• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini merupakan inti dari permasalahan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Inti pembahasan ini dikemukakan dan dirumuskan ke dalam bentuk kesimpulan. Dengan membaca kesimpulan ini, penulis berharap para pembaca sudah dapat menangkap dan memahami isi yang terkandung di dalam skripsi ini. Sebagai penutup, bab ini diakhiri dengan beberapa saran yang diajukan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat agar turut serta dalam membantu para penegak hukum dalam upaya pemberantasan kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah di Indonesia pada umumnya dan di wilayah hukum Kotamadya Medan pada khususnya.

BAB II

KETENTUAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN

PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA A. Perkembangan dan Modus Operandi Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas

Rupiah dan Pengedarannya

Perkembangan pemalsuan surat-surat berharga di Indonesia, umumnya banyak dilakukan pada uang kartal dibandingkan dengan uang giral. Hal ini dimungkinkan karena peredaran uang kartal lebih luas daripada uang giral, dan sasarannya adalah masyarakat luas di perbatasan negara terutama di pulau-pulau perbatasan, di kota-kota kecil dan kota-kota besar daerah urban.

Pemalsuan uang kertas dilakukan dengan cara peniruan (conterfeiting). Peniruan merupakan tindak pemalsuan dengan cara mereproduksi atau meniru suatu dokumen secara utuh. Pelaku berupaya agar hasil initasi mempunyai kemiripan dengan yang asli. Akan tetapi mengingat uang kertas mempunyai tingkat sekuritas yang tinggi dan mahal, maka biasanya uang hasil tiruan mempunyai kualitas jauh lebih rendah.

Tindak peniruan ini bukanlah merupakan suatu fenomena khusus abad ke-20. Kejahatan tersebut selalu tumbuh setiap kurun waktu dan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi. Sehingga fenomena peniruan uang ini harus ditangani secara serius. Tindakan meniru uang dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah uang tersebut asli merupakan suatu tindak kejahatan berat yang dapat dikenai hukuman pidana.24

24

Korban pertama kejahatan pemalsuan uang ini adalah masyarakat dan pada gilirannya negara akan merasakan akibat dari kejahatan tersebut. Botasupal (Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu) melaporkan tindak pemalsuan uang kertas rupiah dari tahun 1971 – 1986 mencapai nilai Rp 9.542.539.400 termasuk di dalamnya adalah hasil pemalsuan uang kertas rupiah di luar negeri sebesar Rp 9,4 miliar.

Dari data tersebut di atas terungkap bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat tindak kejahatan pemalsuan uang sangatlah besar, dan khususnya bagi negara seperti Indonesia akan berpengaruh pada perekonomian negara. Dengan banyaknya peredaran uang kertas rupiah palsu pada tahun 1970-an yang tidak saja akan merusak perekonomian Indonesia dan dengan pertimbangan kemungkinan adanya tujuan politis, maka pada waktu itu Presiden selaku Mandataris MPR melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1971 menginstruksikan kepada Kepala Bakin antara lain untuk membentuk Botasupal.25

Perkembangan teknik-teknik pemalsuan uang tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi grafika baik di dalam maupun di luar negeri. Pada dasarnya baik teknik-teknik pemalsuan yang sederhana sampai kepada yang menggunakan teknologi canggih, dapat dimanfaatkan dalam Perkembangan Pemalsuan dengan Memanfaatkan Perkembangan Teknologi

25

upaya-upaya pemalsuan jenis peniruan sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya.

Pemalsuan jenis peniruan dapat digolongkan menjadi jenis-jenis “kurang berbahaya” dan “berbahaya”, yaitu:26

a. Jenis yang kurang berbahaya

Yaitu jenis pemalsuan uang dengan kualitas relatif kurang baik, masyarakat mudah membedakannya dengan yang asli, pembuatannya dilakukan satu-persatu (kuantitas produksinya rendah).

1. Lukisan Tangan

Peniruan dilakukan dengan cara melukis dengan bahan antara lain cat air, hasil lukisan tampak buruk, tidak sempurna, tidak rapi dan mudah dideteksi.

2. Fotokopi hitam putih

Pemalsuan dengan alat fotokopi hitam putih memberikan penampakan pada hasil cetakan antara lain garis-garis relief dan garis halus hilang terputus-putus atau tidak jelas. Penyempurnaan warna gambar dilakukan dengan menggunakan cat air.

