• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN Konsepsi PHT pengelolaan ekosistem terpadu pengelolaan OPT pada inangnya (tanaman) preemtif responsif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN Konsepsi PHT pengelolaan ekosistem terpadu pengelolaan OPT pada inangnya (tanaman) preemtif responsif"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama maupun penyakit relatif tinggi setiap tahun. Gangguan tersebut belum dapat dikendalikan secara optimal sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik berupa kehilangan hasil, menurunkan mutu, terganggunya kontinuitas produksi, serta penurunan pendapatan petani. Di masa depan diperkirakan gangguan OPT akan semakin kompleks, yang antara lain akibat perubahan fenomena iklim global yang berpengaruh terhadap pola musim/cuaca lokal yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan OPT. Disamping itu permasalahan OPT akan terus muncul karena masalah-masalah lain seperti dampak dari pemilikan lahan yang sempit, penggarap yang bukan pemilik, terbatasnya modal, tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan petani, permasalahan irigasi, pasar dan harga produksi.

Undang-undang No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman mengamanatkan bahwa pengendalian OPT dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT).

Konsepsi PHT bukan berarti pengendalian “hama” ansig (dalam arti kata yang sebenarnya), tetapi hama yang dimaksud yaitu OPT adalah suatu cara pendekatan komprehensif dalam pengelolaan ekosistem terpadu yang mencakup

pengelolaan OPT pada inangnya (tanaman) secara terpadu di suatu ekosistem

dalam ruang dan waktu, untuk suatu proses produksi yang optimal, secara ekonomi lebih menguntungkan, secara ekologis aman, dan secara sosial budaya dapat diterima, yang tidak terpisahkan dari sistem dan usaha agribisnis.

Penerapan PHT secara operasional mencakup upaya secara preemtif dan responsif. Upaya preemtif adalah upaya pengendalian yang didasarkan pada informasi dan pengalaman status OPT waktu sebelumnya. Upaya ini mencakup penentuan pola tanam, penentuan varietas, penentuan waktu tanam, keserentakan tanam, pemupukan, pengairan, jarak tanam, penyiangan, penggunaan antagonis dan budidaya lainnya untuk menciptakan budidaya tanaman sehat. Sedangkan upaya responsif adalah upaya pengendalian yang didasarkan pada informasi status OPT dan faktor yang berpengaruh pada musim yang sedang berlangsung, serta pertimbangan biaya manfaat dari tindakan yang perlu dilakukan. Upaya ini antara

(2)

lain seperti penggunaan musuh alami, pestisida nabati, pengendalian mekanis, atraktan dan pestisida kimia

Untuk melaksanakan tindakan operasional tersebut di atas diperlukan informasi ekologis, terutama tentang perkembangan populasi/serangan OPT dan musuh alaminya, perkembangan tanaman inang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan OPT (faktor iklim, irigasi, kondisi lahan). Informasi tersebut artimya merupakan pemahaman terhadap agroekosistem yang akan dikelola dengan melakukan analisis terhadap data historis ekologis atau analisis ekosistem. Hasil analisis ekosistem tersebut dapat disusun dalam suatu model prediksi kejadian serangan OPT atau model peramalan OPT, yang selanjutnya hasil aplikasi model peramalan berupa informasi peramalan OPT pada suatu daerah atau lokasi dapat dijadikan input dalam merencanakan agroekosistem atau merencanakan usahatani. Pada lingkup kelompok tani, perencanaan kegiatan tersebut dapat dituangkan melalui penyusunan RDK dan RDKK .

Dalam ilmu manajemen, peramalan termasuk dalam unsur perencanaan, dan perencanaan merupakan bagian yang terpenting dalam manajemen. Karena itu peramalan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu tindakan.

II. PENGERTIAN, SASARAN DAN TUJUAN PERAMALAN 1. Pengertian

Peramalan OPT adalah kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT merupakan bagian penting dalam program dan kegiatan penerapan PHT dalam kegiatan perencanaan ekosistem yang tahan terhadap gangguan OPT (budidaya tanaman sehat).

2. Sasaran

Sasarannya adalah untuk (1) menduga kemungkinan timbulnya OPT, (2) mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan dan kerusakan yang ditimbulkan OPT berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen-komponen

(3)

yang berpengaruh di lapang, dan (3) menduga kerugian atau kehilangan hasil akibat gangguan OPT.

3. Tujuan

Memberikan informasi tentang populasi, intensitas serangan, luas serangan, penyebaran OPT pada ruang dan waktu yang akan datang. Informasi tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan, saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip, strategi dan teknik PHT. Dengan demikian diharapkan dapat memperkecil resiko berusaha tani, populasi/serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.

III. METODE PERAMALAN 1. Jenis

Secara umum peramalan terdiri atas dua jenis, yakni peramalan kualitatif dan kuantitatif. Peramalan kualitatif tidak menuntut data seperti yang diperlukan pada peramalan kuantitatif. Peramalan kualitatif digunakan apabila informasi data kuantitatif sangat sedikit atau tidak tersedia.

Peramalan kuantitatif terbagi dalam peramalan non formal dan formal. Peramalan non formal yaitu mencakup intuisi, pengalaman maupun “professional judgement” yang didasarkan atas pengalaman empiris dengan penggunaan prinsip-prinsip ekstrapolasi dan penetapan nilai namun tidak menggunakan aturan yang baku. Sedangkan peramalan formal menggunakan ekstrapolasi secara sistematik, bersifat baku berdasarkan kaidah statistik. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan apabila terdapat tiga syarat kondisi, sebagai berikut:

1). Tersedia informasi tentang kejadian masa lalu (data historis),

2). Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik. Apabila tersedia Informasi kualitatif maka harus dapat dibuat kuantitatif dengan membuat katagori/klasifikasi numerik dari informasi kualitatif tersebut,

3). Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa datang.

(4)

Secara statistik metode yang disusun dalam peramalan kuantitatif bertumpu pada metode kausal (sebab-akibat) dan metode runtun waktu. Secara skematis jenis peramalan dapat dilihat pada Gambar 1, sebagai berikut:

Gambar 1. Skema jenis peramalan (Maman, A.D., 1986) 2. Prinsip

Model peramalan OPT yang dikembangkan secara statistik tersebut menganut prinsip parsimony (hemat), yakni model tersebut harus manageable dan memiliki high quality, yaitu model harus sesedikit mungkin melibatkan parameter namun dapat menyatakan data secara akurat. Artinya model yang dikembangkan sesederhana mugkin sehingga dapat diaplikasikan atau dilaksanakan dengan pertimbangan sumberdaya manusia, dana dan sarana yang tersedia.

3. Sistem peramalan

Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah organisme atau jasad yang dapat menyerang tanaman tanpa halangan batas unit-unit wilayah ataupun satuan-satuan wilayah administrasi, maka dalam pengembangan sistem peramalan seharusnya dilakukan oleh institusi baik daerah maupun pusat secara terpadu. Institusi yang terlibat dalam sistem peramalan tercantum dalam skema Gambar 2.

(5)

Gambar 2. Skema sistem peramalan OPT 4. Ruang dan waktu

a. Ruang

a.1. Peramalan tingkat petak

Model peramalan yang dibangun dan diimplemantasikan di tingkat petani adalah peramalan pada areal yang sempit atau tingkat petak. Ekosistem di petak petani terdiri atas komponen-komponen yang relatif homogen baik komoditi, varietas, stadia dan keadaan lingkungan fisik, kecuali komponen populasi/serangan OPT dan musuh alaminya yang mengalami perkembangan atau perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pelaksanaan peramalan dan pengambilan keputusan seharusnya

(6)

hasil pengamatan faktor kunci cukup satu strata variabel yaitu populasi/intensitas serangan hama/penyakit dengan musuh alaminya pada musim tanam yang sedang berlangsung, untuk meramal populasi/ serangan saat fase kritis.

a.2. Peramalan tingkat hamparan

Ruang hamparan adalah cukup luas, karena itu model peramalan tingkat hamparan dibangun dan diimplemetasikan pada areal yang cukup luas (hamparan pertanaman). Kondisi ekosistem hamparan relatife heterogen ditinjau dari komoditi, varietas, stadia, budidaya dan keadaan lingkungan. Oleh karena itu pelaksanaan peramalan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh kelompok tani berdasarkan hasil pengamatan dengan faktor kunci dua strata variabel yaitu (1) populasi/intensitas serangan hama/penyakit dengan musuh alaminya dan (2) komposisi komoditi, varietas, stadia dan keadaan lingkungan, pada musim tanam yang sedang berlangsung, serta mempertimbangkan keadaan variabel tersebut pada musim tanam sebelumnya.

a.3. Peramalan tingkat wilayah

Ruang wilayah adalah diartikan meliputi batas-batas administrasi tertentu, dapat meliputi desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional, regional ataupun internasional. Model peramalan tingkat wilayah dibangun dan diimplementasikan pada tingkat wilayah yang mempunyai kondisi ekosistem yang sangat heterogen dengan tingkatan sesuai luasnya dan keadaan lingkungan wilayahnya. Disamping budidaya tanaman yang sangat heterogen juga adanya perbedaan ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Pelaksanaan peramalan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh petugas/institusi yang bekerjasama dengan petugas/institusi yang terkait sampai dengan petugas lapang dan kelompok tani. Peramalan wilayah tidak hanya berdasarkan dua strata variable pada musim tanam yang sedang berlangsung dan keadaan musim tanam sebelumnya (peramalan hamparan) tetapi seharusnya juga mempertimbangkan strata yang ketiga yaitu tingkat ekonomi, sosial dan budaya masyarakat petani.

(7)

b. Waktu

Adanya perbedaan waktu pada saat pengambilan keputusan dengan kejadian suatu peristiwa (waktu sesungguhnya yang diramal) adalah merupakan jarak atau selang waktu (lag) peramalan. Ditinjau dari segi operasional peramalan OPT dalam rangka menyusun perencanaan dan strategi pengendalian untuk menciptakan kondisi agroekosistem yang tahan terhadap gangguan OPT maka lag peramalan yang lebih panjang adalah merupakan yang terbaik. Namun secara statistik semakin jauh waktu meramal dengan kejadian suatu peristiwa maka kesalahan ramalan akan semakin tinggi. Penentuan lag peramalan sangat berhubungan dengan karakteristik masing-masing OPT dan ekosistem spesifik lokasi. Dari segi waktu maka peramalan dapat dilakukan untuk tahunan, musiman, bulanan, mingguan dan bahkan harian.

