• Tidak ada hasil yang ditemukan

27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Hasil Belajar Matematika

1. Belajar

Belajar menurut Travers adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. Harold Spears mengungkapkan, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan

mengikuti arah tertentu (Learning is to be observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction) (Suprijono, 2011:2).

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Dalam arti luas perubahan perilaku itu mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan sebagainya. Setiap perilaku ada yang tampak atau dapat diamati, dan ada pula yang tidak dapat diamati (Hartiny, 2010:31).

Menurut Dictionary of Psychology disebutkan bahwa belajar

memiliki dua definisi. Pertama, belajar dapat diartikan sebagai “the

proses of accquiring knowledge”, maksudnya belajar memiliki arti suatu

proses untuk memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar diartikan “a

relatively permanent change potentiality which occurs as a result of

reinforcedpractice”, maksudnya belajar berarti suatu perubahan

kemampuan untuk bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil laihan yang diperkuat. Pengertian belajar dari Dictionary of Psychology ini

28 menekankan aspek proses serta keadaan sebagai hasil belajar (Sriyanti, 2011:17).

Belajar itu merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuanyang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman, 1994:22-23).

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku. Kemudian belajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseuruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1991:2).

Dari berbagai pendapat tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan individu baik dengan cara membaca, mendengarkan, meniru, ataupun mengamati, guna memperoleh suatu perubahan baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Belajar juga memiliki berbagai macam tujuan yang nantinya harus dicapai setelah melakukan kegiatan belajar itu sendiri. Dalam usaha

29 pencapaian tujuan belajar itu sendiri perlu diciptakan kondisi belajar yang lebih kondusif.

Belajar juga memiliki tujuan-tujuan yang sangat banyak dan sangan bervariasi. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, hal ini lazim dinamakan dengan

instructional effects, yang biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedang tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu tercapai karena bentuk konsekuensi logis dari siswa menghidupi (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu contohnya seperti, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan

demokratis, menerima pendapat orang lain. Tujuan yang berupa hasil sampingan yang menyertai tujuan instruksional ini lazim diberi istilah

nurturant effects (Sardiman, 1994:28).

2. Hasil Belajar

Hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat dari latihan atau

pengalaman yang diperoleh. Dalam hal ini, Gagne dan Briggs mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar (Hartiny, 2010:33).

Nana Sudjana dalam bukunya “Penilaian Hasil Belajar Mengajar

mengemukakan, bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang diperoleh siswa ini sangat erat kaitannya dengan proses

30 belajar dan rumusan tujuan instruksional yang telah direncanakan guru sebelumnya (Sopiatin dan Sahrani, 2011:63-64).

Gagne mengungkapkan, bahwa hasil belajar itu bisa berupa informasi verbal yaitu berupa kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan; keterampilan intelektual yaitu kemampuan dalam mempresentasikan konsep dan lambang; strategi kognitif yaitu kecakapan dalam menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah; keterampilan motorik yaitu kemampuan untuk melakukan serangkaian gerakan jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; dan sikap yang merupakan kemampuan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan pada penilaian terhadap objek tersebut, dan merupakan kemampuan

menjadikan nilai-nilai sebagai standar suatu perilaku (Suprijono, 2011:5- 6).

Dari penjelasan beberapa ahli diatas, hasil belajar menurut peneliti yakni nilai-nilai, pemahaman, apresiasi serta keterampilan yang diperoleh siswa dari pelaksanaan tes dan diskusi selama proses pembelajaran sesuai siklus penelitian.

Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bunyamin Bloom yang secara garis besar membagi tiga ranah yakni (Sopiatin dan Sahrani, 2011:67-68) :

31 a. Ranah kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek yakni pengetahuan, apikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. keenam aspek tersebut yaitu sebagai berikut :

1) Pengetahuan : kemampuan mengingat apa yang sudah dipelajari. 2) Pemahaman : kemampuan mengangkat makna dari sesuatu yang

telah dipelajari.

3) Aplikasi : kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari kedalam situasi baru yang konkret (nyata).

4) Analisis : kemampuan untuk merinci hal yang dipelajari kedalam unsur-unsurnya. Supaya struktur organisasinya dimengerti.

5) Sintesis : kemampuan mengumpulkan bagian-bagian untuk membentuk satu kesatuan yang baru.

