• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK MENURUT UU

D. Penyelesaian secara bipartit

Penyelesaian perselisihan dengan cara Bipartit adalah penyelesaian Perselisihan yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat oleh Karyawan atau yang mewakili dengan Pengusaha atau yang mewakili yang dilakukan antara Pengusaha dengan Karyawan tanpa melibatkan Pihak lain.

Penyelesaian melalui perundingan bipartit adalah wajib, oleh karena apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, tanpa melampirkan bukti bahwa upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, mengembalikan berkasnya untuk dilengkapi. Penyelesaian melalui perundingan sebagaimana dimaksud diatas, apabila mencapai kesepakatan, dibuat Perjanjian

71

Oktober 2013

Bersama yang ditanda tangani oleh para pihak dimana sifatnya adalah mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.72

Tujuan dilakukannya penyelesaian dengan cara Bipartit adalah agar penyelesaian perselisihan terhadap Karyawan yang telah melakukan pelanggaran dapat di selesaikan secara Kekeluargaan dan dapat menghasilkan penyelesaian yang saling menguntungkan. Upaya dan langkah yang dilakukan Perusahaan dalam melakukan upaya penyelesaian Perselisihan secara Bipartit adalah sebagai berikut:73

1. Penyelesaian perselisihan dilakukan dengan upaya pemanggilan terhadap Karyawan pada tingkat Perusahaan untuk mengadakan musyawarah untuk mufakat (bipartit);

2. Dalam perundingan tersebut, harus dibuat risalah perundingan secara tertulis; 3. Dalam musyawarah, Perusahaan dapat memberikan beberapa penawaran

solusi kepada Karyawan dengan catatan penawaran tersebaut tidak bertentangan dengan Ketentuan Ketenagakerjaan yang berlaku;

4. Hal yang paling mendasar yang harus dilakukan oleh Pengusaha adalah Penawaran yang diberikan mempunyai nilai yang sepadan nilai kerugian Perusahaan serta tingkat palanggaran yang dilakukan apalagi penyelesaian ini akan berpotensi berlanjut pada penyelesaian yang harus dilakukan melalui institusi Ketenagakerjaan terkait (P4D/P atau Lembaga PPHI);

72

Muzni Tambusai, Seri 1: Kepastian Hukum; Seri 2: Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Seri Pembinaan Hubungan Industrial, Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2005, hlm 19

73

5. Dalam hal musyawarah membuahkan hasil yang disepakati, maka Para Pihak harus menuangkan hasil kesepakatan tersebut dalam bentuk Kesepakatan Bersama yang insinya memuat minimal :

a.Nama dan alamat karyawan;

b.Nama dan alamat Pengusaha atau yang mewakili; c.Tanggal dan tempat perundingan dilakukan; d.Efektif Karyawan berhenti dari perusahaan; e.Jumlah kompensasi yang akan diberikan;

f. Batas waktu dilakukannya Pelaksanaan kewajiban Para Pihak; g.Tanggal dan tanda tangan Para Pihak yang melakukan perundingan.

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Penyelesaian perselisihan yang demikian merupakan penyelesaian perselisihan terbaik karena masing-masing pihak dapat langsung berbicara dan dapat memperoleh kepuasan tersendiri dikarenakan tidak ada campur tangan dari pihak ketiga. Selain itu, penyelesaian perselisihan melalui bipartit dapat menekan biaya dan menghemat waktu. Itulah sebabnya UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 3 mengharuskan perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat dilakukan terlebih dahulu dalam setiap perselisihan hubungan industrial sebelum diajukan kepada lembaga penyelesaian perselisihan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Upaya bipartit diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.74

Apabila dalam perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama (PB) yang mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. Dalam hal perjanjian bersama (PB) tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama (PB) didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.75 Apabila perundingan bipartit gagal maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.76 Apabila bukti tersebut tidak dilampirkan risalah penyelesaian secara bipartit, instansi tersebut harus mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat tujuh hari sejak diterimanya pengembalian.77

Bipartit adalah penyelesaian perselisihan atau perundingan antara pengusaha dan pekerja atau kuasa pekerja (Serikat Pekerja) di tingkat perusahaan.

74

Asri Wijayanti, Op.Cit, hlm. 185. 75

Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm. 110. 76

Asri Wijayanti, Loc.Cit. 77

Setiap perundingan di tingkat bipartit ini wajib dibuat Risalah Perundingan yang memuat: nama lengkap dan alamat pihak beperkara; tanggal dan tempat perundingan; pokok masalah atau alasan perselisihan; pendapat para pihak beperkara; kesimpulan/hasil perundingan; tanggal dan tanda tangan kedua belah pihak yang melakukan perundingan.

Bilamana dalam perundingan ini terjadi kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani kedua belah pihak beperkara. Selanjutnya Perjanjian Bersama ini wajib didaftarkan di PHI guna memperoleh Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama. Apabila ternyata kemudian salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan dalam Perjanjian Bersama, pihak yang dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada PHI di wilayah hukumnya.

Penyelesaian perselisihan melalui Bipartit ini harus tuntas paling lama 30 hari sejak tanggal perundingan. Bilamana dalam jangka waktu 30 hari perundingan buntu (deadlock) atau salah satu pihak yang beperkara menolak untuk berunding, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Apabila dalam perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian bipartit.78

Tidak adanya pihak ketiga dalam penyelesaian secara bipartit ini menunjukkan proses yang dijalankan adalah negosiasi. Di mana negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang

78

Retna Pratiwi, Pemutusan Hubungan Kerja (Pengaturan PHK dalam Beberapa Periode), Jakarta, 2007, hlm 24

berbeda. Dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, bipartit sistem adalah upaya damai antara buruh dengan majikan (pengusaha) atau mencari penyelesaian perselisihan secara damai dengan jalan perundingan. Apabila pada perusahaan itu memiliki SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), maka kepentingan buruh diwakili oleh SPSI, akan tetapi apabila belum ada, maka buruh mewakili kepentingannya sendiri.79

Akan tetapi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak dapat menyelesaikan persoalannya itu sendiri dan tidak berkehendak menyelesaikannya dengan arbitrase oleh juri (dewan pemisah) maka hal itu oleh para pihak atau oleh salah satu pihak diberitahukan secara tertulis kepada Pegawai Kementerian Perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri Perburuhan untuk memberikan perantaran dalam perselisihan hubungan industrial. 80

Dokumen terkait