3. Cetakan kasa / sablon

Proses ini memerlukan alat fotografi untuk memisahkan warna-warna yang ada pada gambar aslinya. Sebagai acuan cetak digunakan kasa (screen) missal nilon, sebanyak jumlah warna yang diperlukan.

b. Jenis berbahaya

26

Yaitu jenis pemalsuan dengan kualitas baik, mendekati sempurna dan sulit dibedakan dengan yang asli jika dideteksi tanpa menggunakan alat deteksi serta kuantitas produksinya tinggi.

1. Proses photo mechanic (fotografi)

Reproduksi dengan cara pemisahan setiap komponen warna. Komponen-komponen warna tersebut kemudian dikombinasikan sesuai dengan urutan pencetakannya.

2. Proses colour separation

Pemisahan warna dilakukan dengan filter pada kamera bagi masing-masing warna proses (cyan, magenta, yellow dan black). Penomoran dilakukan dengan menggunakan teknik cetak offset yang banyak digunakan percetakan non-sekuritas.

3. Proses multi-colour

Pemisahan warna secara selektif dan pencetakannya sesuai dengan jumlah warna secara berurutan. Unsur pengaman yang ada pada uang kertas antara lain warna kertas, tanda air, benang pengaman, dan serat-serat berwarna dapat juga ditiru dengan proses ini.

Reproduksi dengan proses multi-colour relatif memerlukan keahlian dan ketelitian dengan waktu persiapan yang lebih lama dibandingkan dengan colour separation. Uang kertas rupiah palsu hasil reproduksi dengan proses multi-colour secara teknis merupakan ancaman potensial menuju kualitas sangat berbahaya.

Kemajuan teknologi fotokopi berwarna berkembang pesat. Dewasa ini mesin fotokopi berwarna mampu mereproduksi semua warna yang tampak. Yaitu empat warna dasar yang dikenal sebagai warna cyan, magenta, yellow dan black.

Meskipun teknik ini memberikan hasil satu-satu, kapasitas rendah dan biaya mahal, namun mesin fotokopi berwarna mempunyai tingkat berbahaya yang sangat tinggi karena dapat dioperasikan dengan mudah oleh siapa saja secara diam-diam. Hal ini dapat dianggap lebih berbahaya dalam pengedarannya karena dilakukan bukan oleh sindikat yang dianggap lebih mudah dilacak oleh pihak yang berwajib.27

Ditinjau dari pelaku pemalsuan uang kertas rupiah, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri, dapat bersifat:

Perkembangan Pemalsuan Uang di Indonesia dan di Kotamadya Medan Di Indonesia

28

Uang kertas rupiah palsu yang dibuat secara professional oleh organisasi

sindikat (organized crime), umumnya dapat dogolongkan pada jenis ‘berbahaya’, dimana semua gambar pada uang palsu merupakan hasil reproduksi dengan proses photo mechanic, dicetak offset dengan pemberian warnanya secara colour separation atau multi colour menggunakan tinta cetak biasa sampai penggunaan tinta-tinta sekuritas. Kertas yang digunakan umumnya mirip a. Secara professional

27

Ibid.

28

dengan asli kecuali pemalsuan benang pengaman dan tanda air yang kualitasnya sangat rendah.

Kasus-kasus pemalsuan uang kertas rupiah eks-luar negeri dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Semua pemalsuan uang kertas rupiah eks-Singapura dan Malaysia

dilakukan melalui proses colour separation.

2. Semua pemalsuan uang kertas rupiah eks-Hongkong dan Tawao (Filipina

Selatan) dilakukan melalui proses multi colour.

b. Secara amatir

Uang kertas palsu yang dibuat secara amatir baik oleh suatu kelompok maupun perorangan ini pada umumnya dapat digolongkan jenis ‘kurang berbahaya’ sampai dengan jenis ‘berbahaya’ biasanya dilakukan di dalam negeri.

Modus operandi pemalsuannya, yaitu:

1. Digambar atau dilukis satu-persatu secara sederhana atau difotokopi dan kemudian diberi warna

2. Dicetak dengan alat cetak sederhana (handpress, sablon) 3. Pemindahan warna (colour transfer)

c. Kualitas uang kertas palsu lainnya

Dari hasil pemeriksaan terhadap uang kertas palsu yang pernah diperiksa di Laboratorium Perum Peruri, poses pemalsuan berkisar dari cara yang paling

sederhana yaitu lukisan tangan, colour transfer, dan cetakan kombinasi antara offset dengan etterpress-thermography.

