• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah

menggunakan software Smart-PLS 3.0. Mahmud dan Ratmono (2013:6) menyatakan pada perkembangannya, SEM dibagi menjadi dua jenis, yakni covariance-based SEM (CB-SEM) dan variance-based SEM atau partial least squares (SEM-PLS). CB-SEM berkembang pada tahun 1970-an dipelopori oleh Karl Joreskog sebagai pengembang software Lisrel. Sementara SEM-PLS berkembang setelah CB-SEM dan dipelopori oleh Herman Wold (pembimbing akademik Karl Joreskog). Berikut merupakan beberapa contoh software dari CB-SEM dan CB-SEM-PLS) (Mahmud dan Ratmono, 2013:6-7).

Mahmud dan Ratmono (2013:7) menyatakan SEM-PLS dapat bekerja secara efisien dengan ukuran sampel yang kecil dan model yang kompleks. Selain itu, asumsi distribusi data dalam SEM-PLS relatif lebih longgar dibandingkan CB-SEM. Estimasi dengan CB-SEM membutuhkan serangkaian asumsi yang harus terpenuhi seperti normalitas data secara multivariat, ukuran sampel minimum, homoskedastisitas, dan sebagainya.

Mahfud dan Ratmono (2013:8) menyatakan hasil estimasi keduanya tidak jauh berbeda sehingga SEM-PLS dapat menjadi proksi yang baik untuk CB-SEM.

SEM-PLS tetap dapat menghasilkan estimasi meskipun untuk ukuran sampel kecil dan penyimpangan dari asumsi normalitas multivariat. SEM-PLS karenanya dapat dipandang sebagai pendekatan nonparametrik untuk CB-SEM. Selain itu, ketika asumsi-asumsi CB-SEM tidak terpenuhi maka SEM-PLS dapat menjadi metode yang tepat untuk pengujian teori. Mahfud dan Ratmono (2013:9-13) menyatakan jika data memenuhi asumsi-asumsi CB-SEM secara tepat seperti minimal ukuran sampel dan distribusi normal maka pilih CB-SEM. Jika tidak memenuhi, pilih

SEM-PLS. SEM-PLS merupakan pendekatan nonparametrik; dapat bekerja dengan baik bahkan untuk data tidak normal secara ekstrim.

4.6.1. Evaluasi Outer Model (Measurement Model):

Menurut Abdillah dan Jogiyanto (2015) outer model atau model pengukuran menggambarkan hubungan antar blok indikator dengan variabel latennya. Model ini secara spesifik menghubungkan antar variabel laten dengan indikator-indikatornya atau dapat dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel lainnya. Uji yangdilakukan pada outer model yaitu:

4.6.1.1.Pengujian Validitas a. Convergent Validity

Validitas konvergen merupakan bagian dari measurement model (model pengukuran) yang dalam SEM-PLS biasanya disebut sebagai outer model sedangkan dalam covariance-based SEM disebut confirmatory factor analysis (CFA) (Mahfud dan Ratmono, 2013:64). Terdapat dua kriteria untuk menilai apakah outer model (model pengukuran) memenuhi syarat validitas konvergen untuk konstruk reflektif, yaitu (1) loading harus di atas 0,7 dan (2) nilai p signifikan (<0,05) (Hair dkk. dalam Mahfud dan Ratmono, 2013:65). Namun dalam beberapa kasus, sering syarat loading di atas 0,7 sering tidak terpenuhi khususnya untuk kuesioner yang baru dikembangkan. Oleh karena itu, loading antara 0,40-0,70 harus tetap dipertimbangkan untuk dipertahankan (Mahfud dan Ratmono, 2013:66).

Indikator dengan loading di bawah 0,40 harus dihapus dari model. Namun

untuk indikator dengan loading antara 0,40 dan 0,70 sebaiknya kita analisis dampak dari keputusan menghapus indikator tersebut pada average variance extracted (AVE) dan composite reliability. Kita dapat menghapus indikator dengan loading antara 0,40 dan 0,70 jika indikator tersebut dapat meningkatkan average variance extracted (AVE) dan composite reliability di atas batasannya (treshold) (Mahfud dan Ratmono, 2013:67). Nilai batasan AVE adalah 0,50 dan composite reliability sebesar 0,7. Pertimbangan lain dalam menghapus indikator adalah dampaknya pada validitas isi (content validity) konstruk. Indikator dengan loading yang kecil kadang tetap dipertahankan karena punya kontribusi pada validitas isi konstruk (Mahfud dan Ratmono, 2013:67).

b. Discriminant Validity

Pada pengujian validitas diskriminan, nilai akar kuadrat AVE dari suatu variabel laten, dibandingkan dengan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya. Diketahui nilai akar kuadrat AVE dari untuk setiap variabel laten, lebih besar dibandingkan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya.