5. Variabel peramalan

Untuk penentuan variabel-variabel tersebut dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang terdiri atas kegiatan kajian lapang yang intensif dan ekstensif, pengumpulan data secara historis (runtun-waktu), laporan PHP, surveillance dan monitoring serta informasi lainnya. Selanjutnya dari kegiatan– kegiatan tersebut akan dapat dipelajari tentang karakteristik OPT yang menjadi variabel (faktor kunci) peramalan seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel yang digunakan dalam model peramalan OPT Variabel yang menjelaskan

(independent)

Variabel yang dijelaskan (dependent) Populasi OPT, populasi musuh alami, intensitas

serangan OPT, komposisi varietas, komposisi vegetasi, komposisi stadia tanaman, luas tanam, luas serangan, tindakan pengendalian, cara budidaya tanaman, dan iklim

Populasi OPT, intensitas serangan, luas serangan, dan kehilangan hasil

6. Cara mendapatkan variabel a. Pengamatan keliling

Pengamatan keliling atau patroli bertujuan untuk mendapatkan variabel yaitu mengetahui kepadatan populasi, tanaman terserang dan terancam, luas

(8)

dan peredaran pestisida. Variabel yang diamati dan digunakan dalam peramalan dianalisis untuk metode peramalan formal khususnya terhadap kemungkinan penyebaran serangan, antara lain:

• Hubungan antara pola tanam dengan kejadian serangan OPT,

• Hubungan antara komposisi varietas dengan kejadian serangan OPT,

• Hubungan antara kebiasaan/perilaku petani (dalam budidaya tanaman, tindakan pengendalian, dll) dengan kejadian serangan OPT.

b. Pengamatan tetap

Pengamatan tetap dilakukan secara berkala pada petak contoh tetap atau peralatan tertentu (alat perangkap, penakar hujan, data SMPK).

b.1. Pengamatan petak tetap

Pengamatan pada petak contoh tetap bertujuan untuk mengetahui perubahan kepadatan populasi OPT dan musuh alaminya serta intensitas serangan. Variabel yang diamati digunakan dalam model peramalan dengan analisis berdasarkan metode peramalan formal antara lain:

• Hubungan antara populasi musuh alami dengan populasi dan laju pertumbuhan OPT,

• Hubungan antara populasi dengan intensitas serangan OPT,

• Hubungan antara intensitas serangan OPT dengan kehilangan hasil, • Hubungan antara varietas dengan OPT yang ada,

• Hubungan antara stadia tanaman dengan keberadaan OPT.

b.2. Pengamatan perangkap

Kepadatan populasi OPT dan musuh alami yang efektif dan mempunyai perilaku tertarik cahaya atau jenis atraktan/feromon diamati pada satu atau lebih perangkap yang mewakili wilayah pengamatan. Data hasil tangkapan dianalisis berdasarkan metode peramalan formal, antara lain:

(9)

• Hubungan antara kepadatan populasi yang terperangkap dengan populasi pada pertanaman,

• Hubungan antara kepadatan populasi yang terperangkap dengan serangan yang ditimbulkan.

b.3. Pengamatan faktor iklim

Pengamatan faktor iklim meliputi unsur cuaca yaitu curah hujan, suhu udara, kelembaban nisbi, radiasi matahari, penguapan dan arah angin. Faktor iklim digunakan sebagai variabel dalam model peramalan berdasarkan analisis peramalan formal, antara lain:

ƒ Hubungan antara faktor iklim dengan kejadian serangan OPT,

ƒ Hubungan antara penyimpangan iklim dengan kejadian serangan OPT, ƒ Hubungan antara faktor iklim dengan pola tanam.

c. Surveillance

Variabel (faktor kunci) yang tidak diamati melalui pengamatan tetap dan keliling, dapat diamati dengan melakukan surveillance. Misalnya pengamatan populasi larva penggerek batang padi putih pada tunggul padi, pemantauan populasi bakteriofag dll.

d. Studi, kajian, dan penelitian

Studi, kajian maupun penelitian adalah untuk mempelajari ekosistem suatu OPT sehingga diharapkan dapat mengetahui karakteristik serta stadia kritis tanaman maupun OPT sebagai faktor kunci peramalan. Studi, kajian dan penelitian dapat dilakukan dalam petak percobaan, maupun skala luas di daerah endemis serangan OPT seperti studi ekologi dan epidemiologi OPT, kajian reaksi varietas terhadap OPT (Rice Garden), uji biotipe wereng batang coklat, uji kemampuan memangsa dari musuh alami, kajian pengaruh jumlah dan efektivitas musuh alami, penelitian kemampuan vektor dalam penyebaran virus yang ditularkan.

(10)

7. Analisis model peramalan

Peramalan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari pengkajian masalah untuk pengambilan keputusan. Hal tersebut yang menuntun untuk mengetahui kapan suatu peristiwa akan terjadi sehingga tindakan yang tepat segera diambil untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi. Karena ramalan tidak sepenuhnya dapat menghilangkan resiko, maka faktor ketidakpastian harus diperhitungkan secara eksplisit dalam proses pengambilan keputusan. Hubungan antara keputusan, ramalan, dan galat (error) ramalan dapat dirusmuskan sebagai berikut:

Gambar 3. Persamaan pengambilan keputusan untuk peramalan

Dalam merumuskan masalah peramalan kita perlu menentukan: • Apa yang akan diramal (variabel yang dilibatkan),

• Bentuk peramalan,

• Bagaimana keakuratan yang diinginkan.

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan peramalan adalah: • Ketersediaan data,

• Pola data, • Komputasi.

Penentuan faktor-faktor dalam pengembangan model peramalan selalu berpegang pada prinsip hemat, yakni model harus dapat diaplikasikan dan mempunyai ketepatan cukup tinggi.

Tahapan kegiatan dalam proses analisis pengembangan model peramalan sebagaimana tertera pada Lampiran 1.

(11)

a. Model Peramalam

a.1. Metode Kausal

Metode ini menganggap bahwa variabel tak bebas atau variabel yang dijelaskan atau variabel yang diramal (Y) memiliki hubungan kausal (sebab-akibat) dengan satu atau beberapa variabel bebas atau variable yang menjelaskan (X). Analisis model peramalan dengan metode kausal adalah suatu proses yang bertujuan menyelidiki bentuk hubungan antara variabel-variabel bebas (independent = yang menjelaskan = explanatory = preditor = regressor = stimulus = variabel kontrol), dan variabel tak bebas (dependent = yang dijelaskan = explaned = predictand = regressand = response).

Menurut kaidah statistik proses analisis yang menyelidiki bentuk hubungan satu faktor dengan faktor lainnya dilakukan melalui pendekatan model regresi. Apabila variabel dependen/tak bebas (Y) hanya dipengaruhi satu variabel independen/bebas (X), maka hubungan tersebut dinamakan analisis regresi linier sederhana atau regresi dua variabel. Sedangkan apabila variabel independen (X) lebih dari satu, maka regresi tersebut dinamakan regresi berganda. Apabila regresi berganda yang mempergunakan variabel independen (X) dalam pangkat lebih dari satu atau dalam bentuk perkalian dua variabel X, maka model tersebut dinamakan model regresi polinomial. Selanjutnya bentuk hubungan itulah yang digunakan dalam model peramalan. Bentuk-bentuk umum model persamaan regresi sebagai berikut :

a. Linear sederhana : Y = b0 + b1 X

b. Linear berganda : Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + …..+ bn Xn c. Logaritmik/Semilog : Y = bo + b1 log (X)

d. Doublelog : log (Y) = bo + b1 log (X) e. Invers : Y = bo + (b1 / X) f. Kuadratik : Y = b0 + b1 X + b2 X2

g. Kuadratik 2 variabel : Y = b0 + b1X1+ b2X2+ b3X12 + b4 X22 + b5 X1X2 h. Kubik : Y = b0 + b1 X + b2 X2 + b3 X3

(12)

i. Campuran : Y = b0 (b1)X ln (Y) = ln (bo) + {ln (b1) X} j. Power : Y = b0 Xb1 ln (Y) = ln (bo) + b1 ln (X) k. Sigmoid : Y = e (bo + b1 / X) ln (Y) = bo + b1 / X l. Pertumbuhan : Y = e (bo + b1 X) ln (Y) = bo + b1 X m. Eksponensial : Y = bo (e b1 X) ln (Y) = ln (bo) + b1 X n. Logistik : Y = 1/ (1/u + bo (b1X) ln (1/Y – 1/u) = ln (bo) + {ln (b1)} X

Dalam pengembangan model peramalan OPT selalu melibatkan data historis ekologis yang sangat komplek yang saling berhubungan sebab-akibat antara satu atau beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menyelidiki bentuk hubungan langsung maupun tidak langsung perlu dilandasi oleh pengetahuan dalam bidang ekologi yang lebih mendekati suau proses analisis ekosistem.

Dalam kaidah statistik proses penyelidikan hubungan tersebut digunakan Metode Analisis Path yang ditunjukan dengan skema sebab-akibat dan nilai koefisien korelasi antara masing-masing faktor yang diperoleh dari Analisis Korelasi Silang, sebagaimana contoh pada Gambar 4.

Bentuk-bentuk persamaan tersebut di atas dibedakan menurut transformasi terhadap variabel independen dan atau variabel dependen berdasarkan pola sebaran data yang dapat dilihat dan dipelajari dari diagram pencar. Namun secara umum berdasarkan kaidah statistik semua persamaan regresi diatas bertumpu pada bentuk persamaan regresi linear sederhana, regresi linear berganda dan regresi polinomial. Proses analisis untuk ketiga persamaan regresi secara umum diuraikan berikut ini.

