• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DENGAN PELAKU

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA

Menurut Pasal 45 ayat (2) UUPK membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi 2 bagian, yaitu :

a. Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan

b. Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi

3.1. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Litigasi

Pada dasarnya penyelesaian sengketa konsumen akibat penyalahgunaan produk dengan promo berhadiah melalui jalur pengadilan atau jalur Litigasi sama dengan penyelesaian sengketa perdata pada umumnya, hal yang membedakannya adalah dalam hal pembuktian dimana dalam penyelesaian sengketa konsumen akibat penyalahgunaan produk dengan promo berhadiah pembuktian hanya dengan menunjukan semua bukti – bukti transaksi yang ada dalam kejadian tersebut tanpa harus ada saksi yang harus menguatkan bukti tersebut, sedangkan dalam sengketa perdata pada umumnya diharuskan mendatangkan saksi – saksi untuk memperkuat bukti – bukti tersebut.

Ketentuan mengenai pembuktian selain dapat ditemukan dalam hukum acara yang berlaku (HIR dan RBg), juga dapat ditemukan dalam buku IV kitab undang-undang hukum perdata. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal 163 HIR dan pasal 1865 kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dikatakan bahwa setiap pihak mendalilkan adanya sesuatu hak, (yang dalam hal ini, konsumen sebagai pihak yang dirugikan) maka pihak konsumen, harus dapat membuktikan bahwa :

 

a. Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian

b. Konsumen juga harus membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang dan atau jasa tertentu, yang tidak layak

c. Bahwa ketidak layakan penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian dari barang dan atau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha tertentu

d. Konsumen tidak “berkonstribusi” baik secara langsung maupun tidak langsung atas kerugian yang dideritanya tersebut.

Dalam dua pasal yang mengatur beban pembuktian pidana dan perdata atas kesalahan pelaku usaha dalam UUPK, yaitu dalam Pasal 22 dan Pasal 28, kewajiban pembuktian tersebut dibalikkan menjadi beban dan tanggung jawab dari pelaku usaha sepenuhnya. Dalam hal yang demikian, selama pelaku usaha tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahan yang terletak pada pihaknya, maka demi hukum pelaku usaha bertanggung jawab dan wajib mengganti kerugian yang diderita konsumen tersebut.

Pembuktian ini merupakan hal terpenting untuk menentukan siapa yang harus bertanggung jawab dan membuktikan bahwa adanya bukti dari perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen. Dalam kasus yang penulis angkat, barang bukti yang membuat dasar dari aduan konsumen yaitu berupa : kwitansi pembayaran dari pelaku usaha (Two One Two), slip pengambilan uang dari bank Permata, surat perjanjian penukaran barang antara konsumen dan pelaku usaha. Semua bukti-bukti tersebut dapat

 

dijadikan dasar gugatan atas tindakan pelaku usaha yang telah melakukan perbuatan yang merugikan konsumen serta sebagai bukti yang akurat dengan membuktikan akan fungsi dan akibat dari bukti-bukti tersebut, oleh karena itu konsumen harus bisa menujukan bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa pelaku usaha (Two One Two) benar-benar salah dan merugikan konsumen (ibu Isnaeni), ada pun tindakan atau perbuatan yang telah dilakukan Two One Two yaitu :

a. Two One Two selaku Pelaku usaha menaikan tarif atau harga yang sebenarnya dimana harga tersebut jauh lebih tinggi dari harga dipasaran, yang akibatnya merugikan pihak konsumen hal ini melanggar Pasal 10 huruf a UUPK.

b. Two One Two selaku Pelaku usaha dengan sengaja melakukan penipuan atas pernyataan yang tidak benar akan adanya hadiah yang menarik yang ternyata adalah sebagai cara dari pelaku usaha untuk menipu konsumen dan akibat dari perbuatan pelaku usaha tersebut konsumen mengalami kerugian, hal ini dengan jelas melanggar Pasal 10 huruf d UUPK.

c. Pelaku usaha tidak menepati janjinya untuk melakukan penukaran barang sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, hal ini secara jelas pihak Two One Two melakukan wanprestasi.

