• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyehatan Lingkungan Permukiman

C. Struktur Penduduk Berdasarkan Agama

7) Kondisi Parkir

3.6 KONDISI INFRASTRUKTUR KECIPTAKARYAAN .1 Permukiman

3.6.3 Penyehatan Lingkungan Permukiman

a. Listrik

Pembangunan kelistrikan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan perkotaan, mendorong dan merangsang kegiatan ekonomi penduduk yang lebih produktif, seperti kegiatan industri.

Listrik di Kota Pangkalpinang berasal dari pembangkit yang lokasinya berada di kabupaten Bangka. Dari tahun ke tahun hingga tahun 2008 jumlah pelanggan didaerah ini terus meningkat. Namun di tahun 2009 jumlah pelanggan mengalami penurunan sebesar 0,01 persen (6 pelanggan) yang disebabkan menurunnya jumlah pelanggan pada kelompok tarif usaha /hotel sebesar 2,33 persen.

Walaupun jumlah pelanggan menurun, namun jumlah VA tersambung meningkat sebesar 2,89 persen sedangkan jumlah kWh yang terjual mencapai 152.758.595 kWh. Pada tahun 2010 jumlah pelanggan mengalami peningkatan, jumlah kWh yang terjual mencapai 172.952.155 kWh. Pada tahun 2011 jumlah VA tersambung mengalami peningkatan sebesar 72,55 persen, dengan jumlah kWh yang terjual mencapai 215.581.414 kWh.

Dari Neraca daya PLN Merawang hanya tersedia ±70% permintaan efektif (terpasang). Akibatnya untuk kebutuhan industri, dunia usaha tidak dapat dilayani, sebab untuk pelayanan rumah tangga dan pemukiman saja tidak mencukupi. Kondisi ini menjadi masalah yang menghambat investasi baik investasi baru maupun ekspansi yang sudah ada.

3- 56 RPIJM KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2013-2017

b. Air Bersih

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pangkalpinang merupakan satu satunya perusahaan BUMD di daerah ini yang mensuplai air bersih ke rumah-rumah, tempat usaha dan sebagainya.

Jumlah pelanggan air minum yang tercatat selama tahun 2009 adalah sebanyak 2.920 unit atau menurun sebesar 9,49 persen. Penurunan ini terjadi tiap tahunnya mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2009. Penurunan jumlah pelanggan (khususnya pelanggan rumahtangga) dimungkinkan karena sering terjadinya kemacetan air akibat adanya kebocoran pipa dan sumber air yang mulai berkurang karena musim kemarau. Selain itu masyarakat yang berhenti berlangganan ini sebagian karena telah memiliki sumur air sendiri dengan cara membuat sumur bor.

Pada tahun 2011 porsi terbanyak pelanggan adalah rumah tangga (91,20 persen), perusahaan, pertokoan dan industri (6,48 persen) dan sisanya 2,23 persen adalah hotel, instansi pemerintah, badan sosial, rumah sakit dan sebaginya.

Dengan kondisi makin menurunnya persediaan air dan tingginya tingkat kebocoran, maka Kota Pangkalpinang masuk kategori sebagai daerah sulit/kekurangan air.

c. Drainase

Kota Pangkalpinang merupakan kota yang berbentuk cekungan di mana permukaan tanahnya bergelombang dan berbukit-bukit. Di pusat kota merupakan daerah cekungan dan terdapat beberapa aliran sungai yang merupakan muara dari sungai-sungai kecil seperti Sungai Rangkui, Sungai Pedindang, Saluran Linggarjati dan Saluran Lembawai I, dan Saluran Lembawai II.

Pelayanan sistem drainase di Kota Pangkalpinang dapat dibedakan atas drainase alamiah dan drainase buatan di sepanjang tepi jalan yang merupakan saluran pengumpul sekunder dan saluran tersier. Drainase yang ada menggunakan sungai/parit yang dapat dikatakan sebagai saluran utama (primer) dan merupakan penampungan dari saluran sekunder dimana saluran sekunder merupakan penampungan dari saluran tersier.

Sebagai suatu kawasan perkotaan, Kota Pangkalpinang merupakan daerah pengaruh pasang surut, terutama di pusat kota dan sepanjang Sungai Rangkui mendekati hilir. Saluran drainase yang ada sudah cukup memadai dengan konstruksi beton, tetapi dengan besarnya sedimentasi pada Sungai Rangkui dan pengaruh pasang surut air laut menyebabkan di beberapa tempat terjadi genangan.