(13)
(14)

Regresi Sederhana

Model Persamaan Regresi Sederhana : Y = bo + b1 X + e

Y = Dependen variabel/Variabel yang dijelaskan bo = Konstanta/Intersep

b1 = Slope/Koefisien kemiringan

X1 = Independen variabel/Variabel yang menjelaskan

E = Galat ramalan

Perhitungan Model Regresi Sederhana Persamaan Regresi : y = b0 + b1 x

b0 = adalah intersep atau konstanta, nilai terendah apabila nilai X = 0 b0 = y - b1 x

x : adalah rerata dari nilai X :

y : adalah rerata dari nilai Y :

b1 = Slope/koefisien kemiringan atau penambahan/pengurangan dari setiap satuan nilai X.

Perhitungan Korelasi dan Koefisien Determinasi

Pada setiap kejadian, suatu hubungan dapat dinyatakan dengan perhitungan korelasi antara dua variabel. Koefisien korelasi ( r ) adalah suatu ukuran asosiasi (linear) relatif antara dua variabel. Koefisien korelasi dapat barvariasi dari -1 hingga 1. Jika 0 < r < 1 maka dua variabel dikatakan

n x = Σ X1 / n I =1 n y = Σ Y1 / n I=1 n n n n ∑ Xi Yi – (∑ Xi )( ∑ Yi ) i=1 i=1 i=1 b1 = --- n n

n ∑ Xi2 – ( ∑ Xi )2 i=1 i=1

(15)

berkorelasi positif dan jika –1 < r < 0 dikatakan berkorelasi negatif. Nilai 0 menunjukkan tidak adanya hubungan dan nilai -1 atau 1 menunjukan adanya hubungan sempurna.

Rumus matematis perhitungan korelasi dan koefisien determinasi adalah : Koefisien korelasi atau r =

Koefisien Determinasi atau r2 =

Perhitungan JK, JKS, JKR dapat dilihat pada uji signifikasi persamaan regresi di bawah.

Koefisien determinasi adalah nilai hubungan relatif antara dua variabel yang langsung dapat diinterpretasikan pada tingkat persentase hubungan tersebut. Sebagai contoh r2 = 0,75, maka dapat diinterpretasikan bahwa variabel bebas (X) mempunyai hubungan atau besarnya pengaruh terhadap perubahan variabel tak bebas (Y) adalah 75%.

Signifikasi Persamaan Regresi

Ada 2 (dua) uji signifikasi yang akan dikemukakan di bawah ini, yaitu : uji-F untuk signifikasi menyeluruh, dan uji-t untuk signifikasi koefisien korelasi (r) serta untuk mengetahui sebaran data yang dibenarkan pada interval konfidensi tertentu. n n n n ∑ Xi Yi – (∑ Xi) (∑ Yi ) i = 1 i =1 i =1 r = --- n n n n { n ∑ Xi2 – ( ∑ Xi )2 }{ n ∑ Yi2 – ( ∑ Yi )2 } i=1 i=1 i=1 i=1

JKR JK – JKS JKS

r2 = --- = --- = 1 - --- JK JK JK

(16)

1) Uji–F

untuk Signifikasi menyeluruh

.

Uji-F memberikan kesempatan kepada kita untuk menguji signifikasi model regresi atau untuk menjawab pertanyaan secara statistik: Apakah ada hubungan yang signifikan antara X dan Y atau adanya suatu hubungan linear (Uji Linearitas). Uji–F dapat ditunjukan dengan Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. ANAVA Uji Signifikasi/Linearitas Model Regresi Sumber Variansi Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Rerata Kuadrat Nilai F- hitung Nilai F-tabel

Regresi p-1 JKR RKR RKR/RKS Lihat Tabel F.

Sesatan n-p JKS RKS Total n-1 JK

Jumlah Kuadrat (JK) =

Jumlah kuadrat regresi (JKR) =

JKS = JK - JKR

RKR = JKR/ (p-1); p = banyaknya variabel = 2 RKS = JKS / (n-p); n = banyaknya obsevasi data

Apabila F– hitung lebih besar dari F– tabel maka H0 di tolak atau terdapat suatu hubungan linear yang sangat signifikan (pada α = 0,01) atau signifikan ( pada α = 0,05) antara X dengan Y. Nilai F-tabel dapat dilihat pada tabel F (α , 1, n – 2) dengan Hipotesis H0 : β1 = 0 dan H1 : β1 ≠ 0.

n (Σ Yi )2 n i=1 JK = Σ Yi2 - --- i=1 n n n n { ∑ Xi Yi – (∑ Xi ∑ Yi ) / n }2 i=1 i=1 i=1

JKR = --- n n

{ ∑ Xi2 – ( ∑ Xi )2 / n} i=1 i=1

(17)

2) Uji –t untuk signifikasi r.

Untuk mengetahui stabilitas dari nilai r dan membuktikan bahwa terdapatnya suatu hubungan atau nilai pengaruh dari X ke Y, maka perlu dianalisis uji-t dengan rumus sebagai berikut:

Apabila t0 ( t-hitung) lebih besar dari t-tabel pada t ( α, n-2) maka H0 ditolak atau nilai r signifikan pada tingkatan α tertentu yang berarti bahwa X mempunyai pengaruh untuk meramalkan Y.

3)

Interval Konfidensi.

Untuk mengetahui interval kondifensi dari model persamaan regresi sederhana yang telah kita dapatkan, maka dapat dianalisis interval konfidensi untuk garis regresi menggunakan metode Scheffe sabagai berikut:

Untuk X = Xh, batas-batas konfidensinya (lihat Gambar 5) dengan analisis sebagai berikut : Dengan: r ( n – 2 ) ( n – 2 ) t0 = --- = r --- ( 1 – r2 ) ( 1 – r2 ) Yh - S s (Yh) ≤ β0 + β1 Xh ≤ Yh + S s (Yh) Yh = b0 + b1 Xh S = {2 F (α,2,n-2)} 1 ( Xh - X )2 S (Yh) = { RKS ( --- + ---) } n n __ ∑ ( Xi - X )2 i=1

(18)

Gambar 5. Batas konfidensi untuk garis regresi.

Beberapa Peringatan dalam Regresi Sederhana

Apabila suatu model regresi dipilih untuk suatu aplikasi peramalan, maka biasanya model tersebut tidak begitu saja dianggap sesuai atau tepat. Oleh karena itu perlu diperiksa dulu ketepatan model untuk data. Metode Uji-F untuk signifikasi menyeluruh dan uji-t untuk signifikan r serta interval konfikasi diatas adalah sebagian cara untuk meguji ketepatan model. Sebagai bahan pertimbangan bagi para peramal ada beberapa peringatan yang perlu diperhatikan dalam analisis regresi sederhana sebagai berikut :

1) Peringatan untuk analisis koefisien korelasi.

Koefisien korelasi digunakan secara luas dalam analisis statistik dan merupakan suatu statistik yang sangat berguna. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

• Korelasi adalah suatu ukuran sosial linear antara dua ukuran. Juga ukuran berhubungan dengan cara non-linear, koefisien korelasi tidak mampu lagi untuk menyatakan kekuatan hubungan antara dua ukuran tersebut.

• Jika ukuran contoh kecil, berarti hanya terdapat sedikit pasangan data untuk menghitung korelasi yang berakibat nilai r contoh tidak stabil.

Sebagai pesan bagi para peramal adalah bahwa jika korelasi didasarkan pada ukuran sampel yang kecil maka harus disadari bahwa korelasi mempunyai kesalahan standar yang besar (dalam hal ini berarti tidak stabil)

Y

X Yh + S s (Yh)

(19)

dan hanya jika ukuran sampel mendekati n = 50 maka mereka menjadi stabil.

• Nilai r dapat sangat dipengaruhi oleh satu nilai ekstrim/pencilan (data outlier). Untuk mempelajari ada tidaknya nilai ekstrim perlu terlebih dahulu dibuat plot data dengan diagram pencar.

2) Penyimpangan Model Regresi Linear dengan Sesatan Normal

Terdapat 6 (enam) tipe penyimpangan terhadap model regresi linear dengan sesatan normal (e) yang perlu diperhatikan oleh para peramal, yaitu: • Fungsi regresi non-linear.

• Suku-suku sesatan tidak mempunyai variansi konstan. • Suku-suku sesatan tidak berdsitribusi normal.

• Model sesuai, kecuali untuk satu atau beberapa observasi luar atau nilai ekstrim/pencilan (data outlier).

• Suku-suku sesatan tidak indipenden.

• Satu atau beberapa variabel independen tidak dimasukkan.

Disamping secara grafis pengujian nilai residu ei dapat dilakukan dengan menggunakan uji Darbin-Watson (D-W test). Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya oto-korelasi antara suku sesatan dalam model regresi sehingga dapat ditentukan apakah parameter oto-korelasi ρ sama dengan nol, sehingga suku sesatan εt adalah independen. Uji ini sangat penting khususnya apabila melakukan analisis regresi terhadap data runtun waktu.

Statistik penguji D-W digunakan rumus :

Nilai e diperoleh dari rumus :

Dengan Hipotesis : H0 : ρ = 0 dan H1 : ρ ≠ 0 ; maka hasil D-W dapat dibandingkan dengan nilai teoritik Tabel D-W pada derajat bebas (df);

n ∑ ( et - e t-1 )2 i =2 D-W = --- n ∑ e t2 i =1 e i = Y i - Ŷ i

(20)

banyaknya data (n) kurang dari 18 (n<18) untuk regresi linier sederhana maka digunakan df = 15. Interprestasi hasil perbandingan tersebut adalah sebagai berikut :

• Untuk ρ > 0 (Untuk menentukan adanya oto-korelasi positif)

- DW > dU, maka H0 diterima. Jadi ρ = 0 berarti tidak ada oto-korelasi positif

- DW < dL, maka H0 ditolak. Jadi ρ ≠ 0 berarti ada oto-korelasi positif - dL < DW < dU , tidak dapat disimpulkan

• Untuk ρ < 0 (Untuk menentukan adanya oto-korelasi negatif)

- (4-DW) ≥ dU, maka H0 diterima. Jadi ρ = 0 berarti tidak ada oto-korelasi negatif

- (4-DW) ≥ dL, maka H0 tolak. Jadi ρ ≠ 0 berarti ada oto-korelasi negatif - dL < (4-DW) < dU , tidak dapat disimpulkan

Nilai D-W berkisar antara > 0 sampai <4. Dengan cara sederhana dalam menginterpretasikan nilai D-W yang baik adalah apabila nilai D-W mendekati 2.

