• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT

C. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan

Pasal 47 UUPK menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.228

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau yang lebih dikenal dengan

Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat ditempuh dengan berbagai cara. ADR

tersebut dapat berupa arbitrase, mediasi, konsiliasi, minitrial, summary jury trial,

settlement conference serta bentuk lainnya. Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-undang

No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase dibedakan dari alternative penyelesaian sengketa, karena yang termasuk dalam alternatif penyelesaian sengketa hanya konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli.229

Alternatif penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan cara:230 1. Konsiliasi

Pasal 1 angka (9) Kepmen Deperindag No.350/MPP/Kep/12/2001 menjelaskan bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Penyelesaian dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan

228

Pasal 47 Undang-undang Perlindungan Konsumen. 229

Op.Cit, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hal.233. 230

didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator (Pasal 5 ayat (1) Kepmen ini).231

Sebagai pemerantara antara pihak yang bersengketa, majelis BPSK bertugas (Pasal 28 SK Menperidag No.350/MPP/Kep/12/2001):232

a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;

c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa

d. Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha, perihal peraturan perundang- undangan di bidang perlindungan konsumen.

Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dengan cara konsiliasi, berdasarkan Pasal 29 SK Menperindag No.350/MPP/Kep/12/2001, terdiri atas:233

a. Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan majelis BPSK bertindak pasif sebagai konsiliator.

b. Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan BPSK.

231

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/2001 232

Ibid 233

Ibid

2. Mediasi

Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi berdasarkan Pasal 1 angka (10) Kepmen Deperindag No.350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pengangkatan Pemberhentian Anggota Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, menjelaskan bahwa mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK sebagai penasehat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak.234

Penyelesaian dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator (Pasal 5 ayat 2 Kepmen Deperindag No.350/MPP/Kep/12/2001). Keaktifan majelis BPSK sebagai pemerantara dan penasehat Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dengan cara mediasi terlihat dari tugas Majelis BPSK ,yaitu:235

a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha bila diperlukan; b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;

c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; d. Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;

e. Secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.

234 Ibid 235

Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dengan mediasi ada 2 (berdasarkan Pasal 31 SK Menperindag No.350/MPP/Kep/12/2001) :236

a. Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan Majelis BPSK bertindak aktif sebagai mediator dengan memberi nasehat, petunjuk, saran dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa.

b. Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan BPSK

3. Arbitrase

Lain dengan cara konsiliasi dan mediasi, berdasarkan Pasal 1 angka (11) SK Menperindag No.350/MPP/Kep/12/2001, arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaiannya kepada BPSK untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi.237

Cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase ini berbeda dengan dua cara sebelumnya. Dalam cara arbitrase, badan atau majelis yang dibentuk BPSK bersikap aktif mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa jika tidak tercapai kata sepakat diantara mereka. Cara pertama yang dilakukan adalah badan ini memberikan penjelasan kepada pihak-pihak yang bersengketa perihal perundang-

236

Op.Cit, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/2001. 237

Ibid

undangan yang berkenaan dengan hukum perlindungan konsumen. Lalu, masing- masing pihak yang bersengketa diberikan kesempatan yang sama untuk menjelaskan apa saja yang dipersengketakan. Nantinya, keputusan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa ini adalah menjadi wewenang penuh badan yang dibentuk BPSK tersebut.

Proses pemilihan majelis BPSK dengan cara arbitrase ditempuh melalui 2 tahap berdasarkan Pasal 32 SK Menperindag No.350/MPP/Kep/12/2001, yaitu :238 a. Para pihak memilih arbitor dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku

usaha dan konsumen sebagai anggota majelis BPSK

b. Arbitor yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbitor ketiga dari anggota BPSK dari unsur pemerintah sebagai Ketua Majelis BPSK. Jadi unsur pemerintah selalu dipilih menjadi Ketua Majelis.239

Untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif dengan menyediakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 45 ayat (4) UUPK menyebutkan, apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Ini berarti penyelesaian di pengadilan juga tetap dibuka setelah para pihak gagal menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.