Dalam hal ini Ibu Isnaeni selaku konsumen yang dirugikan dapat melukukan upaya hukum agar semua kerugian yang dideritanya dapat diganti oleh pelaku usaha, hal-hal yang dilakukan ibu Isnaeni yaitu melaporkan tindakan Two One Two kepada LPKSurabaya untuk menindak lanjuti permasalahan ini agar pihak pelaku usaha dapat bertanggung jawab dengan

 

mengembalikan segala kerugian yang diderita ibu Isnaeni selaku konsumen yang dirugikan, adapun yang diminta oleh konsumen yaitu : Pelaku usaha (Two One Two) bertanggung jawab dengan mengembalikan segala kerugian yang diderita ibu Isnaeni.

Dari barang bukti tersebut dapat dipakai sebagai dasar gugatan atau aduan oleh konsumen agar gugatan tersebut dapat diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pelaku usaha bersedia bertanggung jawab atas semua tindakannya. Sedangkan apabila pelaku usaha tidak dapat menujukan barang bukti yang dapat membantunya untuk lepas dari tanggung jawab maka pelaku usaha tersebut berkewajiban melakukan tanggung jawab sesuai aturan yang berlaku.

3.2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Non Litigasi Dengan Mekanisme Mediasi

Penyelesaian sengketa non litigasi atau di luar pengadilan dijadiakn pilihan banyak kalangan, hal ini dikarenakan banyaknya keunggulan dibanding penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau litigasi. Keunggulan dari penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu :masalah dapat diselesaiakan dengan waktu yang cepat dan tidak membutuhkan banyak biaya, rahasia terjamin, penyelesaian ditentukan kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa melalui non litigasi kebanyakan menggunakan mekanisme mediasi, hal ini dikarenakan kedua belah pihak dapat menentukan kesepakatan sendiri tanpa merugikan pihak yang lain.

Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah di mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak

 

bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa. Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang diserahkan kepadanya . Dalam sengketa di mana salah satu pihak lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyertakannya. Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi, jika pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan konkret dari mediator.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali kerugian konsumen. Dalam proses mediasi ini mediator bertindak lebih aktif dengan memberikan nasihat, petunjuk, saran, dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa. Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk menyelesaikan proses mediasi. Pengalaman dan kemampuan mediator diharapkan dapat mengefektifkan proses mediasi diantara para pihak yang bersengketa.

3.2.1. Tahap Pengajuan Gugatan

Permohonan diajukan secara tertulis,kepada sekertariat BPSK, maka secretariat BPSK akan memberikan tanda terima kepada pemohon, dan jika permohonan diajukan secara lisan ,maka sekretariat BPSK akan mencatat permohonan tersebut dalam sebuah formulir yang disediakan

 

secara khusus, dan dibubuhi tanggal dan nomor registrasi apabila permohonan ternyata tidak lengkap (tidak sesuai dengan pasal 16 Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001) atau permohonan bukan merupakan kewenangan BPSK, maka ketua BPSK menolak permohonan tersebut. Jika permohonan memenuhi persyaratan dan diterima, maka ketua BPSK harus memanggil pelaku usaha secara tertulis disertai dengan kopi permohonan dari konsumen, selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak diterimanya permohonan.

Jika pada hari yang ditentukan pelaku usaha tidak hadir memenuhi panggilan, maka sebelum melampaui 3 hari kerja sejak pengaduan, pelaku usaha dapat dipanggil sekali lagi. Jika pelaku usaha tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka berdasarkan ketentuan pasal 52 huruf I UUPK jo. Pasal 3 huruf I Kepmenperindag No.350/MPP/Kep/12/2001,BPSK dapat meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha tersebut.

