DI KOTA BOGOR
DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP
DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN
DI KOTA BOGOR
DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
DI KOTA BOGOR
DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.
Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.
Kota Bogor mengalami banyak perubahan luas lahan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya. Terbatasnya area untuk pemukiman dan aktivitas penduduk menyebabkan berubahya fungsi lahan. Keadaan ini akan mempengaruhi suhu permukaan Kota Bogor. Pengindraan jarak jauh dilakukan untuk memperoleh data spasial dalam waktu yang singkat dan akurasi yang tinggi. Selain itu, pengindraan jarak jauh akan memudahkan penggunanya untuk mendapatkan informasi tanpa melakukan survey langsung kelapangan, dan akan lebih baik jika dalam penggunaanya digabungkan dengan sistem informasi geografis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan dan hubungan antara keduanya di Kota Bogor dari tahun 1997 dan 2006.
Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Fakultas Kehutanan, IPB dimulai dari bulan November 2007 hingga Februari 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 5 TM (Path 122 Row 65) tanggal 28 Juli 1997 dan Llandsat 7 ETM (Path 122 Row 65) tanggal 26 Juli 2006, Peta Batas Administratif Kecamatan Kota Bogor, data pendukung berupa data kependudukan. Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra dan analisis data, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan layout peta, Microsoft Excel untuk perekapan data dan pembuatan grafik, GPS untuk pengecekan lapangan. Pengolahan data Landsat meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi. Untuk mengetahui distribusi suhu dilakukan konversi nilai-nilai pixel pada citra Landsat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Kota Bogor mengalami penurunan luas wilayah pada penutupan lahan badan air, vegetasi, ladang,dan semak dan rumput. Penurunan luas wilayah terbesar pada penutupan lahan ladang yaitu sebesar 385,38 Ha. Sedangkan peningkatan luasan terjadi pada wilayah penutupan lahan ladang terbangun. Peningkatan luasan wilayah tebangun sebesar 405,99 Ha. Peningkatan luas terbangun ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk 205.218 Jiwa dengan pertambahan rumah tangga sebanyak 46.578. Distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 hingga 2006 terjadi peningkatan luas penyebaran pada kelas suhu 24-28 OC dan terjadi penurunan luas penyebaran pada kelas
suhu 20-24 OC.
Perubahan luas lahan disebabkan oleh penambahan populasi penduduk dan aktivitasnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi luas lahan tetapi juga mempengaruhi distribusi suhu permukaan. Akan tetapi, perubahan luas lahan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suhu. Salah satu faktor yang lainnya adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). The Influence of Land Coverage Alteration to Surface Temperatures Distribution in Bogor Using Landsat Image and Geographic Information System.
Under Supervision of Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc and Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.
Bogor has many alteration in land coverage this recent years. This condition caused by increasing the number of citizen and their activity. Limited area for residence and human activity make the change of land function. Thus, will influence surface temperature in Bogor. Remote sensing try to get spatial data in a short time and wide area with high accuracy. These will make the user easier to get information without doing any field survey, and better if it is combined with Geographic Information System. The aims of this study are to identify land coverage alteration, distribution of surface temperature and both relation in Bogor from 1997 until 2006.
The study was conducted in Bogor and then I analyzed the data in Environment Analysis and Spatial Modeling Laboratory, Faculty of Forestry started from November 2007 until February 2008. I used landsat 5 TM image (Path 122 Row 65) on July 28th 1997 and landsat 7 ETM (Path
122 Row 65) on July 26th 2008., district boundary map of Bogor, and demography data. Besides, I
also used computer with ERDAS Imagine 9.0 for analyze the image, Arcview for processing Geographic Information System and map layout, Microsoft Excel for tabulation, and ground check point using GPS. Landsat data processing includes layer stack, geometric correction, subset image, land coverage classification and accuracy test were analyzed. Temperature distribution was known from the value of pixels on landsat images.
The result of this study show that Bogor has declined in body water coverage, vegetation, field, bushes and grass. The biggest declining happened on field coverage as wide as 385,38 Ha. While the increasing broad area was in land built area with 405,99 Ha which was equal to the number of human population as much 205.218 peoples. There were increasing distribution area of the surface temperature from 24-28° C and decreasing happened in the range of 20-24° C.
Land coverage alteration influenced by increasing the number of human population and their activity. And this alteration not only influence in the point of those land coverage but also will influence the surroundings and the surface temperature. But, the alteration of land coverage not the only factor which influence the surface temperature. There are a lot of factors and one of it is gas house effect which caused global warming.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perubahan
Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan
Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
Nama : Nur Ikhwan Khusaini
NIM : E34103048
Menyetujui :
Komisi Pembibing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS. NIP. 131 760 841 NIP. 130 875 594
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP. 131 578 788
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman dan semoga kita termasuk
di dalamnya. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanalan pada bulan
November 2007 – Februari 2008 adalah Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan
Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra
Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang disusun masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan, kritik dan saran
dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya
yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen, 11 Oktober 1985 sebagai
anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak
Suparlan dan Ibu Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan
Taman Kanak-Kanak Aisyiah Pantirejo dan diselesaikan
Tahun 1991, Sekolah Dasar MI Pantirejo hingga kelas 3 dan
melanjutkan di SDN 1 Bendo yang diselesaikan Tahun
1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP MTA Gemolong diselesaikan
Tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU N 1 Sragen diselesaikan
pada Tahun 2003.
Pada Tahun 2003 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Konssevasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan yang selanjutnya memilih
bidang minat Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial. Selama
masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi
bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H)
di KPH Kuningan pada Tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru pada Tahun 2007.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis
menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan
Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan
Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis, di bawah
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diperlukan kritik dan
saran dari pembaca sebagai sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan bagi
kegiatan penelitian lainnya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail
(khusaini_nanang@yahoo.com).
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
2. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya
3. Ibu Sunarti, Bapak Suparlan, Kakaku Yunita Eni Ekowati, Adikku Fitria Adi
Jaya, dan Saudariku Ambar P. Oentari yang telah memberikan doa, harapan,
motivasi dan dukungan baik moril maupun spirituil.
4. Dr Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran
selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen
Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc. selaku Dosen Penguji
wakil dari Departemen Teknologi Hasil Hutan.
6. Bappeda Kota Bogor, PPLH-IPB, dan Biotrop atas bantuan data-datanya.
7. Bapak Yudi Setiawan atas bimbingannya dalam pembuatan model distribusi
suhu permukaan.
8. Bilaluddin Khalil sebagai teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya.
9. Handy dan Jamal selaku kakak kelas yang telah memberikan masukan dan
bimbingan
10. Saudaraku di Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 40: Karlina Fitri,
Veronica Mariam, Reni Rahmayulis, Dwi Retno Rahayuni, Dede Hendra,
Ardiansyah, Imran dan rekan KSHE 40 lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu atas bantuan dan dukungan selama penelitian, seminar dan sidang.
