• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah Dan Pengedarannya Di Kotamadya Medan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah Dan Pengedarannya Di Kotamadya Medan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN

(Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

ESRA MADUMA ARITONANG NIM: 050200208

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN

(Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM: 050200208

ESRA MADUMA ARITONANG

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Menyetujui :

Ketua Departemen

NIP. 131 842 854 Abul Khair, S.H., M.Hum.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Nurmalawaty, S.H., M.Hum. M. Eka Putra, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat kasih dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi yang berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang

Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan (Studi Kasus Pengadilan

Negeri Medan)”.

Adapun penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Dalam pembuatan skripsi ini penulis tidak sendirian, ada banyak pihak yang

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Suhaidi, SH.M.Hum, selaku

Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak

Syafruddin, SH.M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum, selaku

Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta

seluruh dosen pengajar dan staf pegawai, yang mendukung penulis dalam

perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Abul Khair, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana,

dan Ibu Nurmalawaty, SH.M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum

(4)

Pidana, yang mendukung penulis dalam pemilihan judul dalam penulisan

skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Nurmalawaty, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang

membimbing dan mendukung penulis dalam masa penulisan sampai

penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak M. Eka Putra, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang juga

telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan

skripsi ini hingga selesai.

5. Ibu DR. Agusmidah, SH.M.Hum, selaku Dosen Wali penulis yang telah

membimbing penulis selama menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Novaryos, Bagian Kas Bank Indonesia Medan yang juga telah

memberikan data-data dan bersedia pula meluangkan waktu untuk

menjawab pertanyaan yang saya ajukan tentang penulisan skripsi ini.

7. Bapak Aipda Jikri Sinurat, Unit Ekonomi Sat Reskrim Poltabes MS yang

telah memberikan data-data dan bersedia meluangkan waktu untuk

menjawab pertanyaan yang saya ajukan tentang penulisan skripsi ini.

8. Bagian Laboratorium Forensik Cabang Medan yang telah memberikan

data-data yang juga dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

9. Pengadilan Negeri Medan yang juga telah memberikan data-data yang

dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada kedua

orangtua saya yang paling berperan dalam penyelesaian skripsi ini serta kepada

(5)

pihak-pihak lainnya yang turut membantu dalam pengerjaan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis sadar bahwa skripsi ini memiliki sangat banyak kekurangan, oleh

karenanya kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima guna perbaikan

dan penulisan lainnya.

Demikian skripsi ini penulis selesaikan, semoga dapat bermanfaat bagi

seluruh masyarakat. Sekian dan terima kasih.

Medan, Juni 2009

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Tinjauan Kepustakaan ... 7

1. Pengertian Penegakan Hukum ... 7

2. Defenisi Uang, Jenis Uang, Fungsi Uang, dan Ciri Uang Kertas Rupiah ... 11

3. Pengertian Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya ... 20

G. Metode Penelitian ... 24

H. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II KETENTUAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA ... 30

(7)

A. Keadaan dan Modus Operandi Kejahatan Pemalsuan Uang

Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan ... 30

B. Kasus Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya serta Dampaknya bagi Indonesia ... 42

C. Ketentuan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya ... 47

BAB III PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN... 63

A. Kepolisian ... 71

B. Kejaksaan ... 92

C. Pengadilan ... 100

D. Lembaga Pemasyarakatan ... 105

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN ... 113

A. Kendala yang Dihadapi oleh Para Penegak Hukum dalam Upaya Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya ... 113

B. Kendala-kendala Lainnya ... 117

BAB V STUDI KASUS ... 123

A. Kasus Posisi ... 123

(8)

B. Analisis Kasus ... 135

BAB VI PENUTUP ... 138

A. Kesimpulan ... 138

B. Saran ... 139

LAMPIRAN A. Data Laporan Uang Palsu di Kantor Bank Indonesia Medan Tahun 2000 – 2008 ... viii

B. Data Kasus Uang Palsu di Laboratorium Forensik Cabang Medan Tahun 2005 – 2008 ... xiv

C. Data Kasus Uang Palsu di Poltabes Medan dan Sekitarnya Tahun 2004 – 2008 ... xv

D. Data Kasus Uang Palsu di Pengadilan Negeri Medan Tahun 2006 – 2008 ... xvi

DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAKSI

Setiap negara termasuk Indonesia selalu bertujuan untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya dengan melakukan berbagai upaya demi mencapainya. Berbagai kemudahan juga diupayakan pemerintah bagi rakyat antara lain dengan mengeluarkan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang tanggung jawab pengedarannya diserahkan kepada Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran (Pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia). Namun seiring bertambahnya waktu, peran uang yang semakin dirasakan penting menumbuhkan keinginan manusia untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan tidak sedikit cara-cara untuk memperoleh uang yang dilakukan dengan cara melawan hukum.

Perbuatan memalsukan uang telah diatur dalam hukum pidana di Indonesia sebagai suatu kejahatan dan memberikan sanksi bagi pelakunya. Akan tetapi, sanksi tersebut masih dirasakan belum menyentuh rasa keadilan masyarakat serta mengingat dampak yang begitu besar bagi negara kita karena sangat merugikan perekonomian negara yang apabila terus dibiarkan akan membahayakan negara dan juga menjatuhkan martabat negara. Oleh karenanya perlu untuk diketahui ketentuan hukum apa yang dapat dikenakan terhadap pelaku kejahatan uang palsu ini. Putusan-putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap kejahatan ini relatif ringan demikian pula tuntutan dari Kejaksaan yang memberikan dakwaan yang berat hukumannya sangat jauh dari ancaman maksimal hukuman dalam KUHP. Hal ini yang membuat orang tidak terlalu takut untuk memalsukan uang di mana semakin meningkatnya kejahatan pemalsuan uang di Indonesia, termasuk Kotamadya Medan yang dapat dilihat dari semakin banyaknya uang palsu yang ditemukan pada Bank Indonesia Medan, sehingga perlu dilihat lagi bagaimana penegakan hukumnya serta hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam penegakan hukum tersebut.

Penegakan hukum yang semaksimal mungkin melalui Sistem Peradilan Pidana merupakan upaya terbaik yang dapat dilakukan dalam memberantas kejahatan pemalsuan uang ini yang pelaksanaannya tergantung dari para penegak hukum yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pemalsuan uang dan penegakan hukumnya. Sedangkan penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangi objek penelitian untuk mengadakan wawancara.

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat sarjana dan data-data lainnya yang diperoleh melalui situs internet, kemudian data-data tersebut diolah secara kualitatif.

(10)

ABSTRAKSI

Setiap negara termasuk Indonesia selalu bertujuan untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya dengan melakukan berbagai upaya demi mencapainya. Berbagai kemudahan juga diupayakan pemerintah bagi rakyat antara lain dengan mengeluarkan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang tanggung jawab pengedarannya diserahkan kepada Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran (Pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia). Namun seiring bertambahnya waktu, peran uang yang semakin dirasakan penting menumbuhkan keinginan manusia untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan tidak sedikit cara-cara untuk memperoleh uang yang dilakukan dengan cara melawan hukum.

