• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Telaah Pustaka

BMT (Baitul Maal wa Tamwil) adalah organisasi sosial yang juga breperan bisnis. Peran sosial BMT akan terlihat pada baitul maal atau rumah dana, sedangkan peran bisnis BMT akan terlihat pada baitul tamwil atau rumah usaha (Muhammad Ridwan, 2005:2).

Pada baitul tamwil terdapat dua fungsi yakni funding (penghimpunan dana) dan financing (pembiayaan). Pada penghimpunan dana diantaranya terdapat Simpanan Mudhorobah dan Deposito Mudhorobah.

Tabungan/simpanan yang menerapkan akad mudhorobah mengikuti prinsip-prinsip akad mudhorobah. Diantaranya adalah keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi antara sohibul maal (nasabah) dengan mudhorib (BMT) dan tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan (M. Syafi'i Antonio, 2001:156).

Dalam simpanan ini, dana dapat diambil sewaktu-waktu dan pada umumnya pembagian keuntungan diberikan pada akhir bulan sesuai nisbah bagi hasil antara sohibul maal dan mudhorib.

Deposito yang menerapkan akad mudhorobah mengikuti prinsip-prinsip akad mudhorobah, yakni nasabah bertindak sebagai sohibul maal dan BMT sebagai mudhorib. Tenggang waktu adalah salah satu sifat deposito, yakni dalam pengambilan hanya dapat dilakukan saat jatuh tempo deposito. Seperti

30 Hari, 90 hari dan seterusnya. Dan bagi hasil diberikan saat pengambilan deposito sesuai nisbah yang ditentukan (M. Syafi'i Antonio, 2001:157).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Lucky Kodroh (2001:43) dalam Tugas Akhir yang berjudul “Perhitungan Bagi Hasil Simpanan Berjangka (Deposito) Bagi Nasabah di BMT ARTHA WANDANA Kedung Jati Cabang Godong Kab. Grobogan”, menyimpulkan tentang cara perhitungan bagi hasil Simpanan Berjangka (Deposito), berapa banyak bagian yang diterima oleh BMT dan berapa banyak yang diterima oleh Nasabah. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan bagi hasil itu sendiri, apakah dari jangka waktunya atau dari faktor yang lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muttaqin (2001:52) dalam Tugas Akhir yang berjudul “Sistem Tabungan Mudhorobah pada BMT Al Fatah di Susukan Kab. Semarang”, menyimpulkan tentang bagaimana Sistem Tabungan Mudhorobah, syarat dan ketentuan tabungan Mudhorobah dan perolehan bagi hasil yang diberikan yakni pada tiap akhir bulan sesuai dengan keuntungan yang di peroleh BMT dan nisbah dibagi sesuai dengan porsi keuntungan antara nasabah dan BMT.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M. Anas Al-Asbakhi (2006:34) dalam Tugas Akhir yang berjudul “Sistem Produk Simpanan di BMT Al Ijtihad Pabelan”, menyimpulkan tentang jenis simpanan dan ketentuan simpanan serta keputusan simpanan yang diberikan oleh BMT kepada Nasabah.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa masih terdapat celah untuk dilakukan penelitian tentang simpanan yang menggunakan sistem mudhorobah dan deposito yang menggunakan sistem mudhorobah, dalam penelitian yang akan diteliti yakni Simpanan Dirham Barokah pada KJKS BMT “ANDA” merupakan penelitian yang penting untuk dilakukan, karena Simpanan Dirham Barokah merupakan penggabungan antara kedua produk yakni Simpanan Mudhorobah dan Deposito Mudhorobah.