6) Evaluasi : kemampuan untuk menentukan nilai sesuatu yang dipelajari untuk suatu tujuan tertentu.

b. Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ada beberapa kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar. Ketegorinya dimulai dari tingkat yang dasar sampai tingkat yang kompleks.

32 1) Receiving/attanding, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam konteks situasi dan gejala.

2) Responding atau jawaban, reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, serta kepuasan dalam menjawab stimulasi dari luar yang datang kepada dirinya.

3) Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan

kepercayaan terhadap stimulasi tadi. Dalam evauasi ini, termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. 4) Organisasi, yakni pengembangan atas nilai keadaan suatu sistem

organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimmiliki dan mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku seseorang.

c. Ranah psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada lima tingkat keterampilan, yakni: 1) Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). 2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

33 3) Keterampilan perseptual, termasuk didalamnya membedakan

visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain.

4) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan. Gerakan-gerakan skill mulai dari keterampilan sederhanasampai pada keterampilan yang kompleks.

5) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive,

seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum, keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Masing-masing faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Sriyanti, 2011:23-24).

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat diluar diri individu. Dalam proses belajar di sekolah, faktor eksternal berarti faktor-faktor yang berada diluar diri siswa. Faktor-faktor eksternal terdiri dari faktor nonsosial dan faktor sosial.

1) Faktor nonsosial

Faktor nonsosial adalah faktor-faktor diluar individu yang berupa kondisi fisik yang ada dilingkungan belajar. Faktor nonsosial merupakan kondisi fisik yang ada dilingkungan sekolah, keluarga maupun dimasyarakat. Aspek fisik tersebut bisa berupa peralatan sekolah, sarana belajar, gedung dan ruang belajar, kondisi

34 2) Faktor sosial

Faktor sosial adalah faktor-faktor di luar individu yang berupa manusia. Faktor eksternal yang bersifat sosial, bisa dipilah

menjadi faktor yang berasal dari keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat (termasuk teman pergaulan anak).

Misalnya, kehadiran orang dalam belajar, kedekatan hubungan antara anak dengan orang lain, keharmonisa atau pertengkaran dalam keluarga, hubungan antar personil sekolah da sebagainya. b. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan faktor psikologis.

1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis adalah kondisi fisik yang terdapat dalam diri individu. Faktor fisiologis terdiri dari :

a) Keadaan Tonus jasmani pada umumnya

Keadaan tonus jasmani secara umum ini, misalnya tingkat kesehatan dan kebugaran fisik individu. Apabila badan

individu daam keadaan bugar dan sehat maka akan mendukung hasil belajar. Sebalinya, jika badan individu dalam keadaan kurang bugar dan kurang sehat akan menghambat hasil belajar.

35 b) Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu

Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu adalah keadaan fungsi jasmani tertentu, terutama yang terkait dengan fungsi panca indra yang ada dalam diri individu. Panca indra itu merupakan pintu gerbang masuknya pengetahuan dalam diri individu. 2) Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah faktor psikis yang ada dalam diri individu. Faktor-faktor psikis tersebut antara lain tingkat kecerdasan, motivasi, minat, bakat, sikap, kepribadian, kematangan dan lain sebagainya.

3. Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau

mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam

bahasa Belanda, matematika disebut wiskundeatau imu pasti, yang semuanya berkaitan dengan penalaran (Susanto, 2013:184).

Menurut Nasution (1980:2) yang dikutip oleh Subarinah kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata Sansekerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan dan intelegensia. Menurut Johnson dan myklebust matematika adalah bahasa simbolis yang praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan pemikiran. Menurut Mulyani Sumantri matematika adalah pengetahuan yang tidak kurang pentingnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

36 itu, tujuan pengajaran matematika ialah agar peserta didik dapat

berkonsultasi dengan mempergunakan angka-angka dan bahasa dalam matematika (Hartiny, 2010:11-12).

Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Matematika merupakan alat dan bahasa dasar banyak ilmu (Nugroho, 1990:198).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yg digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinnggi. Bahkan matematika diajarkan ditaman kanak-kanak secara informal.

Sedangkan pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013:186).