Apabila model regresi linear tidak sesuai untuk data yang sedang dianalisa dengan mempertimbangan uji nilai sesatan (residu), maka untuk selanjutnya dapat dilakukan :

• Mencari model yang lebih sesuai (mungkin; regresi polinomial) atau

• Menggunakan tranformasi, terhadap data, sehingga model linear dapat digunakan untuk data yang telah ditranformasikan

Beberapa fungsi non-linear yang dapat disajikan dalam linear dengan transformasi data tercantum dalam Tabel 3 dan Gambar 6.

(21)

Tabel 3. Transformasi fungsi non-linear

Gambar Fungsi non-linear yang dapat dilinearkan

Transformasi Bentuk linear

a. Y = ß0’ Xß2 ß0’ = 10 ß0 Y’ = log Y X’ = log X Y’ = ß0 + ß1 X’ b. ß0’ Y = --- X ß1 ß0’ = 10 ß0 Y’ = log Y X’ = log X Y’ = ß0 - ß1 X’ c. Y = ß0’ e ß1 X ß0’ = e ß0 Y’ = ln Y Y’ = ln Y d. ß0’ Y = --- ℮ ß1 x ß0’ = ℮ß0 Y’ = ln Y Y’ = ß0 + ß1 X e, f. Y = ß0 ± ß1 log X X’ = log X Y = ß0 ± ß1 X’ g, h. X Y = --- ß0 X ± ß1 1 Y’ = --- Y 1 X’ = --- X Y’ = ß0 ± ß1 X’

(22)

a.2. Metode Runtun Waktu

Metode peramalan ini didasarkan pada data masa lalu dengan menggunakan satu variabel. Tujuannya untuk menyelidiki pola dalam deret data historis (data masa lalu) dan mengekstrapolasikannya ke masa depan. Langkah penting dalam memilih metode peramalan dengan model runtun waktu adalah mengkaji pola data. Beberapa jenis pola data yang khas adalah pola stasioner (horizontal), pola musiman, pola siklik (periodik), dan pola kecenderungan (trend):

Pola data historis

1) Pola stasioner (horizontal)

Yakni bila data berfluktuasi sekitar mean yang konstan secara horizontal (stasioner dalam mean) (Gambar 7.a).

2) Pola musiman

Data dipengaruhi oleh faktor musim ini dapat berupa waktu ½ tahun, ¼ tahun, mingguan atau mungkin harian (Gambar 7.b). Contoh: Jumlah curah hujan di satu daerah, ditentukan oleh pergerakan matahari. Dengan demikian polanya dapat memiliki pola musiman dimana dalam setahun ada dua musim. 3) Pola data siklik (periodik)

Pola ini hampir sama dengan pola musiman, pada pola musiman panjang interval dari suatu musim adalah konstan dan pergantian pola data berjalan secara berulang. Sedangkan pada pola siklik, pengulangan pada data tidak konstan baik dalam panjang intervalnya maupun dalam harganya/nilainya (Gambar 7.c).

4) Pola Trend

Variansi data dari suatu waktu ke waktu lainnya memiliki kecenderungan (trend) naik atau turun dengan tidak mengikuti panjang interval waktu tertentu. Banyak data runtun waktu yang mencakup kombinasi dari pola-pola di atas. Metode peramalan yang dapat membedakan setiap pola-pola harus dipakai bila diinginkan adanya pemisahan komponen pola tersebut (Gambar 7.d).

(23)

Analisis peramalan dengan pemodelan runtun waktu didasarkan atas nilai rata-rata, kondisinya adalah data harus stasioner, data berada dalam keseimbangan sekitar nilai konstan dan variannya tetap konstan pada waktu tertentu. Beberapa metode yang digunakan dalam analisis runtun waktu adalah sebagai berikut:

Gambar 7. Bentuk-bentuk pola data historis : (a) pola data stasioner horizontal, (b) pola data musiman horizontal, (c) pola data siklis dan (d) pola data trend.

Peramalan Naif

Tujuan ditetapkannya peramalan naif adalah sebagai dasar perbandingan yang baik untuk tingkat ketepatan yang dibuat dengan menerapkan suatu metode peramalan tertentu.

Metode peramalan yang paling sederhana adalah metode peramalan naif (Naif Forecasting = NF). Terdapat dua jenis peramalan naif yang ditetapkan yaitu Peramalan Naif -1 (NF-1) dan Peramalan Naif -2 (NF-2).

1) Peramalan Naif-1

Peramalan Naif-1 (NF-1) yaitu peramalan yang menggunakan informasi terakhir mengenai nilai aktual yang tersedia sebagai nilai ramalan. Jadi jika

γ

Waktu Waktu

a b

(24)

ramalan dipersiapkan untuk suatu horison waktu satu periode, maka nilai aktual terakhir dapat digunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya.

2) Peramalan Naif-2

Peramalan Naif-2 (NF-2) lebih unggul dari NF-1 dalam hal bahwa NF-2 memperhitungkan kemungkinan adanya unsur musiman dalam deret. Karena musiman sering menyebabkan persentase fluktuasi yang besar dalam suatu deret, metode ini sering kali dapat lebih baik daripada NF-1 dan sekalipun demikian masih merupakan pendekatan sangat sederhana yang mudah dimengerti. Prosedurnya adalah menghilangkan unsur musiman dari data semula agar diperoleh data yang disesuaikan dengan musim. Bila unsur musiman telah dihilangkan NF-2 dapat dibandingkan dengan NF-1 dalam hal bahwa NF-2 menggunakan nilai terakhir yang disesuaikan dengan musiman sebagi ramalan untuk nilai berikutnya yang disesuaikan dengan musim.

Metode Perataan (Average) 1) Rerata (Mean)

Metode rerata sederhana dalah metode peramalan yang menggunakan rerata dari semua data dalam kelompok inisialisasi sebagai ramalan untuk periode (T+1).

T

X = Σ Xi / T = F T+1 i=1

X1, X2 … XT adalah kelompok inisialisasi dan X T + 1 …. XN adalah kelompok pengujian

Kemudian bilamana data periode (T+1) tersedia, maka dimungkinkan untuk menhitung nilai galat ramalan.

e T + 1 = X T + 1 - F T + 1

Metode yang sangat sederhana ini cocok digunakan apabila proses yang mendasari nilai pengamatan X :

(25)

• Tidak menunjukkan adanya trend, dan • Tidak menunjukkan adanya unsur musiman.

2) Rerata Bergerak Tunggal (Single Moving Average)

Salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai ramalan adalah dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai tengah. Metode ini disebut rerata bergerak (moving average) karena setiap muncul nilai observasi baru, nilai rerata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi yang terbaru.

Apabila kita akan membuat ramalan dengan rerata bergerak setiap T periode maka disebut rerata bergerak berorde T atau MA (T), maka penyelesaiannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Dibandingkan dengan rerata sederhana sederhana, rerata bergerak berorde T mempunyai karakteristik sebagai berikut:

• Hanya menyangkut T periode terakhir dari data yang diketahui.

• Jumlah titik data dalam setiap rerata tidak berubah dengan berjalannya waktu.

Tabel 4. Perhitungan Rerata Bergerak Tunggal

Rerata bergerak Ramalan

T T+1 T+2 _ X1 + X2 + … XT X = --- T _ X2 + X3 + … XT+1 X = --- T _ X3 + X4 + … XT+2 X = T Dst. __ T FT+1 = X =

X1 / T i=1 __ T+1 FT+2 = X =

X1 / T i=2 __ T+2 FT+3 = X =

X1/T i=3

(26)

Tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:

• Metode ini memerlukan penyimpanan data yang lebih banyak karena semua T observasi terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya,

• Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman, walaupun metode ini lebih baik dibangdingkan rerata total.

Karena seorang peramal harus memilih jumlah periode T dalam rerata bergerak, beberapa aspek dari pemilihan ini dapat dikemukakan:

• MA (1) – yaitu rerata bergerak dengan orde-1 data terakhir yang diketahui (XT) digunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya (FT+1 = XT). Metode ini dinamakan Ramalan Naif orde-1 (NF-1).

• MA (4) – untuk data kuartalan, rerata bergerak empat periode secara efektif mengeluarkan pengaruh musiman (terutama jika pengaruh musiman ini bersipat aditif), namun jika digunakan sebagai ramalan untuk periode mendatang tidak akan menyesuaikan unsur trend atau musiman itu sendiri. • MA (12) – untuk data bulanan, metode ini menghilangkan pengaruh musiman

dari deret data dan bermanfaat dalam mendekomposisi deret menjadi komponen trend atau musiman, tetapi metode ini tidak efektif jika digunakan sebagai alat peramalan untuk data yang menunjukkan kecenderungan atau musiman.

• MA (besar) – secara umum, makin besar orde dari rerata bergerak, maka pengaruh penghalusan data akan semakin besar. Jika digunakan untuk peramalan, MA (besar) tidak memperhatikan fluktuasi dalam deret data. 3) Rerata Bergerak Ganda (Double Moving Average)

Rerata bergerak ganda ini merupakan rerata bergerak dari rerata bergerak, dan menurut simbol dituliskan sebagai MA (M x N) dimana artinya adalah MA orde M-periode dari MA orde N-periode. Pada umumnya metode rerata bergerak ganda ini apabila digunakan untuk data yang berkecenderungan (trend) akan terjadi kesalahan yang sistematik, maka untuk mengurangi kesalahan tersebut dikembangkan metode rerata bergerak linear (linear moving average). Untuk mempermudah pengertian tentang rerata bergerak ganda dan rerata bergerak linear dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Prosedur peramalan rerata bergerak linear meliputi tiga aspek, yaitu:

(27)

• Penggunaan rerata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis S’t),

• Penyesuaian, yang merupakan perbedaan antara rerata bergerak tunggal dan ganda pada waktu t (ditulis S’t - S”t), dan

• Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau ke periode t+m jika ingin meramalkan m periode kemuka).

Prosedur rerata bergerak linier secara umum dapat diterangkan melalui persamaan berikut:

Tabel 5. Peramalan suatu deret yang mempunyai trend dengan menggunakan rerata bergerak ganda dan linear.

