• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penutupan Lahan

Lillseland dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa penggunaan lahan atau tata guna lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih merupakan perwujudan fisik suatu obyek dan menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut.

2.1.1. Permukaan Bervegetasi

Menurut Griffith (1976) dalam Wisnu (2003) antara vegetasi dan unsur iklim terutama untuk suhu dan curah hujan secara pasti terdapat hubungan yang erat. Namun, secara tidak langsung faktor tanah juga ikut menentukan. Daerah hutan dapat menyebabkan kelembaban tinggi sehingga akan memicu terjadinya hujan. Sehingga suhu disekitarnya relatif rendah jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya.

Hasil penelitian Martono (1996) menemukan perubahan penutup lahan hutan, semak belukar, dan tegalan menjadi taman rekreasi di Cangkringan, Sleman, mempunyai pengaruh berarti terhadap kondisi klimatologis. Pengaruh ini sejalan dengan perkembangan daerah padat penduduk dan sarana transportasi yang mempunyai peranan cukup besar. Perubahan parameter iklim diperkirakan terjadi dalam kurun waktu. Oleh karena itu penggunaan lahan perlu dimonitor secara periodik. Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang -sampai ke permukaan tanah akan digunakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu malam dan siang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang vegetasi.

Pepohonan merupakan ekosistem kota yang membentuk pengendalian bahang terasa dan penambahan bahang laten (laten heat) serta menjadikan pohon sebagai tempat penyimpanan bahang yang diterimanya. Selain itu pepohonan dapat mengurangi kecepatan angin yang selanjutnya berpengaruh terhadap suhu. Pengurangan kecepatan angin menyebabkan berkurangnya pertukaran termodinarnik antara lapisan udara sehingga menghasilkan suhu yang

lebih tinggi di daerah yang terlindung baik siang maupun malam hari (Murdiarso dan Suharsono, 1992).

Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang sampai ke permukaan tanah akan dibsnakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu pada siang dan malam hari yang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang atau tidak bervegetasi (Martono, 1996).

2.1.2. Permukaan Terbuka (Tidak bervegetasi)

Daerah perkotaan ditandai dengan adanya permukaan berupa parit, selokan dan pipa saluran drainase, sehingga hujan yang jatuh sebagian menjadi aliran permukaan, tidak meresap ke dalam tanah. Akibatnya air untuk evaporasi menjadi kurang tersedia. Penguapan di daerah ini menjadi sedikit meyebabkan keadaan tidak sejuk jika dibandingkan dengan daerah pedesaan yang penuh vegetasi. Bangunan akan memperlambat pergerakan angin dan mengurangi gerak udara secara horisontal. Hal ini akan memicu beberapa gas polutan terkonsentrasi di dekat permukaan karena faktor pendispersian polutan hanya tergantung pada gerak udara vertikal yang selanjutnya mengakibatkan pemanasan di dekat permukaan bangunan (Fardiaz, 1992 dalam Wisnu, 2003).

Kota dengan dominasi bangunan dan jalan akan menyimpan kemudian melepaskan panas lebih cepat pada siang hari. Bangunan-bangunan kota dapat mengurangi efek aliran udara sehingga proses pengangkutan dan penumpukan panas kota menjadi lebih lambat. Kondisi iklim pada lapisan perbatas dicirikan oleh tingkat perubahan permukaan. Permukaan yang didominasi oleh bangunan secara aerodinamik merupakan permukaan yang kasar pada lapisan pembatas kota. Konsekuensinya di dalam lapisan pembatas tersebut proses-proses transfer panas massa dan momentum akan berlangsung sangat efektif (Murdiarso dan Suharsono, 1992).

Aspal, plesteran, atap seng merupakan material yang cepat menyerap dan melepaskan panas sehingga menyebabkan perbedaan antara perkotaan dan pedesaan. Hilangnya sebagian besar permukaan bervegetasi berlanjut pada berkurangnya air resapan dan menurunkan kelembaban lokal terutama pada kondisi siang hari. Perumahan, gedung, kantor membentuk permukaan yang tidak

5

teratur sehingga memperlambat angin dan melewatkan energi lebih besar oleh permukaan (Sutamiharja, 1992)

Penelitian Hakim et al. (1993) mendapatkan bahwa pengubahan 10 % wilayah pertanian menjadi pemukiman menyebabkan perubahan albedo sebesar 2 %, radiasi global 2 %, suhu permukaan 2 % dan suhu udara 2 %. Perubahan ketersediaan energi paling sensitif terhadap perubahan suhu permukaan dan suhu udara. Hakim menjelaskan bahwa pada daerah pertanian ketersediaan energi permukaan (Rn) kecil, sebab radiasi diserap oleh kanopi tanaman. Daerah pemukiman yang tanahnya relatif terbuka, radiasi langsung sampai ke permukaan tanah sehingga mengakibatkan Rn lebih besar.