238 Ibid 239

Pasal 54 ayat (3) UUPK menegaskan bahwa putusan majelis dari BPSK itu bersifat final dan mengikat. Kata ”final” diartikan sebagai tidak adanya upaya banding dan kasasi. Yang ada adalah ”keberatan” yang dapat disampaikan kepada pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kerja setelah pihak berkepentingan menerima pemberitahuan putusan tersebut. Jika pihak yang ”dikalahkan” tidak menjalankan putusan BPSK, maka putusan itu akan diserahkan oleh BPSK kepada penyidik untuk dijadikan bukti permulaan yang cukup, dalam melakukan penyidikan UUPK sama sekali tidak memberikan kemungkinan lain bagi BPSK, kecuali menyerahkan putusan itu kepada penyidik. Terhadap putusan Pengadilan Negeri pun, meskipun dikatakan bahwa UUPK hanya memberikan hak kepada pihak yang Agung, namun dengan mengingat akan relativitas dan tidak merasa puas, peluang untuk mengajukan kasasi sebenarnya terbuka bagi setiap pihak dalam perkara. Selain itu UUPK juga telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 hari untuk proses pada tingkat Pengadilan Negeri, dan 30 hari untuk diselesaikan di Mahkamah Agung, dengan jeda masing-masing 14 hari untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri maupun Kasasi ke Mahkamah Agung.

240

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan suatu lembaga khusus yang dibentuk oleh pemerintah di tiap-tiap Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

240

Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal.78.

2001 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen baru dibentuk. Didalamnya diatur keanggotaan BPSK yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha dengan ketentuan bahwa setiap unsur diwakili oleh sedikit- dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.241 Pengangkatan dan pemberhentian anggota BPSK ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan

gka waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak gugatan terim

Perdagangan.

Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis, dengan jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil, yaitu terdiri dari sedikit- dikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur, dan dibantu oleh seorang panitera. Menurut Ketentuan Pasal 54 ayat (4) UUPK, ketentuan teknis dari pelaksanaan tugas majelis BPSK yang akan menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen akan diatur tersendiri oleh Menteri Perindustrian dan Perdangangan. Yang jelas BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang diserahkan kepadanya dalam jan

di a oleh BPSK.

Lembaga penyelesaian konsumen diluar pengadilan, yang dilaksanakan oleh BPSK ini memang dikhususkan bagi konsumen perorangan yang berselisih dengan pelaku usaha tertentu. Sifat penyelesaian sengketanya sebenarnya bersifat cepat, murah, dan adil. Terhadap keputusan BPSK ini masih memungkinkan adanya keberatan yang diajukan melalui kasasi ke MA. Jadi penyelesaian sengketa konsumen tersebut dapat dilakukan melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan

241

pilihan sukarela dari pihak yang bersengketa (UUPK Pasal 45 ayat (2)). Artinya dibuka kesempatan untuk menyelesaikan sengketa konsumen pada koridor

Alternative Dispute Resolution (ADR). Alternatif penyelesaian sengketa kemudian

diatur dalam Pasal 52 UUPK mengenai tugas dan wewenang BPSK yaitu melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui

dias

keta konsumen au m

me i, konsiliasi atau arbitrase.

Menurut ketentuan Pasal 4 butir (e) UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, salah satu hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut. Lebih lanjut, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (UUPK Pasal 7 butir f). Kewajiban tersebut ada bila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Jika hal tersebut tidak dilakukan oleh pelaku usaha, maka UUPK mengaturnya dalam ketentuan Pasal 23 UUPK yaitu pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan hukum, dapat digugat melalui badan penyelesaian seng

at engajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Cara penyelesaian sengketa konsumen dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, pada prinsipnya dapat mengacu pada ketentuan Pasal 45 UUPK yaitu melalui

engajukan gugatan kepada Badan

i peradilan yan

adilan, diluar

BPSK bertindak sebagai mediator.243 Cara mediasi cara:242

1. Pihak konsumen yang dirugikan dapat m Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);

2. Pihak konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan melalu g berada di lingkungan peradilan umum;

3. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Alternatif dalam penyelesaian sengketa konsumen yang sering terjadi dalam praktek saat ini dilakukan oleh suatu badan khusus bidang pelayanan kesehatan, yaitu Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI). Dalam sengketa yang terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha UUPK menyediakan 3 (tiga) alternative yang bisa dipilih konsumen yaitu penyelesaian melalui peng

pengadilan atau melalui BPSK. Ketiga alternatif ini dipilih oleh konsumen dengan terlebih dahulu mempertimbangkan waktu, biaya dan prosedur yang diperlukan untuk masing-masing pilihan dibandingkan dengan nilai kerugian konsumen.