Perbuatan memalsukan uang telah diatur dalam hukum pidana di Indonesia sebagai suatu kejahatan dan memberikan sanksi bagi pelakunya. Akan tetapi, sanksi tersebut masih dirasakan belum menyentuh rasa keadilan masyarakat serta mengingat dampak yang begitu besar bagi negara kita karena sangat merugikan perekonomian negara yang apabila terus dibiarkan akan membahayakan negara dan juga menjatuhkan martabat negara. Oleh karenanya perlu untuk diketahui ketentuan hukum apa yang dapat dikenakan terhadap pelaku kejahatan uang palsu ini. Putusan-putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap kejahatan ini relatif ringan demikian pula tuntutan dari Kejaksaan yang memberikan dakwaan yang berat hukumannya sangat jauh dari ancaman maksimal hukuman dalam KUHP. Hal ini yang membuat orang tidak terlalu takut untuk memalsukan uang di mana semakin meningkatnya kejahatan pemalsuan uang di Indonesia, termasuk Kotamadya Medan yang dapat dilihat dari semakin banyaknya uang palsu yang ditemukan pada Bank Indonesia Medan, sehingga perlu dilihat lagi bagaimana penegakan hukumnya serta hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam penegakan hukum tersebut.

Penegakan hukum yang semaksimal mungkin melalui Sistem Peradilan Pidana merupakan upaya terbaik yang dapat dilakukan dalam memberantas kejahatan pemalsuan uang ini yang pelaksanaannya tergantung dari para penegak hukum yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pemalsuan uang dan penegakan hukumnya. Sedangkan penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangi objek penelitian untuk mengadakan wawancara.

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat sarjana dan data-data lainnya yang diperoleh melalui situs internet, kemudian data-data tersebut diolah secara kualitatif.

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Uang memiliki peranan strategis dalam perekonomian suatu negara.

Walaupun saat ini berkembang penggunaan transaksi secara elektronik, namun

tidak mengurangi pentingnya transaksi tunai. Terlebih lagi dalam masyarakat

Indonesia sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang kartal (uang

kertas).1

Di era perekonomian yang terpuruk karena krisis ekonomi yang melanda

negara-negara di dunia ini mengakibatkan keadaan hidup dan kebutuhan hidup

manusia dirasa sangat menghimpit.2

Kejahatan pemalsuan mata uang dewasa ini semakin merajalela dalam

skala yang besar dan sangat merisaukan di mana dampak yang paling utama yang

ditimbulkan oleh kejahatan pemalsuan mata uang ini yaitu dapat mengancam

kondisi moneter dan perekonomian nasional. Dari segi dampaknya terhadap

kepentingan negara, kejahatan pemalsuan uang menghancurkan kepercayaan Peran uang yang begitu pentingnya telah

menumbuhkan keinginan manusia untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan

tidak jarang cara-cara untuk memperoleh uang dilakukan dengan melawan

hukum.

1

Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, “Ringkasan Penelitian Hukum Tindak Pidana di Bidang Mata Uang”, makalah dalam Seminar Kejahatan Terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Sumatera Utara pada tanggal 14 Januari 2006 di Biro Rektor USU, Medan, hal. 7-8.

2

(12)

masyarakat terhadap mata uang sendiri.Wilayah hukum Kotamadya Medan

termasuk sasaran pengedaran uang kertas rupiah palsu dimana berdasarkan data

uang palsu yang diperoleh dari Bank Indonesia Medan serta kasus-kasus uang

palsu yang ditangani oleh Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya (Poltabes

MS) kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah cenderung meningkat dari tahun ke

tahun.

Pemalsuan mata uang ternyata juga menimbulkan kejahatan-kejahatan

lainnya seperti terorisme, kejahatan politik, pencucian uang (money laundring),

pembalakan kayu secara liar, perdagangan orang dan lainnya, baik yang dilakukan

secara terorganisasi maupun bersifat antar negara. Bahkan modus dan

bentuk-bentuk kejahatan pemalsuan mata uang semakin berkembang, sementara

ketentuan pidana pemalsuan uang yang diatur dalam Undang-Undang Hukum

Pidana tidak mengatur jenis perbuatan tersebut dan sanksi yang diancamkan perlu

ditingkatkan. Secara umum kejahatan pemalsuan mata uang dilatarbelakangi oleh

motif ekonomi, walaupun dalam beberapa kasus tidak tertutup kemungkinan ada

motif-motif lain seperti motif politik atau strategi ekonomi dan moneter, namun

hal tersebut sulit untuk dibuktikan.

Saat ini, angka pengangguran di Indonesia dapat dikatakan cukup tinggi.

Pengangguran tersebut tentunya akan mempengaruhi roda perekonomian di

Indonesia. Apalagi, belum lama ini terjadi krisis finansial global yang juga

memberikan dampak negatif bagi Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan

masyarakat yang miskin menjadi semakin miskin. Dampak pengangguran tidak

(13)

angka kriminalitas di Indonesia juga ikut meningkat. Kejahatan yang terjadi di

dunia nyata sudah cukup kompleks. Bahkan kejahatan-kejahatan tersebut

memiliki sindikat yang susah dilacak. Dari banyak jenis kejahatan yang terjadi,

beberapa diantaranya melibatkan uang sebagai barang kejahatannya. Seperti

halnya dengan korupsi yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Uang hasil kejahatan

itu kemudian dilarikan atau “dicuci” (money laundring) untuk menghindari

pelacakan. Selain korupsi, ada kejahatan lain yang juga melibatkan uang dengan

nominal yang cukup besar antara lain kejahatan pemalsuan uang. Bank Indonesia

yang bertugas sebagai pengendali jumlah uang beredar pun mengakui bahwa dari

tahun ke tahun, peredaran uang palsu semakin meningkat.3

Problema pokok dalam kejahatan pemalsuan mata uang dapat diselesaikan

secara yuridis terhadap masalah yang ditimbulkan berkenaan dengan hukum

positif. Usaha penanggulangan kejahatan pemalsuan mata uang pada hakekatnya

merupakan bagian usaha penegakan hukum pidana. Namun sayangnya penegakan

hukum terhadap kasus pemalsuan uang yang terjadi dinilai masih belum cukup

baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya sanksi yang dijatuhkan oleh

pengadilan yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku pemalsuan uang. Selain

itu, pengaturan kejahatan pemalsuan mata uang dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2004, hanya terdapat dalam Pasal 65 dan Pasal 66 yang berkaitan dengan

kewajiban menggunakan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Tentu saja hal ini

sangat merugikan negara.

3

(14)

Pengaturan kejahatan pemalsuan mata uang diatur dalam KUH Pidana Pasal 244 –

Pasal 252.

Selain itu pula, kejahatan mata uang dalam KUHP masih bersifat terbatas.

KUHP tidak dapat menjangkau kejahatan-kejahatan mata uang lainnya yang

berkembang pesat dengan menggunakan perkembangan teknologi. Dalam

perkembangan kejahatan pemalsuan mata uang mutakhir telah terjadi perubahan

paradigma kejahatan pemalsuan mata uang, tidak hanya sebagai alat tukar tetapi

juga sebagai alat politik dan penjajahan ekonomi dengan pelaku tidak hanya

individu tetapi juga korporasi yang dilakukan secara terorganisasi dan bersifat

transnasional. Kemudian terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain

yang mengatur mata uang seperti Peraturan Bank Indonesia Nomor:

6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta

Pemusnahan Uang Rupiah, mengakibatkan kemungkinan tumpang tindih

pengaturan atau terlewatkan dalam pengaturan.4

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dianggap sangatlah perlu bagi

semua penegak hukum untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kerjasama

antara lembaga-lembaga yang saling terkait harus ditingkatkan pula dalam

menangani kasus-kasus kejahatan pemalsuan mata uang. Terlebih mengingat Oleh karena itu, penanggulangan

kejahatan pemalsuan uang membutuhkan pengaturan yang lebih komprehensif

dengan mengacu pada prinsip-prinsip kriminalisasi. Kiranya pengaturan khusus

sudah dirasakan sangat mendesak sehingga perundang-undangan ini dapat

digunakan sebagai lex specialis.

4

(15)

peran kepolisian sebagai pihak yang mengambil tindakan pertama terhadap

kejahatan pemalsuan mata uang rupiah ini.

Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan pemecahan

terhadap masalah-masalah yang telah terjadi, dengan maksud agar negara dan

masyarakat Indonesia termasuk masyarakat di wilayah hukum Kotamadya Medan

tidak selalu dirugikan oleh perbuatan orang-orang atau kelompok-kelompok

pelaku kejahatan pemalsuan uang dan menyelamatkan negara dari ancaman

kerugian perekonomian negara serta mengangkat martabat negara.

Berdasarkan hal ini maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang berkaitan

dengan penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan

pengedarannya di Kotamadya Medan.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi yang berjudul

“Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan

Pengedarannya di Kotamadya Medan” adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas

rupiah dan pengedarannya dalam hukum positif Indonesia?

2. Bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas

rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan)?

3. Kendala apa yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan

pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum

(16)

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan

mata uang rupiah dalam hukum positif Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan

pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum

Kotamadya Medan).

3. Untuk mengetahui kendala apa yang dihadapi dalam penegakan hukum

terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas dan pengedarannya (di wilayah

hukum Kotamadya Medan).

D. Manfaat Penulisan

1. Adapun manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1.1. Dapat memberikan informasi, baik kepada kalangan akademis maupun

untuk kalangan masyarakat terutama masyarakat di wilayah hukum

Kotamadya Medan tentang pentingnya mengetahui hal-hal apa yang harus

dilakukan apabila menerima uang yang diragukan keasliannya.

1.2 Dapat memberikan informasi kepada kita semua, bahwa pemalsuan

terhadap mata uang rupiah merupakan suatu kejahatan yang sangat

merugikan negara dan mengancam stabilitas perekonomian negara yang

harus ditindak dengan tegas oleh para penegak hukum.

(17)

2.1 Untuk dapat berperan dalam membantu para penegak hukum melakukan

pemberantasan kejahatan pemalsuan mata uang rupiah, agar masyarakat

termasuk masyarakat di Kotamadya Medan menjadi lebih sadar untuk

melaporkan apabila terjadi kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah.

2.2 Agar pihak kepolisian dan Bank Indonesia semakin meningkatkan

kerjasamanya dalam rangka mengupayakan penegakan hukum terhadap

kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah serta pengedarannya.

2.3 Agar para penegak hukum menjalankan fungsinya dengan semaksimal

mungkin terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan

Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan” sepengetahuan

penulis belum ada penulis lain yang mengemukakannya, dan penulis telah

mengkonfirmasikannya kepada Sekretariat Departemen Pidana.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Penegakan Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penegakan: perbuatan (hal dan

sebagainya) menegakkan. Sedangkan, hukum:

1. peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku

oleh dan untuk orang banyak, misalnya yang disebut negara hukum ialah

(18)

2. a) segala undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur

pergaulan hidup dalam masyarakat,

b) (ilmu-), pengetahuan atau falsafat mengenai yang tersebut a); misal ia

bermaksud hendak mempelajari hukum negara-negara barat, mahasiswa

fakultas hukum lebih banyak daripada fakultas sastra.

3. ketentuan (kaidah,patokan) mengenai sesuatu peristiwa atau kejadian (alam,

dan sebagainya; misalnya sesuai dengan hukum bahasa Indonesia; dalam

buku ini hukum-hukum ekonomi diuraikan dan diterangkan dengan jelas.

4. keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim (dalam pengadilan);

misal memutuskan hukum, menjatuhkan keputusan; kena hukum, dijatuhi

hukuman (yang diputuskan oleh hakim).5

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan

nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan

hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan

kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas

nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung

dalam hukum tersebut mampu diimplementasikan atau tidak.6

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

5

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet VII, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal 1031.

6

(19)

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1979).7

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan

perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataannya Indonesia

kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement

begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan

penegakan hukum sebagai pelaksanaan-pelaksanaan putusan hakim. Perlu

diingat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai

kelemahan-kelemahan apabila pelaksanaan perundang-undangan atau

keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam

pergaulan hidup.8

Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka

sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu untuk bekerja

mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk

mewujudkan nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya akan

bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap

nilai-nilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan

penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi hukum

di tengah-tengah realitas sosialnya.9

Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang

dapat digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok yang

7

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 5.

8

Ibid., hal. 7-8.

9

(20)

abstrak termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan social

(Radbruch, 1961:36). Apabila berbicara tentang penegakan hukum, maka pada

hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang nota

bene adalah abstrak tersebut. Dirumuskan secara lain, penegakan hukum

merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.

Proses perwujudan ide-ide tersebut merupakan hakekat dari penegakan

hukum.10

Apabila membahas penegakan hukum hanya berpegangan pada

keharusan-keharusan sebagaimana tercantum dalam ketentuan-ketentuan

hukum, maka hanya akan diperoleh gambaran stereotipis yang kosong.

Membahas penegakan hukum menjadi berisi apabila dikaitkan dengan

pelaksanaannya yang konkret oleh manusia.11

Penegakan hukum merupakan penjabaran ide dan cita hukum ke dalam

bentuk-bentuk konkrit. Untuk mewujudkan hukum sebagai id eke dalam bentuk

konkrit membutuhkan suatu organisasi yang cukup kompleks.

Organisasi-organisasi tersebut, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga

pemasyarakatan sebagai unsure klasik penegakan hukum yang dibentuk oleh

negara. Walaupun pada hakekatnya organisasi tersebut bertugas untuk Penegakan hukum memang

dilakukan oleh orang-orang. Tetapi perlu ditambahkan bahwa penegakan hukum

adalah juga kegiatan suatu organisasi. Maka tindakan orang-orang tersebut tidak

dapat dilepaskan dari organisasi tempat mereka menjadi anggotanya.

10

Ibid., hal. 12.

11

(21)

mengantarkan kepada tujuan-tujuan hukum, namun masing-masing badan

berdiri sendiri dan bersifat otonom.

Penegakan hukum juga tidak dapat dilepaskan dari sejarah maupun

struktur sosial masyarakatnya. Hukum dan masyarakat sangat terkait erat dan

saling mempengaruhi. Dilihat dari segi penegakan hukum, maka ini berarti,

hukum juga akan tertarik ke dalam medan pengaruh dari konfigurasi kekuasaan

dalam masyarakat. Akhirnya, apabila hukum dituntut untuk memperlakukan

setiap anggota masyarakat secara sama, pada saat yang sama hukum justru

dihadapkan pada keadaan yang tidak sama.

2. Defenisi Uang, Jenis Uang, Fungsi Uang dan Ciri Uang Kertas Rupiah 2.1. Defenisi Uang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang: 1. alat pembayaran

yang sah, dibuat dari emas, perak dan sebagainya, yang dipakai sebagai

ukuran nilai (harga) sesuatu, 2. upah; gaji; harta; kekayaan, 3. 1/3 tali (3 8 1/2

sen). Kemudian, mata uang: 1. uang yang bukan uang kertas (seperti sen,

gobang dan sebagainya) 2. satu-satu uang seperti sen, ketip, tali dan

sebagainya. Sedangkan rupiah: nama mata uang (100 sen).

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi pengertian uang sebagai

berikut: “Alat penukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang

sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa uang kertas, emas,

(22)

Mengenai defenisi uang, Iswardono Sardjonopermono memberikan

pengertian: Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam

pembayaan untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk

pembayaran hutang-hutang. Uang juga sering dipandang sebagai kekayaan

yang dimiliki yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu hutang

dengan kepastian dan tanpa penundaan. 12

Defenisi di atas merupakan defenisi yang fungsional, yang mana uang

didefenisikan sebagai segala sesuatu yang menunjukkan fungsi tertentu. Lebih

lanjut, mengenai defenisi uang rupiah, menurut Pasal 2 ayat (1)

Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia adalah “alat pembayaran

yang sah di wilayah Republik Indonesia”.13

Uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar.14 Uang dalam

ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat

diterima secara umum.15

Jenis uang yang beredar di masyarakat dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu uang kartal dan uang giral. 2.2. Jenis Uang

16

12

Eddi Wibowo, dkk, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yogyakarta, 2004, hal. 123.