Mutu hasil pemalsuan bervariasi dari ‘kurang baik’ pada tingkat pemalsuan ‘kurang berbahaya’ sampai ‘sangat baik’ bagi uang palsu dengan tingkat pemalsuan yang ‘berbahaya’.

Kelemahan umum yang teramati pada uang kertas rupiah palsu terdapat pada ciri-ciri gambar, ciri-ciri kertas dan ciri-ciri tinta cetak.29

a. Gambar

Ciri-ciri gambar utama dari hasil cetak intaglio memiliki ketajaman gambar dengan gradasi cetakan blok sampai dengan garis-garis halus (dengan kaca pembesar), dengan peralihan warna yang sempurna. Pada uang palsu ciri-ciri ini tidak dapat ditiru dengan sempurna.

b. Kertas

Sesuai dengan tujuan pemalsu yang mencari keuntungan, maka pada umumnya kertas yang digunakan adalah kertas yang terdapat di pasaran, sehingga mutunya rendah dan memedar di bawah sinar ultra-violet, hal tersebut berbeda dengan kertas uang asli yang tidak memedar bila dikenai sinar ultra-violet.

c. Warna tinta cetak

Warna tinta merupakan karakteristik dalam mengidentifikasi uang-uang palsu, maka dalam pemeriksaan memerlukan pembanding, dengan toleransi

29

akibat perubahan warna baik dalam proses produksi ataupun akibat perubahan dalam peredaran.

Ada beberapa hal mengenai kejahatan pemalsuan mata uang ini, yaitu sebagai berikut:

1. Pelaku Pembuat :

a. Pencetus ide (aktor)

b. Penyandang dana

c. Ahli cetak

d. Tempat penyimpan hasil cetakan

e. Penyedia bahan baku (kertas, plastik, tinta, alat cetak dan sebagainya) Pengedar :

a. Agen pengedar

b. Pengedar biasa

Hubungan antara pelaku pembuat atau pengedar selalu terputus (sistem sel) atau bisa juga agen pengedar termasuk kelompok pembuat.

2. Korban Individu : a. Masyarakat/rakyat b. Pedagang c. Toko-toko d. Pasar

Lembaga :

a. Lembaga pemerintah (bank-bank negara)

b. Instansi pemerintah

c. Lembaga swasta (bank-bank swasta)

d. Money Changer

e. Perusahaan-perusahaan swasta

3. Motivasi

1. Kepentingan pribadi atau kelompok (mencari keuntungan)

2. Kepentingan tertentu (politik/ekonomi)

a. Untuk mengganggu stabilitas ekonomi

b. Menurunkan kepercayaan terhadap mata uang yang sah

3. Subversi

4. Modus Pembuat :

a. Sablon

b. Membelah dan memindah warna (campur warna)

c. Melukis

d. Photocopy

e. Cetak offset f. Cetak printer Pengedar :

a. Menyisipkan di antara tumpukan uang asli

c. Menukar dengan uang asli30

Di Kotamadya Medan

1. Data Jumlah Uang Palsu yang Ditemukan di Bank Indonesia Cabang Medan Tahun 2000 – 2008: (Data Terlampir)

Pada tahun 2000-2002 cenderung mengalami penurunan, sedangkan kembali meningkat sejak tahun 2003-2004. Tahun 2005-2008 cendeung mengalami peningkatan, terutama 2 (dua) tahun terakhir yaitu tahun 2007-2008 Bank Indonesia Medan menemukan jumlah uang palsu yang sangat besar yaitu tahun 2007 total Rp 15.011.000,- dan tahun 2008 total Rp 29.555.000,- Dan dari tahun ke tahun didominasi oleh pecahan Rp 100.000,- (seratus ribu upiah) dan Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) yang paling banyak dipalsukan, namun jangan remeh dengan pecahan uang kertas rupiah yang nilainya kecil karena uang Rp 1000,- pun ada yang dipalsu.

Terhadap kasus uang palsu yang ditemukan oleh Bank Indonesia Medan oleh pihak Bank Indonesia dilaporkan kepada pihak Kepolisian (dalam hal ini kepada Laboratorium Forensik Cabang Medan) untuk diperiksa, sehingga dapat diusut kasus penyelesaiannya ileh pihak Kepolisian.

30

Suryanbodo Asmoro, Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang (makalah), hal. 2-6.

