• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model 7.1: Peramalan luas serangan pada pola tanam serempak Y = 0,25 (X1+0,5)2 + 0,08 √ (X2+0,5) – 0,19 ; (R2 = 0,75) Keterangan :

Y = Proporsi gejala tungro pada hamparan, (hasil bagi antara luas petak yang bergejala tungro dengan luas keseluruhan hamparan)

X1 = Proporsi tanaman muda (2-6 MST) pada hamparan tersebut.

X2 = Populasi wereng hijau (Nephotetix virescens) per 25 ayunan tunggal dengan jaring (sweeping).

Contoh Model 7.1 :

Pada suatu hamparan padi dengan pola tanam serempak diketahui luas pertanaman 100 ha, sebagian tanaman masih berumur muda (2-6 MST) dengan luas 10 ha. Berdasarkan pengamatan dengan jaring sebanyak 25 kali ayunan tunggal diperoleh rata-rata populasi wereng hijau 36 ekor. Maka dapat diramalkan proporsi luas serangan tungro yang akan terjadi pada hamparan tersebut, sebagai berikut:

Proporsi tanaman muda diketahui sebesar 10/100 ha = 0,1 dengan menggunakan transformasi (X+0,5)2 maka diperoleh nilai X1 = 0,36. Populasi wereng hijau sebanyak 36 ekor, dengan tranformasi √ (X+0,5) diperoleh nilai X2 = 6,04. Apabila disubtitusikan pada model maka akan diperoleh hasil ramalan:

Y = 0,25 (0,1+0,5)2 + 0,08 √ (36+0,5) – 0,19

Y = 0,25 (0,36) + 0,08 (6,04) – 0,19 = 0,09 + 0,4832 – 0,19 = 0.3832

Jadi apabila luas pertanaman pada hamparan tersebut adalah 100 ha maka dapat diduga luas pertanaman yang akan terserang oleh tungro adalah : 0,3832

Model 7.2: Peramalan luas serangan pada pola tanam tidak serempak

Y =

(0,43 X1 + 0,00014 Log (X2+0,01) – 0,214 Log (X3+0,01) – 0,133 Log (X4+0,01) - 0,19) ; (R2 = 0,87)

Keterangan :

Y = Proporsi gejala tungro pada hamparan, (hasil bagi antara luas petak yang bergejala tungro dengan luas keseluruhan hamparan),

X1 = Proporsi tanaman muda (2-6 MST) pada hamparan tersebut. X2 = Proporsi singgang pada hamparan tersebut,

X3 = Proporsi luas panen pada hamparan tersebut,

X4 = Proporsi penggunaan tanah lain (olah tanah, pesemaian, baru tanam) pada hamparan tersebut.

Contoh Model 7.2 :

Pada suatu hamparan padi dengan pola tanam tidak serempak diketahui luas pertanaman 100 ha yang terdiri dari tanaman muda (2-6 MST) seluas 10 ha, singgang seluas 25 ha, panen 50 ha dan kondisi lainnya (bera/pesemaian/ olah tanah/baru tanam) seluas 15 ha. Maka dapat diramalkan proporsi luas serangan tungro yang akan terjadi pada hamparan tersebut, sebagai berikut:

Proporsi tanaman muda (X1) diketahui sebesar 10/100 ha = 0,1. Proporsi singgang 25/100 ha = 0,25 dengan tranformasi log (X+0,01) maka diperoleh nilai X2 = -0,585. Proporsi luas panen 50/100 ha = 0,5 dengan tranformasi log (X+0,01) maka diperoleh nilai X3 = -0,2924. Proporsi areal lainnya 15/100 ha = 0,15 dengan tranformasi log (X+0,01) maka diperoleh nilai X4 = -0,79588. Apabila disubtitusikan pada model maka akan diperoleh hasil ramalan:

Y =

(0,43(0,1) + 0,00014 Log (0,25+0,01) – 0,214 Log (0,5+0,01) – 0,133 Log (0,15+0,01) - 0,19)

Y =

(0,43(0,1) + 0,00014(-0,585) – 0,214(-0,2924) – 0,133(-0,79588) - 0,19) Y =

( 0,043 – 0,0000819 + 0,0625736 + 0,10585204 - 0,19) = 0.357

Jadi apabila luas pertanaman pada hamparan tersebut adalah 100 ha maka dapat diduga luas pertanaman yang akan terserang oleh tungro adalah :

0,357 x 100 ha = 35,7 Ha

Model 7.3: Peramalan intensitas serangan pada pola tanam serempak Log (Y+1,02) = 0,19 √ X1 + 0,44 (X2+0,1)2 – 1,97 ; (R2 = 0,79) Keterangan :

Y = Ramalan intensitas serangan tungro pada dekade berikutnya.

X1 = Curah hujan pada satu dekade terakhir (mm) pada awal musim, dengan kisaran 0 < X1 ≤ 100 mm.

X2 = Populasi wereng hijau (Nephotetix virescens) per 25 ayunan tunggal dengan jaring (sweeping) pada awal musim, dengan kisaran 0 ≤ X2 ≤ 2 ekor.