3- 57 RPIJM KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2013-2017

d. Limbah

Untuk produksi limbah, setiap manusia diasumsikan memproduksi limbah cair sejumlah 0,2 lt/org/hr. Angka ini merupakan angka perhitungan yang ideal dari setiap penduduk pada kelas kota sedang. Sehingga didapatkan asumsi produksi limbah di Kota Pangkalpinang ini sejumlah 32.090 lt/hr dari hasil perhitungan kebutuhan ideal produksi limbah setiap manusia dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Pangkalpinang tahun 2011.

Sistem yang saat ini umum diterapkan di Kota Pangkalpinang adalah sistem pembuangan setempat (on-site sanitation). Sebagian besar masyarakat di Kota Pangkalpinang telah menggunakan Jamban pribadi dengan sub sistem berupa cubluk atau tangki septik, sedangkan sebagian kecil masyarakat (terutama yang tinggal di bantaran sungai) masih menggunakan sungai yang ada sebagai tempat membuang limbahnya. Selain di daerah perumahan, sistem on-site dengan sub sistem tangki septik digunakan juga di tempat-tempat fasilitas umum seperti perkantoran, pertokoan, terminal, pendidikan dan lain-lain.

Kemampuan daya resap tanah untuk sebagian besar Kota Pangkalpinang cukup memadai, ditinjau dari masih cukup luasnya lahan non urban yang tersedia. Dengan jumlah penduduk dan persoalan morfologi daratan yang dipengaruhi pasang surut air laut, maka Kota Pangkalpinang dinilai sudah waktunya memerlukan pengolahan limbah cair berupa sewerage system dan sewerage treatment untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan berupa pencemaran terhadap air.

e. Sampah

Aktivitas perkotaan, baik dunia usaha maupun rumah tangga, turut ditunjang oleh kesiapan prasarana dan sarana kota yang memadai. Beberapa indikator prasarana dan sarana perkotaan yang dapat dijadikan ukuran adalah kelistrikan, air minum, perhubungan, telekomunikasi, terutama prasarana persampahan yang kesiapan sarana dan prasarana tersebut dapat menjadi katalisator aktivitas penduduk dan dunia usaha.

Sistem Pengangkutan sampah di Kota Pangkalpinang umumnya menggunakan sistem pengangkutan berantai dengan lokasi pembuangan akhir sampah berada di luar area perkotaan. Di area perkotaan umumnya terdapat kotak-kotak sampah yang diangkut secara teratur oleh Dinas Kebersihan dan Kebakaran.

Timbulan sampah di Kota Pangkalpinang berkisar 452 m3/hari atau. Dengan jumlah penduduk Kota Pangkalpinang sebanyak 189.910 jiwa pada tahun 2011, maka timbulan sampah rata-rata sebesar 2,88 L/orang/hari.

Sumber penghasil sampah yang dilayani oleh Dinas Kebersihan dan Kebakaran Kota Pangkalpinang terdiri dari sampah permukiman, pasar,

3- 58 RPIJM KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2013-2017

kawasan perdagangan/pertokoan, perkantoran, terminal, pelabuhan laut, jalan protokol, hotel, restoran, sampah domestik rumah sakit dan puskesmas, serta sampah industri. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah/volume sampah Kota yang di hasilkan di Kota Pangkapinang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 3.43 di bawah ini.

Tabel 3.43

Jumlah/Volume Sampah Kota yang di hasilkan di Kota Pangkalpinang Tahun 2011

No Bulan/Tahun Volume Sampah M3 Sampah Organik Sampah Anorganik Jumlah Sampah 1 Januari 3588 2608 6196 2 Februari 3406 2475 5881 3 Maret 3540 2867 6407 4 April 4187 2634 6821 5 Mei 4127 2597 6724 6 Juni 4170 2624 6794 7 Juli 4247 2670 6917 8 Agustus 4283 2692 6975 9 September 4168 2617 6785 10 Oktober 4285 2692 6977 11 November 4754 3091 7845 12 Desember 4671 3042 7713 Jumlah 49426 32609 82035

Sumber : Kota Pangkalpinang Dalam Angka, Tahun 2012

Permasalahan mengenai masalah persampahan dai Kota Pangkalpinang :  Pelayanan pengelolaan sampah untuk penduduk pada Kota

Pangkapinang masih perlu dilakukan pembenahan.

