala penyakit campak yaitu: demam, bercak kemerahan, batuk pilek, conjuctivitis (mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka, leher kemudian keseluruh tubuh. Komplikasi Campak : diare hebat, peradangan telinga dan pneumonia.

Jumlah kasus penyakit campak pada tahun 2016 263 kasus, terjadi penurunan tajam dibandingkan tahun 2015 yaitu 921 kasus.

Berdasarkan dari hasil laporan Puskesmas Kasus campak yang paling banyak terdapat di Puskesmas Padang Tiji, Pidie dan Simpang Tiga yaitu Padang Tiji 56 kasus, Pidie 42 kasus dan Puskemas Simpang Tiga 32 kasus.

e. Polio

Polio adalah salah satu penyakit menular yang termasuk PD3I. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistim syaraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis). Penyakit yang umumnya menyerang anak berusia 0-3 tahun ini ditandai dengan muculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku dileher, serta sakit ditungkai dan lengan.

Di Kabupaten Pidie pada tahun 2016 berdasarkan laporan bidang PMK (Pengendalian Masalah Kesehatan) tidak ditemukan kasus Polio.

f. Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu anggota family hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati.

Berdasarkan laporan bidang PMK, jumlah kasus hepatitis B pada tahun 2016 berjumlah 2 kasus padahal di tahun sebelumnya tidak ditemukan adanya kasus.

11. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit DBD sering menimbulkan kepanikan di masyarakat, karena penyebarannya yang cepat dan berpotensi menimbulkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue

Dokumen terkait