Layaknya ilmu pengetahuan lain, Matematika juga memiliki ciri- ciri atau sifat khas yang dapat membedakan Matematika dengan disiplin ilmu lain. Frans Susilo S. J. , dalam bunga rampai untuk menghormati 72

37 tahun Pater J.I.G.M. Drost S. J. (Supatmono, 2009:8-9), mengungkapkan ciri-ciri Matematika sebagai berikut :

a. Matematika bukanlah ilmu yang memiliki kebenaran mutlak. Kebenaran dalam Matematika adalah kebenaran nisbi yang tergantung pada kesepakatan yang disetujui bersama.

b. Matematika bukanlah ilmu yang tidak bisa salah. Sebagai ilmu yang di bentuk dan dikembangkan oleh manusia, tentu matematika tidak lepas dari kesalahan dan keterbatasan. Meskipun demikian, melalui kesalahan-kesalahan itulah Matematika didorong dan dipacu untuk terus tumbuh dan berkembang.

c. Matematika bukanlah kumpulan angka, simbol dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Justru sebaliknya, Matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata.

d. Matematika bukanlah kumpulan teknik pengerjaan yang hanya perlu dihafal sehingga siap pakai untuk menyelesaikan soal-soal. Dalam Matematika, keindahan bukan semata-mata hanyaditentukan dari hasil akhir tetapi justru dari latar belakang dan proses yang mengantar sampai terjadinya hasil akhir tersebut.

e. Objek Matematika adalah unsur-unsur yang bersifat sosial-kultural- historis, yaitu merupakan milik bersama seluruh umat manusia, sebagai salah satu sarana yang dipergunakan manusia untuk mengembangkan segi-segi tertentu dalam perikehidupan

38 manusiawinya, dan yang terbentuk melalui proses panjang menyejarah yang membentuk wajah Matematika itu sendiri.

Sementara tujuan pembelajaran matematika disekolah dasar sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas, sebagai berikut (Susanto, 2013:190) :

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, menggunakan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Pemahaman konsep matematika penting dilakukan agar dewasa kelak siswa mampu mengaplikasikan pada kehidupan nyata. Marilyn

mengemukakan, “a before and after school program can provide

children with many opportunities to experience math in their everyday

ives as wel as reinforce math concepts the children are learningin school

39 diberikan di sekolah sesuai dengan pengalaman daam kehidupan sehari- hari sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan benar sejak dini sepintas lalu konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar (SD) sangatlah mudah, tetapi sebenarnya materi matematika SD memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak boleh dipandang sepele (Hartiny, 2010:14-15).

4. Hasil Belajar Matematika

Dari pembahasan mengenai pengertian hasil belajar dan matematika sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian dari hasil belajar matematika adalah tingkat pencapaian siswa terhadap tujuan pembelajaran matematika setelah siswa mengikuti program pembelajaran matematika dalam kurun waktu tertentu yang diukur dengan tes yang telah dirancang sebagai pengukur keberhasilan belajarnya.

Akan tetapi dalam penelitiannya, Sumarmo dkk (1999) mengemukakan bahwa hasil belajar matematika siswa sekolah dasar belum memuaskan, juga adanya kesulitan belajar yang dihadapi siswa dan kesulitan yang dihadapi guru dalam mengajarkan matematika. Begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedjadi (2000) mengemukakan bahwa daya serap rata-rata siswa sekolah dasar untuk mata pelajaran matematika hanya sebesar 42% (Susanto, 2013:191).

40

s = v × t v = 𝐬

𝐭

dan t =

𝐬 𝐯

B. Satuan Jarak dan Kecepatan

Satuan jarak dan kecepatan yang dimaksud penulis adalah salah satu materi dari mata pelajaran Matematika kelas lima SD/MI Bab II pada semester ganjil. Pembahasan materi ini seputar pengenalan satuan jarak dan kecepatan, serta penyelesaiaan masalah yang menyangkut satuan jarak, kecepatan dan waktu.

Satuan jarak yang dimaksud dalam pelajaran ini adalah kilometer (km), meter (m), atau sentimeter(cm). Penggunaannya bergantung pada jauh- dekatnya antara 2 bendaatau tempat. Jarak antara 2 kota, dengan satuan jarak km. Jarak antara 2 rumah berdekatan, dengan satuan m. Jarak antara 2 benda di atasmeja, dengan satuan cm (Sunaryo, 2007:83).

Sedangkan kecepatan adalah waktu yang digunakan untuk menempuh jarak tertentu, dalam waktu tertentu (Sunaryo, 2007:84). Untuk menyatakan satuan kecepatan adalah satuan jarak dibagi satuan waktu. Sehingga jika jarak adalah s, kecepatan adalah v, dan waktu adalah t, maka diperoleh :

Masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan adalah perjalanan. Waktu, berkaitan dengan keberangkatan, lama perjalanan, waktu istirahat, dan saat sampai atau tiba di tempat tujuan. Jarak menyatakan panjang atau jauhnya perjalanan yang dilakukan antara 2 tempat (dua kota, dsb). Kecepatan adalah waktu yang digunakan untuk menempuh jarak tertentu.