B. Kerangka Teoritik

1. Strategi Pengelolaan BMT

Disamping sifat amanah yang harus dimiliki oleh pengurus dan pengelola BMT, untuk meraih dana, BMT dituntut mampu menerapkan strategi. Beberapa trik yang dapat diterapkan meliputi:

a. Mewujudkan profesionalisme manajemen BMT baik dari sisi administrasi, pelayanan, SDI dan pelaporan.

b. Meraih dukungan dari agama dan tokoh masyarakat.

c. Menanamkan kepada umat bahwa BMT adalah lembaga dari, oleh, dan untuk umat serta bukan hanya untuk memperkaya keluarga atau kelompok tertentu.

d. Menanamkan bahwa BMT merupakan lembaga yang strategis untuk mewujudkan tujuan dakwah dan pemberdayaan kaum dhuafa secara terpola.

e. Mewujudkan dan membuktikan bahwa dana yang disimpan di BMT dapat dikelola secara amanah dan benar-benar mampu meningkatkan taraf hidup kaum dhuafa.

f. Membuktikan bahwa bagi hasil di BMT dapat bersaing dengan lembaga lain.

g. Prosedur administrasi di BMT lebih mudah dan aman.

h. Menunjukkan sikap proaktif dan menjemput setiap transaksi yang terjadi baik kecil maupun besar.

i. Menunjukkan sikap terbuka dan menerima kritikan dari anggota dan masyarakat.

j. Menggalang kerjasama dengan lembaga Islam. 2. Manajemen Funding (Penghimpunan Dana)

BMT memiliki dua fungsi utama, yakni funding (penghimpunan dana) dan financing (pembiayaan). Dua fungsi ini memiliki keterkaitan yang erat. Keterkaitan ini terutama berhubungan dengan rencana penghimpunan dana agar tidak menimbulkan terjadinya dana menganggur (idle money) di satu sisi dan rencana pembiayaan untuk menghindari terjadinya kekurangan dana/likuiditas (illiquid) saat dibutuhkan disisi yang lain.

Upaya penghimpunan dana ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk menjadi anggota di BMT. Prinsip utama dalam manajemen funding ini adalah kepercayaan. Artinya kemauan masyarakat untuk menaruh dananya pada BMT sangat

dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BMT itu sendiri. Karena BMT pada prinsipnya merupakan lembaga amanah (trust), maka setiap insan BMT harus dapat menunjukkan sikap amanah tersebut.

Membangun kepercayaan masyarakat/umat terhadap BMT harus terus dilakukan. Program ini harus memperhatikan kondisi calon anggota yang akan dijadikan pasar.

3. Jenis-jenis Funding (Penghimpunan Dana)

Jumlah dana yang dapat dihimpun melalui BMT sesungguhnya tidak terbatas, namun BMT harus mampu mengidentifikasi berbagai sumber dana dan mengemasnya kedalam produk-produknya sehingga memiliki nilai jual yang layak. Prinsip simpanan BMT pada umumnya adalah wadi’ah dan mudhorobah, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Prinsip wadi’ah

Wadiah berarti titipan, yaitu akad penitipan barang barang ataupun uang kepada BMT, sehingga BMT memiliki kewajiban menjaga dan merawat barang tersebut dengan baik serta mengembalikannya saat penitip (muwadi’) menghendakinnya. Prinsip

wadi’ah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Wadi’ah Amanah

Yaitu penitipan barang atau uang tetapi BMT tidak memliki kewenangan untuk untuk mendayagunakan titipan tersebut. Atas pengembangan produk ini, BMT dapat

mensyaratkan adanya jasa (fee) kepada penitip (muwadi’), sebagai imbalan atas pengamanan, pemeliharaan dan administrasinya. Nilai jasa tersebut tergantung pada jenis barang dan lamanya penitipan. Prinsip prinsip wadi’ah amanah sering berlaku pada bank dengan jenis produknya kotak penyimpanan (save deposit box). Berikut ini beberapa ketentuan tentang wadi’ah amanah: a) Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan barang yang

dititipkan.

b) Pada saat dikembalikan, barang yang dititipkan harus dalam keadaan yang sama saat dititipkan.

c) Jika selama penitipan barang mengalami kerusakan dengan sendirinya (karena terlalu tua, lama, dll.) maka yang menerima titipan tidak berkewajiban menggantinya, kecuali kerusakan akibat kecerobohan yang dititipi, atau yang memerima titipan melanggar kesepakatan.

d) Atas tanggung jawab menerima amanah tersebut, yang dititipi berhak menerima imbalan.