11. Asyrafi, Aziz Hanggumantoro, Ferianto Puri Irwan Radiardi, Edy Saefrudin
DI KOTA BOGOR
DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP
DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN
DI KOTA BOGOR
DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
DI KOTA BOGOR
DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
NUR IKHWAN KHUSAINI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.
Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.
Kota Bogor mengalami banyak perubahan luas lahan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya. Terbatasnya area untuk pemukiman dan aktivitas penduduk menyebabkan berubahya fungsi lahan. Keadaan ini akan mempengaruhi suhu permukaan Kota Bogor. Pengindraan jarak jauh dilakukan untuk memperoleh data spasial dalam waktu yang singkat dan akurasi yang tinggi. Selain itu, pengindraan jarak jauh akan memudahkan penggunanya untuk mendapatkan informasi tanpa melakukan survey langsung kelapangan, dan akan lebih baik jika dalam penggunaanya digabungkan dengan sistem informasi geografis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan dan hubungan antara keduanya di Kota Bogor dari tahun 1997 dan 2006.
Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Fakultas Kehutanan, IPB dimulai dari bulan November 2007 hingga Februari 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 5 TM (Path 122 Row 65) tanggal 28 Juli 1997 dan Llandsat 7 ETM (Path 122 Row 65) tanggal 26 Juli 2006, Peta Batas Administratif Kecamatan Kota Bogor, data pendukung berupa data kependudukan. Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra dan analisis data, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan layout peta, Microsoft Excel untuk perekapan data dan pembuatan grafik, GPS untuk pengecekan lapangan. Pengolahan data Landsat meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi. Untuk mengetahui distribusi suhu dilakukan konversi nilai-nilai pixel pada citra Landsat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Kota Bogor mengalami penurunan luas wilayah pada penutupan lahan badan air, vegetasi, ladang,dan semak dan rumput. Penurunan luas wilayah terbesar pada penutupan lahan ladang yaitu sebesar 385,38 Ha. Sedangkan peningkatan luasan terjadi pada wilayah penutupan lahan ladang terbangun. Peningkatan luasan wilayah tebangun sebesar 405,99 Ha. Peningkatan luas terbangun ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk 205.218 Jiwa dengan pertambahan rumah tangga sebanyak 46.578. Distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 hingga 2006 terjadi peningkatan luas penyebaran pada kelas suhu 24-28 OC dan terjadi penurunan luas penyebaran pada kelas
suhu 20-24 OC.
Perubahan luas lahan disebabkan oleh penambahan populasi penduduk dan aktivitasnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi luas lahan tetapi juga mempengaruhi distribusi suhu permukaan. Akan tetapi, perubahan luas lahan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suhu. Salah satu faktor yang lainnya adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). The Influence of Land Coverage Alteration to Surface Temperatures Distribution in Bogor Using Landsat Image and Geographic Information System.
Under Supervision of Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc and Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.
Bogor has many alteration in land coverage this recent years. This condition caused by increasing the number of citizen and their activity. Limited area for residence and human activity make the change of land function. Thus, will influence surface temperature in Bogor. Remote sensing try to get spatial data in a short time and wide area with high accuracy. These will make the user easier to get information without doing any field survey, and better if it is combined with Geographic Information System. The aims of this study are to identify land coverage alteration, distribution of surface temperature and both relation in Bogor from 1997 until 2006.
The study was conducted in Bogor and then I analyzed the data in Environment Analysis and Spatial Modeling Laboratory, Faculty of Forestry started from November 2007 until February 2008. I used landsat 5 TM image (Path 122 Row 65) on July 28th 1997 and landsat 7 ETM (Path
122 Row 65) on July 26th 2008., district boundary map of Bogor, and demography data. Besides, I
also used computer with ERDAS Imagine 9.0 for analyze the image, Arcview for processing Geographic Information System and map layout, Microsoft Excel for tabulation, and ground check point using GPS. Landsat data processing includes layer stack, geometric correction, subset image, land coverage classification and accuracy test were analyzed. Temperature distribution was known from the value of pixels on landsat images.
The result of this study show that Bogor has declined in body water coverage, vegetation, field, bushes and grass. The biggest declining happened on field coverage as wide as 385,38 Ha. While the increasing broad area was in land built area with 405,99 Ha which was equal to the number of human population as much 205.218 peoples. There were increasing distribution area of the surface temperature from 24-28° C and decreasing happened in the range of 20-24° C.
Land coverage alteration influenced by increasing the number of human population and their activity. And this alteration not only influence in the point of those land coverage but also will influence the surroundings and the surface temperature. But, the alteration of land coverage not the only factor which influence the surface temperature. There are a lot of factors and one of it is gas house effect which caused global warming.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perubahan
Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan
Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
Nama : Nur Ikhwan Khusaini
NIM : E34103048
Menyetujui :
Komisi Pembibing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS. NIP. 131 760 841 NIP. 130 875 594
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP. 131 578 788
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman dan semoga kita termasuk
di dalamnya. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanalan pada bulan
November 2007 – Februari 2008 adalah Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan
Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra
Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang disusun masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan, kritik dan saran
dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya
yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen, 11 Oktober 1985 sebagai
anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak
Suparlan dan Ibu Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan
Taman Kanak-Kanak Aisyiah Pantirejo dan diselesaikan
Tahun 1991, Sekolah Dasar MI Pantirejo hingga kelas 3 dan
melanjutkan di SDN 1 Bendo yang diselesaikan Tahun
1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP MTA Gemolong diselesaikan
Tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU N 1 Sragen diselesaikan
pada Tahun 2003.
Pada Tahun 2003 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Konssevasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan yang selanjutnya memilih
bidang minat Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial. Selama
masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi
bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H)
di KPH Kuningan pada Tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru pada Tahun 2007.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis
menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan
Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan
Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis, di bawah
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diperlukan kritik dan
saran dari pembaca sebagai sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan bagi
kegiatan penelitian lainnya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail
(khusaini_nanang@yahoo.com).
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
2. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya
3. Ibu Sunarti, Bapak Suparlan, Kakaku Yunita Eni Ekowati, Adikku Fitria Adi
Jaya, dan Saudariku Ambar P. Oentari yang telah memberikan doa, harapan,
motivasi dan dukungan baik moril maupun spirituil.
4. Dr Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran
selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen
Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc. selaku Dosen Penguji
wakil dari Departemen Teknologi Hasil Hutan.
6. Bappeda Kota Bogor, PPLH-IPB, dan Biotrop atas bantuan data-datanya.
7. Bapak Yudi Setiawan atas bimbingannya dalam pembuatan model distribusi
suhu permukaan.