Dari data yang ada di BPSK kasus pengaduan konsumen kesehatan biasanya diselesaikan secara mediasi dan

ini ditempuh untuk meringankan biaya, waktu dan prosedur yang panjang di

242

Pasal 45 Undang-undang Perlindungan Konsumen. 243

pengadilan. Jadi badan ini hanya melakukan mediasi, dengan mediasi pun ternyata efektif karena 90% bisa selesai.

Tuntutan hukum akibat kelalaian medik tampaknya memang tidak dapat dihindarkan, maka wajar jika kemudian rumah sakit di Indonesia merasa cemas. Oleh

Majelis inilah yang berwenang menerapkan ketentuan-ketentuan kode etik terhadap

karena itu dibuat seperangkat peraturan atau kaidah yang mengikat kedua pihak. Perangkat tersebut dinamakan hospital by laws244, yang dirumuskan dalam bentuk peraturan rumah sakit, surat keputusan, standard operation procedure (SOP), surat ketetapan, surat penugasan, pemberitahuan dan pengumuman.245

Apabila ada kasus kesehatan maka harus ditelaah terlebih dahulu. Misalnya apakah dokter sudah mentaati SOP, jika sudah mentaati SOP maka untuk sulit menyalahkannya. Mengenai kasus yang melibatkan pihak dokter dan rumah sakit, maka diselesaikan terlebih dahulu oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Majelis etik kodekteran Indonesia ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No.170/PB/A-II/1989 dan disahkan dalam Muktamar Ikatan Dokter Indonesia Ke-21 tahun 1991 di Yogyakarta.246 Pembentukan MKEK adalah untuk membimbing, mengawasi, dan menilai perilaku para dokter dalam menjalankan tugas mereka memelihara kesehatan para konsumen.

244

Hospital by laws adalah seperangkat peraturan yang mengatur berbagai bentuk pola

hubungan dan tanggung jawab pihak-pihak terkait. http://els.bappenas.go.id/upload/other/Banyak%20Rumah%20Sakit%20tidak%20Memiliki-MI.htm,

diakses tanggal 17 Juni 2009. 245

Ida Cynthia.S, Ada Kesalahan, Ada Sanksi, Ada Hukuman, (Jakarta: Samaritan, Agustus- Oktober 2001) hal.7.

246

Op.Cit, Az.Nasution, hal.214

para dokter dan setiap tenaga kesehatan. Tugas MKEK ini dirancang untuk menangani setiap perilaku atau tindakan (pelayanan kedokteran, pendidikan atau

e etik kedokteran oleh dokter engabdian profesi kedokteran. Penanganan ini

MK

mempunyai imunitas untuk meneruskan kasus ini ke pengadilan,

ngketa dengan mediasi.248 Hal mana cara ini lebih efektif, karena jika dilaksanakan di pengadilan mengingat kondisi pasien (konsumen) sangat tidak

penyelidikan kedokteran), yang menyimpang dari kod pada waktu menyelenggarakan p

dilakukan apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut:247 1. Ada pengaduan yang disampaikan kepada MKEK; 2. Atas permintaan pengurus IDI;

3. EK menduga adanya pelanggaran etik kedokteran.

Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap seorang dokter pelanggar kode etik tergantung dari berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.

Kadang-kadang terdapat kasus yang mengandung unsur malpraktek tetapi ketua MKEK tidak

karna hal ini pernah diancam oleh dokter yang berpekara. Sehingga mengakibatkan masyarakat mendapat kesan, etika kedokteran merupakan tabir untuk menutupi kesalahan dokter.

