• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.6 Metode Penelitian .1 Jenis Penelitian

1.6.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman skripsi ini, maka kerangka dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri beberapa sub-sub :

Bab I pendahuluan. Bab ini memberikan gambaran secara umum dan menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini serta sistematika penulisan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pembaca agar dapat mengetahui secara garis besar pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

Bab II, menguraikan tentang bagaimana tinjauan yuridis sewa menyewa barang milik daerah khususnya yang berkaitan dengan reklame antara Pemerintah Kota Surabaya dengan pihuk swasta jika dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2006.

Bab III, menguraikan tentang upaya apa yang akan dilakukan bila salah satu pihak melakukan wanprestasi.

30

Bab IV, penutup merupakan bagian terakhir dan sebagai penutup dalam penulisan skripsi ini yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebeluninya dan juga berisikan saran-saran dari permasalahan tersebut. Dengan demikian bab penutup ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini sekaligus merupakan rangkuman jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini.

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN PIHAK SWASTA JIKA DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 6 TAHUN 2006

Barang-barang milik pemerintah publik domein terdiri dari barang/benda yang disediakan untuk dipakai oleh publik. Misal jalan, jembatan, pelabuhan dan Iain-lain, Barang privaat domein, yaitu barang/benda yang digunakan untuk pemakaian sendiri dan tidak ditujukan untuk peruntukkan umuni. Misalkan gedung kantor, rumah dinas, mobil dinas, perabotan kantor.

Menurut Hukum Belanda, penguasa selaku pemilik, dalam banyak hal mempunyai kewenangan penguasaan berdasarkan Hukum keperdataan, namun ia tidak dapat menggunakannya secara bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang layak. Status Pemilikan Publiek Domein Menurut Sistem Hukum Indonesia telah diatur di dalam PP No.6 Tuhun 2006. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku Badan Penguasa. Perkataan "dikuasai" bukanlah berarti "dimiliki". Hal ini sama dengan pernyataan bahwa Indonesia secara hukum menolak asas domein yang pernah dianut oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah didasarkan pada PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Permendagri

Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Barang milik negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D, barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah seperti barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari peijanjian/kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di dalam melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Cara pemenntah memperoleh barang publik adalah melalui Cara Hukum Keperdataan, yakni berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Perdata. Misalnya jual beli, tukar menukar, sewa menyewa. Cara lain juga dapat dilakukan melalui cara Hukum. Publik, yakni berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Publik, misalnya pencabutan hak atas tanah, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dan sebagainya.

Perbedaan cara pemerintah dalam memperoleh melalui hukum antara perdata dan publik, jika Cara Hukum Privat, kedudukan hukum pemerintah dengan pemilik benda bersifat sejajar kemudian antara hak dan kewajiban pemerintah dengan pemilik benda sama. Tidak dibenarkan adanya pemutusan perjanjian secara sepihak dan apabila terjadi sengketa maka itu merupakan sengketa perdata. Sedangkan jika Cara

Hukum Publik, maka kedudukan hukum antara pemerintah dengan pemilik benda bersifat top-down/vertikal. Pemerintah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan pemilik benda. Kehendak pemerintah bersifat lebih menentukan dari pada yang lain. Apabila terjadi sengketa, maka hal tersebut merupakan sengketa administrasi.31

1. Pengertian Pemanfaatan Barang Daerah

Pemanfaatan barang daerah oleh pihak ketiga pada hakekatnya kegiatan didalamnya merupakan kegiatan pengadaan barang/jasa publik sehingga penulis merasa perlu memberikan pengertian tentang pemanfaatan barang daerah. Sesuai Pasal 1 angka 8 PP Nomor 6 Tahun 2006 disebutkan Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bahgun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sesuai Pasal 19 PP Nomor 6 Tahun 2006 maka kriteria pemanfaatan barang milik daerah meliputi:

a. Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah ( selanjutnya disingkat dengan SKPD ), dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola;

31

b. Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan kepala daerah;

c. Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola; d. Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan

teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. Pengelola barang milik daerah yaitu pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah, sedangkan pengguna barang milik daerah adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. Dari beberapa kriteria pemanfaatan barang daerah tersebut di atas dapat diketahui bahwa pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan kepala daerah, selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.

2. Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Daerah

Dari batasan pengertian pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, maka dapat diketahui bentuk pemanfaatan barang daerah meliputi

sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun serah guna dan bangun guna serah.

Sewa.