13

Pasal Undang-undang No.

14

Komaruddin, Uang di Negara Sedang Berkembang, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 391.

15

http://id.wikipedia.org/wiki/Uang

16

(23)

Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal

adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam

melakukan transaksi jual beli sehari-hari.

Menurut Undang-Undang Bank Sentral Nomor 13 Tahun 1968

pasal 26 ayat (1), Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk

mengeluarkan uang logam dan kertas.

Jenis uang kartal kemudian dapat dibagi sebagai berikut:17

A. Menurut lembaga yang mengeluarkannya

Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia Nomor 11

Tahun 1953, terdapat dua jenis uang kartal, yaitu uang negara dan uang

bank. Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat

dari kertas yang memiliki ciri-ciri: dikeluarkan oleh pemerintah, dijamin

dengan undang-undang, bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya,

ditandatangani oleh menteri keuangan.

Namun, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968,

uang negara dihentikan peredarannya dan diganti dengan uang bank. Uang

bank adalah uang yang dikeluarkan oleh bank sentral berupa uang logam

dan uang kertas, ciri-cirinya sebagai berikut: dikeluarkan oleh bank

sentral; dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di bank

sentral; bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan (di

Indonesia: Bank Indonesia); ditandatangani oleh gubernur bank sentral.

17

(24)

B. Menurut bahan pembuatnya

Menurut bahan pembuatnya, uang kartal dapat dibagi atas dua

jenis, yaitu:

1. Uang Logam

Uang logam biasanya terbuat dari emas atau perak karena emas

dan perak memenuhi syarat-syarat uang yang efisien. Karena harga emas

dan perak yang cenderung tinggi dan stabil, emas dan perak mudah

dikenali dan diterima orang. Di samping itu, emas dan perak tidak

mudah musnah. Emas dan perak juga mudah dibagi-bagi menjadi unit

yang lebih kecil. Di zaman sekarang, uang logam tidak dinilai dari berat

emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal itu merupakan

pernyataan bahwa sejumlah emas dengan berat tertentu terkandung di

dalamnya.

Sekalipun emas dan perak sudah memenuhi syarat-syarat uang,

namun pada saat ini, emas dan perak tidak dipakai lagi sebagai bahan

uang karena beberapa alasan, yaitu: jumlahnya sangat langka sehingga

sulit didapatkan dalam jumlah besar; kadar emas di setiap daerah

berbeda-beda menyebabkan persediaan emas tidak sama; nilainya tidak

dapat diukur dengan tepat; uang emas semakin hilang dari peredaran,

biasanya karena banyak yang dilebur atau yang dijadikan perhiasan.

2. Uang Kertas

Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar

(25)

penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk

lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang

menyerupai kertas). Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya.

Oleh karena itu, uang kertas hanya memiliki dua macam nilai, yaitu nilai

nominal dan nilai tukar.

Ada 2 (dua) macam uang kertas, yaitu:

a. Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi), yaitu uang

kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah dan alat pembayaran yang

sah dengan jumlah yang terbatas dan ditandatangani menteri

keuangan.

b. Uang Kertas Bank, yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank sentral (saat ini Bank Indonesia).

Beberapa kenuntungan penggunaan alat tukar (uang) dari kertas

di antaranya: penghematan terhadap pemakaian logam mulia; ongkos

pembuatan relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatan uang

logam; peredaran uang kertas bersifat elastis (karena mudah dicetak dan

diperbanyak) sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan akan uang;

mempermudah pengiriman dalam jumlah besar.

2.2.2 Uang Giral

Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan

(26)

aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral adalah

bank umum selain Bank Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, definisi uang giral adalah tagihan yang

ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat

pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegraphic

transfer. Namun, uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah.

Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral.

Kemudian dengan semakin majunya zaman, saat ini telah muncul

jenis uang baru yaitu uang kuasi. Uang kuasi adalah surat-surat berharga

yang dapat dijadikan sebagai alat pembayaran. Biasanya uang kuasi ini

terdiri atas deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing

milik swasta domestik.18

Kegunaan uang tercermin dalam fungsi-fungsi uang. Fungsi uang

dibagi atas fungsi asli dan fungsi turunan.

Namun yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah jenis uang kartal,

khususnya uang kertas, yaitu uang kertas bank.

2.3 Fungsi Uang

19

a. Sebagai alat tukar (medium of exchange) 2.3.1 Fungsi Asli

Fungsi asli disebut juga fungsi primer dari uang. Fungsi asli ini terdiri

atas:

18

Ibid.

19

(27)

Uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran. Agar

uang dapat berfungsi dengan baik diperlukan kepercayaan masyarakat.

Masyarakat harus bersedia dan rela menerimanya.

b. Alat kesatuan hitung (a unit of account)

Untuk menetukan harga sejenis barang diperlukan satuan hitung, juga

dengan adanya satuan hitung, kita dapat mengadakan perbandingan harga

satu barang dengan barang yang lain.

2.3.2 Fungsi Turunan

Fungsi turunan sebagai akibat dari fungsi asli, dengan adanya fungsi

asli uang muncul fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, fungsi uang

tersebut terdiri atas:

a. Sebagai alat pembayaran yang sah

Tidak semua orang dapat menciptakan uang terutama uang kartal, karena

uang hanya dikeluarkan oleh lembaga tertentu. Di Indonesia, uang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral.

b. Alat penyimpan kekayaan dan pemindah kekayaan

Dengan uang, kekayaan berupa tanah, gedung, dapat dipindah

pemilikannya dengan menggunakan uang.

c. Alat pendorong kegiatan ekonomi

Apabila nilai uang stabil, orang senang menggunakan uang itu dalam

kegiatan ekonomi, selanjutnya apabila kegiatan ekonomi itu meningkat,

(28)

d. Standar pencicilan utang

Uang dapat berfungsi sebagai standar untuk melakukan pembayaran di

kemudian hari, pembayaran jangka panjang atau pencicilan utang.

Begitu banyaknya fungsi dan peranan uang menyebabkan uang memiliki

peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya banyak

orang yang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan tidak jarang

yang menggunakan cara melawan hokum untuk memperolehnya, salah satunya

kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya. Oleh karena yang

saat ini semakin marak dipalsukan ialah uang kertas rupiah maka dalam skripsi ini

penulis akan membahas mengenai uang kertas rupiah saja.

2.4. Ciri Uang Kertas Rupiah

Dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang Bank

Indonesia selalu berupaya agar uang yang diterbitkan dan diedarkan memiliki

ciri-ciri dan unsur pengaman yang cukup supaya di satu pihak mudah dikenali

oleh masyarakat namun di pihak lain dapat melindungi uang dari unsur

pemalsuan.

Ciri-ciri umum pada uang kertas yang dapat dikenali adalah sebagai

berikut:20

20

Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, 2005, “Kenali Rupiah Anda!”

1. Bahan uang kertas adalah kertas/plastik dengan spesifikasi khusus yang

(29)

2. Tanda Air – Pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan

terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya.

3. Benang pengaman – Ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat

seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke

bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar

ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna.

4. Cetak intaglio – Cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba.

5. Rectoverso – Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan

pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika

diterawangkan ke arah cahaya.