(1) Peri-ode (2) Nilai Aktual (3) Rata-rata Bergerak Tunggal (N = 3) (4) Perbe-daan Kesalahan (2) – (3) (5) Rata-rata Bergerak Ganda (N = 3) (6) Perbe-daan Kesalahan (3) – (5) (7) Rama-lan (3) + (6) + Trend (8) Perbedaan Kesalahan (2) – (7) 1 2 2 4 3 6 4 2 4 8 6 2 5 10 8 2 6 2 6 12 10 2 8 2 12 0 7 14 12 2 10 2 14 0 8 16 14 2 12 2 16 0 9 18 16 2 14 2 18 0 10 20 18 2 16 2 20 0 11 22 Xt + X t-1 + X t-2 + … + X t-N+1 S’ t = --- N S’t + S’ t-1 + S’ t-2 + … + S’ t-N+1 S” t = --- N a t = S’t + (S’ t – S” t ) = 2 S’ t – S” t 2 b t = --- (S’ t – S” t ) N - 1 F t+m = at + bt m

(28)

Tabel 6. Aplikasi Rerata bergerak linier Periode (1) Produksi (2) Rata-rata Bergerak Empat Bulanan dari (1) (3) Rata-rata Bergerak Empat Bulanan dari (2) (4) Nilai a (5) Nilai b (6) Nilai a+b(m) Bila m = 1 1 140,00 2 159,00 3 136,00 4 157,00 148,00 5 173,00 156,25 6 131,00 149,25 7 177,00 159,50 153,25 165,75 4,166 8 188,00 167,25 158,06 178,43 6,125 169,91 9 154,00 162,50 159,62 165,37 1,916 182,56 P E R I O D E P E N G U J I A N 10 179,00 174,50 165,93 183,06 5,708 167,29 11 180,00 175,25 169,87 180,62 3,583 188,77 12 160,00 168,25 170,12 166,27 1,250 184,20 13 182,00 175,25 173,31 177,18 1,291 165,12 14 192,00 178,50 174,31 162,68 2,791 178,47 15 224,00 189,50 177,87 201,12 7,750 185,47 16 188,00 196,50 184,93 208,06 7,708 208,87 17 198,00 200,50 191,25 209,75 6,166 215,77 18 206,00 204,00 197,62 210,37 4,250 215,91 19 203,00 198,75 199,93 197,56 0,791 214,62 20 238,00 211,25 203,62 218,87 5,083 196,77 21 228,00 218,75 208,18 229,31 7,041 223,95 22 231,00 225,00 213,43 236,56 7,708 236,35 23 221,00 229,50 221,12 237,87 5,583 244,27 24 259,00 234,75 227,00 242,50 5,166 243, 45 25 273,00 246,00 233,81 253,8 8,125 247,66 26 266,31

MAPE untuk periode 10 sampai 25 = 8,61 MSE untuk periode 10 sampai 25 = 431.6

Catatan: MAPE untuk periode 10 sampai 25 = 7,46 bila menggunakan MA tunggal berorde 4.

4) Rerata Bergerak Terpusat (Centered Moving Average)

Metode ini sama dengan metode rerata bergerak tunggal yang terdahulu, hanya menempatkan hasil reratanya di tengah-tengah, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti. Pada periode data yang ganjil, meletakkan nilai rerata ditengah tidak menjadi masalah karena akan diletakkan pada (N+1)/2. Sedangkan untuk rerata bergerak pada orde genap biasanya diletakkan pada (N+1)/2+0,5. Untuk mempermudah pengertian dapat dilihat pada Tabel 7.

(29)

Rerata bergerak terpusat sering juga digunakan untuk data musiman, para analis biasanya mengabungkan dengan anlisis indeks musiman untuk pemulusan data musiman. Penyelesaian tabel di atas adalah sebagai berikut : Kolom (3) Gunakan rumus pada Tabel 3, hasilnya tempatkan pada posisi n =

(N+1)/2+0,5.

Kolom (4) Adalah rasio data Asli (kolom 3) dibagi Rerata Bergerak (kolom 4). Kolom (5) Perhitungan Indeks Musiman Gunakan Rumus yang terdapat pada

Metode Pemulusan Eksponensial Tripel untuk data Kecenderungan dan Musiman dari Winter.

Kolom (6) Pemulusan data Musiman adalah data asli (kolom 2) dibagi Indeks Musiman (kolom 5).

Tabel 7. Rerata Bergerak Terpusat dan Pemulusan Faktor Musiman dengan MA (4 x 2) (1) Periode (2) Data Asli (3) Rerata Bergerak Terpusat MA(4x2) (4) Rasio MA (2) / (3) (5) Indeks Musiman (6) Pemulusan 1 25 0.957 26.13 2 28 0.979 28.61 3 24 26.38 0.910 1.009 23.80 4 28 26.13 1.072 1.065 26.30 5 26 26.63 0.977 0.957 27.18 6 25 27.75 0.901 0.979 25.54 7 31 28.00 1.107 1.009 30.74 8 30 28.38 1.057 1.065 28.18 9 26 27.75 0.937 0.957 27.18 10 28 26.50 1.057 0.979 28.61 11 23 1.009 22.81 12 28 1.065 26.30

Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial 1) Pemulusan Eksponensial Tunggal

Dalam kasus rerata bergerak, bobot yang dikenakan pada nilai observasi merupakan hasil sampingan dari sistem MA tertentu yang diambil. Tetapi dalam pemulusan eksponensial, terdapat satu atau lebih parameter

(30)

pemulusan yang ditentukan secara eksplisit, dan hasil pilihan ini menentukan bobot yang dikenakan pada nilai observasi.

Bentuk persamaan umum yang digunakan dalam menghitung ramalan dengan metode pemulusan eksponensial adalah:

F t+1 = (1 / N) X t + {1 – (1 / N) } Ft

apabila 1 / N kita notasikan dengan α maka persamaan tersebut menjadi :

F t +1 = α Xt + (1 – α) Ft dengan 0 < α < 1

Pemilihan nilai α mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam aplikasi pemulusan eksponensial. Untuk menetukan nilai α yang optimal untuk meminimumkan nilai kesalahan ramalan (error = MSE, MAPE) atau yang lainnya maka para analis biasanya melalui cara coba dan salah (Trial and Error). Aplikasi peramalan dengan pemulusan eksponensial dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk Ramalan yang pertama (inisialisasi) digunakan Ramalan Naif–1 (NF-1).

Tabel 8. Peramalan dengan menggunakan pemulusan eksponensial Bulan Periode

Waktu Pengama-Nilai tan

Nilai Pemulusan Eksponensial α = 0,1 α = 0,5 α = 0,9 1 2 3 4 5 6 Jan 1 200,0 - - - Feb 2 135,0 200,0 290,0 200,0 Mar 3 195,0 193,5 167,5 141,5 Apr 4 197,5 193,7 181,3 189,7 Mei 5 310,0 194,0 189,4 196,7 Juni 6 175,0 205,6 249,7 298,7 Juli 7 155,0 202,6 212,3 187,4 Ags 8 130,0 197,8 183,7 158,2 Sep 9 220,0 191,0 156,8 132,8 Okt 10 277,5 193,9 188,4 211,3 Nov 11 235,0 202,3 233,0 270,9 Des 12 - 205,6 234,0 238,6

(31)

Tabel 8. (Lanjutan)

1 2 3 4 5 6 Periode Pengujian

Analisis Kesalahan α = 0,1 α = 0,5 α = 0,9

Nilai Tengah Kesalahan 5,56 6,80 4,29

Nilai Tengah Kesalahan Absolut 47,76 56,94 61,32 Nilai Tengah Kesalahan Persentase

Absolut (MAPE) 24,58 29,20 30,81

Deviasi Standar Kesalahan (Tak

Berbias) 61,53 69,13 74,69

Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE)

3438,33 4347,24 5039,37

Statistik Durbin-Watson 1,57 1,84 2,30

Statistik U dari Theil 0,81 0,92 0,98

Rata-rata Batting dari Mc Laughlin 319,12 307,84 301,79 2) Pemulusan Eksponensial Ganda (Untuk Data Linear dari Brown)

Dengan cara analogi yang dipakai pada waktu berangkat dari rerata bergerak tunggal ke pemulusan eksponensial tunggal, maka kita dapat juga berangkat dari rerata bergerak ganda ke pemulusan eksponensial ganda. Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan eksponensial ganda ditunjukkan di bawah ini dan aplikasinya dapat dilihat pada Tabel 9.

S’ t = α Xt + (1 – α) S’ t-1 (eksponensial tunggal) S” t = α S’t + (1 – α) S” t –1 (eksponensial ganda) a t = S’ t + (S’t – S” t ) = 2 S’ t - S”t

b t = α / (1 – α ) (S’ t - S” t )

F t = a t + b t (m), m adalah jumlah eriod eke muka.