8. Bilaluddin Khalil sebagai teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya.
9. Handy dan Jamal selaku kakak kelas yang telah memberikan masukan dan
bimbingan
10. Saudaraku di Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 40: Karlina Fitri,
Veronica Mariam, Reni Rahmayulis, Dwi Retno Rahayuni, Dede Hendra,
Ardiansyah, Imran dan rekan KSHE 40 lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu atas bantuan dan dukungan selama penelitian, seminar dan sidang.
11. Asyrafi, Aziz Hanggumantoro, Ferianto Puri Irwan Radiardi, Edy Saefrudin
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
mencurahkan segala tenaga, waktu maupun pikirannya kepada penulis dalam
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
RIWAYAT HIDUP... viii
DAFTAR TABEL... ixii
DAFTAR GAMBAR
viiix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
1.4. Latar Belakang ... 2
BAB II TNJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Penutupan Lahan... 3
2.1.1. Permukaan Bervegetasi... 3
2.1.2. Permukaan Terbuka (Tidak Bervegetasi)... 4
2.1.3. Tipe penutupan Lahan Kota Bogor ... 5
2.2. Suhu ... 5
2.3. Pengindraan Jauh ... 8
2.3.1. Analisis Digital ... 8
2.3.2. Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM ... 11
2.4. Sistem Informasi Geografis... 12
BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 14
3.1. Letak Geografis Dan Luas ... 14
3.2. Kondisi Fisik Lingkungan... 14
3.2.1. Topografi... 14
3.2.2. Klimatologi ... 15
3.2.3. Geologi... 15
3.3. Keadaan Penduduk... 15
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16
4.2. Alat dan Bahan... 16
4.3. Metode Penelitian ... 17
4.3.1. Layer Stack... 17
4.3.2. Koreksi Geometrik ... 17
4.3.3. Pemotongan Citra (Subset) ... 18
4.3.4. Klasifikasi Penutupan Lahan... 18
4.3.5. Uji Akurasi ... 19
4.3.6. Konversi Band 6 Menjadi Suhu Udara Permukaan ... 19
4.3.7. Pewarnaan Ulang (Recode)... 20
4.3.8. Hasil ... 20
4.4. Analisis Data ... 21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 23
5.1. Penutupan Lahan... 23
5.1.1. Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor ... 23
5.1.1.1. Lahan Bervegetasi (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon
campuran)... 23
5.1.1.2. Ladang... 24
5.1.1.3. Sawah ... 25
5.1.1.4. Semak dan Rumput ... 26
5.1.1.5. Terbangun ... 27
5.1.1.6. Badan Air ... 28
5.1.1.7. Tidak Data... 28
5.1.2. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997... 28
5.1.3. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006... 31
5.2. Perubahan Penutupan Lahan ... 34
5.3. Distribusi Suhu Permukaan... 38
5.3.1. Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat
Band 6 Tahun 1997 ... 39
5.3.1. Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat
Saluran 6 Tahun 2006 ... 42
vii
5.5. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu
Permukaan... 47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
6.1. Kesimpulan ... 49
6.2. Saran... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Halaman
1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor ... 4
2. Karakteristik Spektral Landsat TM... 11
3. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 2006 ... 15
4. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997... 28
5. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006... 33
6. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 1997 dan 2006 ... 35
7. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1997... 39
8. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2006... 44
9. Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan... 47
ix
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar Halaman
1 Peta Lokasi Penelitian ... 16
2 Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data ... 21
3 Analisis Overlay... 22
4 (a) Hutan CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat ... 24
(b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah ... 24
5 (a) Ladang Singkong di Cimahpar-Bogor Utara... 25
(b) Ladang Talas di Situgede-Bogor Barat ... 25
6 (a) Sawah belum ditanami di Situgede-Bogor Barat ... 26
(b) Sawah Siap Panen di Situgede-Bogor Barat ... 26
7 (a) Rumput di Halaman Istana Bogor-Bogor Tengah ... 27
(b) Rumput di Kebun Raya Bogor-Bogor Tengah... 27
8 (a) Bangunan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah ... 27
(b) Perumahan Taman Yasmin-Bogor Barat... 27
9 Situ Gede di wilayah Kecamatan Bogor Barat ... 28
10 Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 ... 29
11 Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 ... 32
12 Grafik Perubahan Penutupan Lahan... 35
13 Peta Distribusi Suhu Permukaan Bogor Tahun 1997... 40
14 Peta Distribusi Suhu Permukaan Kota Bogor 2006 ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Lampiran Halaman
1. Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat TM 1997... 52
2. Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat ETM 2006 ... 54
3. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 1997 ... 56
4. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 2006 ... 56
5. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 1997 ... 57
6. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 2006 ... 58
7. Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 1997 ... 59
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Bogor dalam perkembangannya hingga masa sekarang ini telah
mengalami banyak perubahan, terutama dalam hal penutupan lahan. Kondisi
tersebut di sebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dan
aktivitasnya, sehingga untuk dapat menampung peningkatan penduduk dengan
berbagai aktivitasnya dibutuhkan lahan tinggal yang semakin luas pula.
Terbatasnya lahan yang tersedia untuk tempat tinggal dan aktivitas
perekonomian menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dari ruang terbuka hijau
menjadi lahan terbangun. Hal inilah yang menjadi dilema di berbagai kota besar
di Indonesia tidak terkecuali Kota Bogor. Permasalahan yang ada sekarang adalah
bahwa di satu pihak masyarakat perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang
indah, nyaman, dan sehat dan dilain pihak, pemerintah dan masyarakat
membutuhkan lahan untuk tempat tinggal dan tempat berbagai aktivitas manusia.
Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengendali lingkungan perkotaan
yang mampu menetralisir polusi, menciptakan iklim mikro, dan menimbulkan
kesan indah sangat dibutuhkan masyarakat kota. Perubahan penutupan lahan tidak
hanya mengurangi keindahan kota tetapi juga mengurangi kenyamanan
lingkungan. Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya luasan ruang terbuka
hijau adalah perubahan unsur-unsur iklim. Perubahan unsur-unsur iklim yang
terjadi antara lain suhu, radiasi, kecepatan angin, dan keawanan. Dari keempat
unsur-unsur iklim tersebut suhu merupakan unsur yang dapat dirasakan langsung
perubahannya oleh manusia.