6. Optical Variable Ink – Hasil cetak mengkilap (glittering) yang

berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

7. Tulisan Mikro – Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca

dengan menggunakan kaca pembesar.

8. Invisible Ink – Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar d bawah

sinar ultraviolet.

9. Multi layer latent image/metal layer – Teknik cetak di mana dalam satu

bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dari sudut

pandang tertentu.

10. Color window/clear window – Pada kertas uang terdapat bagian yang

(30)

3. Pengertian Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya

3.1. Pengertian Kejahatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan: sifat yang jahat;

perbuatan yang jahat (seperti mencuri, membunuh, dan sebagainya); dosa.

Kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau

undang-undang pada suatu waktu tertentu dan yang dilakukan dengan sengaja,

merugikan ketertiban umum dan yang dapat dihukum oleh negara.21

Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana di dalamnya

mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu sesuatu (obyek), yang sesuatu R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan

pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis, pengertian

kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan

undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan

kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si

penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya

keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.

3.2. Pengertian Pemalsuan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemalsuan: hal (perbuatan dan

sebagainya) memalsukan. Memalsukan: melancungkan, membuat sesuatu

yang palsu; mis. ~uang; ~surat lisensi.

21

(31)

itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya

bertentangan dengan yang sebenarnya.22

Ini adalah perbuatan pertama dari dua perbuatan yang merupakan

tindak pidana uang palsu. Satu-satunya syarat untuk perbuatan ini adalah 3.3. Uang Palsu

Titel X Buku II KUHP yang berjudul “Pemalsuan Uang Logam dan

Uang Kertas Negeri dan Uang Kertas Bank” mulai dengan pasal 244 yang

mengancam dengan hukuman berat, yaitu maksimum lima belas tahun penjara

barang siapa membikin secara meniru atau memalsukan uang logam atau uang

kertas bank dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh

mengedarkannya sebagai uang tulen (asli) dan tidak dipalsukan.

Bahwa hukuman yang diancam demikian beratnya menandakan

beratnya sifat tindak pidana ini. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak

pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa gelintir

orang. Jadi, tidak seperti halnya dengan tindak pidana menipu dari pasal 378

KUHP atau pasal lain mengenai kekayaan seseorang.

Menurut sejarah, pada zaman dahulu di beberapa Negara di Eropa para

pembuat uang palsu ini pernah diancam dengan hukuman mati, dan hukuman

mati ini dalam praktek benar-benar dilaksanakan.

3.3. Membikin Secara Meniru

22

(32)

bahwa hasil pembikinan (pembuatan) ini adalah suatu barang logam atau suatu

kertas tulisan yang mirip dengan uang logam atau uang kertas yang asli

sedemikian rupa sehingga banyak orang menganggap uangnya sebagai uang

asli.

Tidaklah diperlukan apakah misalnya logam yang menjadi bahan uang

logam palsu itu sebenarnya harganya lebih mahal daripada logam bahan

pembuat uang asli. Juga tetap ada uang palsu apabila seandainya alat-alat

pemerintah untuk membuat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat

uang palsu itu. Yang merupakan uang asli atau tulen adalah uang yang dibuat

atas perintah dari pemerintah sendiri.

3.4. Memalsukan (Vervalschen)

Ini adalah perbuatan kedua yang merupakan tindak pidana pemalsuan

uang. Mengenai uang kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka

uang yang menunjukkan harga uang menjadi angka yang lebih tinggi atau

lebih rendah. Alasan kehendak (motif) si pelaku tidak dipedulikan, asal

dipenuhi saja unsur tujuan si pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai

uang asli yang tidak diubah.

Dapat dinamakan memalsukan uang kertas apabila uang kertas asli

diberi warna lain. Mungkin dengan demikian uang kertas asli tadi dikira uang

kertas lain yang harganya kurang atau lebih. Mengenai uang logam,

memalsukannya berarti mengubah tubuh uang logam itu dengan – misalnya –

(33)

Kini pun tidak dipedulikan, apakah demikian harga logamnya ditinggikan atau

direndahkan.

3.5. Mengedarkan Uang Palsu

Di samping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245

KUHP mengancam dengan hukuman yang sama:

a. barang siapa dengan sengaja mengedarkan uang logam atau uang kertas

negeri atau uang kertas bank, yang ia bikin sendiri secara meniru atau yang

ia palsukan,

b. barang siapa dengan sengaja mengedarkan barang-barang itu, yang

diketahuinya pada waktu ia menerima barang itu bahwa

barang-barang itu adalah uang palsu,

c. barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke dalam

wilayah Indonesia barang-barang tersebut yang ia membikin atau

memalsukan sendiri, atau yang ia mengetahui kepalsuannya pada waktu ia

menerimanya, dengan tujuan untuk kemudian mengedarkan atau

menyuruh mengedarkan barang-barang itu seolah-olah uang tulen.

Unsur kesengajaan kini berarti bahwa si pelaku harus tahu bahwa

barang-barang tersebut adalah uang palsu. Ia juga tidak perlu mengetahui

bahwa, berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana

(34)

diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan

untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli.23

Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang

diurutkan berdasarkan hirarki mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan G. Metode Penelitian

Sudah merupakan ketentuan dalam hal penyusunan serta penulisan karya

ilmiah atau skripsi diperlukan metode penelitian dalam pengerjaannya. Metode

penelitian sebagai suatu hal yang mempunyai cara utama yang dipergunakan

untuk mencapai suatu tujuan dan untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang

dapat dipertanggungjawabkan, maka harus didukung dengan fakta-fakta/dalil-dalil

yang akurat yang diperoleh dari penelitian. Dalam pembahasan skripsi ini,

metodologi penelitian hukum yang digunakan penulis meliputi:

1. Spesifikasi Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian Hukum Normatif. Dalam hal ini

penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan

perundang-undangan dan bahan yang berhubungan dengan judul skripsi penulis

ini yaitu “Penegakan Hukum terhadap Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan

Pengedarannya di Kotamadya Medan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)”.

2. Bahan Hukum

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum primer,

sekunder dan bahan hukum tersier.

23

(35)

Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan aturan lain di

bawah Undang-Undang serta bahan hukum asing sebagai pembanding.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku,

pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahsan

judul skripsi ini yaitu Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang

Kertas Rupiah dan Pengedarannya.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus

huku m dan lain-lain.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Polda

Sumut (Kepolisan Daerah Sumatera Utara), Poltabes MS (Kepolisian Kota

Besar Medan dan Sekitarnya), Bank Indonesia Medan dan Pengadilan Negeri

Medan yang terletak dalam wilayah pemerintahan Kotamadya Medan.

4. Alat Pengumpul Data

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan atau penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

dilakukan berdasarkan bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku

literatur-literatur, serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan materi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data yang diperoleh dari

bahan pustaka ini dinamakan dengan data sekunder. Data sekunder ini

mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat

(36)

dari internet yang bertujuan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori atau

asas atau doktrin yang berkenaan dengan penegakan hukum pidana. Yang

kesemuanya ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang sifatnya teoritis

yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian dan menganalisis

permasalahan yang dihadapi.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Selain penelitian kepustakaan, penulis juga mengadakan penelitian secara

langsung ke lapangan yaitu dengan mendatangi objek penelitian untuk

mengadakan wawancara terhadap aparat kepolisian di lingkungan Polda

Sumut, Poltabes MS, Bank Indonesia, dan Pengadilan Negeri untuk

mendapatkan data-data, informasi dan keterangan-keterangan yang diperlukan

dalam penulisan skripsi. Wawancara (interview) adalah situasi peran antar

pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh

jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang

responden. Penelitian lapangan dalam penulisan skripsi ini bersifat

melengkapi data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan.

