• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arbitrse adalah sebagai upaya hukum dengan perkembangan dunia usaha, baik nasional maupun internasional. Pemerintah telah mengadakan pembaharuan terhadap undang-undang arbitrase nasional dengan dikeluarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disingkat dengan UU No. 30 Tahun 1999).

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 butir 1 UU No. 30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 butir 10 UU No. 30 Tahun 1999, alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Perjanjian arbitrase merupakan kesepatan

40

berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Sementera itu, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.41

Adanya kelemahan yang terdapat dalam penyelesaian sengketa melalui pengadilan menyebabkan para pencari keadilan mencari alternatif lain dalam menyelesaikan sengketa. Dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Pada umumnya arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain karena penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cepat, murah, dijamin kerahasiaannya, para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang menurut keyakinan mereka mempunyai pengetahuan, pengalaman dan keahlian yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, para pihak dapat menentukan pilihan hukum, proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase dan keputusannya bersifat final. Di bawah ini akan diuraikan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa melalui alternative dispute resolution, yaitu :

41

http://artikelterbaru.com/hukum/penyelesaian-sengketa-20111263.html,25/05/2011,21:00,hari senin

1. Negosiasi

Negosiasi merupakan upaya penyelesaian sengketa yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama. Dalam hal ini, para pihak berhadapan langsung, berunding dan bermusyawarah mendiskusikan persoalan yang mereka hadapi dengan cara kooperatif dan saling terbuka. Dalam negosiasi terjadi tawar menawar antar para pihak. Posisi tawar menawar ini akan mempengaruhi jalannya negosiasi sehingga kedua belah pihak harus mengetahui kemampuan masing-masing. Oleh karena itu, untuk melakukan negosiasi yang baik akan berhasil diperlukan strategi atau teknik negosiasi.

2. Mediasi

Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif dimana pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk membantu proses penyelesaian sengketa bersifat pasif dan sama sekali tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan, terlebih lagi untuk memutuskan perselisihan yang terjadi. Jadi dalam mediasi, mediator hanya berfungsi sebagai penyambung lidah dari para pihak yang bersengketa. Hasil akhir dari pranata penyelesaian sengketa alternatif dalam bentuk mediasi adalah tunduk sepenuhnya pada kesepakatan para pihak.

3. Konsiliasi

Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan pihak ketiga, dimana pihak ketiga yang diikutsertakan untuk

menyelesaikan sengkta adalah pihak yang secara profesional sudah dapat dibuktikan kehandalannya. Konsiliator dalam proses konsiliasi mempunyai peran yang cukup berarti karena konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan pendapat mengenai duduk persoalan dari sengketa yang dihadapi. Meskipun konsiliator mempunyai hak dan wewenang untuk menyampaikan pendapatnya secara terbuka dan tidak memihak kepada salah satu pihak, konsiliator tidak berhak membuat putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak. Oleh karena itu, hasil dalam proses konsiliasi akan diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di antara mereka.

4. Arbitrase

Menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang dimaksud arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yng didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa alternatif melalui arbitrase melibatkan pengambilan keputusan oleh satu atau lebih hakim swasta yang disebut arbiter, dimana arbiter berperan aktif sebagaimana halnya seorang hakim. Perjanjian arbitrase diajukan oleh pihak-pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu. Arbiter yang terlibat dalam penyelesaian sengketa berkewajiban untuk memutuskan sengketa yang disampaikan kepadanya

secara profesional, tanpa memihak menurut kesepakatan yang telah disepakati di antara para pihak yang bersengketa.

Jadi penyelesaian masalah reklame diatas menurut Pak Agus Wiyono tidak efektif karena banyak menyita waktu dan biaya. Dan para perusahaan swasta lebih banyak mengalah dalam menyelesaikan masalah ini. Agar dalam mendirikan reklame lagi dapat dipermudah surat ijinnya dari Pemerintah Kota.