2. Data Jumlah Kasus dan Barang Bukti yang Diperiksa di Laboratorium Forensik Cabang Medan Tahun 2005 – 2008: (Data Terlampir)

Dari data 4 (empat) tahun terakhir dilihat bahwa kasus uang palsu yang berasal dari 5 (lima) provinsi yaitu Aceh, Medan, Batam, Riau, dan Kepri jumlah kasus yang diperiksa barang bukti uang kertas palsunya di Laboratorium Forensik Cabang Medan relatif sedikit. Tahun 2005 terdapat 22 (dua puluh dua) kasus dengan barang bukti 1065 lembar, tahun 2006 terjadi penurunan yaitu 15 (lima belas) kasus dengan barang bukti 412 lembar, tahun 2007 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu terdapat 35 (tiga puluh lima kasus) dengan barang bukti 2001 lembar. Akan tetapi pada tahun 2008 mengalami penurunan yaitu hanya 20 (dua puluh) kasus dengan barang bukti 651 lembar, padahal berdasarkan data jumlah uang palsu yang ditemukan di Bank Indonesia Medan sangat banyak. Hal ini dikarenakan sangat sulit menemukan pelaku sesungguhnya yang membuat dan mengedarkan uang palsu tersebut.

Pada tahun 2001-2005 cenderung mengalami peningkatan, dimana tahun 2001 ditemukan uang kertas rupiah palsu sejumlah Rp 6.250.000,- (enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah), tahun 2002 meningkat jauh yaitu Rp 34.425.000,- (tiga puluh empat juta empat ratus dua puluh lima ribu rupiah), tahun 2003 sejumlah Rp 41.060.000,- (empat puluh satu juta enam puluh ribu rupiah), tahun 2004 mengalami penurunan yaitu Rp 19.280.000,- (sembilan 3. Data Jumlah Kasus Tersangka yang Terlibat dalam Perkara Memalsukan dan Mengedarkan Uang Palsu yang Ditangani di Poltabes MS Tahun 2001 – 2007: (Data Terlampir)

belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah), dan tahun 2005 kembali meningkat sejumlah Rp 41.000.000,- (empat puluh satu juta rupiah).

Namun sejak tahun 2006 pihak Poltabes MS hanya menangani 1 (satu) kasus uang palsu sejumlah Rp 1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) yang sangat sedikit dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Data kasus uang palsu yang ditangani Poltabes MS pada tahun 2007 pun hanya 2 (dua) kasus dengan barang bukti sejumlah Rp 70.000,- (tujuh puluh ribu rupiah) yang terlalu kecil untuk dibandingkan dengan jumlah uang palsu pada tahun-tahun sebelumnya.

4. Data Perkara Menegenai Uang Palsu yang Diperiksa dan Diputus di Pengadilan Negeri Medan Tahun 2006 – 2008: (Data Terlampir)

Perkara yang masuk dan telah diputus oleh PN Medan pada tahun 2006 hanya 3 (tiga) perkara, tahun 2007 mengalami peningkatan yaitu ada 8 (delapan) perkara, dan tahun 2008 menurun dengan hanya ada 3 (tiga) perkara. Data ini cenderung sedikit dan sangat timpang apabila dilihat dari jumlah uang palsu yang begitu banyak yang ditemukan di Bank Indonesia Medan. Hal ini dikarenakan pelaku sebenarnya sangat sulit ditemukan karena uang palsu telah diedarkan dari tangan ke tangan tanpa diketahui oleh korbannya serta kurangnya alat bukti sehingga sulit bagi pihak Kepolisian (dalam hal ini Poltabes MS) untuk melakukan penyelidikan bahkan penyidikan. Oleh karenanya jumlah kasus yang di periksa di pengadilan sangat sedikit. Hal inilah yang perlu dikaji lebih dalam lagi mengenai penegakan hukumnya.

B. Kasus Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya serta Dampaknya Bagi Indonesia

Mengenai kejahatan pemalsuan mata uang ini dapat kita lihat dalam contoh kasus sebagai berikut. Gunawan Tanumulia alias Alex merupakan nama salah satu tersangka pelaku pemalsuan uang di Bandung. Kelompok Gunawan Tanumulia cs termasuk kelompok baru. Namun, jaringan kelompok ini sungguh luas. Uang palsu kreasi Gunawan ini memang cukup sempurna. Kapasitas produksinya pun besar. Hasilnya hampir sempurna dan ketika dideteksi, uang palsu ini lolos. Polda Jabar juga telah melaporkan kasus penggandaan uang palsu ini kepada Bank Indonesia (BI) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Menurut Edi Darnadi, saat dilakukan pendeteksian oleh tim dari BI dan BIN, uang palsu tersebut 95 persen mendekati sempurna.