Dari kasus antara Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) Medan diselesaikan dengan cara arbitrase. Namun dari beberapa kasus yang ada, lebih baik dilaksanakan dengan cara alternatif penyelesaian se

247 Ibid 248

m gkinkan untuk beracara di pengadilan, apalagi pasien tersebut orang yang tidak mampu.

emun

nsultasinya sebagai berikut :249

ga pelaku usaha;

konsumen; d.

Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makasar.250

Menurut UU Perlindungan Konsumen BPSK bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen. Bentuk ko

a. Memberikan penjelasan kepada konsumen atau pelaku usaha tentang hak dan kewajibannya masing-masing;

b. Memberikan penjelasan tentang bagaimana menuntut ganti kerugian atas kerugian yang diderita oleh konsumen dan ju

c. Memberikan penjelasan tentang bagaimana memperoleh pembelaan dalam hal penyelesaian sengketa

Memberikan penjelasan tentang bagaimana bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa konsumen;

BPSK dibentuk oleh pemerintah untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Kedudukan badan ini berada di daerah kota dan/atau daerah kabupaten. Susunan pengurusan BPSK dibentuk oleh gubernur masing-masing provinsi dan diresmikan oleh Menteri Perdagangan. Untuk pertama kali Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dibentuk pada setiap Pemerintah Kota Medan, Kota

249

Op.Cit, Happy Susanto, hal.83. 250

Ibid, hal.85.

Menurut UU Perlindungan Konsumen Pasal 52, tugas dan wewenang BPSK sebagai berikut :251

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada tidak adanya kerugian pihak konsumen;

251

l. Memberitahukan putusan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis. Jumlah anggota majelis harus ganjil dan sedikit-dikitnya tiga orang yang mewakili unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha (dibantu oleh seorang panitera).

Secara teknis peradilan semu (quasi rechtspraak), permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Bentuk permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) diajukan secara tertulis atau lisan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) melalui Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) setempat oleh konsumen.

Dalam hal konsumen yang tidak dapat mengajukan gugatan :252 1. Meninggal dunia;

2. Sakit atau telah lanjut usia (manula); 3. Belum dewasa;

4. Orang asing (warga negara asing), maka permohonan dapat diajukan oleh ahli waris atau kuasanya.

252

Op.Cit, Yusuf Shofie, hal.30.

Isi permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) harus memuat secara benar dan lengkap (Pasal 16 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001):253

1. Identitas konsumen, ahli waris atau kuasanya disertai bukti diri; 2. Nama dan alamat pelaku usaha;

3. Barang atau jasa yang diadukan;

4. Bukti perolehan, keterangan tempat, waktu dan tanggal perolehan barang atau jasa yang diadukan;

5. Saksi-saksi yang mengetahui perolehan barang atau jasa, foto-foto barang atau kegiatan pelaksanaan jasa, bila ada.

Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) ditolak, jika:254

1. Tidak memuat persyaratan-persyaratan isi permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) tersebut;

2. Permohonan gugatan bukan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Dari segi administratif, permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dicatat Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sesuai format yang disediakan. Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dibubuhi tanggal dan nomor registrasi serta diberikan bukti tanda terima.255

253

Op.Cit, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/2001. 254

Ibid 255

BPSK dalam menangani/menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase disertai jangka waktu penyelesaian yang singkat yaitu 21 hari kerja. Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak menerima putusan BPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UUPK, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut. Sekalipun putusan BPSK bersifat final dan mengikat (Pasal 53 ayat (3)), tetapi keberatan atas keputusan tersebut masih dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri (PN) dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan BPSK disampaikan. PN wajib memutusnya dalam jangka waktu 21 hari (Pasal 58 ayat (1)). Selanjutnya terhadap putusan PN dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan PN diterima. Mahkamah Agung wajib memutus perkara dalam jangka waktu 30 hari sejak saat permohonan kasasi diajukan (Pasal 58 ayat(3)). Pengadilan mengacu pada ketentuan proses peradilan umum yang berlaku dan harus memperhatikan ketentuan Pasal 45 Undang-undang No.8 Tahun 1999.