Jika pelaku usaha hadir, maka konsumen memilih cara penyelesaian sengketanya yang harus disetujui oleh pelaku usaha. Cara yang bisa dipilih dan disepakati para pihak adalah : konsiliasi,mediasi atau arbitrase. Jika cara yang dipilih para pihak adalah konsiliasi atau mediasi, maka ketua BPSK segera menunjuk majelis sesuai dengan ketentuan untuk ditetapkan sebagai konsiliator atau mediator. Jika cara yang dipilih para pihak adalah arbitrase, maka prosedurnya adalah para pihak memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dan unsure pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis. Arbiter yang

 

terpilih memilih arbiter ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsure pemerintahan sebagai ketua majelis. Persidangan pertama dilaksanakan selambat-lambatnya hari kerja ke-7 terhitung sejak diterimanya permohonan.22

3.2.2 Tahap Persidangan

a. Persidangan dengan cara konsiliasi

Konsiliasi suatu proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak.23 Dalam praktik istilah mediasi dan konsiliasi memang sering saling dipertukakan. Seperti juga mediator, tugas dari konsiliator hanyalah sebagai pihak fasilisator untuk melakukan komunikasi di antara pihak sehingga dapat diketemukan solusi aleh para pihak sendiri.

Penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa sengan didampingi majelis BPSK menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti kerugiannya.

Pada penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ini, majelis BPSK sebagai konsiliator memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, dan memanggil saksi-saksi serta saksi ahli, dan bila diperlukan, menyediakan forum konsiliasi bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dan menjawab pertanyaan konsumen dan       

22

Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum

Acra Serta Kendala Implementasinya,Kencana,2008 Ibid hal 105

23

 

pelaku usaha, perihal peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan konsumen.

Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, dan diserahkan kepada majelis untuk dituangkan dalam keputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian tersebut.

Apabila diilustrasikan, maka proses penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi menurut UUPK sebagai berikut :

Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi:

Majelis BPSK (pasif)

Konsumen Kesepakatan Pelaku Usaha

Dituangkan dalam putusan BPSK

b. Persidangan dengan cara mediasi

Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah di mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak

a. Panggilan pelaku usaha & konsumen yang bersengketa.  b. Panggil sanksi/ahli, bila diperlukan. 

c. Menyediakan forum bagi konsumen dan para pelaku  usaha untuk menyelesaikan sengketa. 

d. Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha  tentang alternative penyelesaian & masalah hukum. 

 

(impartial) bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.24

Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa. Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang diserahkan kepadanya . Dalam sengketa di mana salah satu pihak lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, pihak ke tiga memegang peranan penting untuk menyertakannya. Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi, jika pihak yang bersegketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan konkret dari mediator.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali kerugian konsumen.

Dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi, dalam proses mediasi ini, mediator bertindak lebih aktif dengan memberikan nasihat,petunjuk,saran, dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa.

Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk menyelesaikan proses mediasi. Pengalaman dan kemampuan       

24

 

mediator diharapkan dapat mengefektifkan proses mediasi diantara para pihak yang bersengketa.25

Peranan majelis BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi secara deskripsi, meliputi tugas sebagai berikut :

1) Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa. 2) Memanggil saksi dan saksi ahli apabila diperlukan.

3) Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa.

4) Secara aktif mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa. 5) Secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian

sengketa konsumen sesuai dengan peraturan perundang- undangan di bidang perlindungan konsumen.

Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa,selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertuls, yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan diserahkan kepada majelis BPSK untuk dikukuhkan dalam keputusan majelis BPSK untuk menguatkan perjanjian tersebut. Putusan tersebut mengikat kedua belah pihak. Keputusan majelis dalam konsiliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administrative.