Menurut Effendy (2007), peningkatan suhu di daerah perkotaan ini
menyebabkan perbedaan distribusi suhu permukaan dengan daerah pinggir kota
dengan wilayah ruang terbuka hijau yang masih cukup luas. Fenomena perbedaan
distribusi suhu di perkotaan dengan daerah pinggiran kota ini biasa disebut “Pulau
Panas” atau “Heat Island”. Menurut Landsberg (1981) dalam Wisnu (2003)
Heat island adalah suatu fenomena suhu udara di daerah yang padat bangunan
Pemanfaatan data penginderaan jauh beberapa tahun belakangan ini
berkembang pesat seiring berkembangnya teknologi. Teknologi penginderaan
jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial dalam waktu yang relatif
singkat dan areal yang luas dengan ketelitian yang cukup tinggi dibandingknn
dengan cara konvensional. Hal ini tentunya sangat memudahkan pengguna data
tersebut untuk mendapatkan informasi yang diperlukan tanpa harus datang
langsung kelokasi. Apabila digabungkan dengan Sistem Informasi Geografis
(SIG) maka akan semakin mempermudah kita untuk mengetahui perubahan iklim
yang terjadi akibat penutupan lahan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui perubahan penutupan lahan di Kota Bogor pada Tahun 1997
dan Tahun 2006.
2. Mengetahui distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997
dan Tahun 2006.
3. Mengetahui pengaruh perubahan luasan penutupan lahan terhadap
distribusi suhu permukaan di Kota Bogor.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh perubahan penutupan lahan
terhadap suhu di Kota Bogor.
2. Bahan masukan dan pertimbangan sebagai dasar kebijakan dalam
pengembangan Kota Bogor dan sekitarnya lebih lanjut oleh pihak
pemerintah maupun stakeholder.
3. Dalam jangka panjang data ini juga dapat digunakan sebagai bahan studi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penutupan Lahan
Lillseland dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa penggunaan lahan atau
tata guna lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang
lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih merupakan
perwujudan fisik suatu obyek dan menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan
manusia terhadap obyek tersebut.
2.1.1. Permukaan Bervegetasi
Menurut Griffith (1976) dalam Wisnu (2003) antara vegetasi dan unsur
iklim terutama untuk suhu dan curah hujan secara pasti terdapat hubungan yang
erat. Namun, secara tidak langsung faktor tanah juga ikut menentukan. Daerah
hutan dapat menyebabkan kelembaban tinggi sehingga akan memicu terjadinya
hujan. Sehingga suhu disekitarnya relatif rendah jika dibandingkan dengan daerah
sekitarnya.
Hasil penelitian Martono (1996) menemukan perubahan penutup lahan
hutan, semak belukar, dan tegalan menjadi taman rekreasi di Cangkringan,
Sleman, mempunyai pengaruh berarti terhadap kondisi klimatologis. Pengaruh
ini sejalan dengan perkembangan daerah padat penduduk dan sarana transportasi
yang mempunyai peranan cukup besar. Perubahan parameter iklim diperkirakan
terjadi dalam kurun waktu. Oleh karena itu penggunaan lahan perlu dimonitor
secara periodik. Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses
transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang -sampai ke permukaan tanah akan
digunakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap
(kisaran suhu malam dan siang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang
vegetasi.
Pepohonan merupakan ekosistem kota yang membentuk pengendalian
bahang terasa dan penambahan bahang laten (laten heat) serta menjadikan
pohon sebagai tempat penyimpanan bahang yang diterimanya. Selain itu
pepohonan dapat mengurangi kecepatan angin yang selanjutnya berpengaruh
terhadap suhu. Pengurangan kecepatan angin menyebabkan berkurangnya
lebih tinggi di daerah yang terlindung baik siang maupun malam hari (Murdiarso
dan Suharsono, 1992).
Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi
dan fotosintesis. Radiasi yang sampai ke permukaan tanah akan dibsnakan untuk
evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu pada
siang dan malam hari yang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang atau tidak
bervegetasi (Martono, 1996).
2.1.2. Permukaan Terbuka (Tidak bervegetasi)
Daerah perkotaan ditandai dengan adanya permukaan berupa parit,
selokan dan pipa saluran drainase, sehingga hujan yang jatuh sebagian menjadi
aliran permukaan, tidak meresap ke dalam tanah. Akibatnya air untuk evaporasi
menjadi kurang tersedia. Penguapan di daerah ini menjadi sedikit meyebabkan
keadaan tidak sejuk jika dibandingkan dengan daerah pedesaan yang penuh
vegetasi. Bangunan akan memperlambat pergerakan angin dan mengurangi
gerak udara secara horisontal. Hal ini akan memicu beberapa gas polutan
terkonsentrasi di dekat permukaan karena faktor pendispersian polutan hanya
tergantung pada gerak udara vertikal yang selanjutnya mengakibatkan
pemanasan di dekat permukaan bangunan (Fardiaz, 1992 dalam Wisnu, 2003).
Kota dengan dominasi bangunan dan jalan akan menyimpan kemudian
melepaskan panas lebih cepat pada siang hari. Bangunan-bangunan kota dapat
mengurangi efek aliran udara sehingga proses pengangkutan dan penumpukan
panas kota menjadi lebih lambat. Kondisi iklim pada lapisan perbatas dicirikan
oleh tingkat perubahan permukaan. Permukaan yang didominasi oleh bangunan
secara aerodinamik merupakan permukaan yang kasar pada lapisan pembatas
kota. Konsekuensinya di dalam lapisan pembatas tersebut proses-proses transfer
panas massa dan momentum akan berlangsung sangat efektif (Murdiarso dan
Suharsono, 1992).
Aspal, plesteran, atap seng merupakan material yang cepat menyerap dan
melepaskan panas sehingga menyebabkan perbedaan antara perkotaan dan
pedesaan. Hilangnya sebagian besar permukaan bervegetasi berlanjut pada
berkurangnya air resapan dan menurunkan kelembaban lokal terutama pada
5
teratur sehingga memperlambat angin dan melewatkan energi lebih besar oleh
permukaan (Sutamiharja, 1992)
Penelitian Hakim et al. (1993) mendapatkan bahwa pengubahan 10 %
wilayah pertanian menjadi pemukiman menyebabkan perubahan albedo
sebesar 2 %, radiasi global 2 %, suhu permukaan 2 % dan suhu udara 2 %.
Perubahan ketersediaan energi paling sensitif terhadap perubahan suhu
permukaan dan suhu udara. Hakim menjelaskan bahwa pada daerah pertanian
ketersediaan energi permukaan (Rn) kecil, sebab radiasi diserap oleh kanopi
tanaman. Daerah pemukiman yang tanahnya relatif terbuka, radiasi langsung
sampai ke permukaan tanah sehingga mengakibatkan Rn lebih besar.