2) Wadi’ah Yad Dhomanah

Wadi’ah yad dhomanah merupakan akad penitipan

barang atau uang (pada umumnya berbentuk uang) kepada BMT, namun BMT memiliki hak untuk mendayagunakan dana tersebut. Atas akad ini deposan mendapat imbalan berupa bonus, yang besarnya tergantung pada kebijakan manjemen BMT. Produk ini

biasanya kurang berkembang karena deposan menghendaki bagi hasil yang layak. Berikut ini beberapa ketentuan tentang wadi’ah yad dhomanah:

a) Penerima titipan berhak memanfaatkan barang/uang yang dititipkan dan berhak pula memperoleh keuntungan.

b) Penerima titipan bertanggung jawab penuh atas hilangnya barang dan terjadinya kerusakan.

c) Keuntungan yang diperoleh karena pemanfaatan barang titipan, dapat diberikan sebagian kepada pemilik barang sebagai bonus atau hadiah.

b. Prinsip Mudhorobah

Mudhorobah berasal dari kata yaitu usaha dalam perniagaan (Sayyid Sabiq, 1987:31).

Firman Allah SWT: …               …

…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah… (QS. Al Muzammil: 20)

Dalam surat tersebut terdapat kata yadribun yang sama dengan akar kata mudhorobah yaitu: melakukan sesuatu perjalanan usaha. Mudharabah disebut juga dengan qiradh, yang berasal dari kata qardhu dengan makna qath’u (potongan), karena pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan (laba).

Dapat diperoleh kesimpulan bahwa Mudhorobah merupakan akad antara dua pihak dimana salah satu pihak atau pihak pemilik dana (shohibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dana (mudhorib). Laba dibagi sesuai kesepakatan. Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian bukan akibat kelalaian dari si pengelola. Mudhorobah dapat dibagi menjadi dua, yaitu Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.

Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas, tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, daerah bisnis, dan lain-lain. Mudharabah Muqayyadah adalah bentuk kerjasama antara shohibul maal dan mudharib yang mana si mudharib dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, daerah bisnis, dan lain-lain. Berikut ini beberapa ketentuan tentang mudhorobah:

1) Modal

a) Harus diserahkan secara tunai.

b) Dinyatakan dalam nominal yang jelas.

c) Langsung diserahkan kepada mudhorib untuk segera memulai usaha.

2) Pembagian Hasil

b) Pembagian hasilnya dapat dilakukan saat mudhorib telah mengembalikan seluruh modalnya atau sesuai dengan periode tertentu yang telah disepakati.

3) Resiko

a) Bila terjadi kerugian usaha, maka semua kerugian akan ditanggung oleh shohibul maal, dan mudhorib tidak akan mendapatkan keuntungan usaha.

b) Untuk memperkecil resiko, shohibul maal dapat mensyaratkan batasan-batasan tertentu kepada mudhorib. 4. Bagi Hasil

a. Pengertian Bagi Hasil

Sistem bagi hasil menjadi karakteristik tersendiri yang memiliki keunggulan dibanding bunga. Keunggulan ini tidak saja karena telah sesuai dengan akidah Islam, tetapi secara ekonomi juga memiliki keunggulan. Oleh karenanya, lembaga keuangan syariah semestinya tidak hanya menjadi keuangan alternatif melainkan menjadi suatu keharusan (keniscayaan), sebagaimana keharusan umat Islam terhadap pilihan barang konsumsi yang harus halal, cara pencarian rizki yang benar, dan lain sebagainya.

Bagi Hasil biasa dikenal dengan istilah profit sharing. Menurut kamus ekonomi profit sharing berarti pembagian laba. Namun secara istilah profit sharing merupakan distribusi beberapa

bagian laba pada para pegawai dari suatu perusahaan (Muhammad, 2001: 35).

Dalam mekanisme keuangan Syariah model bagi hasil berhubungan dengan usaha pengumpulan dana (funding) maupun pembiayaan (financing/Lending). Di dalam pengembangan produknya, dikenal istilah shohibul maal (pemilik dana yang mempercayakan dananya pada lembaga keuangan Syariah (bank/BMT) untuk dikelola sesuai dengan perjanjian) dan mudhorib (kelompok orang atau badan yang memperoleh dana untuk dijadikan modal usaha atau investasi).