4.6.1.2.Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menggunakan nilai Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability. Cronbach’s Alpha untuk mengukur batas awah nilai reliabilitas suatu konstruk sedangkan Composite Reliability mengukur nilai sesungguhnya reliabilitas suatu konstruk. Namun Composite Reliability dinilai lebih baik dalam mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk.

Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,7 dan Composite Reliability > 0,7.

4.6.2. Evaluasi Struktur Model (Inner Model)

Setelah pengujian outer model yang telah memenuhi, berikutnya dilakukan pengujian inner model (model structural). Inner model dapat dievaluasi dengan melihat r-square (reliabilitas indikator) untuk konstrak dependen dan nilai tstatistik dari pengujian koefisien jalur (path coefficient). Semakin tinggi nilai r -square berarti semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan.

Nilai path coefficients menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis.

4.6.2.1.Analisis Variant (R2) atau Uji Determinasi

Koefisien determinasi pada konstruk disebut nilai R-square. Model struktural (inner model) merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten. Goodness of fit model diukur menggunakan R-square variabel laten dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi Q-square predictive relevance untuk model struktural, mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

Namun, jika hasil perhitungan memperlihatkan nilai Qsquare lebih dari 0 (nol), maka model layak dikatakan memiliki nilai prediktif yang relevan (Ghozali, 2008).

4.6.2.2.Uji Signifikansi

Uji Signifikansi dilakukan berdasarkan hasil pengujian Inner Model (model struktural) yang meliputi output r-square, koefisien parameter dan t-statistik. Untuk melihat apakah suatu hipotesis itu dapat diterima atau ditolak diantaranya dengan memperhatikan nilai signifikansi antar konstrak, t-statistik, dan p-values. Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SmartPLS (Partial Least Square) 3.0. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari hasil bootstrapping. Rules of thumb yang digunakan pada penelitian ini adalah t-statistik >1,96 dengan tingkat signifikansi p-value 0,05 (5%) dan koefisien beta bernilai positif.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Data Penelitian

Pengumpulan data pada penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu dengan menyebarkan 124 kuesioner kepada responden yang berada pada OPD di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Utara sebanyak 31 OPD. Sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, kuesioner dijemput kembali.

Tabel 5. 1 Tingkat Pengembalian Kuesioner

No Keterangan Jumlah

1 Koesioner yang disebar 124

2 Koesioner yang diterima 112

3 Koesioner yang tidak diterima 12

4 Tingkat Pengembalian yang digunakan (112/124 x 100%) 90%

Sumber: Data diolah peneliti (2020)

Dari tabel 5.1. dapat dilihat kuesioner yang kembali sebanyak 112 dimana semuanya dapat digunakan. Tingkat pengembalian kuesioner (response rate) 90%

dan dapat digunakan (respone use) sebesar 90%, dihitung dari persentase jumlah kuesioner yang kembali (112 kuesioner) dibagi total yang dikirim (124 kuesioner).

Tabel 5. 2 Deskripsi Jawaban Responden Variable N Min Max Mean Std.

Deviation

APKD 112 1,545 5 3,741 1,041

PLKD 112 1,556 5 3,475 1,067

ALKD 112 1,2 5 3,389 1,17

VFM 112 1,4 4,9 3,688 1,058

SPI 112 1,611 5 3,857 0,907

GK 112 1,75 5 3,92 0,992

Valid N (listwise)

112

Sumber: Pengolahan data dengan Excel, 2020

Pada Tabel 5.2. diketahui bahwa skor terendah dari jawaban responden untuk variabel Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah (APKD) adalah 1,545 dan skor tertinggi dari jawaban responden adalah 5, sehingga rata-rata (mean) total jumlah skor jawaban akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah 3.741, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden cukup memahami dan melaksanakan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah (APKD) di OPD masing-masing.