2.1.3. Tipe Penutupan Lahan Kota Bogor
Menurut Haris (2006) melalui hasil analisis data citra Landsat ETM
pada bulan Januari 2003 disampaikan bahwa tipe penutupan lahan Kota
Bogor terbagi menjadi 10 kelas dengan presentase sebagaimana disajikan
[image:32.595.118.418.417.557.2]pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor
No Tipe Penutupuan Lahan Luasan (Ha) Presentase (%)
1 Vegetasi rapat 400,83 3,58
2 Vegetasi campuran 3.507,91 31,30
3 Ladang 1.122,99 10,02
4 Sawah 869,37 7,76
5 Semak dan rumput 444,43 3,97
6 Area terbangun 3.961,85 35,35
7 Lahan kosong 397,16 3,54
8 Badan air 17,23 0,15
9 Awan 324,64 2,90
10 Bayangan awan 162,09 1,45
Total 11.208,5 100
Sumber : Haris, 2006.
2.2. Suhu
Menurut Handoko (1994) suhu merupakan gambaran umum energi suatu
benda. Heat Island adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat
bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa
maupun pinggir kota. Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di
pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke
desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3° K di bandingkan
perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, dan pertukaran panas antara
daerah perkotaan dengan pedesaan (Landsberg, 1981 dalam Wisnu 2003).
Menurut Lowry (1966) terjadinya perbedaan suhu udara antara daerah
perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi :
1. Bahan Penutup Permukaan
Permukaan daerah perkotaan tcrdiri dari beton dan semen yang memiliki
konduktivitas kalor sekitar tiga kali lebih tinggi daripada tanah berpasir yang
basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan
menyimpan energi yang lebih banyak daripada pedesaan.
2. Bentuk dan Orientasi Permukaan
Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah
pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang akan
dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta
disimpan dalam bentuk panas (heat). Sebaliknya, daerah di pinggir kota atau
pedesaan yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu,
padatnya bangunan di perkotaan juga dapat mengubah pola aliran udara yang
bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi.
3. Sumber Kelembaban
Di perkotaan air hujan cenderung manjadi aliran permukaan akibat adanya
permukaan semen, parit, selokan dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah
pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tersedia
cadangan air untuk penguapan yang dapat menyejukkan udara. Selain itu, air
menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1° C, dan memerlukan
waktu yang lama untuk melepaskannya. Hal ini berarti bahwa pohon-pohon yang
banyak di pedesaan akan menyerap air dalam jumlah yang banyak dan
melepaskannya ke atmosfer sehingga menjaga suhu udara tetap sejuk, serta
menyerap lebih banyak panas, dan melepaskannya dalam jangka waktu yang lebih
panjang.
4. Sumber Kalor.
Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan
bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolisme
7
5. Kualitas Udara
Udara perkotaan banyak mengandung bahan-bahan pencemaran yang
berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor, sehingga mengakibatkan
kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan dengan kualitas udara di
pedesaan.
Suhu udara berdasarkan estimasi dari Landsat band 7 yang telah
dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi
umum untuk kasus Cekungan Bandung adalah y = 0,011637x + 18,5774 dengan y
adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7
(Mujiasih,1999 dalam Wisnu 2003).
Sementara itu, Givoni dalam Wisnu (2003) mengemukakan lima faktor
berbeda yang tidak terikat satu sama lain yang menyebabkan berkembangnya heat
Island :
1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi antara daerah perkotaan dengan
daerah terbuka di sekitarnya.
2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang
hari dan dilepaskan pada malam hari.
3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di
perkotaan (transportasi, industri dan sebagainya).
4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di perkotaan lebih rendah
dibandingkan dengan daerah pedesaan.
5. Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada
musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim
panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota.
Teori tersebut sesuai dengan pendapat Owen (1971) yang menyebutkan
beberapa faktor yang mendorong terciptanya heat island :
1. Adanya lebih banyak sumber yang menghasilkan panas di perkotaan
daripada di lingkungan luar kota.
2. Adanya beberapa bangunan yang meradiasikan panas lebih banyak
3. Jumlah permukaan air persatuan luas di dalam perkotaan lebih kecil
daripada di pedesaan, sehingga di kota lebih banyak panas yang tersedia
untuk memanaskan atmosfer dibandingkan dengan di luar kota.
Selain itu, keadaan di kota dengan bangunan-bangunan bertingkat dan
tingkat pencemaran udara yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya suatu
"kubah debu" (dust dome), yaitu semacam selubung polutan (debu dan asap)
yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi atmosfir atas kota
yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara
perkotaan dengan daerah sekitarnya, sehingga udara panas akan berada di atas
perkotaan dan udara dingin akan berada di sekitar perkotaan tersebut.
2.3. Penginderaan Jauh 2.3.1. Anisis Digital
Pada umumnya, informasi yang dapat diekstraksi dari sebuah citra satelit
secara geomatris adalah obyek yang dapat berupa garis dan obyek yang berupa
area. Analisis merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dari data.
Ada dua cara analisis yang dapat diterapkan untuk memperoleh informasi dari
data citra, yaitu analisis visual (analog) dan analisis digital (numerik). Analisis
secara digital, karena sifatnya kuantitatif dapat menggali kandungan yang
sebenarnya dari data yang bentuknya digital (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Pengolahan data digital meliputi proses transformasi data yang diterima
dalam bentuk numerik. Secara garis besar, proses analisis data citra sebagai
berikut :
1. Pemulihan Citra (Image Restoration)
Kegiatan ini dilakukan untuk memperbaiki data citra yang mengalami
distorsi pada saat ditransmisikan ke bumi, ke arah gambaran yang lebih sesuai
dengan gambaran sebenarnya. Nilai digital tidak selalu tepat secara radiometrik
dalam kaitannya dengan tingkat energi obyek secara geometrik maka letak
kenampakannya pun tidak tepat benar. Teknik koreksi bertugas untuk
memperkecil masalah ini dan menciptakan data citra yang lebih bermanfaat bagi
9
1. Koreksi Radiometrik
Sistem Landsat menggunakan jajaran detektor jamak untuk mengindera
beberapa garis citra secara bersama-sama pada tiap satuan cermin. Karena sifat
keluaran detektor tidak tepat sama dan keluaran berubah sesuai dengan tingkat
perubahan waktu maka diperlukan kalibrasi keluarannya. Nilai kalibrasi ini
digunakan untuk mengembangkan fungsi koreksi bagi tiap detektor.
2. Koreksi Geometrik
Prosedur yang diterapkan pada koreksi geomatrik biasanya
memperlakukan distorsi ke dalam dua kelompok yaitu distorsi yang dipandang
sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya dan dan distorsi pada dasarnya
dirancang secara acak atau tidak dapat diperlukan sebelumnya. Distorsi sistematik
dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan dengan membuat model
matematik atas sumber distorsi.