Untuk inisialisasi analisis pemulusan Eksponensial Linear dari Brown ini dapat digunakan rumus :

S”1 = S’ 1 = X1 a 1 = X1

(X2 - X1) + (X4 - X3) b 1 = ---

(32)

Tabel 9. Aplikasi Peramalan dengan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Periode (1) Produk (2) Pemulu-san Ekspo-nensial Tunggal (3)a Pemulu-san Ekspo-nensial Ganda (4) Nilai a t (5) Nilai b t (6) Nilai Rama-lan a+b (m) {(4)+(5)} 1 143,00 143,00 143,00 2 152,00 144,80 143,36 146,240 0,300 3 161,00 148,04 144,30 151,754 0,936 146,00 4 139,00 146,23 144,68 147,781 0,387 152,72 5 137,00 144,39 144,62 144,148 -0,060 148,17 6 174,00 150,31 145,76 154,856 1,137 144,09 7 142,00 148,65 146,34 150,956 0,577 155,99 8 141,00 147,12 146,49 147,741 0,156 151,53 9 162,00 150,09 147,21 152,974 0,720 147,90 10 180,00 156,08 148,99 163,164 1,772 153,69 11 164,00 157,66 150,72 164,599 1,735 164,94 12 171,00 160,33 152,64 168,014 1,921 166,33 13 206,00 169,46 156,01 182,919 3,364 169,94 14 193,00 174,17 159,64 188,701 3,633 186,28 15 207,00 180,74 163,86 197,614 4,219 192,33 16 218,00 188,19 168,72 207,653 4,866 201,83 17 229,00 196,35 174,25 218,452 5,525 212,52 18 225,00 202,08 179,82 224,346 5,566 223,98 19 204,00 202,46 184,35 220,584 4,530 229,91 20 227,00 207,37 188,95 225,793 4,605 225,11 21 223,00 210,50 193,26 227,735 4,309 230,40 22 242,00 216,80 197,97 235,629 4,708 232,04 23 239,00 221,24 202,62 239,855 4,654 240,34 24 266,00 230,19 208,14 252,246 5,514 244,51 25 257,76 (m = 1) 26 263,27 (m = 2) 27 268,78 (m = 3) 28 274,30 (m = 4) 29 279,81 (m = 5) 30 285,33 (m = 6)

Analsis Kesalahan dari Periode 10 ke Periode 24

7,99 = Nilai Tengah Kesalahan 273,47 = Nilai tengah kesalahan Kuadrat (MSE)

12,73 = Nilai Tengah Kesalahan Absolut 1,33 = Statistik Durbin-Watson 6,04 = Nilai Tengah Kesalahan Persentase

Absolut (MAPE)

0,98 = Statistik U dari Theil

14,59 = Deviasi Standar Kesalahan (Tak Berbias) 302,48 = Rata-rata Batting dari McLaughlin

a Nilai α ditetapkan pada 0,2

b. Evaluasi

Ketepatan Model Peramalan

Untuk mengetahui seberapa jauh metode peramalan itu mampu memprdiksi data yang telah diketahui, maka perlu dilakukan evaluasi kesesuaian metode peramalan terhadap suatu kumpulan data yang diberikan. Dalam pemodelan eksplanatoris (kausal), ukuran ketepatan cukup menonjol. Dalam pemodelan runtun waktu, sebagian data yang diketahui dapat digunakan

(33)

untuk meramalkan sisa data berikutnya sehingga memungkinkan orang untuk mempelajari ketepatan ramalan secara langsung. Untuk mengevaluasi ketepatan ramalan dapat digunakan beberapa cara yaitu; Ukjuran Statistik standar, ukuran-ukuran Relatif dan statistik –U dari Theil.

b.1. Statistik Standar

ei = Xi – Fi = Kesalahan ramalan periode i. Xi = Data aktual periode i.

Fi = Data hasil ramalan periode i.

Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka dapat dihitung:

Nilai Tengah Kesalahan (ME=Mean Error):

Nilai Tengah Kesalahan Absolut (MAE=Mean Absolute Error) :

Jumlah Kuadrat Kesalahan (SSE= Sum of Squared Error) :

Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE=Mean Sguared Error) :

Deviasi Standar Kesalahan

(SDE=standard Deviation of Error) : n ME = Σ ei / n i=1 n ME = Σ | ei | / n i=1 n SSE =

Σ

ei2 i=1 n MSE = Σ ei2 / n i=1 n SDE = Σ ei2 / (n-1) i=1

(34)

b.2. Ukuran-ukuran Relatif Kesalahan persentase (PE=Percentage Error) :

Nilai Tengan Kesalahan persentase (MPE= Mean Percentage Error) :

Nilai Tengah kesalahan Persentase Absolut (MAPE=Mean Absolute Percentage Error) :

MAPE untuk Peramalan Naif 1 :

MAPE untuk Peramalan Naif 2 :

di mana X’i adalah nilai Xi yang disesuaikan dengan musiman. b.3.Statistik – U dari Theil

Statistik–U dari Theil ini adalah suatu metode evaluasi ketepatan ramalan yang membandingkan antara metode peramalan formal dengan pendekatan naif dan juga mengkuadratkan kesalahan yang terjadi sehingga kesalahan yang besar diberikan lebih banyak bobot daripada kesalahan yang kecil. Karakteristik positif yang ditimbulkan dalam menggunakan statistik –u dari Theil sebagai ukuran ketepatan adalah mengenai interpretasi yang intuitif. Rumus matematis: Xt – Ft PEt = (---) x 100% Xt n MPE = ∑ PEt / n i=1 n MAPE = ∑ | PEt | / n i=1 n Xi – X i-1 ∑ --- i=1 X i MAPE-NF1 = --- x 100% n - 1 n X’i – X’ i-1 ∑ --- i=1 X’i MAPE-NF2 = --- x 100% n - 1

(35)

Statistik–U dari Theil dapat lebih dimengerti dengan memeriksa interpretasinya, yaitu:

U = 1 : Metode Naif sama baiknya dengan teknik peramalan formal yang dievaluasi.

U < 1 : Teknik peramalan formal yang digunakan adalah lebih baik daripada metode Naif. Makin kecil nilai statistik–U, makin baik teknik peramalan formal dibanding metode naif secara relatif.

U > 1 : Tidak ada gunanya menggunakan metode naif akan menghasilkan ramalan yang lebih baik.

IV. OPERASIONAL MODEL PERAMALAN

Model peramalan yang telah dikembangkan oleh Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Jatisari berdasarkan hasil penelitian, studi, kajian dan mempelajari data-data historis. Penelitian, studi, kajian dan data-data historis yang digunakan dalam pengembangan model peramalan dikumpulkan dari beberapa lokasi yang dianggap sebagai daerah endemis suatu OPT di Indonesia. Tentunya karena ada perbedaan karakteristik dan agroekosistem maka model peramalan OPT kemungkinan akan ada perbedaan bobot masing-masing variabel atau bahkan ada perbedaan variabel spesifik lokasi ekosistem. Oleh karena itu masih perlu dilakukan evaluasi model untuk penyesuaian terhadap spesifik lokasi.

Model-model peramalan yang telah dikembangkan dibagi kedalam 4 (empat) kelompok komoditi yaitu komoditi padi, palawija, hortikultura (sayuran dan buah-buahan) dan komplek sebagaimana tercantum berikut ini.

n-1 F i+1 – X i+1 ∑ ( ---) 2 i=1 Xi U = --- n-1 Xi+1 – Xi+1 ∑ ( ---) 2 i=1 Xi

(36)

1. KOMODITI PADI

a. Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens)

Model 1.1 : Peramalan Populasi WBC pada musim hujan a. Log G-2 = 2,403 + 0,61 Log G-0 ; (R2 = 0,80) b. Log G-2 = 1,273 + 0,566 Log G-1 ; (R2 = 0,89) Contoh Model 1.1.a :

Padat populasi WBC pada G-0 adalah 0,2 ekor, maka pada populasi pada G-2 adalah: Log G-2 = 2,403 + 0,61 Log G-0 = 2,403 + 0,61 Log(0,2) = 2,403 + 0,61 (-0,699) = 2,403 – 0,426 = 1,977. Jadi padat populasi G-2 adalah 10 1,977 = 94,8 ekor per rumpun.

Contoh Model 1.1. b:

Padat populasi WBC pada G-1 adalah 20 ekor, maka pada populasi pada G-2 adalah: Log G-2 = 1,273 + 0,566 Log G-1 = 1,273 + 0,566 Log(20) = 1,273 + 0,566 (1,301) = 1,273 + 0,736 = 2,009. Jadi padat populasi G-2 adalah 10 2,009 = 102,09 ekor per rumpun.

Model 1.2 : Peramalan Populasi WBC pada musim kemarau Log G-2 = Log (G-1) - 0.98 Log (S-1) + 1.29 ; (R2 = 0,82) Keterangan Model 2, 3 :

G-2 = Populasi generasi puncak G-0 = Populasi generasi pendatang G-1 = Populasi generasi penetap

S-1 = padat populasi laba- laba pada G-1 Contoh Model 1.2 :

Diketahui padat populasi G-0 sebanyak 0,2 ekor per rumpun, G-1 sebanyak 20 ekor per rumpun dan pada populasi laba-laba S-1 sebanyak 10 ekor epr rumpun. Maka dapat diduga pada populasi generasi puncak G-2, yaitu: Log G-2 = Log (G-1) - 0.98 Log (S-1) + 1.29 = Log (20) – 0,98 Log (10) + 1,29 = 1,301 – 0,98 (1) + 1,29 = 1,611.

(37)

Model 1.3 : Peramalan serangan WBC tingkat wilayah pengamatan

Y = 1.17 X1 + 0.35 X2 + 0.61 X3 - 3.74 ; (R2 = 0,81)

Keterangan :

Y = Luas serangan WBC pada akhir musim tanam (KLTS) dengan klasifikasi sebagai berikut :

1 = tidak ada serangan, 2 = serangan < 50 ha, 3 = serangan 51 - 100 ha, 4 = serangan 101 - 500 ha dan 5 = serangan > 500 ha

X1 = Kepadatan populasi generasi awal pada puncak tanam dengan klasifikasi sebagai berikut :

1 = populasi < 0.2 ekor per-rumpun 2 = populasi 0.2 - 0.4 ekor per-rumpun 3 = populasi > 0.4 ekor per-rumpun

X2 = Persentase luas tanam varietas peka pada puncak tanam dengan klasifikasi sebagai berikut :

1 = kurang dari 10 %, 2 = 10 - 30 %,

3 = 30 - 60 %, 4 = 60 - 80 % dan 5 = lebih dari 80 %

X3 = Persentase luas tanam tanaman muda pada puncak tanam dengan klasifikasi sebagai berikut :

1 = kurang dari 10 %, 2 = 10 - 30 %,

3 = 30 - 60 %, 4 = 60 - 80 % dan

(38)

Contoh Model 1.3 :

Berdasarkan surveillance pada awal musim hujan (waktu puncak tanam) di Kecamatan A ditemukan populasi WBC dengan kepadatan 0,3 ekor/rumpun, varietas peka yang ditanam di kecamatan tersebut seluas 1500 ha dari luas areal tanam keseluruhan 7500 ha. Pada saat yang sama luas tanaman muda yang berumur <60 hari setelah tanam (HST) seluas 5000 ha.