5. Analisis Data

Terhadap data yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif. Menurut Bogen

dan Biklena analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

(37)

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut

dengan bab, di mana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri,

namun masih dalam konteks yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Secara

sistematis, menempatkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima)

bab yang diperinci sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini digambarkan hal-hal yang bersifat umum sebagai

langkah awal dalam penulisan skripsi ini. Pada bab ini penulis

menguraikan alasan yang menjadi latar belakang. Kemudian agar tulisan

ini tidak lari dari tujuannya dalam memahami tulisan ini, maka penulis

menetapkan apa saja yang menjadi permasalahan dan apa saja tujuan dan

manfaat dari tulisan ini.

Dalam bab ini, penulis juga menerangkan tentang keaslian penulisan,

dimana tulisan ini ditulis dan dibuat sendiri oleh penulis. Akhirnya bab

ini ditutup dengan sistematika penulisan yang menerangkan

bagian-bagian dari keseluruhan bab secara ringkas atau sepintas.

(38)

Pada bagian ini, penulis akan menguraikan gambaran mengenai

ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah, yang

mengulas tentang Pasal dalam KUHPidana yang dapat dijadikan dasar

untuk menghukum pelaku pemalsu uang kertas rupiah dan pengedarnya.

BAB III: PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN

PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai penegakan hukum

terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya

sesuai di wilayah hukum Kotamadya Medan dikaitkan dengan sistem

peradilan pidana di Indonesia, yang meliputi kewenangan kepolisian,

kejaksaan, kehakiman dan lembaga pemasyarakatan terhadap pelaku

kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah.

BAB IV: KENDALA YANG DIHADAPI DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN

Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai hal-hal apa saja

yang menjadi kendala dalam upaya penegakan hukum terhadap

kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya oleh para

(39)

BAB V: STUDI KASUS

Pada bab ini penulis akan memberikan salah satu kasus dalam

kejahatan pemalsuan mata uang rupiah dari Pengadilan Negeri Medan

serta menganalisis kasus tersebut sehubungan dengan penegakan

hukumnya.

BAB VI: PENUTUP

Bab ini merupakan inti dari permasalahan yang telah diuraikan

dalam bab-bab sebelumnya. Inti pembahasan ini dikemukakan dan

dirumuskan ke dalam bentuk kesimpulan. Dengan membaca kesimpulan

ini, penulis berharap para pembaca sudah dapat menangkap dan

memahami isi yang terkandung di dalam skripsi ini. Sebagai penutup,

bab ini diakhiri dengan beberapa saran yang diajukan dalam rangka

meningkatkan kesadaran masyarakat agar turut serta dalam membantu

para penegak hukum dalam upaya pemberantasan kejahatan pemalsuan

uang kertas rupiah di Indonesia pada umumnya dan di wilayah hukum

(40)

BAB II

KETENTUAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN

PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA

A. Perkembangan dan Modus Operandi Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya

Perkembangan pemalsuan surat-surat berharga di Indonesia, umumnya

banyak dilakukan pada uang kartal dibandingkan dengan uang giral. Hal ini

dimungkinkan karena peredaran uang kartal lebih luas daripada uang giral, dan

sasarannya adalah masyarakat luas di perbatasan negara terutama di pulau-pulau

perbatasan, di kota-kota kecil dan kota-kota besar daerah urban.

Pemalsuan uang kertas dilakukan dengan cara peniruan (conterfeiting).

Peniruan merupakan tindak pemalsuan dengan cara mereproduksi atau meniru

suatu dokumen secara utuh. Pelaku berupaya agar hasil initasi mempunyai

kemiripan dengan yang asli. Akan tetapi mengingat uang kertas mempunyai

tingkat sekuritas yang tinggi dan mahal, maka biasanya uang hasil tiruan

mempunyai kualitas jauh lebih rendah.

Tindak peniruan ini bukanlah merupakan suatu fenomena khusus abad

ke-20. Kejahatan tersebut selalu tumbuh setiap kurun waktu dan berkembang

sejalan dengan perkembangan teknologi. Sehingga fenomena peniruan uang ini

harus ditangani secara serius. Tindakan meniru uang dengan maksud untuk

mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah uang tersebut asli

merupakan suatu tindak kejahatan berat yang dapat dikenai hukuman pidana.24

24

(41)

Korban pertama kejahatan pemalsuan uang ini adalah masyarakat dan

pada gilirannya negara akan merasakan akibat dari kejahatan tersebut. Botasupal

(Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu) melaporkan tindak pemalsuan

uang kertas rupiah dari tahun 1971 – 1986 mencapai nilai Rp 9.542.539.400

termasuk di dalamnya adalah hasil pemalsuan uang kertas rupiah di luar negeri

sebesar Rp 9,4 miliar.

Dari data tersebut di atas terungkap bahwa kerugian yang ditimbulkan

akibat tindak kejahatan pemalsuan uang sangatlah besar, dan khususnya bagi

negara seperti Indonesia akan berpengaruh pada perekonomian negara. Dengan

banyaknya peredaran uang kertas rupiah palsu pada tahun 1970-an yang tidak

saja akan merusak perekonomian Indonesia dan dengan pertimbangan

kemungkinan adanya tujuan politis, maka pada waktu itu Presiden selaku

Mandataris MPR melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1971

menginstruksikan kepada Kepala Bakin antara lain untuk membentuk

Botasupal.25

Perkembangan teknik-teknik pemalsuan uang tidak terlepas dari

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi grafika baik di dalam maupun di luar

negeri. Pada dasarnya baik teknik-teknik pemalsuan yang sederhana sampai

kepada yang menggunakan teknologi canggih, dapat dimanfaatkan dalam Perkembangan Pemalsuan dengan Memanfaatkan Perkembangan Teknologi

25

(42)

upaya-upaya pemalsuan jenis peniruan sebagaimana yang telah disinggung

sebelumnya.

Pemalsuan jenis peniruan dapat digolongkan menjadi jenis-jenis “kurang

berbahaya” dan “berbahaya”, yaitu:26

a. Jenis yang kurang berbahaya

Yaitu jenis pemalsuan uang dengan kualitas relatif kurang baik,

masyarakat mudah membedakannya dengan yang asli, pembuatannya

dilakukan satu-persatu (kuantitas produksinya rendah).

1. Lukisan Tangan

Peniruan dilakukan dengan cara melukis dengan bahan antara lain cat

air, hasil lukisan tampak buruk, tidak sempurna, tidak rapi dan mudah

dideteksi.

2. Fotokopi hitam putih

Pemalsuan dengan alat fotokopi hitam putih memberikan penampakan

pada hasil cetakan antara lain garis-garis relief dan garis halus hilang

terputus-putus atau tidak jelas. Penyempurnaan warna gambar

dilakukan dengan menggunakan cat air.

3. Cetakan kasa / sablon

Proses ini memerlukan alat fotografi untuk memisahkan warna-warna

yang ada pada gambar aslinya. Sebagai acuan cetak digunakan kasa

(screen) missal nilon, sebanyak jumlah warna yang diperlukan.

b. Jenis berbahaya

26

(43)

Yaitu jenis pemalsuan dengan kualitas baik, mendekati sempurna dan sulit

dibedakan dengan yang asli jika dideteksi tanpa menggunakan alat deteksi

serta kuantitas produksinya tinggi.

1. Proses photo mechanic (fotografi)

Reproduksi dengan cara pemisahan setiap komponen warna.

Komponen-komponen warna tersebut kemudian dikombinasikan

sesuai dengan urutan pencetakannya.

2. Proses colour separation

Pemisahan warna dilakukan dengan filter pada kamera bagi

masing-masing warna proses (cyan, magenta, yellow dan black).