2. Penajaman Citra ( image enhacement )
Teknik penajaman ini dilakukan dengan untuk menonjolkan kontras yang
jelas kelihatan diantara objek di permukaan bumi. Pada umumnya kegiatan ini
meningkatkan informasi yang dapat di interpretasi secara visual. Proses
penajaman citra satelit secara garis besar terdiri dari dua kelompok pengoperasian
yaitu penajaman per point dan penajaman lokal. Termasuk kelompok
pengoperasian pertama adalah perentangan kontras (contrast stretching) baik
dengan peralatan histogram (histogram equalized stretching), penisbahan citra
(image rationing) dan utama (principal component transformation). Adapun dari
operasi penghalusan (smoothing- operation) dan transformasi komponen
penajaman lokal terdiri penajaman tepi (edge enhancement).
3. Klasifikasi Citra ( image classification)
Pengenalan pola spektral merupakan salah satu bentuk pengenalan pola
secara otomatik. Kelompok titik mencerminkan pemerian multi dimensional
tanggapan spektral tiap kelompok jenis tutupan yang di interpretasi. Teknik
kuantitatif dapat menerapkan interpretasi secara otomatis data citra digital. Pada
proses ini maka tiap pengamatan pixel (picture elemet) dievaluasi dan ditetapkan
pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data citra dengan suatu
Klasifikasi adalah proses mengelompokkan pixel-pixel ke dalam
kelas-kelas atau kategori yang telah ditetapkan berdasarkan nilai kecerahan (Brightness
Value/BV) atau Digital Number (DN) pixel yang bersangkutan. Berdasarkan
tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan atas klasifikasi manual dan klasifikasi
kuantitatif. Pada klasifikasi manual, pengelompokan pixel ke dalam suatu kelas
yang ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai
kecerahan DN contoh yang diambil dari area contoh (training area).
Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), teknik klasifikasi citra secara
digital dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu klasifikasi secara terbimbing
(supervised classification), klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised
classification) dan klasifikasi hibrida (hibrid classfication) yang merupakan
gabungan dari dua cara di atas.
Pada klasifikasi terbimbing, seorang analis citra mengawasi prosedur
pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas
informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas
(training area) yang mewakili setiap kelompok. Perhitungan statistik yang
dilakukan terhadap contoh-contoh kelas setiap kelas digunakan sebagai dasar
klasifikasi. Proses klasifikasi ini akan berhasil bila kelas-kelas spektral yang
dipilih dapat dipisahkan dan contoh-contoh kelas yang dipilih mampu
mewakili seluruh data. Selanjutnya pendekatan terbimbing disederhanakan
menjadi tiga tahap yaitu tahap penentuan kelas contoh (training set), tahap
klasifikasi dan ekstrapolasi, serta tahap penyajian hasil (output).
Klasifikasi kemiripan kemungkinan maksimum (maximum likehood
classification) merupakan metode klasifikasi yang paling banyak digunakan
dalam sebagian besar terapan algoritma klasifikasi ini, nilai peluang
(probabilitas) masuknya suatu pixel yang belum dikenal ke setiap kelas
dihitung oleh komputer. Kemudian pixel tersebut akan dimasukkan menjadi
anggota salah satu kelas yang nilai peluangnya paling tinggi atau dikelaskan
sebagai "tak dikenal" (unclassified) bila nilai peluangnya dibawah peluang
ambang yang telah ditetapkan oleh analis.
Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritma
11
dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan natural nilai spektral
citra. Anggapan dasarnya adalah bahwa nilai di dalam suatu jenis tutupan
tertentu seharusnya saling berdekatan pada suatu ruang pengukuran,
sedangkan data pada kelas yang berbeda harus dapat dipisahkan secara
komparatif. Kelas yang dihasilkan dari klasifkasi tidak terbimbing adalah
kelas spektral.
Ketelitian klasifikasi merupakan suatu kriteria penting dalam menilai
hasil dari pemrosesan citra penginderaan jauh bagi suatu sistem klasifikasi
penutupan atau penggunaan lahan yang disusun berdasarkan data
penginderaan jauh. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah
mensyaratkan tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi
penutupan atau penggunaan lahan yang disusun yaitu :
1. Tingkat ketelitian klasifikasi / interpretasi minimum dengan
menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %.
2. Ketelitian klasifikasi / interpretasi harus lebih kurang sama untuk
beberapa kategori (Lillesand dan Kiefer, 1990)
2.3.2. Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM
Sistem Thematic Mapher meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185
km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang, yaitu tiga
saluran panjang gelombang tampak, tiga-saluran panjang gelombang inframerah
dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang
gelombang dan karakteristik saluran spektral yang digunakan pada setiap saluran
[image:38.595.114.513.587.677.2]Landsat TM dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Spektral Landsat TM
Saluran / Band
Panjang
Gelombang (m) Karakteristik
1 0,45 - 0,52
Dirancang untuk membuahkan peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan tanah dan vegetasi. Pada batas kisaran atas adalah puncak penyerapan klorofil yang sangat
Saluran / Band
Panjang
Gelombang (m) Karakteristik
2 0,52-0,60
Terutama dirancang untuk penginderaan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua spektral serapan klorofil. Tanggapan pada saluran ini dimaksudkan untuk menekankan pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan.
3 0,63-0,69
Merupakan saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi, juga menajamkan kontras antara kelas vegetasi.
4 0,76 - 0,90
Dipilih agar tanggapan terhadap sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah kajian. Hal ini membantu
identifikasi tanaman dan akan memperkuat kontras antara tanaman-tanah dan lahan-air.
5 1,55- 1,75
Penting untuk menentukan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah. Saluran ini juga penting untuk membedakan antara awan, salju, dan es.
6 2,08-2,35
Saluran ini penting untuk pemisah formasi batuan. Perbandingan saluran 5 dan 7 digunakan untuk pemetakan secara hidrotermal perubahan batuan sehubungan dengan kandungan mineral.
7 10,4 - 12,5
Saluran infra merah termal yang dikenal bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, pemisah kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.
Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1990.
2.4. Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah cabang dari teknologi informasi
yang didefinisikan sebagai sistem informasi berbasis komputer yang dapat
melakukan penyimpanan, editing, manipulasi, transformasi analisis, dan penyajian
terhadap data bereferensi geografis.
Adapun fungsi utama yang terdapat dalam sebuah SIG adalah :
1. Perolehan Data (Data Capture)
Fungsi perolehan data dalam citra SIG terbagi dalam dua jenis data, yaitu
data grafis (peta melalui proses digitasi, citra dan sebagainya) dan data tabular
(entry data dilakukan melalui keyed-in atau dari file yang telah ada).
