• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG AHMAD MUSHADDEQ DAN

B. Sejarah Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah

B.1. Penyebaran Paham/Ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah

Pada awal tahun 2000-an, Ahmad Mushaddeq mulai mengajarkan pemahamannya dan mendirikan kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Al-Qiyadah

4

A. Yogaswara dan Mualana Ahmad Jalidu, Aliran Sesat dan Nabi-nabi Palsu: Riwayat Aliran Sesat dan Para Nabi Palsu di Indonesia, (Yogyakarta: Narasi, 2008), Cet. ke-1, h. 21.

Al-Islamiyah adalah salah satu kelompok yang memanfaatkan keyakinan akan munculnya Al-Masih. Pencetus aliran ini mengaku bahwa dirinya telah mendapat wahyu dan menjadi Al-Masih (Mesias) yang dijadikan sebagai penyelamat. Pemimpin aliran ini menyebut dirinya sebagai Al-Masih Al-Maw’ud yang berarti “Al-Masih/juru selamat yang dijanjikan”5

Kelompok ini telah berhasil merekrut banyak pengikut, terutama dari kalangan mahasiswa dan pelajar di berbagai penjuru tanah air. Cara yang biasa mereka lakukan adalah dengan mengelabui orang-orang untuk mempelajari Al-Qur’an, namun lantas mereka tafsirkan sesuai dengan misi mereka. Mereka bahkan mengaitkannya dengan ajaran Yesus dan ujung-ujungnya mereka mencampuradukan ajaran Islam dengan Kristen.

Pendiri Al-Qiyadah, Ahmad Mushaddeq mengklaim, bahwa sejak awal berdirinya, pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah sudah mencapai 41.000 orang yang tersebar di Jakarta, Lampung, Sumatera Barat, Batam, Makasar, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Bahkan dia mengklaim bahwa 60 persen pengikutnya adalah mahasiswa dan pelajar.

Dalam laporan rapat akbar Al-Qiyadah Al-Islamiyah tahun 2007, jumlah anggota baru di seluruh Indonesia pada bulan Juni adalah 1.349 jiwa, sedangkan di bulan Juli sejumlah 1.412 jiwa. Atau dengan kata lain, ada kenaikan sebesar lima persen. Pengikutnya tersebar di kota-kota besar, bahkan pengikut mereka di Batam adalah orang terkaya di sana. Demikian, setidaknya menurut investigasi

5

Departemen Agama sebelum peristiwa besar ini muncul ke permukaan. Sedangkan data dari kepolisian RI, jumlah pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah di Jakarta saja adalah 8.972 orang.6

Bagaimana mereka bisa mendapatkan sekian banyak orang yang mau menjadi pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah? Berikut ini beberapa ciri dalam cara-cara mereka menyebarkan ajarannya :7

1. Para da’inya biasanya membawa Al-Qur’an kemana-mana.

2. Memulai diskusi dengan membahas bencana yang terjadi, juga membuka ayat-ayat Al-Qur’an tentang azab dan musibah.

3. Mereka mendatangi target ke rumah, tempat kos, kampus, maupun kontrakan. Kemudian mereka mengajak berdiskusi tentang masalah agama dan Al-Qur’an.

4. Jika target tertarik, maka akan diajak ikut pengajian mereka. Biasanya mereka menyatakan diri bahwa mereka bukan organisasi, aliran, fiqrah, ataupun teroris. Mereka hanya Islam.

5. Jika dengan cara mengajak diskusi agama tidak berhasil, mereka akan mengajak diskusi masalah ilmu dunia, seperti pelajaran sekolah, kuliah, atau ekologi.

Selain itu, seperti umumnya aliran sesat yang beredar, mereka mengkafirkan orang yang tidak masuk kelompoknya. Setelah mengikuti pengajian, biasanya orang yang mengikuti aliran semacam ini perangainya menjadi berubah total. Yang biasanya periang, menjadi pendiam, terkesan tertutup dan seperti kebingungan.

Di Padang, misalnya kota yang menjadi pematik kericuhan kontroversi tentang Al-Qiyadah, keganjilan ajaran mereka bisa dilihat dalam pengalaman

6

Ibid., h. 36.

7

Tasmawardi dan Guspardi yang urung bergabung, begitu mengetahui kesesatan ajaran itu. Menurut mereka, ajaran ini mulai merambah ke kota Padang pada 2004 dengan dibawa Eri Mulyadi, yang bermula dari pengajian biasa layaknya sebuah wirid yang kerap dilakukan suatu majelis taklim di sebuah perusahaan.

Ajaran yang dibawa Eri Mulyadi yang merupakan kakak dari Dedi Priadi (Pemimpin Al-Qiyadah di kota Padang) ini, dalam ”Memperkenalkan diri” mulanya masih berpijak pada syariat Islam, hingga beberapa bulan kemudian, barulah terungkap kejanggalan-kejanggalan ajarannya, seperti ketika adzan berkumandang, pengajian itu tidak dibubarkan untuk menunaikan shalat. Karena bagi mereka, shalat tidak harus dikerjakan lima waktu sebagaimana diatur rukun Islam. Salah satu alasan mereka menggapa shalat tidak wajib lima waktu adalah karena menurut Al-Qiyadah kondisi sekarang merupakan periode Mekkah (atau era sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah) sehingga shalat tidak begitu diwajibkan.