 Kota Pangkalpinang bila dihitung berdasarkan persentase penduduk yang belum terlayani pengelolaan sampah adalah sebesar 32,2%.

 Pengelolaan sampah di Kota Pangkalpinang saat ini masih menginduk pada sistem pengelolaan sampah dari Dinas Kebersihan dan Kebakaran Kota Pangkalpinang. Pengelolaan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Kebakaran Kota Pangkalpinang tersebut belum optimal karena wilayah layanannya belum mencapai seluruh Kota Pangkalpinang, pelayananya hanya mencapai jalan-jalan besar saja yang meliputi kawasan perumahan terstruktur, fasilitas perdagangan, perkantoran dan fasilitas umum lainnya.  Penduduk yang tidak mendapatkan pelayanan dari Dinas Kebersihan dan

Kebakaran Kota Pangkalpinang akan membuang sampahnya dengan membuat lubang-lubang penampungan kemudian menimbunnya atau membakar. Ada juga yang langsung membuang sampah ke sungai sehingga apabila musim penghujan datang, kumpulan sampah ini dapat menghalangi aliran hujan dan akibatnya akan terjadi banjir.

3- 59 RPIJM KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2013-2017

3.6.4 Kelembagaan

Dalam rangka meningkatkan kelancaran penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang dengan tujuan memaksimalkan pendayagunaan aparat pembangunan di Kota Pangkalpinang, maka identifikasi kelembagaan dalam pengelolaan pembangunan merupakan masukan penting terhadap proses pengendalian pemanfaatan ruang selanjutnya. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam kemampuan kelembagaan dan pengelolaan pembangunan ini meliputi kemampuan aparatur pemerintah dalam mengelola tugas dan bidang masing-masing, serta tingkatan peran di dalam mekanisme pembangunan selama ini. Permasalahan yang sering timbul dalam pelaksanaan program RPIJM yaitu RPIJM merupakan rencana koordinasi integrasi antara rencana daerah dan rencana sektoral oleh sebab itu kewenangan yang di berikan seharusnya lintas sektoral antara satu instansi dengan instansi yang lain sehingga tidak terjadi tumpang tindih atau ketidak sinkronisasi antar instansi. Pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas bantuan harus dilihat sebagai suatu kesatuan sistem administrasi penyelenggaraan Pemerintahan dalam pengelolaan pembangunan di daerah, termasuk pembangunan pemanfaatan ruang. Organisasi aparatur pelaksana pembangunan dalam hal ini struktur kewenangan yang khusus bertugas mengelola pembangunan di daerah. Pemerintahan dan pengelolaan pembangunan di wilayah Kota Pangkalpinang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan instansi-instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing. Untuk kebutuhan peningkatan kelembagaan penataan ruang, pemerintah daerah seringkali menemui hambatan berupa tidak tersedianya cukup tenaga yang berorientasi pembangunan di dalam konsistensi dan komplementaritas antara rencana pusat dan daerah. Dengan demikian di dalam pengelolaan pembangunan dan penataan ruang diperlukan peningkatan kemampuan aparatur harus dilihat dari kepentingan penyelenggaraan dan pemecahan masalah dalam menjalankan tugas pembangunan.

3.6.5 Pembiayaan

Suatu rencana yang dirumuskan bagi tindak lanjut pembangunan suatu daerah pada prinsipnya harus pula mencerminkan kemampuan akan pembiayaan untuk

perwujudan rencana tersebut. Kemampuan akan pembiayaan berarti

menunjukkan besarnya penerimaan/penghasilan pemerintah daerah yang bersangkutan, oleh karena pelaksanaan rencana sebagian besar akan menjadi beban pemerintah daerah. Permasalahan yang sering timbul akibat pembiayaan yaitu pemerintah lebih mengutamakan pembiayaan daerah yaitu yang berasal dari pusat (APBN) juga berasal dari daerah (APBD). Penerimaan pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan bagi hasil pajak/bukan pajak. PAD terdiri dari : pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD dan penerimaan lainnya, dan tidak mengandalakan dari sumber lain (investor).

Dokumen terkait