4.1 Kesimpulan

Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Dalam lampiran Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah tersebut dijelaskan bahwa penyewaan merupakan penyerahan hak penggunaan/pemanfaatan kepada Pihak Ketiga, dalam hubungan sewa menyewa tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. Pada umumnya pemerintah kota Surabaya melakukan kerja sama dengan pihak swasta dalam bidang sewa menyewa. Mereka menyewakan jembatan penyebrangan orang sebagai media periklanan yaitu reklame. Jembatan penyebrangan orang adalah barang milik daerah.

Upaya hukum yang dilakukan oleh para pihak yang dirugikan akibat wanprestasi dibagi menjadi dua yaitu secara litigasi dan non litigasi. Ligitasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan. Dalam beberapa kasus, tuduhan palsu dan kurangnya fakta-fakta dari orang-orang litigasi atau tuntutan hukum. Penyelesaian sengketa non litigasi merupakan penyelesaian sengketa secara alternatif yaitu dimana dalam

menyelesaikan ini memakai hakim tunggal yang diambil dari ahli hukum, dan tempat pengadilannya bukan dipengadilan khusus, tetapi terserah kesepakatan yang bersengketa, masing-masing membawa penasehat hukumnya atau pengacara, keputusannya tidak mengikat kedua belah pihak, tergantung kesepakatan, keputusannya disini hanya sebagai pedoman untuk bahan negosiasi, jika sepakat akan dituangkan dalam akta perdamaian, kalau tidak sepakat bisa dipilih ke pengadilan atau arbitrase tergantung kedua belah pihak yang bersengketa.

4.2 Saran

Pemerintah Kota Surabaya sebagai pihak untuk menyewakan barang milik daerah yang berupa jembatan penyeberangan untuk media periklanan yaitu reklame harus memperhatikan kepentingan para pihak dengan tetap memperhatikan keindahan dan keserasian lingkungan serta mematuhi kode etik periklanan agar iklan tersebut tidak mengganggu masyarakat sebagai pengguna sarana umum.

Seharusnya dalam penyelesaian sengketa reklame antara pihak swasta dengan pemerintah kota Surabaya diselesaikan secara kekeluargaan atau damai karena jika diselesaikan secara litigasi akan membutuhkan waktu dan proses yang sangat lama. Berbeda dengan melalui arbitrase akan membutuhkan proses yang cepat namun dengan biaya yang tidak sedikit.

Ali. Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika , Jakarta : 2009 Harahap. M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung : 1986 Harnoko, Agus, Hukum Perjanjian Atas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komersial, Kencana, Jakarta : 2010

Jhonny. Ibrahim, Theori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, PT Bayu Media Publishing, Malang : 2010

Miru, Ahmadi, Hukum Perikatan, Rajawali Pers, Jakarta : 2009

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung : 2000

Salim, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta :2010

Setiyono, Budi, Reka Reklame, Galang Pers, Yogyakarta : 2004 Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung : 1979

_______, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung : 1995 _______, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta : 2005

_______, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta : 2003 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta : 2009

Syamsudin, A Qirom, Pokok-pokok Hukum Perjanjian, Liberty, Yogyakarta : 1985

Syamsudin, Operasionalisasi Penelitan Hukum, PT RajaGrasindo Persada, Jakarta : 2007

B. Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah

Pajak Reklame C. Kamus

Kamus Besar Bahasa Indonesia Penerbit Agung Media Mulya Kamus Hukum Internasional dan Indonesia Penerbit Citra Umbara

D. Website http://fariable.blogspot.com/2010/10/jembatan-penyebrangan-orang.html9/01/2011,08:00 http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_penyebrangan_orang19/01/2011,08:24 http://id.shvoong.com/law-and-politics/1906561-upaya-hukum-di-dalam-proses-hukum/html23/05/2011,2030 http://mutiarakeadilan.blogspot.com,23/05/2011,20:30 http://rss.vivanews.com,23/05/2011,20:00 http://zonahukum.blogspot.com/feeds/posts/default,25/05/2011,20:15 http://artikelbaru.com/hukum/penyelesaian-sengketa-20111263.html,25/05/2011,21:00