Apabila diilustrasikan, maka proses penyelesaian sengketa konsumen secara mediasi menurut UUPK sebagai berikut :

      

25

 

Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Mediasi

Majelis BPSK (aktif)

Secara aktif mendamaikan

Konsumen Kesepakatan Pelaku usaha

Dituangkan dalam putusan BPSK c. Persidangan dengan Cara Arbitrase

Arbitrase adalah salah satu bentuk adjudikasi private26. Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pengertian arbitrase adalah “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan,yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Arbitrase sebagai salah satu lembaga alternative penyelesaian sengketa, adalah bentuk alternative peling formal untuk menyelesaikan sengketa sebelum berlitigasi. Dalam proses ini, pihak bersengketa mengemukakan masalah mereka kepada pihak pihak ketiga yang netral dan memberinya wewenang untuk memberi keputusan.

      

26

Ibid hlm 114

- Panggil usaha & konsumen yang bersengketa 

- Panggil saksi/ahli, yang diperlukan. 

- Menyediakan forum bagi konsumen dan para pelaku usaha  untuk menyelesaikan sengketa. 

- Secara aktif memberikan saran atau anjuran tentang  alternative penyelesaian & masalah hukum. 

 

Bila dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, maka lembaga arbitrase mempunyai beberapa kelebihan antara lain:

1) Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.

2) Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal procedural dan administrative.

3) Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan,pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenal masalah yang disengketakan, jujur dan adil.

4) Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk

menyelesaikan masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase.

5) Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan tata cara yang sederhana langsung.

Penyalesaian sngketa konsumen melalui arbitrase, para pihak memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis. Arbitor yang telah dipilih oleh para pihak kemudian memilih arbiter ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintahan sebagai ketua.Pada persidangan pertama ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa. Jika terjadi perdamaian antara kedua belah pihak yang bersengketa maka majelis wajib membuat putusan dalam bentuk penetapan perdamaian. Penulis lebih condong jika perdamaian tersebut dituangkan dalam bentuk putusan perdamaian, bukan

 

penetapan, karena putusan yang telah dimintakan fiat eksekutif kepada pengadilan negeri lebih mempunyai daya paksa dari pada penetapan. Hal ini adalah untuk menghindari kemungkinan ingkar janji setelah putusan diucapkan.

Pada persidangan pertama sebelum pembacaan surat jawaban dari pelaku usaha, konsumen dapat mencabut gugatannya dengan membuat surat pernyataan pencabutan perkara. Dalam hal demikian, maka majelis wajib mengumumkan bahwa gugatan dicabut. Apabila pelaku usaha dan atau konsumen tidak hadir dalam persidangan pertama, maka majelis memberi kesempatan terakhir pada persidangan kedua dengan membawa alat bukti yang diperlukan. Persidangan kedua diselenggarakan selambat-lambatnya dalam waktu 5 hari kerja terhitung sejak persidangan pertama dan diberitahukan kepada konsumen dan pelaku usaha, dengan surat panggilan oleh sekretariat BPSK. Bilamana pada persidangan kedua konsumen tidak hadir maka gugatannya dinyatakan gugur demi hukum. Sebaliknya jika pelaku usaha yang tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh majelis tanpa kehadiran pelaku usaha. Selama proses penyelesaian sengketa, alat-alat bukti barang atau jasa, surat dan dokumen keterangan para pihak, keterangan saksi ahli dan bukti-bukti lain yang mendukung dapat diajukan kepada oleh majelis.

Dalam proses penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK beban pembuktian ada pada pelaku usaha, namun pihak konsumen juga harus mengajukan bukti-bukti untuk mendukung gugatannya.

 

Setelah dipertimbangkan peryataan dari kedua belah pihak mengenai hal yang dipersengketakan dan mempertimbangkan hasil pembuktian serta permohonan yang diinginkan para pihak, maka majelis BPSK memberikan putusan.

3.2.3. Tahap Putusan

Putusan Majelis BPSK dapat dibedakan atas 2 jenis putusan,27 yaitu: a Putusan BPSK dengan cara konsiliasi atau mediasi

Putusan dengan cara konsiliasi atau mediasi pada dasarnya hanya mengukuhkan isi perjanjian perdamaian, yang telah disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

b Putusan BPSK dengan cara arbitrase.