41 Standar kompetensi dari materi ini adalah menggunakan

pengukuran waktu, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah. Sedangkan kompetensi dasar Mengenal satuan jarak dan kecepatan dan menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan waktu jarak dan kecepatan.

C. Pengertian Metode Numbered Heads Together (NHT)

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pelajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat

melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah dan Zain, 2006:46).

Dalam penggunaan suatu metode, guru harus mengetahui faktor-faktor pemilihan metode tersebut. Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M. Sc. Ed.,

mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut :

1. Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya;

2. Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya; 3. Situasi yang berbagai-bagai keadaannya;

4. Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya;

42 Penelitian tindakan kelas ini akan menggunakan salah satu metode pembelajaran yakni metode Numbered Heads Together (NHT). Metode ini sebenarnya adalah varian dari metode diskusi kelompok. Langkah-langkah dari metode ini pun tidak jauh berbeda dari langkah-langkah metode diskusi pada umumnya. Langkah yang membedakan metode ini dengan metode lainnya adalah pemberian nomor pada setiap siswa yang ada di dalam kelompok.

Menurut Slavin (1995), metode yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Tujuan dari NHT adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan keas (Huda, 2014:203).

Suprijono dalam bukunya yang berjiudul “Cooperative Learning,

Teori & Aplikasi PAIKEM” (2011) mengungkapkan bahwa, pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Heads Together diawali dengan

Numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah

kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi

menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan

43 kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap- tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok

menyatuka kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas

pertanyaan dari guru. Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didikya yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebuh mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Metode Numbered Heads Together ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan seperti metode-metode pembelajaran lainnya. Dr. Hamdani, M. A. Dalam bukunya yang berjudul “Strategi Belajar Mengajar” (2011:90)

mengungkapkan kelebihan dan kelemahan metode NHT sebagai berikut : 1. Kelebihan metode NHT

a. Setiap siswa menjadi siap semua;

b. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sunggguh-sungguh; dan c. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. 2. Kelemahan metode NHT

a. Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

44

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat Berdirinya MI Al-Hidayah Plelen

Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah Plelen merupakan suatu lembaga pendidikan formal tingkat sekoah dasar yang bercirikan agama Islam yang berada dibawah naungan Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU. Madrasah ini didirikan pada 1 Agustus 1961 di bawah Yayasan Daruttarbiyah Wat Ta‟lim oleh para tokoh NU Ranting Desa Plelen. Tokoh yang ikut berperan antara lain Bp. Samsuri, Bp. Nahrowi, Bp. H. Ihsan, Bp. K.H. Fauzan, Bp. H. Umar, Bp. Slamet Khasani. Dalam awal berdirinya, madrasah ini merupakan suatu majelis ta‟lim yang memberikan bekal pengetahuan keagamaan, yang oleh para tokoh majelis ini diberi nama MWB (Majelis Wajib Belajar). Akan tetapi, MWB ini pada waktu itu memiliki fungsi seperti Madrasah Diniyah (Madin) yang ada saat ini. Seiring dengan perjalanan waktu, MWB berkembang menjadi Lembaga Perguruan Agama setara dengan lembaga pendidikan formal Sekolah Dasar pada waktu itu dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Al- Hidayah Plelen yang resmi mendapat pengesahan dari Departemen Agama RI perwakilan Kabupaten Batang nomor : K. 12/672/890/III/1074 pada tanggal 1 Juni 1974.

45 2. Identitas MI Al-Hidayah Plelen

Berdasarkan dokumentasi yang ada di MI Al-Hidayah Plelen, ditemukan data yang menjelaskan tentang identitas madrasah sebagai berikut :

Nama Madrasah : MI Al-Hidayah Plelen Status Madrasah : Swasta

Waktu Belajar : Pagi

Alamat Madrasah : Jl. PTP Nusantara IX Siluwok Subah Desa Plelen

: Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa : Tengah Telp. (0294)365906, Kode Pos 51281 Alamat E-mail : mi_alhidayah_plelen@yahoo.co.id

NPWP : 00.382.671.6-502.000

3. Keadaan Gedung MI Al-Hidayah Plelen

Dokumen terkait