Contoh Model 7.3 :

Berdasarkan pengamatan curah hujan pada suatu hamparan padi dengan pola tanam serempak pada awal musim dalam periode satu dekade terakhir tercatat sebanyak 50 mm. Pada saat yang sama hasil pengamatan dengan jaring sebanyak 25 kali ayunan tunggal diperoleh rata-rata populasi wereng hijau 2 ekor. Maka dapat diramalkan intensitas serangan tungro yang akan terjadi pada dekade berikutnya adalah sebagai berikut:

Log (Y+0,01) = 0,19 √ X1 + 0,44 (X2+0,1)2 – 1,97 Log (Y+0,01) = 0,19 √ 50 + 0,44 (2+0,1)2 – 1,97 Log (Y+0,01) = 0,19 (7,071) + 0,44 (4.41) – 1,97 Log (Y+0,01) = 1,34349 + 1,9404 – 1,97 = 1,31389

Y = 10 1,31389 – 0,01 = 20,6%

Model 7.4: Peramalan serangan pada musim kemarau

a. Log Y = 0,3122 + 0,7385 Log (X1) ± 0,1 ; (R2 = 0,55)

b. Log Y = 0,1929 + 0,375 Log (X1) +0,4972 Log (X2) ± 0,09; (R2 = 0,65)

Model 7.5: Peramalan serangan pada musim hujan (ramalan antar musim) a. Log Y = 0,3394 + 0,8173 Log (X1) ± 0,09; (R2 = 0,60)

b. Log Y = 0,2712 + 0,718 Log (X1) +0,1324 Log (X2) ± 0,09; (R2 = 0,62)

Keterangan Model 7.4 dan 7.5 :

Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang.

X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 7.4 yang diterapkan pada model 7.4.b:

Ramalan KLTS Tungro pada tanaman padi Musim Kemarau 2003.

Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log YMK = 0,1929 + 0,375 Log (X1) + 0,4972 Log (X2) ± 0,09 Log YMK = 0,1929 + 0,375 Log (10) + 0,4972 Log (100) Log YMK = 0,1929 + 0,375 (1) + 0,4972 (2)

Log YMK = 0,1929 + 0,375 + 0,9944 = 1,5623 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,5623 = 36,5 ha, Minimum = 10 (1,5623-0,09) = 10 1,4723 = 29,7 ha, dan Maksimum = 10 (1,5623+0,09) = 10 1,65 = 44,9 ha.

Contoh Model 7.5 yang diterapkan pada model 7.5.b:

Ramalan KLTS Tungro pada tanaman padi Musim Hujan 2002/2003.

Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log YMH = 0,2712 + 0,718 Log (X1) +0,1324 Log (X2) ± 0,09 Log YMH = 0,2712 + 0,718 Log (10) +0,1324 Log (100) Log YMH = 0,2712 + 0,718 (1) + 0,1324 (2)

Log YMH = 0,2712 + 0,718 + 0,2648 = 1,254

Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,254 = 17,9 ha, Minimum = 10 (1,254-0,09) = 10 1,164 = 14,6 ha, dan

h. Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB, Xanthomonas campestris pv.

Oryzae)

Model 8.1: Peramalan rasio petak terinfeksi penyakit HDB pada stadia

anakan maksimum.

Y = 8,99 Log (X1+0,05) + 0,36 X2 + 62,44 ; (R2 = 0,68)

Keterangan :

Y = Proporsi petak terinfeksi hawar daun bakteri pada stadia keluar malai. X1 = Populasi bakteriophage pada umur tanaman 14 HST.

X2 = Jumlah hari hujan yang terjadi pada periode 1 – 42 HST. Contoh Model 8.1:

Pengamatan pada tanaman padi umur 14 HST dengan luas hamparan 100 ha ditemukan bakteriophage 40, sedangkan hari hujan pada periode umur tanaman 1 – 42 HST sebanyak 30 hari. Maka dapat diramalkan luas serangan penyakit HDB pada stadia anakan maksimum sebagai berikut:

Y = 8,99 Log (X1+0,05) + 0,36 X2 + 62,44 Y = 8,99 Log (40+0,05) + 0,36 (30) + 62,44

Y = 8,99 (1,6026) + 0,36 (30) + 62,44 = 14,407 + 10,8 + 62,44 Y = 87,647

Jadi kalau luas hamparan 100 ha maka 87,647% (87,647 Ha) akan terserang oleh penyakit HDB.

Model 8.2: Peramalan luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian.

(Y+0,01) = 2,06

(X1+0,01) + 0,05 Log (X2) + 0,01 ; (R2 = 0,87)

Keterangan :

Y = Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian. X1 = Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pembungaan. X2 = Curah hujan harian selama stadia anakan maksimum.