Maka pada akhir musim hujan sekarang dapat diramalkan kumulatif luas tambah serangan (KLTS) di Kecamatan A sebagai berikut:

Padat populasi WBC 0,3 ek/rmp atau X1 = 2. Persentase varietas peka = 1500 / 7500 * 100 = 20% atau X2 = 2. Persentase tanaman muda = 5000 / 7500 * 100 = 66,7% atau X3 = 4. Jadi KLTS pada akhir musim (Y) adalah sebesar: Y = 1,17 (2) + 0,35 (2) + 0,61 (4) – 3,74 = 2,34 + 0,7 + 2,44 – 3,74 = 1,74 atau dibulatkan 2 jadi diduga KLTS musim hujan adalah seluas <50ha.

Model 1.4 : Peramalan serangan WBC pada musim kemarau a. Log Y = 0,249 + 0,731 Log (X1) ± 0,12 ; (R2 = 0,44) b. Log Y = 0,161 + 0,570 Log (X1) + 0,278 Log (X2) ± 0,12 ; (R2 = 0,48; CL = 0,12)

Model 1.5 : Peramalan serangan WBC pada musim hujan a. Log Y = 0,673 + 0,596 Log (X1) ± 0,11 ; (R2 = 0,37)

b. Log Y = 0,503 + 0,365 Log (X1) + 0,380 Log (X2) ± 0,12 ; (R2 = 0,46)

Keterangan Model 1.4 dan 1.5 :

Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.

X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 1.4 yang diterapkan pada model 1.4.b : Ramalan KLTS WBC pada padi Musim Kemarau 2003.

Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

(39)

Log YMK = 0,161 + 0,570 Log (10) + 0,278 Log (100) Log YMK = 0, 161 + 0, 570 (1) + 0, 278 (2)

Log YMK = 0, 161 + 0, 570 + 0, 556 = 1,696

Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,696 = 49,66 ha, Minimum = 10 (1,696-0,12) = 10 1,576 = 37,67 ha, dan Maksimum = 10 (1,696+0,12) = 10 1,816 = 65.46 ha. Contoh Model 1.5 yang diterapkan pada model 1.5.b : Ramalan KLTS WBC pada padi Musim Hujan 2003/2004.

Dilaporkan KLTS MK 2003 seluas 10 ha dan KLTS MH 2002/2003 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log YMH = 0,503 + 0,365 Log (X1) + 0,380 Log (X2) ± 0,12 Log YMH = 0,503 + 0,365 Log (10) + 0,380 Log (100) Log YMH = 0,503 + 0,365 (1) + 0,380 (2)

Log YMH = 0,503 + 0,365 + 0,76 = 1,628

Jadi Ramalan KLTS MH 2003/2004 = 10 1,628 = 42,5 ha, Minimum = 10 (1,628-0,12) = 10 1,16 = 14,5ha, dan

Maksimum = 10 (1,628+0,12) = 10 1,748 = 56,0 ha.

b. Tikus Sawah (Ratus ratus argentiventer)

Model 2.1: Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia pembentukan anakan:

Y = 0,90 X – 7,68 ; (R2 = 0,91)

Model 2.2 : Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia anakan maksimum:

Y = 0,89 X – 2,39 ; (R2 = 0,94)

Model 2.3 : Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia primordia:

Y = 1,07 X – 1,97 ; (R2 = 0,98)

Model 2.4 : Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia pembentukan malai:

(40)

Y = 1,07 X – 0,43 ; (R2 = 0,98)

Keterangan Model 2.1, 2.2, 2.3 dan 2.4 : Y = Kehilangan hasil (%)

X = Intensitas kerusakan akibat serangan tikus (%)

Contoh Model 2.1, 2.2, 2.3 dan 2.4 yang diterapkan pada model 2.4:

Berdasarkan hasil pengamatan pada saat stadia pembentukan malai diketahui intensitas serangan tikus sebesar 50%, maka diduga kehilangan hasil yang diakibatkannya adalah:

Y = 1,07 X – 0,43 = 1,07 (50) – 0,43 = 53.5 - 0,43 = 53.07%

Model 2.5 : Peramalan serangan Tikus pada musim kemarau

a. Log Y = 0,7658 + 0,7333 Log (X1) ± 0,07 ; (R2 = 0,61)

b. Log Y = 0,3817 + 0,3085 Log (X1) +0,5638 Log (X2) ± 0,06 ; (R2 = 0,72)

Model 2.6 : Peramalan serangan Tikus pada musim hujan

a. Log Y = 0,2887 + 0,8914 Log (X1) ± 0,07 ; (R2 = 0,67) b. Log Y = 0,160 + 0,4516 Log (X1) + 0,5073 Log (X2) ± 0,06 ;

(R2 = 0,76)

Keterangan Model 2.5 dan 2.6 :

Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.

X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 2.5 yang diterapkan pada model 2.5.b:

Ramalan KLTS Tikus pada tanaman padi Musim Kemarau 2003.

Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log YMK = 0,3817 + 0,3085 Log (X1) +0,5638 Log (X2) ± 0,06 Log YMK = 0,3817 + 0,3085 Log (10) +0,5638 Log (100) Log YMK = 0,3817 + 0,3085 (1) +0,5638 (2)

(41)

Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,8178 = 65,7 ha, Minimum = 10 (1,8178-0,06) = 10 1.7578 = 57,2 ha, dan Maksimum = 10 (1,8178+0,06) = 10 1.8778 = 75,5 ha. Contoh Model 2.6 yang diterapkan pada model 2.6.b:

Ramalan KLTS Tikus pada tanaman padi Musim Hujan 2002/2003.

Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log YMH = 0,160 + 0,4516 Log (X1) + 0,5073 Log (X2) ± 0,06 Log YMH = 0,160 + 0,4516 Log (10) + 0,5073 Log (100) Log YMH = 0,160 + 0,4516 (1) + 0,5073 (2)

Log YMH = 0,160 + 0,4516 + 1,0146 = 1.6262

Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,6262 = 42,3 ha, Minimum = 10 (1,6262-0,06) = 10 1,5662 = 36,8 ha, dan

Maksimum = 10 (1,6262+0,06) = 10 2.2262 = 168,3 ha.

c. Penggerek Batang Padi Kompleks(S. innotata, S. incertulas,

Sesamia inferens dan Chilo supresalis

)

Model 3.1 : Peramalan serangan PBP pada musim kemarau

a. Log Y = 0,5533 + 0,76 Log (X1) ± 0,07 ; (R2 = 0,51)

b. Log Y = 0,2275 + 0,3567 Log (X1) + 0,5533 Log (X2) ± 0,06 ; (R2 = 0,64)

Model 3.2 : Peramalan serangan PBP pada musim hujan

a. Log Y = 0,833 + 0,7184 Log (X1) ± 0,06 ; (R2 = 0,56)

b. Log Y = 0,3358 + 0,3116 Log (X1) + 0,5857 Log (X2) ± 0,05 ; (R2 = 0,71)

Keterangan Model 3.1 dan 3.2 :

Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.

(42)

Contoh Model 3.1 yang diterapkan pada model 3.1.b:

Ramalan KLTS PBP pada tanaman padi Musim Kemarau 2003.

Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log YMK = 0,2275 + 0,3567 Log (X1) + 0,5533 Log (X2) ± 0,06 Log YMK = 0,2275 + 0,3567 Log (10) + 0,5533 Log (100) Log YMK = 0,2275 + 0,3567 (1) + 0,5533 (2)

Log YMK = 0,2275 + 0,3567 + 1,1066 = 1.6908 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,6908 = 49,1 ha, Minimum = 10 (1,6908-0,06) = 10 1.6308 = 42,7 ha, dan Maksimum = 10 (1,6908+0,06) = 10 1.7508 = 56,3 ha. Contoh Model 3.2 yang diterapkan pada model 3.2.b:

Ramalan KLTS PBP pada tanaman padi Musim Hujan 2002/2003.

Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log YMH = 0,3358 + 0,3116 Log (X1) + 0,5857 Log (X2) ± 0,05 Log YMH = 0,3358 + 0,3116 Log (10) + 0,5857 Log (100) Log YMH = 0,3358 + 0,3116 (1) + 0,5857 (2)

Log YMH = 0,3358 + 0,3116 + 1.1714 = 1.8188

Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,8181 = 65,8 ha, Minimum = 10 (1,8181-0,05) = 10 1,7681 = 58,6 ha, dan

Maksimum = 10 (1,8181+0,05) = 10 1.8681 = 73,8 ha.

c. Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga incertulas)

Model 4.1 : Peramalan luas serangan beluk.

a. Log (Y+1) = 1,0034 Log (X+1) – 0,20 ; (R2 = 0,72) Keterangan :

Y = Luas puncak serangan beluk dalam bentuk transformasi Log (Y+1) X = Populasi ngengat penerbangan pendatang (G-0)

b. Log Y = 1,585 Log X + 1,825 ; (R2 = 0,894)

Keterangan :

Y = Luas serangan penggerek batang pada fase generatif (ha)

(43)

Contoh Model 4.1.a :

Diketahui populasi ngengat penerbangan pendatang (G-0) pada lampu perangkap sebanyak 100 ekor. Maka dapat diduga luas puncak serangan beluk adalah sebagai berikut:

Log (Y+1) = 1,0034 Log (X+1) – 0,20

Log (Y+1) = 1,0034 Log (100+1) – 0,20 = 1,0034 (2.004) – 0,20 Log (Y+1) = 1,8111

Y = 10 1,8111 – 1 = 63,7 ha

Contoh Model 4.1.b :

Diketahui populasi kelompok telur pada pesemaian sebanyak 2 kelompok per meter persegi. Maka dapat diduga luas serangan pada fase generatif (beluk) adalah sebagai berikut:

Log Y = 1,585 Log X + 1,825

Log Y = 1,585 Log (2) + 1,825 = 1,585 (0,301) + 1,825 Log Y = 2,5813

Y = 10 2,5813 = 381,3 ha

Model 4.2 : Peramalan intensitas serangan beluk

Kemunculan intensitas serangan PBPK pada fase generatif (beluk) dapat diramalkan dengan populasi kelompok telurnya pada fase pesemaian dan serangan pada fase vegetatif (sundep) dengan model sebagai berikut :

a. Log Y = 1,262 Log X1 + 1,122 ; (R2 = 0,796)

b. Log Y = 1,265 Log X1 + 1,354 Log X2 + 1,125 ; (R2 = 0,896) Keterangan :

Y = Intensitas serangan penggerek batang pada fase generatif / beluk (%) X1 = Populasi kelompok telur penggerek batang pada pesemaian (ekor/m2),

dengan kisaran 0 < X1 ≤ 0,5 ekor/m2.