Pengajian yang belum punya nama ini, pada 23 Juli 2006 mendeklarasikan diri dengan nama Al-Qidayah Al-Islamiyah yang mempunyai syahadat tersendiri, dan menjadikan Ahmad Mushaddeq sebagai Nabi dengan penyebutan Al-Masih Al-Ma’wud. Mulailah periodisasi penyebaran ajaran ini berdasarkan fase-fase yang mereka ciptakan sendiri :8

1. Fase sembunyi-sembunyi. Mereka menyebarkan ajaran-ajarannya dari rumah ke rumah.

8

2. Setelah pengikut mulai banyak, masuk ke fase jahran (membuka diri). Di fase ini mereka terang-terangan menyebarkan ajarannya. Termasuk melalui surat elektronik (e-mail)

3. Fase hijrah (pindahan)

4. Fase perang untuk memerangi umat beragama lainnya yang bagi mereka adalah sesat

5. Fase kemenangan

6. Fase membentuk pemerintahan sendiri.

Hingga akhirnya dilarang oleh pemerintah, sepertinya mereka masih berada pada fase membuka diri sebelum kesesatan mereka terungkap dan menjadi pemberitaan di mana-mana. Dalam fase membuka diri, penyebaran ajaran yang mereka lakukan di Padang misalnya, dilaksanakan dengan mewajibkan para pengikutnya untuk mendapatkan satu pengikut baru setiap bulannya.

Kini, diperkirakan ada sekitar 2.000 pengkut Al-Qidayah yang tersesbar diberbagai daerah di Sumatera Barat. Aliran ini telah ”mengembangkan sayap” ke pesisir selatan, Pasaman, Pariaman meliputi Kayu Tanam dan Lubuk Aluang, Solok dan kota Padang. Bahkan pengikut yang ada di Padang menyebar jaringan pula ke Muaro Bungo, Jambi dan Palembang. Untuk mendapatkan pengikut baru ini, tak jarang mereka memaksa orangtua atau keluarganya untuk bergabung. Maka jangan heran bila ada anak yang melawan orangtuanya karena enggan bergabung dengan ”Kebenaran” versi mereka itu. Bagi anak yang hidup mapan, orang tua yang tinggal bersamanya akan diusir atau bila dia masih tinggal dengan orangtua, maka pilihannya adalah keluar dari rumah. Lantas bagaimana orang-orang bisa begitu mudah mempercayai ajaran ini? Menurut Tasmawardi, itu

disebabkan kurangnya pemahaman yang bersangkutan atas Islam yang telah dianutnya.

Menurut Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI, Utang Ranuwijaya, berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, sistem rekrutmen dikuatkan oleh faktor finasial; jika seseorang bisa merekrut 40 orang, maka dia akan mendapatkan sumbangan kendaraan roda dua, dan jika berhasil merekrut 70 orang maka akan mendapatkan kendaraan roda empat. ”Jadi luar biasa sekali, kami tidak tahu dari mana sumber dana itu, tapi dengan seperti itu, dakwah mereka menjadi sangat sistematis dan optimal,” ujarnya.

Aliran Al-Qidayah merekut orang Islam kalangan ekonomi menengah ke bawah yang masih awan dengan ajaran Islam, juga para sarjana yang bertitel sarjana agama, namun sarjana agama belum pasti berasal dari sarjana Islam. Karena penyampaian ajaran agama versi mereka dilakukan menjadi semacam sinkretisme Nasrani dan Islam.

Kabarnya, selama Juni 2007 saja Al-Qiyadah mampu merekrut anggota baru sebanyak 1.349 orang. Pada Juli 2007, sebanyak 1.412 orang berasil ditarik menjadi pengikut. Jumlah ini belum termasuk anggota sebelumnya yang terdiri dari kalangan muslim di Cilacap, Yogyakarta, Lampung, dan Padang. Ajaran-ajaran dari aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah ini bahkan berhasil masuk di kalangan siswa SMPN 30 Bandar Lampung. Ahmadi Asikin (50 th), pemimpin Al-Qiyadah

Al-Islamiayah yang juga guru agama Islam di sekolah itu, menyebarkan aliran tersebut sejak satu tahun terakhir.9

Salah satu di antara pengikut di Cilacap yang bernama Edi Winarto mengatakan bahwa dirinya tidak merasa melakukan penyimpangan, karena yang dilakukannya selama mengikuti kelompok tersebut adalah pembahasan masalah-masalah agama, termasuk di antaranya tentang ilmu tafsir Al-Qur’an. Keterlibatannya dalam kegiatan kelompok tersebut lebih kerena ikut-ikutan dan tidak ada maksud sama sekali untuk membuat suasana masyarakat menjadi kisruh. Diakui sebelumnya, ia diajak oleh seseorang teman tanpa disebut identitasnya. Setelah masuk di dalamnya, dia merasa apa yang diajarkan dalam aliran tersebut sesuai keyakinannya, sehingga ia pun terus menjalani sampai akhirnya ditangkap petugas karena diduga aliran sesat.

Dokumen terkait