Contoh Model 8.2 :

Pengamatan pada tanaman padi stadia pembungaan dengan luas hamparan 100 ha terserang oleh penyakit HDB seluas 25 ha, sedangkan rata-rata curah hujan harian selama stadia anakan maksimum sebanyak 10 mm. Maka dapat diramalkan luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian sebagai berikut: Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pembungaan (X1) adalah 25/100 = 0,25, jadi dapat disubtitusikan kedalam model dibawah ini:

√ (Y+0,01) = 2,06 √ (X1+0,01) + 0,05 Log (X2) + 0,01 √ (Y+0,01) = 2,06 √ (0,25+0,01) + 0,05 Log (10) + 0,01 √ (Y+0,01) = 2,06 (0,5099) + 0,05 (1) + 0,01

√ (Y+0,01) = 1,050394 + 0,05 + 0,01 = 1,110394 Y = 1,110394 2 – 0,01 = 1,23

Jadi apabila luas hamparan 100 ha, maka diduga akan terjadi serangan penyakit HDB seluas 1,23% (1,23 ha).

Model 8.3: Peramalan proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia

pemasakan.

Y = 1,06

(X1+0,01) + 0,06

(X2) – 0,20 ; (R2 = 0,75) Keterangan :

Y = Proporsi luas serangan HDB pada stadia pemasakan. X1 = Proporsi luas serangan pada stadia pengisian malai

X2= Curah hujan harian antara stadia pengisian malai sampai awal pemasakan.

Contoh Model 8.3 :

Pengamatan pada tanaman padi stadia pengisian malai dengan luas hamparan 100 ha terserang oleh penyakit HDB seluas 50 ha, sedangkan rata-rata curah hujan harian selama stadia antara pengisian malai sampai awal pemasakan sebanyak 10 mm. Maka dapat diramalkan luas serangan penyakit HDB pada stadia pemasakan sebagai berikut:

Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian (X1) adalah 50/100 = 0,5, jadi dapat disubtitusikan kedalam model dibawah ini:

Y = 1,06

(X1+0,01) + 0,06

(X2) – 0,20

Y = 1,06

(0,5+0,01) + 0,06

(10) – 0,20

Y = 1,06 (0,714) + 0,06 (3,162) – 0,20

Y = 0,75684 + 0,18974 – 0,20 = 0,74658 Y = 0,74658 2 = 0,557

Jadi apabila luas hamparan 100 ha, maka diduga akan terjadi serangan penyakit HDB seluas 0,557% (0,557 ha).

Model 8.4: Peramalan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia

pengisian malai

Y 2 = 3,31 Log (X1+5) + 0,69

(X2) + 1,09 ; (R2 = 0,89) Keterangan :

Y = Intensitas penyakit HDB pada stadia pengisian malai. X1 = Intensitas penyakit HDB pada stadia pembungaan. X2 = Curah hujan harian pada stadia pembungan. Contoh Model 8.4 :

Pengamatan pada tanaman padi stadia pembungaan ditemukan intensitas serangan penyakit HDB sebanyak 10% dan pada saat yang sama curah hujan rata-rata harian diketahui sebanyak 10 mm. Berdasarkan data tersebut dapat diramalkan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian malai sebagai berikut: Y 2 = 3,31 Log (X1+5) + 0,69

(X2) + 1,09 Y 2 = 3,31 Log (10+5) + 0,69

(10) + 1,09 Y 2 = 3,31 (1,17609) + 0,69 (3,1623) + 1,09 Y 2 = 3,8928579 + 2,182 + 1,09 = 7,1648579 Y = √ (8,4328579) = 2,9%

Model 8.5: Peramalan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia

pemasakan

Y 2 = 6,84

(X1) - 0,05

(X2) - 1,41 ; (R2 = 0,86) Keterangan :

Y = Intensitas penyakit hawar daun bakteri pada stadia pemasakan. X1 = Intensitas penyakit pada stadia pengisian malai.

X2 = Curah hujan harian pada stadia pengisian malai. Contoh Model 8.5 :

Pengamatan pada tanaman padi stadia pengisian malai ditemukan intensitas serangan penyakit HDB sebanyak 20% dan pada saat yang sama curah hujan rata-rata harian diketahui sebanyak 10 mm. Berdasarkan data tersebut dapat diramalkan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian malai sebagai berikut: Y 2 = 6,84

(X1) - 0,05

(X2) - 1,41 Y 2 = 6,84

(20) - 0,05

(10) - 1,41 Y 2 = 6,84 (4,472) - 0,05 (3,16228) - 1,41 Y 2 = 30,58848 – 0,1581+ 1,41 = 31,84038 Y =

(31,84038) = 5,64%

Model 8.6 : Peramalan intensitas serangan HDB pada stadia kritis

Y = 0,10 X1 + 0,11 X2 + 1,06 X3 – 0,91 ; (R2 = 0,44)

Keterangan :

Y = Intensitas penyakit HDB pada stadia kritis.

X1 = Kondisi air di persawahan sampai dengan stadia anakan maksimum. X2 = Rata rata curah hujan harian sampai dengan stadia anakan maksimum X3 = Rata rata populasi bakteriophage di saluran sampai stadia anakan

Dokumen terkait