X2 = Intensitas serangan penggerek batang pada fase vegetatif / sundep (%) dengan kisaran 0 < X2 ≤ 6 %.

Contoh Model 4.2 :

(44)

diketahui intenasitas serangan sundep sebesar 10%. Maka dengan menggunakan model 4.2 dapat diduga intensitas serangan PBPK pada fase generatif / beluk adalah sebagai berikut:

a. Log Y = 1,262 Log (0,2) + 1,122

Log Y = 1,262 (-0,699) + 1,122 = 0,2399 Y = 10 0,2399 = 1,74%

b. Log Y = 1,265 Log X1 + 1,354 Log X2 + 1,125 Log Y = 1,265 Log (0,2) + 1,354 Log (10) + 1,125 Log Y = 1,265 (-0,699) + 1,354 (1) + 1,125 = 1,5948 Y = 10 1,5948 = 39.3%

e. Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga innotata)

Model peramalan untuk musim hujan pada tingkat wilayah kecamatan dengan memanfaatkan beberapa faktor yang aktual dari lapangan, seperti : luas puncak serangan beluk pada akhir musim kemarau, populasi larva diapause pada tunggul dan penerbangan ngengat generasi awal (G-0) yang dipantau dari lampu perangkap.

Model 5.1 : (untuk digunakan pada akhir musim kemarau) Y = 0,7843673 + 0,52551 X1 ; (R2 = 0,56)

Model 5.2 : (untuk digunakan pada saat bera/setelah survei tunggul) Y = 0,4466202 + 0,4427815 X1 + 0,29687 X2 ; (R2 = 0,60)

Model 5.3 : (untuk digunakan pada saat pesemaian)

Y = 0,453077 + 0,428118 X1 + 0,29426 X2 + 0,0148885 X3;

(R

2

= 0,61)

Keterangan :

Y = Luas puncak serangan yang akan terjadi pada musim hujan X1 = Luas puncak serangan yang terjadi pada musim kemarau

Luas puncak serangan (Y dan X1) menggunakan klasifikasi sebagai berikut :

(45)

1 = 0 Ha 2 = 1 – 50 Ha 3 = 51 – 100 Ha 4 = 101 – 500 Ha 5 = >500 Ha

X2 = Populasi larva diapause pada tunggul padi bekas panen dengan klasifikasi sebagai berikut :

1 = 0 Ha

2 = 1 – 10 Ha 3 = 11 – 50 Ha 4 = 51 – 100 Ha 5 = > 100 Ha

X3= Populasi ngengat G-0 tangkapan lampu perangkap dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut :

1 = 0 Ha

2 = 1 – 100 Ha 3 = 101 – 500 Ha 4 = 501 – 1000 Ha 5 = > 1000 Ha

Contoh Model 5.1, 5.2. dan 5.4 :

Berdasarkan laporan diketahui luas puncak serangan PBPP pada MK 2003 seluas 500 ha. Hasil pengamatan pada fase bera ditemukan populasi larva diapause pada tunggul padi rata-rata sebanyak 65 ekor per tunggul. Pada fase vegetatif (periode puncak tanam) dari pengamatan lampu perangkap diperoleh data tangkapan ngengat G-0 rata-rata sebanyak 200 ekor per malam.

Maka dapat diduga luas puncak serangan PBPP pada MH 2003/2004 adalah sebagai berikut:

Model 5.1: Y = 0,7843673 + 0,52551 X1

Pada klasifikasi luas serangan seluas 500 ha termasuk pada kelas 4, jadi dapat disubtitusikan sebagai berikut:

Y = 0,7843673 + 0,52551 (4) = 2.9 atau dibulatkan menjadi 3.

Maka luas puncak serangan yang akan terjadi pada MH 2003/2004 termasuk kelas 3 atau diramalkan berkisar antara 51 – 100 Ha.

(46)

Pada klasifikasi luas serangan seluas 500 ha termasuk pada kelas 4 dan populasi larva diapause 65 ekor termasuk pada kelas 4, jadi dapat disubtitusikan sebagai berikut:

Y = 0,4466202 + 0,4427815 (4) + 0,29687 (4)

Y = 0,4466202 + 1.771126 + 1.18748 = 3.4 atau dibulatkan menjadi 3.

Maka luas puncak serangan yang akan terjadi pada MH 2003/2004 termasuk kelas 3 atau diramalkan berkisar antara 51 – 100 Ha.

Model 5.3: Y = 0,453077 + 0,428118 X1 + 0,29426 X2 + 0,0148885 X3

Pada klasifikasi luas serangan seluas 500 ha termasuk pada kelas 4, populasi larva diapause 65 ekor termasuk pada kelas 4 dan populasi ngengat G-0 200 ekor termasuk kelas 3, jadi dapat disubtitusikan sebagai berikut:

Y = 0,453077 + 0,428118 (4) + 0,29426 (4) + 0,0148885 (3)

Y = 0,453077 + 1.712472 + 1.17704 + 0.0446655 = 3.4 atau dibulatkan menjadi 3.

Maka luas puncak serangan yang akan terjadi pada MH 2003/2004 termasuk kelas 3 atau diramalkan berkisar antara 51 – 100 Ha.

f. Ganjur

(Orseolia oryzae Wood-Masson)

Model ini bersifat spesipik lokasi yang diperoleh di Kabupaten Cirebon yang merupakan salah satu daerah endemis hama ganjur di Jawa Barat. Model peramalan yang diperoleh adalah :

Model 6.1 : Log (YMH) = 0,54640 + 0,44569 Log (XMK) ; (R2 = 0,15)

Keterangan :

YMH = Ramalan kumulatif luas serangan (ha) pada musim hujan

XMK = Total tangkapan hama ganjur (ekor) dengan lampu perangkap pada musim kemarau

Contoh Model 6.1 :

Berdasarkan data hasil pengamatan populasi hama ganjur dengan lampu perangkap selama MK 2003 didapat total sebanyak 1.000 ekor. Maka

(47)

dapat diramalkan kumulatif luas serangan pada MH 2003/2004 adalah sebagai berikut: Log (YMH) = 0,54640 + 0,44569 Log (XMK) Log (YMH) = 0,54640 + 0,44569 Log (1000) = 0,54640 + 0,44569 (3) = 1,88347 (YMH) = 10 1,88347 = 76,5 Ha.

g. Penyakit Tungro

Model 7.1: Peramalan luas serangan pada pola tanam serempak Y = 0,25 (X1+0,5)2 + 0,08 √ (X2+0,5) – 0,19 ; (R2 = 0,75) Keterangan :

Y = Proporsi gejala tungro pada hamparan, (hasil bagi antara luas petak yang bergejala tungro dengan luas keseluruhan hamparan)

X1 = Proporsi tanaman muda (2-6 MST) pada hamparan tersebut.

X2 = Populasi wereng hijau (Nephotetix virescens) per 25 ayunan tunggal dengan jaring (sweeping).

Contoh Model 7.1 :

Pada suatu hamparan padi dengan pola tanam serempak diketahui luas pertanaman 100 ha, sebagian tanaman masih berumur muda (2-6 MST) dengan luas 10 ha. Berdasarkan pengamatan dengan jaring sebanyak 25 kali ayunan tunggal diperoleh rata-rata populasi wereng hijau 36 ekor. Maka dapat diramalkan proporsi luas serangan tungro yang akan terjadi pada hamparan tersebut, sebagai berikut:

Proporsi tanaman muda diketahui sebesar 10/100 ha = 0,1 dengan menggunakan transformasi (X+0,5)2 maka diperoleh nilai X1 = 0,36. Populasi wereng hijau sebanyak 36 ekor, dengan tranformasi √ (X+0,5) diperoleh nilai X2 = 6,04. Apabila disubtitusikan pada model maka akan diperoleh hasil ramalan:

Y = 0,25 (0,1+0,5)2 + 0,08 √ (36+0,5) – 0,19

Y = 0,25 (0,36) + 0,08 (6,04) – 0,19 = 0,09 + 0,4832 – 0,19 = 0.3832

Jadi apabila luas pertanaman pada hamparan tersebut adalah 100 ha maka dapat diduga luas pertanaman yang akan terserang oleh tungro adalah : 0,3832

Gambar

Gambar 1.  Skema jenis peramalan (Maman, A.D., 1986)
Gambar 2.  Skema sistem peramalan OPT
Gambar 4. Contoh Skema Analisis Path Hubungan Sebab-Akibat Pada Hama
Tabel   2. ANAVA Uji Signifikasi/Linearitas Model Regresi  Sumber  Variansi  Derajat Bebas  Jumlah  Kuadrat  Rerata  Kuadrat  Nilai  F- hitung  Nilai  F-tabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya menunjukan bahwa panduan pelatihan efiaksi diri dengan sosiodrama untuk siswa SMP memenuhi kriteruia keberterimaan dengan skor total 77.23% yang termasuk

Dengan jumlah kunjungan pasien rawat jalan poli mata (SEC) RSI Sultan Agung Semarang yang selalu mengalami peningkatan pada tahun 2015-2019 perlu dilakukan

Equipment– equipmentyangdirencanakan dalam Rancangbangun mekanisme penggerak pintu pagar lipat dengan menggunkan tali kawat baja (wire rope stell) adalah beban

Berdasarkan hasil analisis penelitian resolusi konflik antar masyarakat desa Ngali dan desa Renda kecamatan Belo Kabupaten Bima, Penelitian yang berlokasi di

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan, pertumbuhan potensial, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan cash

Berdasarkan kenyataannya masih banyak siswa mengalami kesulitan, maka perlu diupayakan alternatif lain untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mate- matika, yang berorientasi

Di dalam perhitungan ini juga dilakukan analisis untuk menentukan besar gaya F yang terjadi pada pegas yang diasumsikan bahwa besar gaya ( output ) pada kaliper sama

(dalam Owens dkk., 2012) pada tahun 2006 juga menyatakan hasil bahwa remaja Swedia yang mengonsumsi tayangan pornografi menunjukkan sikap positif terhadap pandangan mengenai