Kasus pemalsuan uang yang dilakukan oleh Gunawan cs, tergolong sangat rapi dan prosfesional. Hal ini terlihat bahwa uang palsu tersebut sekitar 95 % mendekati sempurna. Perbedaannya terletak pada ketebalan kertasnya saja. Bila uang tersebut jatuh pada orang awam, kemungkinan besar orang tersebut tidak tahu bahwa uang tersebut merupakan uang palsu. Hal ini tentu saja merugikan orang tersebut.

Tentu saja hal tersebut akan merugikan negara. Salah satu dampak serius yang timbul yaitu rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap uang rupiah. Dampak tersebut akan mempengaruhi secara langsung bagi masyarakat kecil selaku pengguna terbesar uang tunai sehingga dapat merusak perekonomian di Indonesia. Selain itu, pemalsuan uang dapat mendorong munculnya tindakan

kejahatan yang lainnya. Seperti halnya tindak pidana pencucian uang. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan citra yang baik terhadap uang palsu tersebut. Tindakan negatif yang muncul lainnya seperti pembiayaan untuk kegiatan terorisme dan politik uang.

Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah peredaran uang palsu yang semakin meningkat. Salah satu cara yang ditempuh pemerintah adalah mempersempit ruang gerak uang palsu. Melalui Bank Indonesia (BI) selaku pemegang otoritas, menerbitkan uang pecahan baru Rp. 10.000 dan Rp. 50.000. Kebijakan tersebut memberikan dampak positif. Dari tahun ke tahun, jumlah uang palsu yang ditemukan semakin berkurang. Pada tahun 2006, jumlah uang palsu yang ditemukan sebesar 148.511 lembar uang palsu, dan tahun 2007 ada 74.243 lembar uang palsu. Sedangkan pada bulan Januari sampai dengan bulan Oktober tahun 2008, uang palsu yang ditemukan hanya 67.282 lembar uang palsu. Tetapi tentu saja masih ada uang palsu yang beredar di masyarakat.

Uang palsu yang masih beredar di masyarakat cukup sulit untuk diberantas. Beberapa upaya telah dilakukan pihak yang berwajib seperti dengan melakukan pengembangan kasus. Tetapi kesadaran masyarakat akan uang palsu masih kurang. Ketika mereka mendapatkan selembar uang dan mulai merasakan curiga, mereka tidak segera melaporkan kecurigaan mereka kepada pihak yang berwajib. Tanpa segan-segan, mereka justru membelanjakan uang palsu tersebut untuk kepentingan mereka. Padahal bila dilaporkan kepada pihak yang berwajib, peredaran uang palsu bisa segera di tekan. Umumnya mereka

segan untuk melapor, bahkan berpikir “nakal” untuk membelanjakannya. Tentu saja sikap masyarakat yang seperti ini harus diwaspadai dan diperlukan penyuluhan untuk memberikan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif uang palsu.

Peredaran uang palsu di masyarakat tidak hanya didorong oleh perilaku masyarakat awam saja, namun juga terkadang perkembangan teknologi sering menjadi kambing hitam. Kita tidak pernah menyangka bahwa perkembangan teknologi selain dapat memanjakan kehidupan masyarakat, dapat juga digunakan untuk mendukung kegiatan kriminalitas seperti pemalsuan uang. Berdasarkan pengakuan seorang tersangka pemalsuan uang, ia dapat memproduksi Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dalam sehari. Peralatan yang dibutuhkannya juga tergolong sederhana, yaitu sebuah printer berwarna. Printer berwarna tersebut dapat diperoleh dengan mudah disekitar masyarakat dengan harga yang sangat terjangkau. Tetapi, bila kita mencermati memang ada sedikit perbedaan antara uang palsu dengan uang yang asli. Bagi mata yang terlatih, akan sangat mudah untuk membedakan mana yang palsu dan mana yang bukan. Tetapi bagaimana dengan masyarakat yang ada disekitar pedesaan yang mereka masih awam dan kurang bisa membedakan antara uang palsu dan yang asli. Tentu saja hal ini sangat merugikan mereka. Sudah jatuh miskin, masih dirugikan dengan adanya uang palsu tersebut.

Beberapa upaya juga telah dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan printer berwarna bagi tindak pidana pemalsuan uang. Salah satunya dengan mencantumkan stiker hologram pada printer berwarna. Upaya tersebut cukup

memberikan dampak positif bagi perkembangan kasus dan penekanan tindak pidana pemalsuan uang. Pada tahun 2005 terdapat 85 kasus, kemudian turun pada tahun 2006 dengan 78 kasus.

