• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Penutupan Lahan

Tutupan lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan yang diartikan dengan sejumlah karakteristik alami, yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi (Aldrich 1981 dalam Hendayanti 2008).

Secara nasional, peta penutupan lahan atau penggunaan lahan tertua adalah peta penggunaan lahan tahun 1969 yang dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional

(BPN), Departemen Dalam Negeri. Berdasarkan peta ini, penutupan lahan dibagi menjadi 14 tipe penggunaan lahan, pada skala 1:250.000. Pada tahun 2003 dan 2008 Direktorat Planologi mempublikasikan data penutupan lahan untuk seluruh Indonesia. Data ini dibuat berdasarkan interpretasi visual citra LANDSAT dengan mempertimbangkan tingkat gangguan hutan (primer atau sekunder) dan kondisi lahan (rawa atau lahan kering). Klasifikasi Direktorat Jendral Planologi Kehutanan menggunakan 23 kelas (JICA 2011).

Prosedur klasifikasi citra secara dijital bertujuan untuk mengategorikan semua piksel citra ke dalam kelas penutupan lahan secara otomatis. Digunakan bentuk klasifikasi pola spektral data untuk pengategorian setiap piksel berbasis numerik. Pola spektral tersebut merupakan prosedur klasifikasi yang menggunakan informasi spektral setiap piksel untuk pengenalan kelas-kelas penutupan lahan secara otomatis. Bentuk klasifikasi lain yaitu klasifikasi pola spasial, meliputi kategorisasi piksel citra dengan basis hubungan spasial antar piksel tersebut (Purwadhi 2001).

Klasifikasi spasial mencakup beberapa aspek atau dikenal dengan elemen interpretasi. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara dijital. Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri atau karakteristik objek secara keruangan. Sedangkan interpretasi secara dijital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra.

Dasar interpretasi citra dijital berupa klasifikasi citra piksel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam pengklasifikasian citra secara dijital, mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara otomatis setiap piksel yang mempunyai informasi spektral yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan (spasial) tertentu (Purwadhi 2001). Karakteristik objek dalam interpretasi citra secara manual dapat dikenali berdasarkan 7 unsur interpretasi (Jaya 2010), yaitu :

8

Tone (derajat keabu-abuan atau grayscale) dan warna adalah elemen dasar dari sebuah objek. Variasi tone atau warna sangat bergantung pada karakteristik dari setiap objek, karena warna merupakan hasil reflektansi, transmisi dan atau radiasi panjang gelombang yang dihasilkan dari objek yang bersangkutan. Tone atau warna sangat bergantung pada panjang gelombang atau band yang digunakan saat perekaman. Tingkat kecerahan dari objek sangat bergantung pada sifat dasar dari objek yang bersangkutan. Tone pada citra radar dapat didefinisikan sebagai intensitas rata-rata dari sinyal backscatter.

Backscatter yang tinggi akan menghasilkan kecerahan yang tinggi (tone

terang), sebaliknya backscatter yang rendah akan menghasilkan tingkat kecerahan yang rendah (tone gelap).

b. Tekstur

Dalam interpretasi terbentuk dari variasi dan susunan tone dan atau warna yang ditampilkan oleh suatu objek atau sekumpulan objek pada citra. Tekstur kasar umumnya dibentuk oleh tone dengan variasi tinggi (belang-belang) dimana terjadi perubahan tone yang besar, sedangkan tekstur halus terbentuk dari variasi yang relatif kecil.

c. Bentuk

Secara umum bentuk sebuah objek mengacu pada bentuk-bentuk umum bagian luar (eksternal), struktur, konfigurasi atau garis besar dari individu objek. Bentuk-bentuk umum yang digunakan adalah variasi bentuk poligon dan atau garis, seperti segi empat panjang, segitiga, lingkaran, garis lurus, garis melengkung, dan sebagainya. Bentuk-bentuk objek buatan manusia umumnya lebih teratur dibandingkan dengan bentuk-bentuk alam. Pada citra radar, bentuk objek merupakan hasil rekaman dari posisi miring (oblique/side looking), jarak

slant dari radar. d. Ukuran

Ukuran suatu objek atau yang tampak dalam citra atau foto sangat bergantung pada skala, resolusi dan ukuran objek yang sebenarnya ada di alam. e. Pola

Pola yang digunakan pada interpretasi visual umumnya mengacu pada tata ruang atau tata letak objek dalam suatu ruang. Pola merupakan susunan spasial

suatu objek dalam suatu bentuk yang khas dan berulang. Pola sebaran objek dengan jarak yang teratur, tone yang sama akan menghasilkan tampilan pola yang berbeda dengan objek yang tersebar secara acak (random) dan tone yang relatif berbeda.

f. Bayangan

Pada citra radar, bayangan topografi adalah bagian yang tidak ada informasi backscatter. Bayangan itu juga berguna untuk meningkatkan atau mengidentifikasi topografi dan bentang alam, khususnya dalam citra radar. Bayangan pada radar sangat terkait dengan sudut miring dari radiasi gelombang mikro yang dipancarkan sistem sensor dan bukan oleh geometri dari iluminasi matahari.

g. Site dan asosiasi

Site atau tapak atau lokasi menunjukan kekhasan tempat objek tersebut berada. Elemen asosiasi mempertimbangkan hubungan keberadaan antara objek yang satu dengan objek lainnya.