2. Penyimpanan dan Manipulasi Data (Data Storage and Manipulalion)
Fungsi kedua merupakan tempat pengelolaan dan editing data. Semua
pekerjaan aktualisasi dan penambahan-penambahan data baru dapat dilakukan
13
3. Analisis Data (Data Analysis)
SIG juga mempunyai kemampuan analisis yang dapat digunakan untuk
menghasilkan informasi-informasi baru dan dapat dimanfaatkan untuk membantu
proses pengambilan keputusan. Beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan
adalah database query, analisis spasial dan modeling.
4. Penayangan Data (Data Display)
Semua data dan informasi yang tersimpan dalam SIG dapat ditampilkan
3.1. Letak Geografis dan Luas
Kota Bogor terletak diantara 106° 43' 30" BT - 106° 51' 00" BT dan 06° 30'
30" LS - 06° 41' 00 " LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter,
maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer.
Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,50 km2 yang terbagi
menjadi 6 kecamatan yaitu Kecamatn Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal,
Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor
Timur, dan Kecamatan Bogor Selatan. Adapun batas-batas Kota Bogor
adalah:
1. Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor.
2. Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi Kabupaten Bogor.
3. Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan
Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.
4. Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor.
3.2. Kondisi Fisik Lingkungan 3.2.1. Topografi
Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0 - 15 % dan sebagian kecil
daerahnya mempunyai kemiringan antara 15 - 30 %. Jenis tanah hampir di seluruh
wilayah adalah Latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih
dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap
erosi. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten
Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang
strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan
Bogor di antara jalur tujuan Puncak atau Cianjur juga mcrupakan potensi strategis
15
3.2.2. Klimatologi
Kota Bogor mempunyai ketinggian dari permukaan laut minimal 190
meter dan maksimal 330 meter. Keadaan cuaca dan udara yang sejuk dengan suhu
rata-rata setiap bulan adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70 %.
Suhu terendah di Bogor adalah 21,8 °C, paling sering terjadi pada bulan Desember
dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei - Maret
dipengaruhi angin Muson Barat dengan arah mata angin 6 % terhadap arah Barat.
3.2.3. Geologi
Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Latosol coklat kemerahan
dan sebagian bcsar mengandung tanah liat serta bahan-bahan yang berasal dari
letusan gunung berapi, sehingga keadaan tanahnya mengandung tanah liat,
batu-batuan dan pasir. Ketahanan tanah di daerah ini bisa mencapai 2 sampai 5 kg/cm2,
sedangkan pada tempat yang tidak berbatu masih menahan 1,50 kg/cm2.
3.3. Keadaan Penduduk
Berdasarkan data kependudukan Kota Bogor yang disajikan pada Tabel 3
diketahui jumlah penduduk Kota Bogor 2006 mencapai 879.138 jiwa dengan
kepadatan rata-rata mencapai 7419 jiwa/km2. Wilayah dengan jumlah penduduk
terbanyak terdapat pada Kecamatan Bogor Selatan namun memiliki kepadatan
penduduk terkecil yaitu 5.547 jiwa/km2. Kecamatan Bogor Tengah memiliki
kepadatan tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu mencapai 13.047
Jiwa/km2. Kepadatan yang tinggi tersebut disebabkan karena wilayah Kecamatan
Bogor Tengah merupakan pusat aktivitas pemerintahan, perekonomian,
perindustrian dan pariwisata serta terdapatnya sarana dan prasarana yang
[image:42.595.155.473.602.729.2]mendukung sehingga banyak masyarakat bermukim di wilayah ini.
Tabel. 3. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 2006
No. Wilayah
Jumlah
Penduduk Luas (km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)
1 Bogor Selatan 170.909 30,81 5.547
2 Bogor Timur 89.237 10,15 8.792
3 Bogor Utara 153.843 17,72 8.682
4 Tanah Sereal 163.226 18,84 8.664
5 Bogor Tengah 106.075 8,13 13.047
6 Bogor Barat 195.808 32,85 5.961
Jumlah 879.098 118,50 7.419
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dan pengecekan lapangan dilakukan di Kota Bogor
sebagai mana terlihat pada Peta Aministratif Kota Bogor pada Gambar 1 Tahap
selanjutnya berupa pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Analisis
Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan
dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Waktu pelaksanaan penelitian yaitu mulai dari penyusunan proposal,
pengambilan data lapangan hingga pengolahan dilaksanakan selama 4 bulan.
[image:43.595.114.512.316.585.2]Penelitian dilakukan pada bulan November 2007 – Februari 2008.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.
4.2. Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu
set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan
citra, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan analisis data,
Microsoft Excel untuk pengolahan data estimasi suhu, GPS untuk pengecekan
17
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Citra Landsat TM
(Path 122 Row 65) tahun penyiaman dari Tahun 1991, Tahun 1997, Tahun 2001
dan Tahun 2006, peta batas administratif kecamatan, data pendukung berupa data
kependudukan.
4.3. Metode Penelitian
Kegiatan Pengolahan citra Landsat TM dan ETM menggunakan perangkat
lunak ERDAS Imagine. Pengolahan citra Landsat TM dan ETM meliputi layer
stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji
akurasi untuk hasil klasifikasi penutupan lahan dan konversi band 6 menjadi suhu
udara permukaan.
4.3.1. Layer stack
Layer stack merupakan suatu proses pengkonversian dan penggabungan
band. Band yang berbentuk .Tiff dikonversi menjadi bentuk .img, dan
penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang
digabungkan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya
dikonversi dari bentuk .Tiff menjadi .Img.
4.3.2. Koreksi Geometrik
Data citra yang telah dilayer stack kemudian di koreksi berdasarkan
koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Proses koreksi
geometrik dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi citra ke peta acuan atau
koreksi citra ke citra acuan yang telah terkoreksi (Jaya, 1997 dalam Haris, 2006).
Pada penelitian kali ini koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse
Mercator (UTM) dan sebagai acuan adalah citra Tahun 2006 yang telah
terkoreksi. Penggunaan koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah
proses analisis. Adapun langkah-langkah pengkoreksian citra adalah sebagai
berikut:
a. Koreksi geometrik citra menggunakan titik ikat medan (GCP) pada citra
Landsat yang akan dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada
penelitian ini yang digunakan adalah citra Tahun 2006 yang telah
akan dikoreksi diambil koordinat filenya, dan citra acuan diambil
koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama.
b. Pencarian harga error dari titik kontrol agar dapat diketahui tingkat
kesalahan pengolahan, dengan harga error maksimum 0,1.
c. Jika error mendekati 0,5 maka dapat dilakukan koreksi dengan
interpolasi nearest neighbours.
4.3.3. Pemotongan Citra (Subset)
Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan sesuai daerah penelitian. Pada
penelitian ini citra yang telah terkoreksi dipotong dengan peta Batas Administratif
Kota Bogor yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Bogor.