Penomoran dilakukan dengan menggunakan teknik cetak offset

yang banyak digunakan percetakan non-sekuritas.

3. Proses multi-colour

Pemisahan warna secara selektif dan pencetakannya sesuai dengan

jumlah warna secara berurutan. Unsur pengaman yang ada pada

uang kertas antara lain warna kertas, tanda air, benang pengaman,

dan serat-serat berwarna dapat juga ditiru dengan proses ini.

Reproduksi dengan proses multi-colour relatif memerlukan

keahlian dan ketelitian dengan waktu persiapan yang lebih lama

dibandingkan dengan colour separation. Uang kertas rupiah palsu

hasil reproduksi dengan proses multi-colour secara teknis

merupakan ancaman potensial menuju kualitas sangat berbahaya.

(44)

Kemajuan teknologi fotokopi berwarna berkembang pesat. Dewasa

ini mesin fotokopi berwarna mampu mereproduksi semua warna

yang tampak. Yaitu empat warna dasar yang dikenal sebagai warna

cyan, magenta, yellow dan black.

Meskipun teknik ini memberikan hasil satu-satu, kapasitas rendah dan biaya

mahal, namun mesin fotokopi berwarna mempunyai tingkat berbahaya yang

sangat tinggi karena dapat dioperasikan dengan mudah oleh siapa saja secara

diam-diam. Hal ini dapat dianggap lebih berbahaya dalam pengedarannya

karena dilakukan bukan oleh sindikat yang dianggap lebih mudah dilacak oleh

pihak yang berwajib.27

Ditinjau dari pelaku pemalsuan uang kertas rupiah, baik yang berasal dari luar

negeri maupun dalam negeri, dapat bersifat:

Perkembangan Pemalsuan Uang di Indonesia dan di Kotamadya Medan Di Indonesia

28

Uang kertas rupiah palsu yang dibuat secara professional oleh organisasi

sindikat (organized crime), umumnya dapat dogolongkan pada jenis

‘berbahaya’, dimana semua gambar pada uang palsu merupakan hasil reproduksi

dengan proses photo mechanic, dicetak offset dengan pemberian warnanya

secara colour separation atau multi colour menggunakan tinta cetak biasa

sampai penggunaan tinta-tinta sekuritas. Kertas yang digunakan umumnya mirip a. Secara professional

27

Ibid.

28

(45)

dengan asli kecuali pemalsuan benang pengaman dan tanda air yang kualitasnya

sangat rendah.

Kasus-kasus pemalsuan uang kertas rupiah eks-luar negeri dapat

dibedakan sebagai berikut:

1. Semua pemalsuan uang kertas rupiah eks-Singapura dan Malaysia

dilakukan melalui proses colour separation.

2. Semua pemalsuan uang kertas rupiah eks-Hongkong dan Tawao (Filipina

Selatan) dilakukan melalui proses multi colour.

b. Secara amatir

Uang kertas palsu yang dibuat secara amatir baik oleh suatu kelompok

maupun perorangan ini pada umumnya dapat digolongkan jenis ‘kurang

berbahaya’ sampai dengan jenis ‘berbahaya’ biasanya dilakukan di dalam

negeri.

Modus operandi pemalsuannya, yaitu:

1. Digambar atau dilukis satu-persatu secara sederhana atau difotokopi dan

kemudian diberi warna

2. Dicetak dengan alat cetak sederhana (handpress, sablon)

3. Pemindahan warna (colour transfer)

c. Kualitas uang kertas palsu lainnya

Dari hasil pemeriksaan terhadap uang kertas palsu yang pernah diperiksa

(46)

sederhana yaitu lukisan tangan, colour transfer, dan cetakan kombinasi antara

offset dengan etterpress-thermography.

Mutu hasil pemalsuan bervariasi dari ‘kurang baik’ pada tingkat

pemalsuan ‘kurang berbahaya’ sampai ‘sangat baik’ bagi uang palsu dengan

tingkat pemalsuan yang ‘berbahaya’.

Kelemahan umum yang teramati pada uang kertas rupiah palsu terdapat

pada ciri-ciri gambar, ciri-ciri kertas dan ciri-ciri tinta cetak.29

a. Gambar

Ciri-ciri gambar utama dari hasil cetak intaglio memiliki ketajaman gambar

dengan gradasi cetakan blok sampai dengan garis-garis halus (dengan kaca

pembesar), dengan peralihan warna yang sempurna. Pada uang palsu ciri-ciri

ini tidak dapat ditiru dengan sempurna.

b. Kertas

Sesuai dengan tujuan pemalsu yang mencari keuntungan, maka pada

umumnya kertas yang digunakan adalah kertas yang terdapat di pasaran,

sehingga mutunya rendah dan memedar di bawah sinar ultra-violet, hal

tersebut berbeda dengan kertas uang asli yang tidak memedar bila dikenai

sinar ultra-violet.

c. Warna tinta cetak

Warna tinta merupakan karakteristik dalam mengidentifikasi uang-uang

palsu, maka dalam pemeriksaan memerlukan pembanding, dengan toleransi

29

(47)

akibat perubahan warna baik dalam proses produksi ataupun akibat

perubahan dalam peredaran.

Ada beberapa hal mengenai kejahatan pemalsuan mata uang ini, yaitu

sebagai berikut:

1. Pelaku Pembuat :

a. Pencetus ide (aktor)

b. Penyandang dana

c. Ahli cetak

d. Tempat penyimpan hasil cetakan

e. Penyedia bahan baku (kertas, plastik, tinta, alat cetak dan sebagainya)

Pengedar :

a. Agen pengedar

b. Pengedar biasa

Hubungan antara pelaku pembuat atau pengedar selalu terputus (sistem sel)

atau bisa juga agen pengedar termasuk kelompok pembuat.

2. Korban Individu :

a. Masyarakat/rakyat

b. Pedagang

c. Toko-toko

(48)

Lembaga :

a. Lembaga pemerintah (bank-bank negara)

b. Instansi pemerintah

c. Lembaga swasta (bank-bank swasta)

d. Money Changer

e. Perusahaan-perusahaan swasta

3. Motivasi

1. Kepentingan pribadi atau kelompok (mencari keuntungan)

2. Kepentingan tertentu (politik/ekonomi)

a. Untuk mengganggu stabilitas ekonomi

b. Menurunkan kepercayaan terhadap mata uang yang sah

3. Subversi

4. Modus Pembuat :

a. Sablon

b. Membelah dan memindah warna (campur warna)

c. Melukis

d. Photocopy

e. Cetak offset

f. Cetak printer

Pengedar :

a. Menyisipkan di antara tumpukan uang asli

(49)

c. Menukar dengan uang asli30

Di Kotamadya Medan

1. Data Jumlah Uang Palsu yang Ditemukan di Bank Indonesia Cabang Medan

Tahun 2000 – 2008: (Data Terlampir)

Pada tahun 2000-2002 cenderung mengalami penurunan, sedangkan

kembali meningkat sejak tahun 2003-2004. Tahun 2005-2008 cendeung

mengalami peningkatan, terutama 2 (dua) tahun terakhir yaitu tahun 2007-2008

Bank Indonesia Medan menemukan jumlah uang palsu yang sangat besar yaitu

tahun 2007 total Rp 15.011.000,- dan tahun 2008 total Rp 29.555.000,- Dan dari

tahun ke tahun didominasi oleh pecahan Rp 100.000,- (seratus ribu upiah) dan

Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) yang paling banyak dipalsukan, namun

jangan remeh dengan pecahan uang kertas rupiah yang nilainya kecil karena

uang Rp 1000,- pun ada yang dipalsu.