Pengertian sewa sesuai Pasal 1 angka 9 PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah sebagai berikut:

Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Dalam lampiran Perrrtendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah fersebut dijelaskan bahwa penyewaan merupakan penyerahan hak penggunaan/pemanfaatan kepada Pihak Ketiga, dalam hubungan sewa menyewa tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. Adapun ketentuan ataupun syarat-syarat penyewaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 adalah sebagai berikut:

1) Penyewaan barang milik daerah hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah;

2) Untuk sementara waktu barang milik daerah tersebut belum dimanfaatkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah;

3) Jenis-jenis barang milik daerah yang disewakan ditetapkan oleh Kepala Daerah;

4) Besaran sewa ditetapkan oleh Kepala Daerah, berdasarkan hasil perhitungan Tim Penaksir;

5) Hasil penerimaan merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke kas daerah;

6) Dalam Surat Perjanjian sewa-menyewa harus ditetapkan : a) jenis, jumlah, biaya dan jangka waktu penyewaan;

b) biaya operasi dan pemeliharaan selama penyewaan menjadi tanggung jawab penyewa;

c) persyaratan lain yang dianggap perlu Jenis barang milik daerah yang dapat disewakan, antara lain:

1). Mess/Wisma/Bioskop dan sejenisnya; 2). Gudang/gedung;

3). Toko/Kios; 4). Tanah;

5). Jembatan penyebrangan orang (jpo) 6). Kendaraan dan alat-alat besar

Dalam Pasal 1 angka 11 PP Nomor 6 Tahun 2006 bahwa :

Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya. Sesuai Pasal 26 PP Nomor 6 Tahun 2006 dan Pasal 38 Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tersebut dijelaskan ketentuan-ketentuan terkait dengan kerja sama pemanfaatan atas barang milik daerah, yaitu sebagai berikut:

1) Tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah untuk memenuhi biaya

operasional/pemeliharaan/perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik daerah dimaksud;

2) Mitra kerja sama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk barang milik daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung. Barang yang bersifat khusus tersebut seperti penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk keperluan kebun

binatang (Pengembangbiakan/pelestarian satwa langka), pelabuhan laut, pelabuhan udara, pengelolaan limbah, pendidikan dan sarana olah raga; 3) Biaya pengkajian, penelitian, penaksir dan pengumurran tender/lelang,

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

4). Biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas, dibebankan pada pihak ketiga;

5) Mitra kerja sama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekeaing kas umum daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasiari yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pemanfaatan;

6). Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang; 7). Selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerja sama pemanfaatan

dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik daerah yang menjadi obyek kerja sama pemanfaatan;

8). Jangka waktu kerja sama pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang;

9). Setelah berakhir jangka waktu kerja sama pemanfaatan, Kepala Daerah menetapkan status penggunaan/pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan sesuai ketentuan perataran perundang-undangan.

Pada umumnya pemerintah kota Surabaya melakukan kerja sama dengan pihak swasta dalam bidang sewa menyewa. Mereka raenyewakan jembatan penyebarangan orang sebagai media perikalanan yaitu reklame. Pengertian reklame menurut pasal 1 angka 12 PERDA No.8 Tahun 2006 yang bunyinya: "Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentukdan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, merganjurkan, memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca / dan didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan / pemerintah daerah."

Prosedur penyewaan jembatan penyeberangan orang sebagai media periklanan.

Bahwa pihak pertama berdasarkan peraturaii perundang-undangan yang berlaku mempunyai kewenangan untuk mengatur wilayahnya, antara lain melengkapi kebutuhan sarana kota seperti jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki serta mengatur penyelenggaraan reklame di Surabaya. Bahwa pihak kedua mempunyai reputasi, kemampuan serta pengalaman dalam melaksanakan pekerjaan di biang media reklame. Berdasarkan hal tersebut pihak kedua mengajukan permohonan sewa menyewa jembatan penyeberangan dimaksud sebagai media reklame untuk jangka waktu tertentu. Bcrdasarkan PP No.6 Tahun 2006, permohonan pihak kedua tersebut adalah pemanfaatan barang daerah dalam bentuk penyewaan, yakrd penyerahan hak penggunaaan atau pemakaian barang daerah kepada pihak ketiga dalam hubungan sewa menyewa dengan ketentuan pihak ketiga tersebut harus

memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk masa jangka waktu tertentu.

Dapat diketahui jika perjanjian sewa yang digunakan oleh pemerintah kota Surabaya dengan pihak Swasta sudah sesuai dengan KUHper, dan aturan khusus yang berlaku PP Nomor 6 Tahun 2006, Permendagri Nomor 17 Tahun 2007. Pengelolaan barang milik daerah dalam bentuk sswa dilakukan oleh dua pihak yaitu pemerintah kota surabaya dan Pihak swasta. dengan kontrak yang disetujui oleh kedua belah pihak.

2.1 Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa barang milik pemerintah