Skor terendah dari jawaban responden untuk variabel Penyajian Laporan Keuangan Daerah (PLKD) adalah 1,556 dan skor tertinggi dari jawaban responden adalah 5, sehingga rata-rata (mean) total jumlah skor jawaban penyajian laporan keuangan adalah 3,475, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden memahami dan mengerti Penyajian Laporan Keuangan Daerah di OPD masing-masing.

Skor terendah dari jawaban responden untuk variabel Aksesbilitas Laporan Keuangan Daerah (ALKD) adalah 1,2 dan skor tertinggi dari jawaban responden adalah 5, sehingga rata-rata (mean) total jumlah skor jawaban aksesbilitas laporan

keuangan daerah adalah 3,389, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden memahami dan mengerti Aksesbilitas Laporan Keuangan Daerah di OPD masing-masing.

Skor terendah dari jawaban responden untuk variabel Sistem Pengendalian Internal (SPI) adalah 1,611 dan skor tertinggi dari jawaban responden adalah 5, sehingga rata-rata (mean) total jumlah skor jawaban lingkungan pengendalian adalah 3,857, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden memahami dan melaksanakan Sistem Pengendalian Internal di OPD masing-masing.

Skor terendah dari jawaban responden untuk variabel Value For Money (VFM) adalah 1,4 dan skor tertinggi dari jawaban responden adalah 4,9, sehingga rata-rata (mean) total jumlah skor jawaban value for money adalah 3,688, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden memahami dan melaksanakan konsep Value For Money di OPD masing-masing.

Pada tabel di atas diketahui bahwa skor terendah dari jawaban responden untuk variabel Gaya Kepemimpinan (GK) adalah 1,75 dan skor tertinggi dari jawaban responden adalah 5, sehingga rata-rata (mean) total jumlah skor jawaban gaya kepemimpinan adalah 3,92, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden memahami pentingnya Gaya Kepemimpinan di OPD masing-masing.

5.1.2. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia, jabatan, pendidikan, dan masa kerja. Pada Tabel 5.3. diketahui bahwa jenis kelamin responden boleh dikatakan kurang seimbang dimana jumlah pria sebanyak 85% dan selebihnya wanita sebanyak 15% dengan mayoritas umur

responden adalah > 35 yaitu sebanyak 47%. Berdasarkan hasil demografi bahwa mayoritas pendidikan terakhir adalah S1 yaitu sebanyak 65% dan masa kerja mayoritas responden adalah >20 tahun sebanyak 35%.

Tabel 5. 3 Demografi Responden

No Demografi Responden Frekuensi Persentase I Jenis Kelamin

1 Laki-laki 95 85%

2 Wanita 17 15%

Total 112 100%

II Usia

1 < 25 tahun 11 10%

2 25 - 35 tahun 48 43%

3 > 35 53 47%

Total 112 100%

III Jabatan

1 Kepala Badan/Dinas/Istansi 23 20%

2 Kabag/Kabid/Sekretaris 27 24%

3 Kasubid/Kasubbag/Kasubdis/Kasie 31 28%

4 Bendahara 31 28%

Total 112 100%

IV Pendidikan Terakhir

1 SMA 4 3%

2 Diploma 13 12%

3 S1 73 65%

4 S2 22 20%

Total 112 100%

V Pengalaman Kerja

1 < 5 tahun 17 15%

2 5 – 10 tahun 26 23%

3 10 – 15 tahun 19 17%

4 15 – 20 tahun 11 10%

5 > 20 tahun 39 35%

Total 112 100%

Sumber : Data diolah peneliti 2020

5.2 Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah structural equation modeling-partial least squares (SEM-PLS) dengan menggunakan software Smart PLS 3.0

5.2.1 Menilai Outer Model atau Measurement Model

Terdapat tiga kriteria di dalam penggunaan teknik analisa data dengan SmartPLS untuk menilai outer model yaitu Convergent Validity, Discriminant Validity dan Composite Reliability. Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score yang diestimasi dengan Soflware PLS. Terdapat dua kriteria untuk menilai apakah outer model (model pengukuran) memenuhi syarat validitas konvergen untuk konstruk reflektif, yaitu (1) loading harus di atas 0,7 dan (2) nilai p signifikan (<0,05) (Hair dkk. dalam Mahfud dan Ratmono, 2013:65). Kita dapat menghapus indikator dengan loading antara 0,40 dan 0,70 jika indikator tersebut dapat meningkatkan average variance extracted (AVE) dan composite reliability di atas batasannya (treshold) (Mahfud dan Ratmono, 2013:67). Nilai batasan AVE adalah 0,50 dan composite reliability sebesar 0,7.