Terhadap kasus uang palsu yang ditemukan oleh Bank Indonesia Medan

oleh pihak Bank Indonesia dilaporkan kepada pihak Kepolisian (dalam hal ini

kepada Laboratorium Forensik Cabang Medan) untuk diperiksa, sehingga dapat

diusut kasus penyelesaiannya ileh pihak Kepolisian.

30

Suryanbodo Asmoro, Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang (makalah), hal. 2-6.

2. Data Jumlah Kasus dan Barang Bukti yang Diperiksa di Laboratorium

(50)

Dari data 4 (empat) tahun terakhir dilihat bahwa kasus uang palsu yang

berasal dari 5 (lima) provinsi yaitu Aceh, Medan, Batam, Riau, dan Kepri

jumlah kasus yang diperiksa barang bukti uang kertas palsunya di Laboratorium

Forensik Cabang Medan relatif sedikit. Tahun 2005 terdapat 22 (dua puluh dua)

kasus dengan barang bukti 1065 lembar, tahun 2006 terjadi penurunan yaitu 15

(lima belas) kasus dengan barang bukti 412 lembar, tahun 2007 mengalami

peningkatan yang signifikan yaitu terdapat 35 (tiga puluh lima kasus) dengan

barang bukti 2001 lembar. Akan tetapi pada tahun 2008 mengalami penurunan

yaitu hanya 20 (dua puluh) kasus dengan barang bukti 651 lembar, padahal

berdasarkan data jumlah uang palsu yang ditemukan di Bank Indonesia Medan

sangat banyak. Hal ini dikarenakan sangat sulit menemukan pelaku

sesungguhnya yang membuat dan mengedarkan uang palsu tersebut.

Pada tahun 2001-2005 cenderung mengalami peningkatan, dimana tahun

2001 ditemukan uang kertas rupiah palsu sejumlah Rp 6.250.000,- (enam juta

dua ratus lima puluh ribu rupiah), tahun 2002 meningkat jauh yaitu Rp

34.425.000,- (tiga puluh empat juta empat ratus dua puluh lima ribu rupiah),

tahun 2003 sejumlah Rp 41.060.000,- (empat puluh satu juta enam puluh ribu

rupiah), tahun 2004 mengalami penurunan yaitu Rp 19.280.000,- (sembilan 3. Data Jumlah Kasus Tersangka yang Terlibat dalam Perkara Memalsukan dan

Mengedarkan Uang Palsu yang Ditangani di Poltabes MS Tahun 2001 – 2007:

(51)

belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah), dan tahun 2005 kembali

meningkat sejumlah Rp 41.000.000,- (empat puluh satu juta rupiah).

Namun sejak tahun 2006 pihak Poltabes MS hanya menangani 1 (satu)

kasus uang palsu sejumlah Rp 1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu

rupiah) yang sangat sedikit dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.

Data kasus uang palsu yang ditangani Poltabes MS pada tahun 2007 pun hanya

2 (dua) kasus dengan barang bukti sejumlah Rp 70.000,- (tujuh puluh ribu

rupiah) yang terlalu kecil untuk dibandingkan dengan jumlah uang palsu pada

tahun-tahun sebelumnya.

4. Data Perkara Menegenai Uang Palsu yang Diperiksa dan Diputus di

Pengadilan Negeri Medan Tahun 2006 – 2008: (Data Terlampir)

Perkara yang masuk dan telah diputus oleh PN Medan pada tahun 2006

hanya 3 (tiga) perkara, tahun 2007 mengalami peningkatan yaitu ada 8 (delapan)

perkara, dan tahun 2008 menurun dengan hanya ada 3 (tiga) perkara. Data ini

cenderung sedikit dan sangat timpang apabila dilihat dari jumlah uang palsu

yang begitu banyak yang ditemukan di Bank Indonesia Medan. Hal ini

dikarenakan pelaku sebenarnya sangat sulit ditemukan karena uang palsu telah

diedarkan dari tangan ke tangan tanpa diketahui oleh korbannya serta kurangnya

alat bukti sehingga sulit bagi pihak Kepolisian (dalam hal ini Poltabes MS)

untuk melakukan penyelidikan bahkan penyidikan. Oleh karenanya jumlah

kasus yang di periksa di pengadilan sangat sedikit. Hal inilah yang perlu dikaji

(52)

B. Kasus Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya serta Dampaknya Bagi Indonesia

Mengenai kejahatan pemalsuan mata uang ini dapat kita lihat dalam

contoh kasus sebagai berikut. Gunawan Tanumulia alias Alex merupakan nama

salah satu tersangka pelaku pemalsuan uang di Bandung. Kelompok Gunawan

Tanumulia cs termasuk kelompok baru. Namun, jaringan kelompok ini sungguh

luas. Uang palsu kreasi Gunawan ini memang cukup sempurna. Kapasitas

produksinya pun besar. Hasilnya hampir sempurna dan ketika dideteksi, uang

palsu ini lolos. Polda Jabar juga telah melaporkan kasus penggandaan uang

palsu ini kepada Bank Indonesia (BI) dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Menurut Edi Darnadi, saat dilakukan pendeteksian oleh tim dari BI dan BIN,

uang palsu tersebut 95 persen mendekati sempurna.

Kasus pemalsuan uang yang dilakukan oleh Gunawan cs, tergolong sangat

rapi dan prosfesional. Hal ini terlihat bahwa uang palsu tersebut sekitar 95 %

mendekati sempurna. Perbedaannya terletak pada ketebalan kertasnya saja. Bila

uang tersebut jatuh pada orang awam, kemungkinan besar orang tersebut tidak

tahu bahwa uang tersebut merupakan uang palsu. Hal ini tentu saja merugikan

orang tersebut.

Tentu saja hal tersebut akan merugikan negara. Salah satu dampak serius

yang timbul yaitu rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap uang rupiah.

Dampak tersebut akan mempengaruhi secara langsung bagi masyarakat kecil

selaku pengguna terbesar uang tunai sehingga dapat merusak perekonomian di

(53)

kejahatan yang lainnya. Seperti halnya tindak pidana pencucian uang. Kegiatan

ini dilakukan untuk menciptakan citra yang baik terhadap uang palsu tersebut.

Tindakan negatif yang muncul lainnya seperti pembiayaan untuk kegiatan

terorisme dan politik uang.

Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah

peredaran uang palsu yang semakin meningkat. Salah satu cara yang ditempuh

pemerintah adalah mempersempit ruang gerak uang pals

Referensi

Dokumen terkait

Dimana relevansi studi tentang perilaku organisasi tersebut dengan penelitian ini adalah karena pengklasifikasi merupakan bagian dari suatu organisasi dan menjalan proses

Produsen program yang menyajikan to- koh “hero” dengan kategori male gender role sebagai standar bearers, lovers, workers dan bosses dalam tayangan program “Zero to

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen. pada Fakultas Bisnis dan Manajemen

Tujuan perancangan sistem informasi pariwisata berbasis web adalah untuk mempromosikan wisata Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dan terbentuknya suatu

Tujuan menciptakan sistem perencanaan pembangunan yang terpadu, dengan sasaran terciptanya sistem perencanaan yg terintegrasi antar daerah, antar ruang, antar waktu,

Tehnik bibliotheraphy adalah tehnik yang bisa memberikan pencerahan yang baik bagi siswa yang mengalami gangguan kecemasan, karna dengan tehnik bibliotheraphy siswa

Dengan rendah hati dan rasa syukur dalam dada di peruntukkan kepada Allah yang membimbing penulis dengan petunjukNya, sehingga dengan lancar menyelesaikan skripsi

adalah pada tahap kecemasan. Pada masa ini, pengguna D 'FESAS boleh bersiap sedia memindahkan barangan penting dalam rumah supaya tidak mengakibatkan kerugian harta