Dalam sistem ini BMT akan memerankan fungsi ganda. Pada tahap funding, ia akan berperan sebagai mudhorib dan karenanya dana yang terkumpul harus dikelola secara optimal. Namun pada financing, BMT akan berperan selaku shohibul maal dan karenanya ia akan menginvestasikan dananya pada usaha-usaha yang halal dan menguntungkan.

Kerjasama para pihak dengan sistem bagi hasil harus dijalankan secara transparan dan adil. Karena untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada suatu periode tidak dapat dijalankan kecuali ada laporan keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian kerjasama harus disetujui oleh kedua belah pihak, semua aspek yang berkaitan dengan usaha harus disepakati dalam kontrak agar antar pihak dapat saling mengingatkan.

b. Nisbah

Untuk menentukan tingkat pembagian hasilnya, BMT akan menghitung setiap bulan atau setiap periode tertentu sesuai dengan periode perhitungan pendapatan usaha. Berapapun tingkat pendapatan usaha, itulah yang kemudian didistribusikan kepada para nasabah atau anggota. Oleh karenanya, nasabah perlu mengetahui tingkat nisbah masing-masing produk. Nisbah merupakan porsi pembagian hasil. Begitu pula dalam pembiayaan bagi hasil. Debitur harus melaporkan pembukuan usahanya, sehingga dapat diketahui nilai bagi hasilnya.

Nisbah akan ditetapkan dalam akad perjanjian. Sebelum akad ditandatangani, nasabah/anggota dapat menawar sampai pada tahap kesepakatan. Hal ini tentunya berbeda dengan sistem bunga, yakni nasabah selalu berada pada posisi pasif dan „dikalahkan‟, karena pada umumnya bunga menjadi kewenangan pihak bank. Kesepakatan tentang nisbah ini selanjutnya tertuang dalam akad, atas dasar laporan dari nasabah/anggotalah, manajemen BMT akan membuat perhitungan bagi hasil sesuai dengan nisbah tersebut.

Dengan demikian, model bagi hasil ini tidak mengenal istilah beban pasti (fixed cost). Karena nilai bagi hasil akan didapat setelah terjadi pembukuan usaha. Bagi lembaga keuangan Syariah, tidak akan terjadi negative spread sebagaimana pada lembaga keuangan konvensional. Karena bagi hasil dana akan dibayar setelah para

debitor membayar bagi hasil pula. Dan bagi debitor tidak akan menjual barangnya dengan harga tinggi, karena bagi hasil tidak mungkin dihitung sebagai bagian dari biaya produksi. Bagi hasil baru akan dibayar setelah terjadi penjualan, dan ada kemungkinan tidak membayar bagi hasil jika memang usahanya merugi.

Dari mekanisme tersebut dapat dilihat bahwa sistem bagi hasil lebih kompetitif. Dalam sistem keuangan Syariah dan BMT, model bagi hasil hanya berlaku untuk akad penyertaan usaha atau kerjasama usaha (partnership, project financing participation). Akad ini dapat diterapkan dalam empat produk yakni: mudhorobah,

musyarokah, muzaro’ah, dan musaqoh.

5. Sumber Dana BMT

Berbagai sumber dana BMT pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Dana pihak pertama

Dana pihak pertama sangat dibutuhkan BMT terutama pada saat pendirian. Tetapi dana ini dapat terus dikembangkan, seiring dengan perkembangan BMT. Sumber dana pihak pertama dapat dikelompokkan kedalam:

1) Simpanan Pokok Khusus (Modal Penyertaan)

Simpanan pokok khusus adalah simpanan modal penyertaan, yang dapat dimiliki oleh individu maupun lembaga dengan jumlah setiap penyimpanan tidak harus sama, dan

jumlah dana tidak mempengaruhi suara dalam rapat. Untuk memperbanyak jumlah simpanan pokok khusus ini, BMT dapat menghubungi para lembaga-lembaga keuangan Islam.