Pertimbangan lain dalam menghapus indikator adalah dampaknya pada validitas isi (content validity) konstruk. Gambar 5.1 dan Tabel 5.4 disajikan nilai-nilai loading untuk tiap-tiap indikator.

Gambar 5. 1

Diagram Jalur berdasarkan Nilai Loading Faktor

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa seluruh indikator memiliki nilai loading faktor yang lebih besar dari 0,7. Penilaian lebih lanjut disajikan pada Tabel 5.4

Tabel 5. 4

Pengujian Validitas berdasarkan Loading Faktor

ALKD (X2)

APKD (Y)

GK (X5)

PLKD (X1)

SPI (X4)

VFM (X3) ALKD1 0.824

ALKD2 0.873 ALKD3 0.897 ALKD4 0.893 ALKD5 0.881

APKD1 0.795

APKD10 0.830

APKD11 0.776

APKD2 0.848

APKD3 0.803

APKD4 0.894

APKD5 0.918

VFM5 0.937

VFM6 0.911

VFM7 0.847

VFM8 0.912

VFM9 0.732

Sumber: Pengolahan data dengan SmartPLS, 2020

Berdasarkan pengujian validitas loading faktor pada Gambar 5.1 dan Tabel 5.4 seluruh nilai loading > 0,7, yang berarti telah memenuhi syarat validitas berdasarkan nilai loading. Selanjutnya dilakukan pengujian validitas berdasarkan nilai average variance extracted (AVE).

Tabel 5. 5

Pengujian Validitas berdasarkan Average Variance Extracted (AVE)

Average Variance Extracted (AVE)

ALKD (X2) 0.764

APKD (Y) 0.696

GK (X5) 0.800

PLKD (X1) 0.660

SPI (X4) 0.660

VFM (X3) 0.762

Sumber: Pengolahan data dengan SmartPLS, 2020

Nilai AVE yang disarankan adalah di atas 0,5 (Mahfud dan Ratmono, 2013:67). Diketahui seluruh nilai AVE > 0,5, yang berarti telah memenuhi syarat validitas berdasarkan AVE. Selanjutnya dilakukan pengujian validitas diskriminan dengan pendekatan Fornell-Larcker. Tabel 5.6 disajikan hasil pengujian validitas diskriminan.

Tabel 5. 6 Sumber: Pengolahan data dengan SmartPLS, 2020

Pada pengujian validitas diskriminan, nilai akar kuadrat AVE dari suatu variabel laten, dibandingkan dengan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya. Diketahui nilai akar kuadrat AVE dari untuk setiap variabel laten, lebih besar dibandingkan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya. Sehingga disimpulkan seluruh item pertanyaan pada masing-masing variabel penelitian telah memenuhi syarat validitas diskriminan. Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas berdasarkan nilai composite reliability (CR).

Tabel 5. 7

Pengujian Reliabilitas berdasarkan Composite Reliability (CR)

Composite Reliability

Sumber: Pengolahan data dengan SmartPLS, 2020

Nilai CR yang disarankan adalah di atas 0,7 (Mahfud dan Ratmono, 2013:67). Diketahui seluruh nilai CR > 0,7, yang berarti telah memenuhi syarat reliabilitas berdasarkan CR. Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas berdasarkan nilai cronbach’s alpha (CA).

Tabel 5. 8

Pengujian Reliabilitas berdasarkan Cronbach’s Alpha (CA) Cronbach's Alpha

ALKD (X2) 0.923

APKD (Y) 0.956

GK (X5) 0.917

PLKD (X1) 0.935

SPI (X4) 0.969

VFM (X3) 0.965

Sumber: Pengolahan data dengan SmartPLS, 2020

Nilai CA yang disarankan adalah di atas 0,7 (Mahfud dan Ratmono, 2013:67). Diketahui seluruh nilai CA > 0,7, yang berarti telah memenuhi syarat reliabilitas berdasarkan cronbach’s alpha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner penelitian yang digunakan reliabel atau andal.

5.2.2. Evaluasi Struktur Model (Inner Model)

Setelah pengujian outer model yang telah memenuhi, berikutnya dilakukan pengujian inner model (model structural).