Namun, upaya tersebut menuai protes dari kalangan produsen printer. Hal tersebut telah memberatkan produsen karena secara tidak langsung meningkatkan biaya produksi printer. Mereka meminta peninjauan ulang mengenai efektivitas pengadaan stiker tersebut pada penurunan kasus pemalsuan uang.

Pada dasarnya, pemalsuan uang sama dengan penipuan uang. Pemalsuan uang merupakan salah satu kejahatan tertua dan membutuhkan perencanaan terorganisasi yang sangat rapi. Kejahatan ini dapat merugikan kepentingan perekonomian nasional, merugikan negara dan mencoreng citra atau nama Indonesia oleh karena itu pelakunya harus dihukum seberat-beratnya.

Pada umumnya, kejahatan pemalsuan uang dilakukan oleh banyak orang. Sehingga dalam penentuan pertanggungjawaban terhadap pelakunya perlu diperhatikan mengenai rumusan Pasal 55 KUHP mengenai penyertaan dan pembantuan yang diatur pada Pasal 56 jo Pasal 57 KUHP. Namun tidak jarang pula kejahatan pemalsuan uang dilakukan oleh residivis. Sehingga perlu diperhatikan pula rumusan Pasal 486 KUHP. Namun, apabila terhadap pelaku belum pernah mendapatkan penjatuhan hukuman terhadap perbuatannya tersebut maka hal ini adalah termasuk gabungan perbuatan.

Kondisi perekonomian Indonesia yang buruk turut mendorong munculnya tindakan-tindakan kejahatan, salah satunya pemalsuan uang. Pemalsuan uang terjadi di Indonesia tentu saja menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap uang, terutama rupiah. Dampak yang negatif bagi masyarakat, terutama bagi kalangan bawah yang merupakan pengguna terbesar uang tunai. Masyarakat kalangan bawah yang umumnya hidup dalam kemiskinan harus bertambah menderita akibat tertipu dengan adanya uang palsu. Hal ini tentu akan membuat mereka semakin terjerumus ke dalam jurang kemiskinan. Selain itu, uang palsu juga bisa mendorong tindakan kriminal lain seperti pencucian uang, pembiayaan kegiatan terorisme dan politik uang.

Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana pemalsuan uang. Antara lain kemiskinan dan pengangguran. Masyarakat yang miskin dan menganggur pada umumnya mudah tergoda bila mendapat tawaran yang menggiurkan. Pemalsuan uang tentu saja merupakan salah satu hal yang menggiurkan karena pelaku kejahatan ini dapat memperkaya diri mereka dengan kegiatan yang ilegal. Terlebih lagi apabila hidup mereka berada di bawah tekanan ekonomi yang semakin mencekik. Terkadang kegiatan pidana ini menjadi salah satu alternatif untuk lepas dari tekanan perekonomian.

C. Ketentuan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya

Kejahatan peniruan dan pemalsuan mata uang dan uang kertas, yang kadang disingkat dengan pemalsuan uang, adalah berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum atas kepercayaan terhadap uang sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai alat pembayaran, kepercayaan terhadap uang harus dijamin. Kejahatan ini diadakan berhubungan untuk melindungi masyarakat terhadap uang sebagai alat pembayaran tersebut.

Dalam sistem hukum pidana kita, kejahatan terhadap mata uang dan uang kertas adalah berupa kejahatan berat. Setidak-tidaknya ada 2 (dua) alasan yang mendukung pernyataan itu, yakni:31

2. Untuk kejahatan mengenai mata uang dan uang kertas berlaku asas universaliteit, artinya hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan kejahatan ini di luar wilayah Indonesia di manapun. (Pasal 4 sub 2 KUHP). Mengadakan kejahatan-kejahatan yang oleh Undang-1. Ancaman pidana maksimum pada kejahatan ini rata-rata berat. Ada 7 bentuk

rumusan kejahatan mata uang dan uang kertas dalam Bab X buku II KUHP, dua diantaranya diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun (Pasal 244 dan 245), dua dengan pidana penjara maksimum 12 tahun (Pasal 246 dan 247), satu dengan pidana penjara maksimum 6 tahun (Pasal 250). Selebihnya, diancam dengan pidana penjara maksimum 1 (satu) tahun (Pasal 250bis) dan maksimum pidana penjara 4 bulan dua minggu (Pasal 249).

31

Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Rajawali Pers, Bandung, 2005, hlm.

Dokumen terkait