Setiap tutupan lahan memiliki karakteristik spektral yang berbeda. Hal ini terjadi karena bagi material-material yang menjadi target sensor, jumlah radiasi sinar matahari yang dipantulkan, diserap, atau bahkan diteruskan kembali akan bervariasi sesuai dengan beberapa panjang gelombang yang dipancarkan. Karakteristik dari setiap materi tersebut diantaranya :

1. Nilai pantulan dari target clear water (unsur air jernih atau bersih) pada umumnya rendah (cenderung berwarna biru-gelap). Walaupun demikian, pantulan ini akan mencapai nilai maksimum pada akhir spektrum biru dan kemudian menurun sejalan dengan meningkatnya panjang gelombang. Air jernih menyerap tenaga pada panjang gelombang kurang dari 0,6 μm (Prahasta 2008).

2. Turbid water (air keruh), kemungkinan besar , mengandung endapan atau sedimen (biasanya pada layer bagian atas perairan yang bersangkutan) yang dapat meningkatkan nilai pantulan pada domain merah-akhir spektrum hingga kenampakannya bisa jadi kecoklatan (nilai pantulannya lebih baik dan kenampakannya lebih cerah). Sementara warna kenampakannya akan memperlihatkan suatu pergeseran yang mulus ke arah gelombang yang lebih

10

panjang. Ada kalanya fakta (fenomena) pada air keruh tidak jauh berbeda dengan kondisi pada perairan dangkal (shallow water) yang bersih. Pada kasus ini, keberadaan klorofil alga (jika banyak terdapat di dalam perairan yang bersangkutan) lebih banyak menyerap radiasi gelombang pada domain biru dan memantulkan yang hijau. Kehadiran alga dalam shallow water akan menyebabkan perairan yang bersangkutan berwarna kehijauan (kadang juga berwarna biru-hijau atau cyan)

3. Secara umum, pada wilayah perairan, radiasi elektromagnetik visible yang lebih panjang dan near-infrared lebih banyak diserap daripada radiasi elektromagnetik visible yang panjang gelombangnya lebih pendek. Wilayah perairan sering juga nampak berwarna kebiruan atau kehijau-biruan karena pantulan yang lebih kuat dari gelombang yang lebih pendek. Walaupun demikian, tubuh air akan nampak lebih gelap jika menggunakan band-band merah (visible paling kanan [lebih panjang]) atau near-infrared.

4. Beberapa faktor yang mempengaruhi pantulan tanah ialah kandungan kelembaban tanah, tekstur tanah (susunan pasir, debu, dan lempung), kekasaran permukaan, adanya oksidasi besi, dan kandungan bahan organik (Prahasta 2008). Adanya kelembaban di tanah akan mengurangi pantulanya. Pengaruh ini terjadi paling besar pada spektrum 1,4 μm, 1,9 μm dan 2,7 μm. Kandungan kelembaban tanah berhubungan kuat dengan tekstur tanah. Misalnya pada tanah berpasir dengan tekstur kasar menghasilkan kandungan kelembaban tanah rendah dan pantulanya relatif tinggi. Dengan tidak adanya kandungan air tanah akan bertekstur kasar dan akan tampak lebih gelap pada tanah bertekstur halus. Dua faktor lain yang memperkecil pantulan tanah yaitu kekasaran permukaan dan kandungan bahan organik (Lillesand dan Kiefer 1990).

5. Vegetasi memiliki spectral signature yang unik dan memungkinkan untuk membedakan tipe-tipe penutupan lahan pada image near-infrared. Pantulanya akan bernilai rendah pada spektrum biru dan merah, hal ini terjadi karena terjadi penyerapan klorofil untuk proses fotosintesis (Prahasta 2008). Vegetasi memiliki pantulan puncak pada spektrum hijau, hal ini dipengaruhi oleh pigmen daun pada tumbuhan. Klorofil misalnya, banyak menyerap energi pada panjang gelombang yang terpusat antara 0,45 μm – 0,65 μm. Apabila terjadi

gangguan pada tumbuhan dan mengakibatkan penurunan produksi klorofil, maka serapan klorofil pada spektrum merah dan biru akan berkurang, hal ini akan mengakibatkan warna untuk tumbuhan tersebut menjadi kuning (gabungan antara hijau dan merah karena pantulan pada spektrum merah bertambah). Setelah panjang gelombang 1,3 μm, tenaga yang datang pada vegetasi pada dasarnya akan diserap atau dipantulkan, dan tidak ada atau sedikit yang ditransmisikan. Penurunan pantulan pada daun akan terjadi pada panjang gelombang 1,4 μm, 1,9 μm dan 2,7 μm karena air yang terdapat pada daun pada panjang gelombang ini kuat sekali serapannya sehingga pada panjang gelombang ini sering disebut spektrum penyerap air (Lillesand dan Kiefer 1990).

2.5 Penggunaan Citra LANDSAT ETM+ Untuk Identifikasi Penutupan

Dokumen terkait