Simpanan hanya dapat ditarik setelah jangka waktu satu tahun melalui musyawarah Tahunan. Atas simpanan ini, penyimpan akan mendapatkan porsi laba/SHU pada setiap akhir tahun secara proprsional dengan jumlah modalnya.

2) Simpanan Pokok

Simpanan pokok adalah simpanan yang harus dibayar saat menjadi anggota BMT. Besarnya simpanan pokok harus sama. Pembayarannya dapat saja dicicil, supaya dapat menjaring jumlah anggota yang lebih banyak. Sebagai bukti keanggotaan, simpanan pokok tidak boleh ditarik, selama menjadi anggota. Jika simpanan ini ditarik, maka dengan sendirinya keanggotaan dinyatakan berhenti.

3) Simpanan Wajib

Simpanan wajib menjadi sumber modal yang mengalir terus setiap waktu. Besar kecilnya sangat tergantung pada kebutuhan permodalan dan anggotanya. Besarnya simpanan wajib setiap anggota sama. Baik simpanan wajib maupun simpanan pokok, akan turut diperhitungkan dalam pembagian SHU.

b. Dana pihak kedua

Dana pihak kedua bersumber dari pinjaman pihak luar. Nilai dana ini sangat tidak terbatas, yaitu tergantung pada kemampuan BMT masing-masing, dalam menanamkan kepercayaan kepada calon investor. Pihak luar yang dimaksud adalah mereka yang memiliki kesamaan sistem yakni bagi hasil, baik bank maupun non bank. Oleh sebab itu, sedapat mungkin BMT hanya mengakses sumber dana yang dikelola secara syariah. Berbagai lembaga yang mungkin dijadikan mitra untuk meraih pembiayaan misalnya, Bank Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Secara bersama-sama BMT juga dapat mengembangkan produk ini dalam bentuk pinjaman antar BMT. Karena jaringan kerja antar BMT telah terbentuk, maka pinjaman pihak luar dapat berasal dari lembaga induknya, sejenis Pusat Koperasi Syariah (Puskopsyah) dan Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah). Lembaga ini dapat secara langsung memberikan pinjaman kepada BMT atau dapat juga berperan sebagai perantara bagi BMT untuk mendapatkan dana dari lembaga pembiayaan.

c. Dana pihak ketiga

Dana ini merupakan simpanan sukarela atau tabungan dari para anggota BMT. Jumlah dan sumber dana ini sangat luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi dua, yakni simpanan lancar (tabungan) dan simpanan tidak lancar (deposito).

1) Tabungan

Tabungan adalah simpanan anggota kepada BMT yang dapat diambil sewaktu-waktu (setiap saat) dan BMT tidak dapat menolak permohonan pengambilan tabungan ini.

2) Deposito

Deposito adalah simpanan anggota kepda BMT yang pengambilannya hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo dengan jangka waktu tertentu. Jangka waktu yang dimaksud adalah 1, 3, 6, dan 12 bulan. Namun juga dapat dipakai jangka waktu 2, 4, 5 bulan dan seterusnya sesuai dengan kebijakan BMT.

Untuk dapat menarik minat anggota dalam menabung, maka BMT perlu mengemas produknya ke dalam produk yang menarik dan mudah diingat. Produk penghimpunan dana BMT harus mampu menampung keinginan nasabah. Jenis produk tersebut dapat dikembangkan menjadi:

1) Tabungan haji (Taji)

Tabungan haji adalah tabungan khusus menampung keinginan masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji dalam jangka panjang.

2) Tabungan Qurban (Taqur)

Tabungan qurban adalah tabungan untuk para shohibul qurban, yaitu masyarakat disediakan produk yang dapat membantu merencanakan ibadah Qurbannya.

3) Tabungan Pendididkan (Tapen)

Tabungan pendidikan adalah tabungan yang disediakan untuk membantu masyarakat dalam menyediakan kebutuhan dana pendidikan dimasa yang akan datang.