5.2.2.1.Analisis Variant (R2) atau Uji Determinasi

Koefisien determinasi pada konstruk disebut nilai R-square. Model struktural (inner model) merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten. Goodness of fit model diukur menggunakan R-square variabel laten dependen dengan interpretasi yang sama

dengan regresi Q-square predictive relevance untuk model struktural, mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Tabel 5.9 disajikan hasil nilai koefisien determinasi (r-square) dan (r-square adjusted).

Tabel 5. 9

Nilai Koefisien Determinasi

R Square R Square Adjusted

APKD (Y) 0.819 0.811

Sumber: Pengolahan data dengan SmartPLS, 2020

Berdasarkan Tabel 5.9, diketahui nilai R Square 0,819 dan R Square Adjusted untuk variabel akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah 0.811 yang berarti penyajian laporan keuangan, aksesbilitas laporan keuangan, value for money, sistem pengendalian internal, gaya kepemimpinan mampu mempengaruhi akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sebesar 81,1% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini.

5.2.2.2 Uji Signifikansi

Tabel 5. 10

Nilai Koefisien Jalur T-Statistick dan P-Value Origina

VFM (X3) ->

APKD (Y)

0.239 0.226 0.075 3.199 0.001

Sumber: Pengolahan data dengan SmartPLS, 2020 Berdasarkan hasil pada Tabel 5.10 diperoleh hasil:

1. Nilai koefisien jalur penyajian laporan keuangan adalah sebesar 0,227 dan t-statistik 1,964 1,96 dengan nilai p-values 0,050 0,05, maka disimpulkan Penyajian laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sehingga H1 diterima.

2. Nilai koefisien jalur aksesbilitas laporan keuangan adalah sebesar 0,257 dan t-statistik yaitu 2,576  1,96 dengan nilai p-values 0,010 < 0,05, maka disimpulkan Aksesbilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sehingga H2 diterima.

3. Nilai koefisien jalur value for money adalah sebesar 0,239 dan t-statistik 3,199  1,96 dengan nilai p-values 0,001 < 0,05, maka disimpulkan Value for money berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sehingga H3 diterima.

4. Nilai koefisien jalur sistem pengendalian internal adalah sebesar 0,222 dan t-statistik 2,274  1,96 dengan nilai p-values 0,023 < 0,05, maka disimpulkan sistem pengendalian internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sehingga H4 diterima

5. Nilai koefisien jalur gaya kepemimpinan dalah sebesar 0,135 dan t-statistik 2,018  1,96 dengan nilai p-values 0,044 < 0,05, maka disimpulkan gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sehinggan H5 diterima

5.3. Pembahasan Hasil Penelitian

5.3.1. Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penyajian laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Nias Utara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penyajian laporan keuangan maka akan meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Temuan ini mendukung teori stewardship pada sektor publik bahwa, fungsi pemerintah sebagai pemegang amanah (agent) yang berkewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan segala aktivitasnya yang menjadi tanggung jawabnya kepada masyarakat sebagai pihak pemberi amanah (principal) .

Penyajian informasi yang lengkap dalam laporan keuangan daerah menunjang terciptanya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sehingga pemerintah harus menyajikan laporan keuangan dengan baik dan benar. Jadi dengan adanya penyajian laporan keuangan yang baik, yang memenuhi karakteristik laporan keuangan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Semakin baik penyajian laporan keuangan tentu akan

memperjelas pelaporan keuangan pemerintah daerah karena semua transaksi keuangan dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada dan akan disajikan dengan lengkap dan jujur dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi kelalaian dan kecurangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Sehingga pengelolaan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan dengan baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sande (2013); Mustofa (2012); Wahyuni dkk. (2014); Primayani dkk. (2014); Wahida (2015); Hehanussa (2015); Lewier (2016); Fauziah dan Handayani (2017);

Superdi (2017); dan Mulyani (2017) menemukan bahwa penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, namun berbeda dengan hasil penelitian, namun berbeda dengan hasil penelitian Riyansa et al. (2015) dan Azizah (2014) menghasilkan penelitian bahwa penyajian laporan keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

5.3.2. Pengaruh Aksesibilitas Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil penelitian di atas, aksesibilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Nias Utara. Aksesibilitas laporan keuangan merupakan kemudahan bagi seseorang untuk memperoleh informasi mengenai laporan keuangan, semakin baik aksesibilitas dalam menyampaikan laporan keuangan daerah, maka semakin baik

juga akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah di pemerintah daerah Kabupaten Nias Utara. Aksesibilitas dikatakan baik apabila pemerintah mampu memfasilitasi dan memberikan kepada publik dalam memperoleh informasi mengenai laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini sejalan dengan teori stewardshipyang mengasumsikan dimana pemerintah sebagai pihak yang lebih banyak memiliki informasi khususnya dalam bidang keuangan diharapkan dapat mewujudkan transparansi, dengan memberikan laporan pertanggungjawaban yang dapat diakses dengan mudah oleh pengguna laporan keuangan. Kemudahan dalam mengakses laporan keuangan daerah, maka akuntabilitas keuangan akan berjalan dengan baik.