2.1.3. Tipe Penutupan Lahan Kota Bogor

Menurut Haris (2006) melalui hasil analisis data citra Landsat ETM pada bulan Januari 2003 disampaikan bahwa tipe penutupan lahan Kota Bogor terbagi menjadi 10 kelas dengan presentase sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor

No Tipe Penutupuan Lahan Luasan (Ha) Presentase (%)

1 Vegetasi rapat 400,83 3,58

2 Vegetasi campuran 3.507,91 31,30

3 Ladang 1.122,99 10,02

4 Sawah 869,37 7,76

5 Semak dan rumput 444,43 3,97

6 Area terbangun 3.961,85 35,35 7 Lahan kosong 397,16 3,54 8 Badan air 17,23 0,15 9 Awan 324,64 2,90 10 Bayangan awan 162,09 1,45 Total 11.208,5 100 Sumber : Haris, 2006. 2.2. Suhu

Menurut Handoko (1994) suhu merupakan gambaran umum energi suatu benda. Heat Island adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota. Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3° K di bandingkan dengan pinggir kota. Heat island atau pulau panas terjadi karena adanya

perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, dan pertukaran panas antara daerah perkotaan dengan pedesaan (Landsberg, 1981 dalam Wisnu 2003).

Menurut Lowry (1966) terjadinya perbedaan suhu udara antara daerah perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi : 1. Bahan Penutup Permukaan

Permukaan daerah perkotaan tcrdiri dari beton dan semen yang memiliki konduktivitas kalor sekitar tiga kali lebih tinggi daripada tanah berpasir yang basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi yang lebih banyak daripada pedesaan.

2. Bentuk dan Orientasi Permukaan

Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang akan dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta disimpan dalam bentuk panas (heat). Sebaliknya, daerah di pinggir kota atau pedesaan yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di perkotaan juga dapat mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi.

3. Sumber Kelembaban

Di perkotaan air hujan cenderung manjadi aliran permukaan akibat adanya permukaan semen, parit, selokan dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tersedia cadangan air untuk penguapan yang dapat menyejukkan udara. Selain itu, air menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1° C, dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya. Hal ini berarti bahwa pohon-pohon yang banyak di pedesaan akan menyerap air dalam jumlah yang banyak dan melepaskannya ke atmosfer sehingga menjaga suhu udara tetap sejuk, serta menyerap lebih banyak panas, dan melepaskannya dalam jangka waktu yang lebih panjang.

4. Sumber Kalor.

Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk.

7

5. Kualitas Udara

Udara perkotaan banyak mengandung bahan-bahan pencemaran yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor, sehingga mengakibatkan kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan dengan kualitas udara di pedesaan.

Suhu udara berdasarkan estimasi dari Landsat band 7 yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi umum untuk kasus Cekungan Bandung adalah y = 0,011637x + 18,5774 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7 (Mujiasih,1999 dalam Wisnu 2003).

Sementara itu, Givoni dalam Wisnu (2003) mengemukakan lima faktor berbeda yang tidak terikat satu sama lain yang menyebabkan berkembangnya heat Island :

1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka di sekitarnya.

2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari.

3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di perkotaan (transportasi, industri dan sebagainya).

4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pedesaan.

5. Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota.

Teori tersebut sesuai dengan pendapat Owen (1971) yang menyebutkan beberapa faktor yang mendorong terciptanya heat island :

1. Adanya lebih banyak sumber yang menghasilkan panas di perkotaan daripada di lingkungan luar kota.

2. Adanya beberapa bangunan yang meradiasikan panas lebih banyak daripada lapangan hijau atau danau.

3. Jumlah permukaan air persatuan luas di dalam perkotaan lebih kecil daripada di pedesaan, sehingga di kota lebih banyak panas yang tersedia untuk memanaskan atmosfer dibandingkan dengan di luar kota.

Selain itu, keadaan di kota dengan bangunan-bangunan bertingkat dan tingkat pencemaran udara yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya suatu "kubah debu" (dust dome), yaitu semacam selubung polutan (debu dan asap) yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi atmosfir atas kota yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara perkotaan dengan daerah sekitarnya, sehingga udara panas akan berada di atas perkotaan dan udara dingin akan berada di sekitar perkotaan tersebut.

2.3. Penginderaan Jauh

Dokumen terkait