4) Tabungan Berjangka Mudhorobah (Tabah)

Tabungan berjangka Mudhorobah adalah deposito dengan jangka waktu tertentu.

Masing-masing nama dapat disesuaikan dengan kebijakan BMT yang tentunya juga diharapkan akan menambah minat nasabah terhadap suatu produk dan BMT tersebut juga dapat menciptakan produk-produk yang lebih variatif untuk menarik minat nasabah tersebut.

Masing-masing jenis tabungan tersebut memiliki jangka waktu yang berbeda, sehingga nisbah bagi hasilnya pun sangat mungkin juga berbeda. Prinsipnya semakin panjang jangka

waktunya, semakin luas kesempatan yang dimiliki BMT untuk memanfaatkan dana tersebut. Hal inilah yang membedakan tingkat nisbahnya.

Deposito biasanya memiliki nisbah bagi hasil yang lebih tinggi dibanding tabungan, karena deposito merupakan sumber dana yang terkendali. Artinya BMT mengetahui secara pasti jangka waktu mengendapnya dana. Atas dasar ini BMT tentu saja akan memanfaatkan dana tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Deposito dengan jangka waktu 3 bulan hanya dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu 3 bulan, dan seterusnya.

6. Beberapa Hukum Berkaitan Dengan Undian

Dalam menguraikan tentang hukum undian diharuskan untuk kembali mengingat beberapa kaidah syari‟at Islam, kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kaidah Pertama

Kaidah pertama disebutkan dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu‟anhu: “Rasululloh Shalallahu „alaihi wa sallam melarang dari jual beli (dengan cara) gharor”, gharor adalah apa yang belum diketahui diperoleh tidaknya atau apa yang tidak diketahui hakekat dan kadarnya.

b. Kaidah Kedua

Kaidah kedua adalah kaidah syari‟at yang terkandung dalam firman Alloh Ta‟ala:

                                                                 

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, maisir, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lataran (meminum) khamr, dan berjudi itu akan menghalangi kamu dari mengingat Alloh dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” (Q.S Al Ma'idah: 90-91)

Dan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu‟anhu riwayat Al Bukhori dan Muslim, Nabi Shalallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang berkata kepada temannya: Kemarilah saya berqimar denganmu, maka hendaknya dia bershodaqoh” yaitu hendaknya dia membayar kaffaroh (denda) menebus dosa ucapannya. (Syarah Muslim 11/107, Fathul Bari 8/612, Nailul Author 8/258 dan Aunul Ma'bud 9/54).

Ayat dan hadits di atas menunjukkan haramnya perbuatan maisir dan qimar dalam mu‟amalat. Maisir adalah setiap mu‟amalah yang orang masuk ke dalamnnya setelah mengeluarkan biaya dengan dua kemungkinan; dia mungkin rugi atau mungkin dia beruntung. Qimar menurut sebagian ulama adalah sama dengan

maisir, dan menurut sebagian ulama lain qimar hanya pada mu‟amalat yang berbentuk perlombaan atau pertaruhan.

Berdasarkan dua kaidah di atas, akan diuraikan bentuk-bentuk undian secara garis besar beserta hukumnya. Undian dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Undian Tanpa Syarat

Bentuk undian tanpa syarat adalah undian yang bisa diikuti tanpa membeli suatu barang. Contohnya adalah di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, seringkali dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.

Hukum bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu‟amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezhaliman, riba, ghoror, penipuan dan selainnya.

b. Undian dengan Syarat Membeli Barang

Bentuk undian dengan syarat membeli barang adalah undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang yang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut. Contohnya adalah ada sebagian supermarket telah meletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang

membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk mengikuti undian.

Hukum undian jenis ini tidak lepas dua dari dua keadaan : 1) Keadaan Pertama

Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut. Hukumnya adalah haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu‟amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharamkan dalam syariat Islam.

2) Keadaan Kedua

Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya. Hukumnya ada dua pendapat dalam masalah ini:

a) Pendapat Pertama

Hukumnya harus dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam maisir/qimar yang diharamkan dalam syariat

Dokumen terkait