Dengan memberikan kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan maka publik (badan pemeriksa, masyarakat maupun investor) dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana pemerintah daerah tersebut mengelola sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya selain itu dapat mengontrol pertanggungjawaban penggunaan aset daerah dan kebijakan keuangan yang diambil oleh pemerintah daerah. Dengan adanya kontrol yang baik diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dan Handayani (2017), Mustofa (2012), Sande (2013), Primayani, dkk (2014), Wahyuni dkk(2014), Ichlas dkk (2014), Wahida (2015), Hehanussa (2015), Lewier (2016), Superdi (2017), dan Sari dkk (2017) Mulyana, Pancawati (2019), Anies (2012), Salomi (2015) dan Christy (2016). Tetapi penelitian ini berbeda dengan Azizah (2014) dan Riyansa et al. (2015) ) yang menyatakan bahwa

asesbilitas laporan keuangan tidak berpengaruh terhdap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

5.3.3. Pengaruh Value For Money Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil penelitian di atas, value for money berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah di pemerintah daerah Kabupaten Nias Utara. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa akuntabilitas publik bukan sekedar kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif (Mardiasmo,2009).

Manfaat implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik salah satunya untuk meningkatkan kesadaran akan uang publik (public cost awareness) sabagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik dan notasi hasil yang harus dipertanggungjawabkan. Indikator hasil dari value for money seperti ekonomi, efisiensi dan efektivitas serta outcome harus dapat direfleksikan dan dipertangungjawabkan dalam laporan pertanggungjawaban pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal ini mendukung teori stewardship dimana pemerintah sebagai suatu lembaga yang dapat dipercaya, mengelola uang publik untuk menghasilkan output yang optimal dan efesien dalam pengadaan sumber daya sesuai dengan kebutuhan dengan biaya terendah dan menghindari kegiatan yang tidak produktif. Pemakaian konsep value for money dapat membantu proses pengelolaan anggaran untuk menghasilkan output

yang optimal dan efisien dalam pengadaan sumber daya sesuai dengan kebutuhan dengan biaya terendah, memelihara sumber daya serta menghindari kegiatan yang tanpa tujuan dan pengangguran sumber daya.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (2014), julius (2015), Pancawati, et.al. (2019) dan Abdullah (2018) yang menyatakan bahwa sistem value for money berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Hasil penelitian ini juga menggambarkan bahwa OPD yang berada di Nas Utara telah melaksanakan konsep value for money secara optimal. Tetapi penelitian ini berbeda dengan Anesa (2017) yang menyatakan bahwa value for money tidak berpengaruh terhdap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

5.3.4. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, sistem pengendalian internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah di pemerintah daerah Kabupaten Nias Utara. Sistem pengendalian intern pemerintah merupakan suatu proses yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektifitas, efisiensi, ketaatan terhadap perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah yang terlihat dari nilai informasi laporan keuangan.

Pengelolaan keuangan daerah akan terwujud dengan efektif apabila suatu organisasi pemerintah mampu menciptakan, menerapkan, dan memelihara sistem pengendalian intern, sehingga dapat memberikan keyakinan yang memadai dalam

pencapaian tujuan suatu instansi, pengamanan aset negara serta meningkatkan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada saat pemerintah daerah telah menerapkan sistem pengendalian intern pemerintah dengan baik maka dapat menjamin bahwa pengelolaan keuangan daerah dapat dilakukan secara efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan hal ini

pencapaian tujuan suatu instansi, pengamanan aset negara serta meningkatkan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada saat pemerintah daerah telah menerapkan sistem pengendalian intern pemerintah dengan baik maka dapat menjamin bahwa pengelolaan keuangan daerah dapat dilakukan secara efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan hal ini

Dokumen terkait