Putusan BPSK dengan cara arbitrase seperti halnya putusan perkara perdata, mamuat duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya. Putusan majelis BPSK sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, namun jika telah diusahakan sungguh-sungguh ternyata tidak berhasil kata mufakat, maka putusan diambil dengan suara terbanyak (voting). Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha, selanjutnya dikuatkan dengan putusan majelis. Putusan BPSK dapat berupa :

1) Perdamaian

2) Gugatan ditolak; atau       

27

  3) Gugatan dikabulkan

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran akibat mengonsumsi barang yang diperdagangkan, dan/atau kerugian konsumen atau jasa yang dihasilkan. Manakala gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, dapat berupa pemenuhan:

1) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam putusan Bentuk ganti kerugian tersebut dapat berupa :

a) Pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan.

b) Pemberian santunan sesuatu dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c) Ganti kerugian tersebut dapat pula ditunjukkan sebagai penggantian kerugian terhadap keuntungan yang akan diperoleh apabila tidak terjadi kecelakaan, atau kehilangan pekerjaan atau penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik yang diderita, dan sebagainya.

2) Sanksi administrative berupa penetapan ganti kerugian paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Menurut Pasal 1 butir 9 UUPK, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang

 

mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat. Yang dimaksud dengan memenuhi syarat, antara lain, terdaftar dan diakui serta bergerak dibidang perlindungan konsumen.

Pasal 44 Ayat (4) UUPK ditegaskan tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat akan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, maka dalam pasal 2 menentukan bahwa : Ayat (1) Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat, yakni terdaftar pada Pemerintahan Kabupaten/kota dan bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya.

Tugas LPKSM meliputi kegiatan :

a Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

b Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; c Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan

perlindungan konsumen;

d Membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

e Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

 

Alur dari pengaduan masuk sampai penyelesain sengketa di LPKS, pertama pengaduan masuk secara resmi (disertai bukti-bukti dan nota pembelian) yang dimuat dalam surat pengaduan oleh konsumen dengan menceritakan permasalahan yang terjadi dalam kasus ini kemudian pihak LPKS mengirimkan Surat Klarifikasi kepada pihak yang diadukan oleh konsumen dengan harapan ada kebenaran sengketa dari kedua belah pihak,surat klarifikasi mempunyai batas hingga 7 hari, kalau teradu tidak memberikan surat balasan dari surat klarifikasi tersebut akan diberikan surat somasi dengan batas waktu 7 hari juga dan sendainya tidak ditanggapi juga maka akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri.

Akan tetapi kebanyakan pihak teradu (pelaku usaha) langsung menanggapi surat klarifikasi, setelah pihak LPKS menrima surat balasan tersebut akan dipelajari dan di cek keseluruhan apakah memang benar adanya permasalahan yang di adukan oleh konsumen, setelah adanya kebenaran tentang permasalahan tersebut maka pihak LPKS menghubungi kedua belah pihak untuk menentukan kapan dan dimana mediasi dilakukan.

Setelah waktu dan tempat ditentukan maka mediasi dilakukan dengan kehadiran keduabelah pihak dan para mediator yang berasal dari LPKS dalam mediasi ini kedua belah pihak diberikan hak sepenuhnya untuk menentukan jalan keluar karena disini LPKShanya sebagai penengah dan membantu mencari solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak, setelah melalui berbagai pendapat serta keterangan

 

oleh pihak–pihak terkait kemudian tercapai lah hasil atau jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah piahak dimana salah satu pihak tidak ada yang merasa dirugikan serta tidak ada unsur paksaan dari siapa pun. Kemudian pihak LPKS selaku mediator akan membuat Berita Acara Penyelesaian (BAP) dan para pihak harus mematuhi isi dari BAP tersebut karena kedua belah pihak telah sepakat dengan jalan keluar yang dihasilkan dalam mediasi tadi. Apabila dalam Mediasi

Dokumen terkait