4.3.4. Klasifikasi Penutupan Lahan
Klasifikasi merupakan kegiatan proses pengelompokan dari nilai-nilai
spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi
terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang menggunakan training sample.
Adapun langkah yang dilakukan adalah :
a. Pengambilan Sampel
Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan (training
sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi sebagai acuan.
Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat
pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam kelas lahan
bervegetasi (vegetasi rapat dan campuran), ladang, sawah, semak dan
rumput, area terbangun, dan badan air.
b. Proses Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan
metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum likehood
classification). Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu
metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral
maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi satu
kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan
kedalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas
19
4.3.5. Uji Akurasi
Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan lahan.
Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar kesesuaian antara
hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan dilapangan. Uji akurasi dilakukan
dengan cara memasukan titik ikat medan (GCP) yaitu titik-titik sample di
lapangan pada citra yang telah diklasifikasikan yaitu titik-titik sample di lapangan.
4.3.6. Konversi Band 6 menjadi Suhu Udara Permukaan
Data citra yang dikonversi adalah nilai-nilai pixel pada band 6 citra
landsat yang disebut digital number (DN). Menurut USGS dalam Panuju et
al. (2003) Konversi data citra menjadi data temperatur menggunakan 2
tahapan konversi yaitu:
1. Konversi Digital Number (DN) menjadi spectral Radiance (Lλ)
Radiance (Lλ) = (gain x DN)+ offset
Dimana :
Lλ = Radian Spektral dalam watt
Gain merupakan konstanta: 0,05518
DN (Digital Number) berasal dari nilai pixel pada citra
Offset merupakan konstanta 1,2378
Rumus diatas merupakan hasil penyederhanaan dari rumus :
Lλ= ((Lmax-Lmin)/(QCALmax-QCALmin)x (QCAL-QCALmin)+Lmin
Dimana:
QCALmin=1, QCALmax=255, dan QCAL=Digital Number
Lmin dan Lmax adalah radian spektral (spektral radiance)
menjadi temperatur.
2. Konversi Radian Spektral (Spectral Radiance) menjadi temperatur.
Citra band thermal (band 6) dapat dikonversi menjadi peubah fisik
dengan asumsi bahwa emisinya adalah satu. Persamaan konversi
radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut:
T = K2/ln(K1/ Lλ+1)
Dimana:
K1 = Konstata dalam watts dengan nilai 666,09 ETM+ dan 607,76
untuk TM
K2 = Konstata Kelvin dengan nilai 1282,71 untuk ETM+ dan 1260,56
untuk TM
Lλ = Radian Spektral dalam watt.
4.3.7. Pewarnaan Ulang (Recode)
Hasil dari pengklasifikasian diwarnai ulang (recode) sesuai dengan
keinginan. Pewarnaan ulang ini ditujukan untuk mempermudah dalam mengenali
kelas-kelas baik dalam penutupan lahan maupun suhu permukaan.
4.3.8. Hasil
Hasil dari semua proses pengolahan citra dihasilkan 2 jenis peta yaitu peta
penutupan lahan dan peta distribusi suhu permukaan. Pada tiap jenis peta terdiri
dari 2 peta yaitu peta Tahun 1997 dan Tahun 2006. Semua peta yang dihasilkan
akan dihitung luasannya. Hasil dari perhitungan luasan digunakan untuk proses
analisis yaitu dengan membandingkan luasan berdasarkan tahun. Tahapan
21
Gambar 2. Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data.
4.4. Analisis Data
Hasil overlay dianalisis untuk mengetahui perkembangan suhu udara
dilakukan antara peta penutupan lahan dengan peta administratif kecamatan
untuk mengetahui luasan penutupan lahan pada setiap kecamatan di Kota Bogor.
Hasil dari overlay tersebut kemudian dibandingkan antara Tahun 1997 dengan
Tahun 2006. Kemudian dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu
dengan peta administratif untuk mengetahui luasan distribusi suhu permukaan
pada setiap kecamatan di Kota Bogor. Dari hasil overlay tersebut kemudian
dilakukan perbandingan pola distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan.
Selain itu, dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu permukaan dengan
peta penutupan lahan untuk rnengetahui hubungan penutupan lahan dengan
[image:49.595.120.509.292.437.2]distribusi suhu. Proses overlay peta-peta dapat dijelaskan pada Gambar 3.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penutupan Lahan
Penginderaan jarak jauh dapat digunakan dengan mudah untuk mengenali
suatu penutupan lahan pada suatu wilayah di permukaan bumi, hal tersebut sesuai
dengan asumsi bahwa suatu objek di permukaan bumi yang memiliki kondisi
penutupan lahan yang sama akan mempunyai sifat-sifat reflektansi yang sama
pula dan asumsi bahwa variasi variabel ganda (multivariant) nilai digital pada
suatu area mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kondisi penutupan
lahannya (Lillesand and Kiefer, 1979).
Pengolahan citra Landsat TM dan ETM Kota Bogor di analisis dan
diklasifikasikan berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan
sebelumnya. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan secara umum, Kota
Bogor diklasifikasikan menjadi 7 kelas penutupan lahan, yaitu:
1. Lahan bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon jarang)
2. Ladang
3. Sawah
4. Semak dan rumput
5. Area terbangun
6. Badan air
7. Tidak ada data.
5.1.1. Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor
5.1.1.1. Lahan Bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon campuran)
Lahan bervegetasi pohon pada penelitian ini tidak membedakan antara
vegetasi rapat dan vegetasi campuran. Hal tersebut dikarenakan bahwa jenis lahan
bervegetasi pohon rapat dan jenis lahan bervegetasi pohon jarang memberikan
pengaruh yang hampir sama terhadap perubahan suhu. Selain itu, dengan
pertimbangan bahwa lokasi penelitian mempunyai area yang tidak terlalu luas dan
merupakan kawasan perkotaan maka lahan bervegetasi pohon rapat dan lahan
Berdasarkan penjelasan di atas maka beberapa contoh dari kategori lahan
bervegetasi pohon di Kota Bogor adalah hutan tanaman keras (Hutan Litbang
CIFOR dan Kebun Raya Bogor) yang disajikan pada Gambar 4, sempadan sungai,
tanaman pekarangan rumah berupa tanaman keras dengan luasan yang bisa
dideteksi citra landsat TM dan ETM sebagai lahan bervegetasi dan beberapa
tempat pemakaman umum.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Hutan Litbang CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat.
(b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah.
5.1.1.2. Ladang
Ladang yang dimaksud berupa lahan pertanian kering dan pekarangan
rumah yang ditanami bukan tanaman keras. Untuk lahan pertanian kering pada
musim penghujan atau pada kondisi